*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Bahasa
Sasak di pulau Lombok. Mengapa Namanya bukan bahasa Lombok di pulau Lombok
seperti halnya bahasa Bali di pulau Bali dan bahasa Sumbawa di pulau Sumbawa.
Itu satu hal. Dalam hal ini bagaimana sejarah bahasa Sasak di pulau Lombok. Ada
pengaruh bahasa Bali di pulau Lombok dan pengaruh bahasa Sumbawa di pulau
Lombok.
Bahasa Sasak merupakan bahasa ibu yang dituturkan oleh suku Sasak yang menjadi etnis mayoritas di pulau Lombok. Bahasa ini berkerabat dekat bahasa Bali dan bahasa Sumbawa. Bahasa Sasak mempunyai sistem tingkatan bahasa, mirip dengan bahasa Jawa dan Bali. Ahli bahasa Austronesia, K. Alexander Adelaar, mengklasifikasikan bahasa Sasak sebagai bagian dari subkelompok Melayu–Sumbawa dari rumpun bahasa Melayu–Polinesia. Bahasa Kawi, yang merupakan ragam literer dari bahasa Jawa Kuna, telah mempengaruhi bahasa Sasak secara signifikan. Bahasa Kawi digunakan di dalam seni pewayangan Sasak, syair-syair, dan dalam beberapa naskah lontar, terkadang bercampur dengan bahasa Sasak. Bahasa Sasak memiliki keragaman dialek, baik secara fonologi, kosakata maupun tata bahasa: Kutó-Kuté (Sasak Utara), Nggetó-Nggeté (Sasak Timur Laut), Menó-Mené (Sasak Tengah), Ngenó-Ngené (Sasak Timur-Tengah, Sasak Barat-Tengah) dan Meriaq-Meriku (Sasak Selatan-Tengah). Orang Sasak memilki tradisi menulis dengan perantara daun lontar yang dikeringkan. Tradisi baca-tulis mungkin dikenalkan pada abad ke-14 oleh kemaharajaan Hindu-Buddha Majapahit. Naskah-naskah lontar tertua yang bertahan berasal dari abad ke-19. Lontar Lombok ditulis dalam bahasa Sasak. Naskah-naskah ini menggunakan aksara hanacaraka, sebuah sistem penulisan yang hampir serupa dengan aksara Bali. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Sasak di pulau Lombok? Seperti disebut di atas, bahasa Sasak terdapat di pulau Lombok. Bagaimana dengan bahasa Bali di pulau Bali dan bahasa Sumbawa di pulau Sumbawa? Lalu bagaimana sejarah bahasa Sasak di pulau Lombok? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Sasak di Pulau Lombok, Mengapa? Bahasa Bali di Pulau Bali dan Bahasa Sumbawa di Pulau Sumbawa
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Bali di Pulau Bali dan Bahasa Sumbawa di Pulau Sumbawa: Bagaimana Pengaruhnya di Pulau Lombok?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar