*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Ada nama desa Pengasinan di Depok. Juga di
berbagai wilayah di Indonesia. Kita sedang membicarakan bahasa yang digunakan
di Pengasinan di Filipina. Di Indonesia nama tempat Pengasingan hanya setingkat
desa, tetapi di Filipina nama Pengasingan setingkat provinsi. Pengasinan di
Filipina tampaknya lebih besar dan lebih penting dibandingkan desa-desa
Pengasinan di Indonesia.
Pangasinan merupakan sebuah provinsi di Filipina. Ibu kotanya ialah Lingayen. Provinsi ini terletak di Region Ilocos. Provinsi ini memiliki jumlah penduduk 2.645.395 jiwa (2010). Kata "pangasinan" dalam bahasa setempat berarti "tempat untuk garam" atau "tempat membuat garam"; terdiri dari awalan pang yang berarti "untuk", kata dasar "asin" yang berarti "garam", serta akhiran an, yang menjelaskan "lokasi." Provinsi ini memang merupakan penghasil besar garam di Filipina. Produk-produk olahannya antara lain bagoong (ikan asin) dan alamang (udang asin). Penduduk awal Pangasinan adalah masyarakat berbahasa Austronesia yang menyebut diri mereka dangan nama Anakbanwa atau Anakbanua. Sebuah kerajaan bernama Luyag na Kaboloan pernah berdiri di Pangasinan sebelum mulainya penaklukan Spanyol pada abad ke-15. Masyarakat kuno Pangasinan merupakan navigator ulung dan memilki jaringan perdagangan, yang dahulu kemungkinan telah menghubungkan mereka dengan masyarakat-masyarakat lainnya di Asia Tenggara, India, Cina dan Pasifik. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Pengasinan di Filipina dan kerajaan Luyag Na Kaboloan? Seperti disebut di atas bahasa Pengasinan adalah bahasa asli di wilayah Pengasinan di Filipina. Bahasa Batak dan Kerajaan Batak. Lalu bagaimana sejarah bahasa Pengasinan di Filipina dan kerajaan Luyag Na Kaboloan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Pengasinan di Filipina dan Kerajaan Luyag Na Kaboloan; Bahasa Batak dan Kerajaan Batak
Di wilayah pantai barat Luzon di Filipina tempo doeloe disebut ada kerajaan yakni Kerajaan Luyag Na Kaboloan. Sebelum memperhatikan bahasa yang digunakan wilayah (provinsi) Pengasinan, menarik untuk memahami nama kerajaan kuno tersebut: Kerajaan Luyag Na Kaboloan. Nama Luyag Na Kaboloan mirip bahasa Batak: Luhat Na Bolon (Negeri yang Besar). Apakah dalam hal ini orang di Pengasinan Filipina memahami arti tersirat dari nama kerajaan tersebut?
Wikipedia: Caboloan (juga dieja Kaboloan; bahasa Pangasinan: Luyag na Caboloan),
merujuk pada catatan Tiongkok sebagai Feng-chia-hsi-lan. Féngjiāshīlán;
Pâng-ka-si-lân), adalah negara berdaulat yang pernah ada di Filipina sebelum
penjajahan Spanyol, tepatnya terletak di daerah aliran sungai Agno, beribukota
di Binalatongan. Tempat-tempat di Pangasinan seperti Teluk Lingayen disebutkan
pada awal tahun 1225, ketika Lingayen yang dikenal sebagai Li-ying-tung telah
terdaftar di naskah Chu Fan Chih oleh Chao Ju-kua, sebagai salah satu tempat
perdagangan bersama dengan Mai (kemungkinan Mindoro atau Manila). Perwakilan negara Pangasinan mengirim utusan ke
Tiongkok pada tahun 1406–1411. Para utusan melaporkan 3 pemimpin tertinggi
Fengaschilan berturut-turut kepada Tiongkok: Kamayin pada 23 September 1406,
Taymey dan Liyli pada 1408 dan 1409 dan
pada 11 Desember 1411, dikatakan sang kaisar Tiongkok mengadakan pesta negara
Pangasinan sebagai negara pemberi upeti ke Dinasti Ming.
Kerajaan Luyag Na Kaboloan disebut ibu kota berada di Binalatongan. Apakah nama kota ini dipahami artinya orang Pengasinan pada masa ini? Bagi orang Batak di pantai timur Sumatra khususnya di wilayah Padang Lawas, Binalatongan dapat dibaca sebagai Binanga Tonga (Bianga Tengah). Nama kerajaan dan nama ibu kota terkesan memiliki kemiripan nama tempat di wilayah Padang Lawas (Tapanuli). Kerajaan ini disebut dihuni kelompok populasi yang mirip dengan populasi nusantara.
Wikipedia: Pada abad ke-16, pemukiman pelabuhan Agoo di Pangasinan disebut
"Pelabuhan Jepang" oleh bangsa Spanyol. Penduduk setempat mengenakan
pakaian khas suku-suku di Asia Tenggara maritim lainnya. Mereka juga menghitamkan giginya dan muak dengan gigi putih orang
asing yang disamakan dengan gigi binatang. Senjata bubuk mesiu juga
ditemukan dalam pertempuran laut di daerah tersebut. Sebagai imbalan atas
barang-barang ini, para pedagang dari seluruh Asia datang untuk berdagang,
terutama emas dan jasa budak, dan juga untuk kulit rusa, luwak, dan barang
lokal lainnya. Selain jaringan perdagangan yang lebih luas dengan Jepang dan
Tiongkok, masyarakat Caboloan secara budaya mirip dengan kelompok Luzon lainnya
di selatan, terutama suku Kapampangan.
Satu ciri khas kelompok populasi di kerajaan Luyag Na Kaboloan disebut menghitamkan giginya dan muak dengan gigi putih orang asing yang disamakan dengan gigi binatang. Menghitamkan gigi yang dimaksud mungkin bagi orang Batak adalah makan sirih (gigi menjadi merah kecoklatan). Orang Batak memiliki kebiasaan makan sirih. Lantas bagaimana dengan bahasa di Pengasinan yang sekarang, suatu bahasa yang diwariskan dari masa lampau?
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bahasa Batak dan Kerajaan Batak: Sumatra di Barat, Maluku di Timur, Luzon di Utara
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar