*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku Sikka berada di Kabupaten Sikka, di
Flores Timur Tengah. Menurut sebuah sumber daerah asal orang Sikka di Kecamatan
Bola, Lela, Maumere, dan Kewapante. Suku Sikka dianggap sebagai salah satu
bagian dari suku Mukang. Suku Mukang terdiri suku Sikka, Krowe, Mukang, dan
Muhang. Nama Sikka juga adalah nama desa di Kecamatan Lela berjarak 30 km dari
Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Pada zaman dahulu desa Sikka adalah pusat
pemerintahan kerajaan Sikka dan menjadi titik awal kedatangan bangsa Portugis
di Flores.
Bahasa Sikka atau bahasa Krowe adalah bahasa yang digunakan suku Sikka. Bahasa orang Sikka berbeda dengan bahasa dari suku lainnya seperti suku Tana Ai yang juga merupakan salah satu suku yang berada di Kabupaten Sikka bagian tengah dan timur. Bahasa Sikka memiliki tiga dialek yaitu dialek Sokka, Nita, dan Kange.Dialek-dialek Sara Krowe, Sikka Natar, dan Tana Ai. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Jumlah penutur bahasa Sikka sekitar 150.000 jiwa yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Sikka kecuali di daerah Kecamatan Paga yang berbahasa Lio, kecamatan Talibura yang berbahasa Muhang, dan pulau- pulau yang termasuk Kecamatan Maumere yang berbahasa Palue (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Sikka orang Sikka di pulau Flores? Seperti disebutkan di atas bahasa Sikka dituturkan orang Sikka di pulau Flores. Maumere dan kelompok Populasi Sikka, Krowe, Mukang, dan Muhang. Lalu bagaimana sejarah bahasa Sikka orang Sikka di pulau Flores? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Sikka Orang Sikka di Pulau Flores; Maumere dan Kelompok Populasi Sikka, Krowe, Mukang, dan Muhang
Nama Sikka belum teridentfikasi pada era Portugis. Yang sudah teridentifikasi adalah nama-nama Solor, Timor, Flores dan Sumba. Pada tahun 1557 misionaris Portugis memulai misi di Lahayong Solong. Sejak tahun 1575 Portugis di Malaka mulai memperkuat pertahanan dengan membangun benteng-benteng baru di Amboina, Solor dan Timor. Namun semua itu harus berakhir sejak kehadiran pelaut-pelaut Belanda di Hindia Timur.
Pada tahun 1605 pelaut Belanda dibawah pimpinan admiral van Hagen
menyerang benteng Portugis di Amboina. Di benteng ini (Fort Voctoria) Belanda
mendirikan pos perdagangan utama. Portugis dan Spanyol sudah sangat kuat di
bagian utara khatulstiwa. Jalur navigasi pelayaran Belanda berada di selatan
dari Afrika Selatan langsung ke Jawa (selat Sunda atau selat Balo) ke Maluku.
Untuk meratakan jalan ini, pelaut Belanda kemudian mengeliminasi kekuatan Portugis
dengan menyerang benteng di Solor dan di Coepang. Orang-orang Portugis bergeser
dari Corpang ke bagian timur pulau Timor (kini wilayah Timor Leste). Sementara
Spanyol mengusir sisa Portugis di Maluku (bagian utara), Belanda/VOC pada
akhirnya mengusir Portugis di Malaka dan Kamboja pada tahun 1641. Praktis orang-orang
Portugis hanya tersisa di Timor bagian timur dan di Makao (pluas Ceylon dan
Goa).
Takluknya kekuatan Portugis di Malaka (1641), menyebabkan orang Portugis terusir dari Malaka termasuk para misionaris. Setelah wilayah misi Portugis diusir dari berbagai wilayah seperti di Banjoewangi, satu-satunya wilayah yang dekat dan aman bagi sisa misionaris Portugis hanyalah wilayah Timor dan sekitar.
Disebutkan dari Malaka sebanyak tujuh orang misionaris Portugis dan
didampingi empat belas orang Cina Kristen, berangkat ke pulau Flores. Rombongan
kecil yang berkoloni ini, dipimpin oleh Uskup Henrico, yang menetap di pantai Flores
di bawah bayang-bayang bendera Portugis (Timor) dan pemberitaan Injil dimulai.
Gereja-gereja dibangun di Éndé, Sikka, Mauwerie, Congay, Larentoeka, Woerch, dimana
agama Katalik diterima dengan baik oleh penduduk asli dan pengaruh Portugis
diperkuat. Raja Fiores menganut agama Katolik, dan contoh ini diikuti oleh
pengikutnya di pesisir, yang hidup bersaudara dengan orang Portugis (lihat Annalen
van het Genootschap tot Voortplanting des Geloofs; behelzende brieven van de
bisschoppen en missionarissen van de missien der onderscheidene werelddelen…
1867). Catatan: Congay dan Woereh di pulau Adonara.
Nama Sikka sebagai suatu kampong kecil di (pulau) Flores tampaknya baru teridentifikasi pada era VOC/Belanda. Kecuali di Timor dan sekitar, kehidupan masyarakat Katolik tersapu habis di era Belanda/VOC baik di Maluku maupun di Jawa. Orang-orang Spanyol oleh Belanda diusir dari Ternate/Tidore dan kemudian Manado pada tahun 1659. Wilayah Timor dan sekitar menjadi satu-satunya komunitas Katolik yang tetap terjaga, tumbuh dan berkembang meski benteng Belanda/VOC tetap eksis di Koepang. Sejak ini pula Sikka tetap berada di bawah pengaruh Katolik/Portugis.
Sikka pada awalnya adalah nama suatu kampong di pantai selatan pulau
Flores bagian timur (tidak jauh dari Solor dan Adonara. Sementara nama kampong
lain di pantai utara adalah Maumere. Nama Sikka ini kemudian (hingga pada masa
ini) menjadi nama kelompok populasi di sekitar dengan nama bahasanya bahasa Sikka.
Pada masa ini nama Sikka menjadi nama kabupaten dengan ibu kota di Maumere.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Maumere dan Kelompok Populasi Sikka, Krowe, Mukang, dan Muhang: Pulau Flores Masa ke Masa
Satu yang penting dalam bahasa Sikka adalah kosa kata elementer, suatu kata yang kerap diucapkan di lingkungan keluarga dan di rumah. Kosa kata elementer tersebut antara lain ayah dan dan ibu. Ayah dalam bahasa Sikka adalah ama dan ibu adalah ina. Bagaimana bisa dua kosa kata elementer ini persis sama dengan bahasa Batak di Sumatra?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar