Selasa, 21 Januari 2025

Sejarah Singapura (36): Pulau Singapoera Tukar Pulau Belitung; Daratan Pantai Barat Malaka Tukar Pantai Barat Bengkulu, 1824


Untuk melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini

Selama ini yang terinformasikan adalah pertukaran antara wilayah Malaka (Belanda) di pantai barat Semenanjung Malaya dengan wilayah Bengkulu (Inggris) di pantai barat pulau Sumatra. Tukar guling wilayah ini atas instruksi perjanjian (Traktat) yang ditandatangani di London 1824. Bagaimana dengan tukar guling pulau Singapura (Belanda) dan pulau Belitung (Inggris)? Tampaknya kurang terinformasikan.


Singapura, dengan nama resmi Republik Singapura, adalah sebuah negara pulau dan negara kota di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya. Pada 28 Januari 1819, Thomas Stamford Raffles mendarat di pulau utama di Singapura. Ia ditugaskan oleh Perusahaan Dagang Hindia Timur Britania (East Indian Company, EIC) untuk mencari lokasi strategis untuk membangun pelabuhan di mulut Selat Malaka, menandingi dominasi Belanda. Di pulau tersebut, ia menjumpai sebuah kampung suku Melayu dipimpin Tumenggung Abdu'r Rahman, yang merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Johor, yang saat itu sedang ada konflik perebutan kekuasaan antara Sultan Johor Abdul Rahman dengan kakak tirinya, Tengku Hussein Shah (Tengku Long) yang hidup di pengasingan di Kepulauan Riau. Raffles membujuk Tumenggung Abdu'r Rahman untuk menyelundupkan Tengku Hussein ke Singapura, dan membantunya merebut haknya atas tahta Kesultanan Johor. Kesepatan ditandatangani pada tanggal 6 Februari 1819. Setelah penadatanganan kesepakatan ini, Raffles pun memproklamirkan nama baru untuk bandar yang akan ia dirikan, yaitu Singapura (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah pulau Singapoera ditukar pulau Belitung? Seperti disebut di atas pertukaran ini kurang terinformasikan. Namun pertukaran (tukar guling) antara daratan pantai barat Malaka dengang pantai barat Bengkulu cukup terinformasikan tahun 1824. Lalu bagaimana sejarah pulau Singapoera ditukar pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pulau Singapoera Ditukar Pulau Belitung; Daratan Pantai Barat Malaka Ditukar Pantai Barat Bengkulu,1824

Riau di awal Pemerintah Hindia Belanda menjadi penting karena sejak era VOC sudah terbentuk pos perdagangan yang penting di Rheo (pulau Bintang). Pada awal Pemerintah Hindia Belanda, seorang komandan militer difungsikan sebagai Residen yang ditempatkan di Tandjoengpinang, Kapitein der artillerie Koningsdesffer (lihat Bataviasche courant, 17-02-1821). Lantas mengapa militer? Hal ini karena masih ada gesekan dengan Inggris di kawsan semenanjung Malaya. Secara teknis, penempatan Residen inilah awal pemerintahan Hindia Belanda di Riau.


Nama Rheo sebagai nama tempat sesuai orang Belanda merupakan nama lama Rio yang dirintis oleh pedagang Portugis di era VOC. Rio dalam bahasa Portugis adalah sungai, yang dalam hal ini nama Rheo berada di hilir suatu sungai di bagian dalam teluk pulau Bintan. Sebelumnya pemerintah Hindia Belanda telah membangun benteng di bagian luar teluk yang menjadi kedudukan Residen (area sekitar benteng inilah kemudian terbentuk kota Tanjung Pinang yang sekarang), Benteng ini diduga sebagai properti pertama Belanda di kawasan ini.

Lantas mengapa Pemerintah Hindia Belanda menempatkan residen di pulau Bintang? Boleh jadi hal itu karena sebelumnya Inggris telah membuat perjanjian dengan seorang pangeran di kawasan yang mengklaim pulau Singapoera. Lalu siapa pangeran yang terlah membuat kesepakatan dengan Raffles di Bengkulu dan orang-orang Inggris di pulau Penang? Catatan: pulau Pinang sebelumnya di era VOC telah ditempati Inggris di atas kesepakatan dengan kerajaan Kedah.


Opregte Haarlemsche Courant, 10-08-1819: ‘Dilaporkan dari pulau Prince Wales (baca: pulau Penang) pada tanggal 1 Maret bahwa Gubernur Inggris di Bencoolen, Stamford Raffles, belum menandatangani perjanjian yang telah disepakati dengan raja pribumi dalam pendirian pabrik (logement) Inggris di Singapura, kota pelabuhan lama orang Melayu, di sisi selatan semenanjung Malaka, timur kota dengan nama yang sama, di seberang pulau Sumatra; suatu tempat di mana orang Belanda sejauh ini belum pernah memiliki propertinya. Mereka (orang Inggris) ingin membuatnya disitu penting bagi perdagangan orang-orang China. Sir Raffles telah absen dari Bencoolen selama enam bulan terakhir, untuk melaksanakan negosiasi ini. Raffles sendiri baru saja berangkat lagi untuk mempromosikan perdagangan dan kepentingan politik di Aceh, sebelah utara Sumatra.

Dalam perkembangannya, pulau Singapoera telah dimiliki oleh Inggris. Hal ini semakin kuat setelah perjanjian antar kerjaan di London pada tahun 1824 yang dalam hal ini wilayah Malaka dan wilayah Bengkulu dalam satu hal dan wilayah pulau Singapoera dan pulau Belitung dalam hal lain telah dipertukarkan (tukar guling). Semua itu yang telah terjadi sempat disesali oleh orang-orang Belanda.


Journal de la province de Limbourg, 19-05-1824: ‘Hal ini mengakibatkan pengecualian pada perdagangan grosir, sistem maritim yang sangat liberal telah diadopsi, dan ketentuan dibuat di kedua belah pihak untuk mencegah segala prasangka terhadap hak-hak yang telah ditetapkan; bahwa pada masa lalu, perdagangan linen sangat diminati karena memiliki tanah di Bengal, tetapi cabang industri ini mengalami penurunan di koloni-koloni Inggris sendiri, sehingga Inggris memutuskan untuk mengirim linen ke Hindia kapas yang diproduksi di Eropa untuk dijual, dan para pedagang serta produsen di negara kita yakin mereka harus mengikuti contoh ini; bahwa Malaka telah kehilangan semua kepentingannya bagi kita sejak Inggris memiliki tempat di Poelo-Pinang dan khususnya di Singa-Poera; bahwa protes memang telah dilakukan terhadap pendirian yang terakhir ini (Singa-Poera), tetapi keputusan mengenai pokok hukum ini akan menjadi lebih sulit karena Inggris masih mengumumkan klaim atas Billilon, yang kepemilikannya sangat penting untuk eksploitasi tambang timah Banka. Kita harus yakin, dari pertimbangan-pertimbangan ini, bahwa pengabaian negara-negara ini dikompensasi secara memadai oleh perolehan kepemilikan Inggris di pulau Sumatera, dan oleh konsolidasi eksklusif otoritas dari Belanda di pulau ini, yang pasti memberikan peningkatan nilainya ke Palembang, Padang, dan Lampug. Dalam pertukaran nota menteri, utusan Inggris, Tuan Canning dan Tuan Wynn menyatakan bahwa mereka mematuhi pernyataan bersahabat dari pemerintah Belanda dan pandangan mencerahkan dari Yang Mulia Raja kami, dan siap untuk mengakhiri pertikaian. yang sebagian besar terjadi melalui karyawan yang tidak bijaksana; Mereka menyatakan keyakinannya bahwa dari perjanjian ini tidak akan ada persaingan lain antara kedua bangsa di Hindia Timur, selain dari mempertahankan sistem kebijakan liberal, yang telah mereka anut melalui perjanjian yang sama di seluruh dunia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Daratan Pantai Barat Malaka Ditukar Pantai Barat Bengkulu: Bukti Permulaan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar