*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini
Beberapa hari terakhir ini nama Giovanni van Bronckhorst banyak dibicarakan. Nama Giovanni van Bronckhorst dihubungkan dengan posisi kosong pelatih tim nasional (timnas) Indonesia. Mantan kapten timnas Belanda tersebut saat ini sebagai asisten pelatih Arne Slot di klub liga utama Inggris (Liverpool). Siapa Giovanni van Bronckhorst? Banyak yang menghubungkannya sebagai salah satu diaspora Indonesia (asal usul dari Indonesia)..
Ayah dari Giovanni van Bronckhorst bernama Victor van Bronckhorst. Victor van Bronckhorst adalah pria keturunan Indonesia-Belanda, sementara ibu Giovanni, Fransien Sapulette, berasal dari Maluku, Indonesia. Meski banyak informasi tersedia mengenai latar belakang keluarga Giovanni van Bronckhorst yang berdarah Maluku, nama spesifik dari nenek (dari pihak ibu) tidak disebutkan secara eksplisit dalam hasil pencarian yang tersedia. Sang nenek tiba di Belanda pada Maret 1951 bersama anak-anaknya, setelah suaminya (kakek Giovanni) yang merupakan anggota KNIL dibubarkan pasca penyerahan kedaulatan Indonesia pada tahun 1949. Dalam hal ini, kakek dari Giovanni van Bronckhorst adalah seorang prajurit KNIL namun, namanya secara spesifik tidak disebutkan dalam sumber yang tersedia. Nenek (dari pihak ayah) bermarga Manuhuttu. Sedangkan nenek dari pihak ibu bermarga Lilipaly (AI Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah nenek dan kakek Giovanni van Bronckhorst asal Indonesia? Seperti disebut di atas, nama Giovanni van Bronckhorst dihubungkan dengan marga Sapulete, Manuhutu dan Lilipaly. Lalu bagaimana sejarah nenek dan kakek Giovanni van Bronckhorst asal Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Nenek dan Kakek Giovanni van Bronckhorst Asal Indonesia?
Bronckhorst, Sapulete, Manuhutu dan Lilipaly
Seperti dikutip di atas, nenek Giovanni van Bronckhorst tiba di Belanda pada Maret 1951 bersama anak-anaknya. Nenek Giovanni van Bronckhorst ke Belanda karena suaminya (kakek Giovanni) adalah tantara Hindia Belanda (KNIL) yang telah dibubarkan setelah Belanda mengakui kedaulatan (negara) Indonesia. Namun siapa nama kakek dari Giovanni van Bronckhorst eks KNIL tersebut tidak terinformasikan. Yang jelas, Giovanni van Bronckhorst (bersama Denny Lanzaat) adalah pemain timnas Belanda pada tahun 2005.
Algemeen Handelsblad, 19-02-1951: ‘Kedatangan Warga Ambon sore ini, 1.000 warga Ambon berstatus sementara, Tentara Kerajaan Belanda (KL) beserta keluarga mereka akan berlayar dengan kapal “Kota Inten”, yang akan berangkat Selasa. Kapal "Atlantis" akan berangkat Rabu pagi dengan 900 orang. Sebanyak 4.500 orang harus dievakuasi dari Jawa Timur. Tanggal keberangkatan kapal-kapal lainnya belum diketahui’.
Lantas bagaimana asal usul Giovanni van Bronckhorst dapat dihubungkan dengan Indonesia? Pertanyaan itulah yang ingin ditelusuri dalam artikel ini. Petunjuk awal dalam hal ini dapat digunakan seperti yang dikutip di atas: nama ayah Giovanni van Bronckhorst bernama Victor van Bronckhorst, yang tentu saja berayah dari marga van Bronckhorst dan beribu bermarga Manuhuttu. Siapa mereka? Sementara itu ibu Giovanni van Bronckhorst bernama Fransien Sapulette, berayah bermarga Sapulete dan beribu bermarga Lilipaly. Siapa pula mereka? Mari kita mulai dari informasi/data yang tersedia. Untuk sekadar diketahui bahwa terinformasikan pada masa ini: Giovanni van Bronckhorst lahir di Rotterdam pada tanggal 5 Februari 1975. Istrinya bernama Marieke Wolfers-van Bronckhorst (dinikahi tahun 2000). Anak mereka: Joshua van Bronckhorst dan Jake van Bronckhorst.
AD, 05-11-2005: ‘Kutipan: “Baju saya sekarang bertuliskan Gio karena orang-orang Spanyol itu salah mengeja nama saya. Itu membuat saya kesal. Saya bangga dengan nama ayah saya”. Pesepakbola Barcelona, Giovanni van Bronckhorst, di Elsevier: “Masa-masa saya di Rangers sungguh fantastis. Saya belum pernah mengenal kelompok yang begitu menyenangkan dan akrab, bahkan di luar sepak bola. Claudio Reyna dan Henrik Larsson adalah teman seumur hidup. Saya sering berlibur bersama mereka. Ikatan itu akan tetap terjalin. Yang lainnya adalah rekan kerja”. Van Bronckhorst lagi: “Ketika Frank Rijkaard (pelatih Barcelona) menelepon saya, saya bilang: kedengarannya fantastis, tapi saya ingin membicarakannya dulu dengan istri saya. Dia juga harus menyukainya. Kami sudah bersama selama sebelas tahun dan menikah selama lima tahun”. Van Bronckhorst: “Marieke tahu banyak hal tentang sepak bola. Saya tidak kenal banyak perempuan yang berkecimpung di dunia sepak bola, tapi Marieke tahu. Senang rasanya bisa membicarakan sepak bola dengan istri saya juga”. Van Bronckhorst: "Sepak bola memang penting, tapi putra saya yang berusia empat tahun, Jake, jauh lebih penting. Mengalahkan Real Madrid memang luar biasa, tapi ketika Jake bilang, 'Ayah, aku sayang Ayah', saya merasa jauh lebih tersentuh". Van Bronckhorst: "Saya juga semakin khawatir tentang Jake. Bahwa sesuatu akan terjadi padanya di dunia yang penuh gejolak ini. Saya sungguh tak bisa menerima pikiran itu".
Pada tahun
1952 terinformasikan (pasangan) AO Sapulette dan EL Lilipaly di Belanda (lihat Emmer courant, 22-02-1952). Disebutkan lahir di Westerbork, Lourens Jacob, putra (zoon) AO
Sapulette dan EL Lilipaly. Dimana itu Westerbork?
Westerbork adalah sebuah
kamp transit Nazi yang terkenal selama Perang Dunia II, terletak di Belanda
timur laut (dekat Essen dan Emmen). Kamp ini memainkan peran sentral dalam Holocaust di
Belanda, berfungsi sebagai titik pengumpulan utama bagi orang Yahudi, Sinti,
dan Roma sebelum dideportasi ke kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan di Eropa
Timur yang diduduki Jerman, seperti Auschwitz dan Sobibor. Westerbork awalnya
didirikan oleh pemerintah Belanda pada Oktober 1939 sebagai kamp pengungsi
untuk menampung pengungsi Yahudi Jerman yang memasuki Belanda secara ilegal.
Pada Juli 1942, pasukan pendudukan Jerman mengambil alih kendali kamp tersebut
dan mengubahnya menjadi kamp transit. Hampir 100.000 orang Yahudi dan sekitar
245 orang Sinti dan Roma dideportasi dari Westerbork ke kamp-kamp kematian
Nazi. Dalam hal ini nama tempat Westerbork adalah nama lama. Nama Westerbork
paling tidak sudah terinformasikan pada tahun 1795 (lihat Ommelander courant, 15-09-1795).
Westerbork adalah suatu kota (gemeente) yang pada tahun 1952 berjumlah 6.421 jiwa (lihat Emmer courant, 19-01-1953). Disebutkan menurut catatan sipil kota (gemeente) Westerbork, jumlah penduduk pada tanggal 31 Desember 1952 adalah 6.421 jiwa, yaitu 3.343 laki-laki dan 3.078 perempuan. Jumlah ini tidak termasuk penduduk Ambon yang tinggal di daerah pemukiman "Schattenberg" dan "Pieterberg".
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Kerajaan Jepang menyatakan takluk kepada Sekutu yang dipimpin Amerika. Tiga hari kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 menyatakan kemerdekaan. Namun saat Sekutu/Inggris memasuki Indonesia untuk pembebasan interniran Eropa/Belanda dan eakuasi militer Jepang, militer Belanda di bawah bendera NICA memasuki Indonesia di belakang Sekutu/Inggris. Akibat dari itu perang mempertahankan kemerdekaan tidak terelakkan. Perang ini secara definitive mulai berhenti ketika terjadi kesepakatan antara pemimpin Indonesia dan pemimpin Belanda untuk menyelenggarakan perundingan yang disebut Konferensi Meja Bunda (KMB) di Den Haag. Hasil perundingan bahwa pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia yang diberlakukan pada tanggal 27 Desember 1949. Sejak inilah milisi/militer Belanda (NICA) termasuk milisi Ambon direpatriasi (lihat Nieuwe Apeldoornsche courant, 29-12-1950). Disebutkan debat Ambon di Senat: Kepentingan tentara Belanda tidak boleh diabaikan. Interpelasi diajukan Profesor Gerbrandy pekan lalu di Tweede Kamer (DPR) terkait deportasi tentara Ambon dari Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) ditindaklanjuti di Senat pada Kamis sore, ketika sebuah rancangan undang-undang mengenai kelanjutan tugas wajib militer dan rancangan undang-undang lainnya mengenai pengerahan wajib militer dibahas. RUU yang terakhir, yang memperpanjang kemungkinan milisi Belanda bertugas di Indonesia hingga 1 April 1951. Kamp di Vught atau kamp ganda, Westerbork, setidaknya harus dibebaskan untuk menampung semua orang ini. Oleh karena itu, usulan orang Ambon masuk akal. Tempat terbaik untuk pemukiman, tentu saja, adalah dimana mereka seharusnya berada’. Foto (lihat Nieuwe Haarlemsche courant, 27-02-1953)
AO
Sapulette (istri EL Lilipaly) adalah bagian dari milisi Ambon (dalam bagian tantara
kerajaan Belanda di Indonesia) yang direpartiasi dari Indonesia ke Belanda
(setelah pengakuan kedaulatan Belanda). Dalam hal ini\, besar dugaan bahwa AO
Sapulette (istri EL Lilipaly) adalah bagian repatriasi milisi Ambon yang
dipindahkan dari Indonesia (Jawa) ke Belanda (di Westerbork). Anak-anak AO
Sapulette dan EL Lilipaly berikutnya lahir di Westerbork. Anak mereka yang lahir
tahun 1957 di Westerbork diberi nama Fransina. Lalu apakah Fransina ini yang
kelak menjadi ibu dari Giovanni van Bronckhorst?
Emmer courant, 02-10-1953: ‘Lahir di Westerbork, Jacomina, putri (dochter) AO Sapulette dan EL Lilipaly. Emmer courant, 22-12-1954: ‘Lahir di Westerbork, Christoffer Domingus, putra (zoon) AO Sapulette dan EL Lilipaly. Emmer courant, 24-07-1956; ‘Lahir di Westerbork, Rodolf, putra (zoon) AO Sapulette dan EL Lilipaly. Emmer courant, 27-11-1957: ‘Lahir di Westerbork, Fransina, putri (dochter) AO Sapulette dan EL Lilipaly. Emmer courant, 24-03-1959: ‘Lahir di Westerbork, Frans Julianus, putra (zoon) AO Sapulette dan EL Lilipaly.
Seperti dikutip di atas, ayah Giovanni van Bronckhorst bernama Victor van Bronckhorst, putra dari van Bronckhorst dan Manuhutu. Pada tahun 1958 terinformasikan di Belanda (Rotterdam) putri EC van Bronckhorst dan Manuhutu lahir (lihat Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 07-10-1958). Disebutkan lahir anak (putri) dari EC van Bronckhorst dan Manuhutu. Lalu anak mereka lahir lagi pada tahun 1960 (lihat Het Rotterdamsch parool, 09-07-1960). Disebutkan lahir, anak (putra) dari EC van Bronckhorst dan Manuhutu. Lantas bagaimana dengan nama Victor van Bronckhorst yang kini menjadi ayah dari Giovanni van Bronckhorst?
Jika benar Fransina, putri dari AO Sapulette dan EL Lilipaly--yang kini dicatat sebagai Fransien Sapulette adalah ibu dari Giovanni van Bronckhorst, dan Victor van Bronckhorst, putra dari EC van Bronckhorst dan Manuhutu, lalu kapan Victor van Bronckhorst lahir? Apakah sebelum tahun 1958? Yang jelas putri EC van Bronckhorst dan Manuhutu lahir (lihat Het vrije volk: democratisch-socialistisch dagblad, 07-10-1958).
Jika Fransina, putri dari AO Sapulette dan EL Lilipaly lahir tahun 1957 (lihat Emmer courant, 27-11-1957), besar dugaan Victor van Bronckhorst lebih tua dari Fransina (Fransien) alias Victor van Bronckhorst lahir sebelum tahun 1957 (katakanlah tahun 1956). Ini sangat masuk akal karena anak dari EC van Bronckhorst dan Manuhutu lahir tahun 1958 dan tahun 1960.
Dalam darah Giovanni van Bronckhorst tampaknya 75 persen berasal dari Indonesia (tepatnya berasal dari Maluku): gabungan marga Manuhutu, Lilipaly dan marga Sapulette. Ketiga kakek/nenek Giovanni van Bronckhorst tentu saja lahir di Indonesia. Bagaimana dengan sisa 25 pesen lagi? Tentu saja itu berasal dari marga van Bronckhorst. Lalu bagaimana riwayat van Bronckhorst dalam darah Giovanni van Bronckhorst? Tampaknya marga van Bronckhorst berasal dari Belanda. Lantas apakah kakek Giovanni van Bronckhorst, yakni EC van Bronckhorst juga lahir di Indonesia? Jika EC van Bronckhorst lahir di Indonesia, maka sesuai peraturan/perundang-undangan FIFA, Giovanni van Bronckhorst adalah 100 persen diaspora Indonesia. Yang jelas pada tahun 1950an banyak individu bermarga van Bronckhorst banyak di Indonesia.
Seperti
disebut di atas, Giovanni van Bronckhorst dan Denny Landzaat sama-sama debut di
dalam timnas Belanda pada tahun 2005. Yang terinformasikan sekarang, bahwa Denny
Landzaat mantan asisten pelatih timnas Indonesia disebut keturunan Indonesia
dari Maluku. Informasi yang ada bahwa ibu Denny Landzaat bermarga Salasiwa. Lalu
bagaimana keterangan selanjutnya? Tidak pernah terinformasikan.
Denny Landzaat Pada tahun 1952 di Belanda lahir putra dari G Salasiwa dan J Batoewael (lihat Provinciale Noord-Brabantsche courant Het huisgezin, 07-06-1952). Disebutkan (di 's-Hertogenbosch= Den Bosch) lahir Cornelis, putra (zoon) dari G Salasiwa dan J Batoewael. Lalu pada tahun 1954 lahir Elsje, putri (dochter) dari G Salasiwa dan J Batoewael (lihat Provinciale Noord-Brabantsche courant Het huisgezin, 30-01-1954). Dari pasangan (asal Maluku) inilah diduga kuat menjadi garis keturunan Indonesia Denny Landzaat dari pihak ibu. Tampaknya, Denny Landzaat memiliki garis keturunan Indonesia dari Maluku paling tidak 50 persen (dan bahkan 75 persen).
Pada masa ini, di Belanda banyak keturunan Indonesia (yang berasal dari Maluku). Bagaimana sejarahnya? Banyak dinarasikan, tetapi kurang terinformasikan dengan baik. Mengapa? Kurang perhatian pada detail. Dalam hungunan pencarian garis keturunan pemain sepak bola di Belanda yang berasal-usul dari Indonesia menjadi penting dalam memperhatikan detail.
Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 21-10-1950: ‘Komite Koordinasi Repatriasi telah mampu menampung lebih dari 200 keluarga di kawasan pemukiman "De Schattenberg" (12 km dari Assen, dan sebelumnya dikenal sebagai kamp "Westerbork"). Di sebelah kiri foto: setiap hari pedagang kelontong datang ke "De Schattenberg" dengan truk besarnya untuk melayani pelanggannya. Foto kana: obrolan bertetangga’.
Semua itu, sejatinya baru dimulai pada tahun 1950. Sebagaimana diketahui, pemerintah Kerajaan Belanda telah mengakui kedaulatan Indonesia dalam bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang secara formal diberlakukan pada tanggal 27 Desember 1949. Bentuk negara RIS ini adalah negara federalis, dimana wilayah Republik Indonesia (RI) ditambah dengan negara-negara federal seperti Negara Indonesia Timur (NIT), Negara Jawa Timur (NJT) dan Negara Sumatra Timur (NST). Namun situasi cepat berubah, sejumlah negara federal membubarkan diri seperti Negara Jawa Timur dan Negara Pasundan, lali yang terakhir Negara Sumatra Timur setelah referendum bulan April 1950 dibubarkan. Sementara Negara Indonesia Timur terbelah yang mana wilayah Maluku Selatan menyatakan proklamasi dengan membentuk Republik Maluku Selatan (RMS) pada tanggal tanggal 25 April 1950 dengan tujuan utama mendirikan pemerintahan sendiri yang berdaulat dan melepaskan wilayah Maluku Selatan (terutama Ambon, Seram, dan Buru) dari (NK)RI. Gerakan RMS ini didukung oleh para mantan tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) asal Ambon.
Pada tanggal 17 Agustus
1950, pada saat pidato perayaan hari kemerdekaan Indonesia, Presiden RIS Ir
Soekarno menyatakan bahw RIS dibubarkan, karena tidak ada lagi yang
mendukungnya (kecuali di wilayah Maluku Selatan). Pada tanggal 18 Agustus 1950
di Djakarta diproklamasikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artinya
proklamasi ini menyatakan kembali ke UUD 1945 (meninggalkan UUD RIS 1949).
Orang-orang Belanda di Indonesia maupun di Eropa/Belanda ‘molohok’.
Implikasinya: Pemerintah Republik Indonesia (NKRI) menanggapi proklamasi RMS
dengan operasi militer, ibu kota RMS di Ambon berhasil direbut oleh TNI pada
November 1950, dan pemerintah RMS kemudian melarikan diri ke Seram untuk
melanjutkan perang gerilya. mantan
pasukan KNIL
Seperti disebutkan di atas, para mantan tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) asal Ambon akan direpatriasi pada bulan Desember 1950 (lihat Nieuwe Apeldoornsche courant, 29-12-1950). Disebutkan di Tweede Kamer (DPR) Belanda muncul RUU yang memperpanjang kemungkinan milisi Belanda bertugas di Indonesia hingga 1 April 1951. Dalam konteks ini Kamp di Vught atau kamp ganda, Westerbork di Belanda akan dipersiapkan sebagai tujuan repatriasi.
Seperti
disebutkan di atas, pada bulan Oktober 1950 sudah ada sebanyak 200 keluarga asal
Ambon ditempatkan di kamp "Westerbork" yang disebut "De
Schattenberg (lihat Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 21-10-1950). Kawasan
pemukiman "De Schattenberg" berjarak 12 km dari Assen.
Dalam hal ini, munculnya gagasan RMS yang kemudian menyebabkan munculnya jalan keluar untuk merepatriasi eks tantara KNIL asal Ambon. Proses repatriasi ini berakhir pada bulan Februaru 1951, dimana dua kapal (Kota Inten dan Atlantis) diberangkatkan dari pelabuhan Soerabaja. Lalu apakah ada tangis di antara orang-orang Ambon dalam repatriasi ke Belanda tersebut?
Proklamasi RMS pada tanggal 25 April 1950 telah menyebabkan pendudk Maluku Selatan terbelah: ada yang pro dan tentu saja ada yang kontra. Lalu mengapa itu terjadi? Fakta bahwa tidak ada wilayah lainnya di Indonesia yang menyatakan ingin melepaskan diri dari Republik Indonesia (melainkan sebaliknya justru ingin bergabung dalam negara kesatuan Republik Indonesia-NKRI). Besar dugaan, gagasan RMS melepaskan diri diduga kuat dan tampaknya dipengaruhi oleh orang-orang Belanda sendiri. Mengapa? Dalam kesepakatan konferensi KMB di Den Haag yang menyatakan kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dalam bentuk RIS, bahwa wilayah Papua tidak termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, terbentuknya RMS diduga kuat terkait dengan kehadiran yang kuat orang-orang Belanda di wilayah Papua dan ingin memperluasnya hingga wilayah Maluku Selatan (yang berdekatan dengan wilayah Papua). Para pendukung RMS menghadapi suatu dilema sendiri, yang dalam hal ini menyebabkan kakek/nenek (dari pihak ibu) Gioanni van Bronckhorst mau tak mau menjadi bagian repatriasi ke Belanda.
De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 21-02-1951: ‘Warga Ambon berangkat ke Belanda. Seribu orang di atas "Kota Inten". Kapal pengangkut pasukan "Kota Inten" berangkat dari Surabaya ke Belanda pada Selasa sore dengan membawa sekitar seribu orang Ambon. Komandan pasukan, Kolonel Detigem, yang datang khusus dari Belanda untuk perjalanan ini, menerima karangan bunga dari Komisi Ambon di Jawa Timur, yang menghimpun dana dan barang-barang untuk masyarakat Maluku Selatan. Keberangkatan "Atlantis" juga dimulai pada Selasa sore. Sejumlah perempuan Ambon akan berangkat ke Belanda dengan kapal ini’. Nieuwe courant, 22-02-1951: ‘Rombongan kedua kapal Atlantis berangkat menuju Belanda. Warga Ambon dan keluarga mereka meninggalkan Surabaya. "Tanah Ambon masih djauh!". Lagu itu bergema sendu di atas air saat Atlantis perlahan berangkat pagi ini. Beberapa orang menyanyikannya; yang lain tidak. Pikiran mereka terlalu disibukkan dengan masa depan yang tak menentu yang kini mereka hadapi. Sebanyak 897 pria, wanita, dan anak-anak Ambon, mantan anggota KNIL, memulai perjalanan panjang ke Belanda hari ini sebagai rombongan kedua. Dari 70 calon ibu, lima puluh orang harus melahirkan di atas kapal. Atlantis tak diragukan lagi akan segera disebut "kapal anak-anak" di Belanda'.
Pelayaran yang membutuhkan hampir satu bulan dari Soerabaja akhirnya kapal “Kota Inten” dan kapal “Atlantis” tiba di pelabuhan Rotterdam. Jumlah yang mendarat di Belanda lebih banyak jika dibandingkan saat berangkat dari Soerabaja. Hal ini karena selama pelayaran ada yang lahir. Tentu saja ada penumpang gelap (yang tidak terdaftar di dalam manifes kapal).
Nieuwsblad van Friesland: Hepkema's courant, 23-03-1951: ‘Penumpang Gelap. Wilhelmina Pattiselano, seorang kasir Ambon dari
Surabaya, mengalami perjalanan itu sebagai penumpang gelap. Di Port Said, para
perempuan diberi baju olahraga untuk dikenakan di balik sarung mereka. Perawatan
medis juga baik, dan tidak ada penyakit serius yang terjadi. Anak-anak mendapat
pelajaran bahasa Belanda, geografi, dan matematika di atas kapal, sementara
orang dewasa diberi tahu tentang negara kami. Hari ini, Jumat sore, kapal
pengangkut pasukan "Atlantis", yang mengangkut rombongan kedua
tentara Ambon beserta keluarga mereka ke Belanda, diperkirakan tiba di Hoek van
Holland. Pendaratan penumpang akan dimulai pada hari Sabtu, 24 Maret, di
Rotterdam’. De Gooi- en Eemlander, 23-03-1951: ‘Warga Ambon di Amersfoort. Kamp
militer dengan bangsal bersalin. Bus pertama yang membawa tentara, perempuan,
dan anak-anak Ambon yang dipulangkan, tiba di negara kami dengan "Kota
Inten" kemarin pagi di pusat demobilisasi ke "Boskamp" di
Amersfoort. Dengan interval 10 menit, 44 bus menyusul, mengangkut para
repatriat. Segera setelah kedatangan bus pertama, staf militer di
"Boskamp" mulai memeriksa para repatriat. Setelah hasil penyelidikan
diumumkan, warga Ambon meninggalkan kamp. Mereka ditampung sementara di
kamp-kamp di Vught, Westerbork, dan beberapa pusat lainnya’. Trouw, 24-03-1951:
"Kapal Bangau" di Rotterdam: Angkutan kedua warga Ambon tiba kemarin.
Kapal "Atlantis" membawa 962 penumpang. "Ketika kami
meninggalkan Surabaya, jumlah penumpangnya kurang dari 930," kata komandan
kapal "Atlantis", Letnan Kolonel J. Slagter. Dalam beberapa minggu,
32 anak Ambon lahir, sehingga staf tetap kapal memutuskan untuk mengganti nama
"Atlantis" menjadi "Ooievaarsschio" (Kapal Bangau). Bangau
terbang terus-menerus di atas kapal. Tepat sebelum turun kapal, seorang warga
Ambon mengantre karena istrinya telah dibawa ke ruang bersalin, dan siapa yang
tahu apa yang mungkin terjadi selama perjalanan ke akomodasi mereka! Terlepas
dari semua peristiwa bahagia ini, suasana hati tetap sangat baik sepanjang
perjalanan. Kapal tiba di pelabuhan Rotterdam kemarin sore. Pendaratan segera
dimulai pagi ini’. Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant en Vrije
Twentsche courant, 24-03-1951: ‘Rombongan kedua tentara Ambon tiba di Belanda. Pagi
ini, pendaratan sekitar 960 repatriasi yang tiba di Belanda dengan kapal
pengangkut pasukan "Atlantis" dimulai di Lloydkade, Rotterdam. Terdapat
sekitar 460 orang dewasa—tentara Ambon bekas Tentara Kerajaan Hindia Belanda
(KNIL) dan perempuan—dan sekitar 500 anak-anak di dalamnya. Selama pelayaran
dari Indonesia ke Belanda, 31 anak lahir, sementara 32 anak dilaporkan lahir saat pendaratan. Komandan Pasukan di
atas kapal, Letnan Kolonel J. Slagter, melaporkan bahwa perjalanan berlangsung
menyenangkan dan lancar. Akomodasi cukup baik, karena semua penumpang dapat
ditampung di kabin. Permainan dan kompetisi diselenggarakan untuk anak-anak
selama pelayaran. Makanan Inggris yang disajikan di atas kapal, menurut COT,
sangat lezat: ada nasi dan bubur untuk anak-anak, di antaranya. Kebaktian
gereja juga diadakan di kapal. Orang-orang memikirkan Ambon, karena dalam surat
keterangan yang mereka berikan kepada kapten, lanjut letnan kolonel itu, rute
perjalanannya tercantum Ambon—Rotterdam, bukan Surabaya—Rotterdam. Orang-orang
ini, yang sekitar 40 persennya berbahasa Belanda, berharap dapat kembali ke
Ambon di masa mendatang. Para penumpang akan diangkut dengan 40 bus ke pusat
demobilisasi di Amersfoort, dimana mereka akan menjalani pemeriksaan medis dan
ditempatkan di berbagai kamp. Diharapkan sebagian besar akan kembali ke tempat
asal mereka hari ini’.
Pada masa ini terinformasikan bahwa kakek/nenek Giovanni van Bronckhorst (dari Soerabaja ke Rotterdam pada tahun 1951) berada di kapal Atlantis (lihat https://www.youtube.com/watch?v=tkQYV92zm3c). Disebutkan Lena Sapulette Lilipaly (nenek Giovanni van Bronckhorst) merasa tertipu, karena dijanjikan di Belanda hanya untuk sementara selama enam bulan saja.
De nieuwsgier, 07-06-1951: ‘Situasi di Ambon. Anggota DPR dari Fraksi Parindra, Bapak Syaranamual, yang kembali dari kunjungan ke Ambon di Djakarta pada hari Minggu, mengumumkan dalam pertemuan dengan Kng Po bahwa "presiden", "perdana menteri", dan "menteri" dari bekas "Republik Maluku Selatan"—Ch. Manuhutu, Dr Ir Soumokil, Ir Manusama, Wairisal, dan Pesuarisah—masih bersembunyi di pegunungan Seram bersama sejumlah "baret merah". Para pemberontak, menurut Bapak Syaranamual, saat ini bersikap pasif dan tidak lagi menimbulkan kerusuhan. Mengenai rekonstruksi di Ambon, Bapak Syaranamual menyatakan bahwa hal tersebut belum dimulai karena kesulitan transportasi. Berdasarkan rencana yang ada, perhatian pertama akan diberikan pada pembangunan 400 Unit rumah susun. Kemajuan dapat dilihat di bidang pendidikan’. Algemeen Handelsblad, 07-01-1952: ‘Enam anggota pemerintahan RMS menyerahkan diri. Juru bicara Kementerian Pertahanan Indonesia mengumumkan pada hari Senin bahwa enam anggota pemerintahan RMS menyerahkan diri kepada otoritas militer di Ohiolo, pulau Seram, pada tanggal 5 Januari. Mereka adalah: Tuan Manuhutu, Tuan Titalepta, Tuan Apituley, Raja Tulehu (semuanya beserta keluarga), Tuan Passuarisa, dan Nyonya Wairisal’. Algemeen Handelsblad, 08-01-1952: ‘Sebanyak 2.000 warga Ambon menyerah. Apakah Simoukil di Nugini? Para pemimpin Republik Maluku Selatan, yang menyerah kepada otoritas militer Indonesia, didampingi oleh sekitar 2.000 pengikut, lapor koresponden Aneta di Maluku. Komandan Resimen "D" pasukan teritorial Indonesia di Indonesia Timur, Kolonel Sukawati, melaporkan di Ambon bahwa mereka dalam keadaan sakit dan kelaparan, tetapi kini menerima perawatan dan perawatan yang baik dari tentara Indonesia. Tentara juga menyita sejumlah senjata dan amunisi, serta sebuah pemancar radio yang rusak. Para pemimpin Republik Maluku Selatan, yang namanya telah kami sebutkan kemarin, memegang posisi berikut, menurut pernyataan mereka: Presiden Manuhutu, Menteri Pendidikan Telelepta, Menteri Keuangan Apituley, Menteri Penerangan Publik Pesuwarissa, dan Raja Tulehu, Menteri Dalam Negeri, Nyonya Wairisaal adalah istri Perdana Menteri. Selain itu, istri Kolonel Sopaqua dan seorang wanita Belanda beserta anak-anaknya menyerah kepada tentara. Penyerahan diri kelompok yang berjumlah sekitar 2.000 orang ini terjadi pada hari Sabtu. (Dari koresponden kami) Jakarta, 8 Januari. Penyerahan diri sekitar 2.000 pendukung RMS ini juga secara efektif menandai berakhirnya sisa-sisa pasukan perlawanan Ambon. Kelompok yang menyerah ini terdiri dari sekitar 400 prajurit; sisanya adalah anggota keluarga. Diperkirakan sekitar 200 hingga 300 prajurit dan keluarga mereka masih berkeliaran di Seram, tempat mereka menjalani kehidupan yang genting dan berbahaya. Namun, sebagian besar dari mereka yang telah beremigrasi kini berada di tangan tentara Indonesia. Rumor yang beredar menyebutkan bahwa Belanda memberikan suaka di Nugini kepada para pemimpin terpenting, termasuk Simoukil’. Foto (lihat Indische courant voor Nederland, 27-02-1952).
Lena Sapulette Lilipaly, seperti disebut di atas, diduga kuat adalah EL Lilipaly (lihat Emmer courant, 22-02-1952). Disebutkan pada tahun 1952 lahir di Westerbork, Lourens Jacob, putra (zoon) AO Sapulette dan EL Lilipaly.
Indische courant voor Nederland, 05-09-1954: ‘Pengadilan di Yogyakarta. Dari Kejaksaan Militer di Yogyakarta, PI, Aneta mengetahui bahwa persidangan para pemimpin "Republik Maluku Selatan" (RMS.) akan segera berlangsung. Persidangan ini melibatkan dua belas orang. Awalnya, jumlah tersebut adalah tiga belas orang, tetapi salah satunya telah meninggal dunia. Dari kedua belas orang ini, sepuluh orang berada di Yogyakarta dan dua orang di Ambon, salah satunya bekerja di sana sebagai dokter militer. Mayor Jenderal Darsono, yang akan bertindak sebagai jaksa militer dalam kasus ini, menyatakan bahwa empat saksi penting akan diperiksa dalam persidangan ini, termasuk mantan kepala negara Negara Indonesia Timur, Sukawati. Sepuluh dari dua belas terdakwa ini adalah pejabat sipil Negara Indonesia Timur. Dua lainnya masing-masing adalah seorang jurnalis dan seorang kepala desa yang pernah menjabat sebagai ketua perkumpulan "Persatuan Timur Besar". Semua terdakwa beragama Kristen Protestan, kecuali "Menteri Sosial dan Pangan" berusia 48 tahun, Ibrahim Chorilla, yang beragama Islam. Ibrahim Chorilla sebelumnya menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Daftar lengkap terdakwa adalah sebagai berikut: 1. JH Manuhutu, 46 tahun, jabatan presiden "RMS"; hingga "proklamasi RMS"; kepala daerah Maluku Selatan. 2. A Wairizal, 45 tahun, jabatan "Perdana Menteri RMS". 3. DJ Gaspers, 62 tahun, jabatan "Menteri Dalam Negeri". 4. JB Pattiradjawane, 51 tahun, jabatan "Menteri Keuangan". 5. GGH Apitulay, 46 tahun, jabatan "Menteri Keuangan"(?). 6. Dr Th AH Pattiradjawane, 52 tahun, jabatan “Menteri Kesehatan”, saudara dari “Menteri Keuangan”, JB Pattiradjawane, adalah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Malang hingga Juli 1947, menjadi sekretaris perkumpulan “Jong Ambon” pada tahun 1921, sekarang bekerja sebagai dokter militer di Ambon. 7. DZ Pessuwariza, 60 tahun, jabatan “Menteri Penerangan”. 8. JSH Norimarna, 48 tahun, jabatan “Menteri Kesejahteraan”. 9. Ibrahim Chorilla, 48 tahun, jabatan “Menteri Sosial dan Penyediaan Pangan”. Sebelumnya menjabat sebagai “Menteri Dalam Negeri.” Ia adalah satu-satunya “menteri RMS” yang seorang Muslim. 10. FH Pieter, 55 tahun, jabatan “Menteri Perhubungan”; hingga "proklamasi RMS", ia menjabat sebagai wali kota Ambon. 11. SD Jacob, 46 tahun, menjabat sebagai "Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata RMS". 12. Thomas Nussy, 37 tahun, menjabat sebagai "Kepala Staf Angkatan Bersenjata RMS". Jaksa militer Darsono lebih lanjut menyatakan bahwa dua pemimpin RMS, yaitu Ir. Manusama dan Dr Soumokil, belum ditangkap’.
Eks KNIL AO Sapulette dan istrinya EL Lilipaly dan anak-anak mereka sudah berada di Belanda tepatnya di Westerboek (sejak Maret 1951). Apa yang menyebabkan AO Sapulette dkk direpatriasi ke Belanda semuanya bermula karena sejumlah tokoh asal Maluku Selatan memproklamasikan Negara Republik Maluku Selatan (RMS) pada bulan April 1950. Oleh karena eks KNIL asal Maluku Selatan disebut mendukung RMS, dan orang-orang Belanda yang masih banyak di Indonesia mencari jalan keluar bagi mereka yang pro RMS untuk dipindahkan ke Belanda. Lebih-lebih karena pemerintah Kerajaan Belanda tidak bisa lagi melindungi para eks KNIL di Indonesia.
De Gooi- en Eemlander, 02-03-1955: ‘Manuhutu: Presiden RMS yang dipaksa. Ia diduga tetap pasif selama pemberontakan melawan Indonesia. Dalam persidangan di pengadilan militer di Jogja atas dakwaan terhadap 12 pemimpin RMS, Presiden RMS, Manuhutu, menyatakan dirinya tidak bersalah, karena ia dipaksa menerima pengangkatannya sebagai presiden oleh Dr Soumokil, yang memproklamasikan RMS. Manuhutu menyatakan bahwa ia telah berulang kali memprotes pengangkatan ini, tetapi semua protesnya sia-sia, sehingga memaksanya menerima jabatan presiden. Apakah mereka semua menolak bantuan hukum? Menanggapi pertanyaan hakim, Manuhutu menyatakan bahwa RMS telah mengirimkan perwakilan ke Belanda dengan tugas memperoleh senjata dari Belanda dan memastikan pengakuan Belanda atas RMS. Sebuah telegram juga dikirimkan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Terkait pemberontakan terhadap otoritas Indonesia, Manuhutu mengatakan bahwa pemberontakan tersebut sepenuhnya diorganisir oleh Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Thomas Nussy. Ia sendiri bertindak pasif dan hanya menerima laporan perkembangan pertempuran. Ketika ditanya tentang kewenangan presiden RMS, Manuhutu mengatakan bahwa tidak ada ketentuan yang mendefinisikan kewenangan tersebut. Dalam sidang pertama kasus ini, hakim mengumumkan bahwa telah diterima telegram dari Belanda dan Surabaya yang menyatakan bahwa telah ditemukan pengacara yang bersedia membela para terdakwa. Salah satu telegram tersebut berasal dari perwakilan RMS di Belanda, Dr Nikijuluw. Namun, tawaran ini ditolak oleh semua tahanan RMS, demikian diumumkan hakim. Dalam sidang kedua, Albert Wairizal, yang bertindak sebagai Perdana Menteri RMS, akan diperiksa’. Foto (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1955).
Para pentolan RMS sudah menyerah dan diadili di Indonesia. Oleh karena para eks KNIL sudah beberapa tahun di Belanda, dan menyerahnya para pentolan RMS faktanya tidak mengubah keadaan para eks KNIL. Para eks KNIL ini awalnya di repatriasi ke Belanda hanya untuk sementara waktu saja (enam bulan saja?), tetapi sejak 1951 hingga tahun 1957 situasi dan kondisi para eks KNIL di Belanda tetap tidak berubah. Para eks KNIL dan keluarganya masih tetap berada di kamp-kamp di Westerboek. Mengapa?
Pemerintah Kerajaan Belanda tampaknya memiliki kepentingan sendiri untuk tetap ‘menahan’ para eks KNIL asal Ambon di Belanda. Sebagaimana diketahui, wilayah Papua hingga tahun 1957 masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda (tidak termasuk kesepakatan dalam perundingan KMB di Den Haag tahun 1949). Sementara, Pemerintah Republik Indonesia sejak 1950 (setelah proklamasi NKRI), terutama Presiden Soekarno terus menyuarakan untuk membebaskan wilayah Papua (sebagai bagian dari NKRI). Pemerintah Kerajaan Belanda tampaknya tetap ‘menahan’ para eks KNIL asal Ambon di Belanda untuk diposisikan sebagai ‘putra mahkota’ di wilayah Papua? Dalam hal ini, para eks KNIL asal Ambon di Westerboek tidak bisa berbuat apa. Mereka terjebak dan terinjak diantara dua kekuatan gajah yang sedang ‘berkelahi’. Hal itulah yang terus diratapi oleh Lena Sapulette Lilipaly hingga kini. Lena Sapulette Lilipaly adalah nenek Giovanni van Bronckhorst (yang lahir di Westerboek pada tahun 1957).
Yang jelas, pada tahun 1957 ini putri (dochter) AO Sapulette dan EL Lilipaly lahir di Westerboek yang diberi nama Fransina (lihat Emmer courant, 27-11-1957). Fransina Sapulette inilah yang kelak dikenal sebagai ibu dari Giovanni van Bronckhorst.
Het vaderland, 27-05-1957: ‘TNI
Konfirmasi Laporan dari "Keng Po". Pemimpin redaksi surat kabar
"Keng Po" di Djakarta, sebagaimana diketahui, ditangkap karena
memberitakan pemecatan Letkol Soemoeal, Panglima Komando Indonesia Timur, dari
jabatannya. Hari ini, TNI mengumumkan pemecatan ini, demikian pula pemecatan
Kolonel Soedman, Panglima Pasukan Khusus yang beroperasi melawan Darul Islam di
Sulawesi. Kodam VII akan ditempatkan di bawah komando langsung Kepala Staf
Angkatan Darat (KASAD) Mayor Jenderal AH Nasoetion, menurut pengumuman resmi.
Pengumuman tersebut tidak menjelaskan bagaimana dan kapan perintah ini akan
dilaksanakan. Pengadilan Negeri Ternate menjatuhkan hukuman penjara tiga hingga
empat tahun kepada lima anggota gerakan Maluku Selatan. Mereka ditangkap tiga
tahun lalu atas tuduhan mencuri senjata api untuk RMS’.
Lantas apakah dalam hal ini para eks KNIL asal Ambon telah diperdaya oleh segelitir orang seperti Dr Soumokil dan dukungan orang-orang Belanda di Indonesia? Lalu mengapa para eks KNIL asal Ambon harus dipindahkan jauh ke Belanda? Fakta bahwa sejak 1950, tidak hanya RMS yang memberontak, juga Kelompok Andi Azis di Sulawesi Selatan dan Daroel Islam di Jawa Barat juga memberontak. Namun mereka tetap berada di Indonesia, mengapa pula orang Belanda tidak memfasilitasi ke Belanda seperti RMS?
Para eks KNIL asal Ambon di
Belanda menjadi terisolasi dari bangsanya (di Indonesia). Fakta bahwa
pemberontakan tidak ada putusnya. Sementara Daroel Islam di Jawa Barat masih
bergejolak, lalu pada tahun 1953, di Atjeh Daud Beureuéh dan kelompoknya
melakukan perlawanan kepada pemerintah pusat di Djakarta. Lalu pada tahun 1956
di Sumatra Barat juga terjadi pelawanan ke Djakarta yang kemudian terbentuknya
pemerintahan PRRI. Tidak lama kemudian muncul pemberontakan di Sulawesi yang
dipimpin Kolonel Soemoeal yang kemudian pada tahun 1957 terbentuknya
pemerintahan Permesta. Seperti kita lihat nanti semua pemberontakan mulai dari
RMS dan Andi Azis hingga PRRI/Permesta dapat diatasi pemerintah Republik
Indonesia sendiri. Masalah yang tersisa adalah terdapat orang Indonesia (RMS) terisolasi
dan terjebak di Belanda (sementara semua pemberontak lainnya masih tetap berada
di dalam wilayah Indonesia). Akhirnya pada tahun 1963 wilayah Papua akhirnya
menjadi bagian dari NKRI.
Dalam konteks inilah para eks KNIL asal Ambon terjebak di Belanda. Akal-akalan orang Belanda telah menyebabkan para eks KNIL asal Ambon tidak bisa pulang ke Indonesia (tentu saja bahkan hingga masa ini). Lantas apa yang salah dengan eks tentara KNIL?
Sebenarnya tidak ada masalah
dengan eks KNIL. Itu sudah menjadi masa lalu. Tidak hanya orang Ambon menjadi
KNIL, juga ada Manado, Bugis dan juga ada Madura, Jawa, Sunda, Batak dan
sebagainya. Kepala Staf Angkatan Perang RI sendiri, Djenderal TB Simatoepang
juga adalah eks KNIL dan demikian juga Kepala Staf Angkatan Darat Majoor
Generaal AH Nasoetion juga dulunya eks KNIL
Sejatinya tidak ada yang salah dengan eks KNIL asal Ambon. Tampaknya yang salah dalam hal ini adalah orang-orang Belanda di Indonesia yang dengan keputusan sengaja atau tidak sengaja telah buru-buru merepatriasi eks KNIL asal Ambon di wilayah Jawa Timur diberangkatkan dari pelabuhan Soerabaja pada bulan Februari 1951 ke Belanda, termasuk di dalamnya kakek/nenek Giovanni van Bronckhorst. Salah satu yang salah besar dari orang Indonesia dalam hal ini (RMS) adalah Dr Soumokil dan telah dihukum Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1966.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com











Tidak ada komentar:
Posting Komentar