Rabu, 31 Juli 2013

Rute Jalan Raya Sepanjang Rel Kereta Api dari Pasar Minggu Menuju Citayam Via Lenteng Agung dan Depok ‘Tempo Doeloe’



Stasion di Buitenzorg, 1881 (tampak luar)

*Untuk melihat Sejarah Kereta Api di Depok dalam blog ini Klik Disini  

Stasiun Beos (Stasiun Kota) di Batavia (Jakarta) dibangun pada tahun 1870. Pada tahun 1880 rel kereta api Jakarta–Buitenzorg (Bogor) dibangun sepanjang 59 Km.  Stasiun Bogor yang terletak di Kota Bogor dibangun pada tahun 1881. Berdasarkan peta tahun 1883-1885, diantara dua stasiun besar itu terdapat halte (pemberhentian kereta) di Depok, Citayam, dan Pondok Cina. Ini berarti halte-halte ini sudah ada sejak pembangunan rel Jakarta-Bogor dibangun. . Pengoperasian kereta api jalur Jakarta-Bogor sendiri waktu itu masih dilakukan oleh swasta.

Stasion di Buitenzorg 1881 (tampak dalam)

Stasion Manggarai 1918

Stasion Depok 1925
Rute Batavia-Buitenzorg 1883
Rel warna hitam dikelola swasta

Pasar Minggu- Citayam
Auto atau mobil tahun 1900

Rute perjalanan ini adalah rute yang sudah ada pada tahun 1900. Anggap anda kini sedang melakukan perjalanan kilas balik antara Pasar Minggu ke Citayam. Kemudian , bayangkan auto atau mobil yang anda kendarai adalah seperti gambar ini (mobil pertama yang hadir di Indonesia tempo doeloe). Perjalanan dimulai dari Pasar Minggoe.

Peta Pasar Minggu Tempo Doeloe, 1900
Di Pasar Minggu, posisi jalan raya menuju Citayam berada di sebelah barat stasion Pasar Minggu (parallel). Ini artinya anda kini sedang berada di sisi kanan stasion. Tidak jauh dari stasion ada prapatan: belok kiri ke perkampungan, belok kanan menuju Ragunan. Lurus berarti menuju ke Citayam. Selanjutnya tidak jauh dari prapatan tadi jalan raya memotong rel ke kiri lalu melewati perkampungan (jalan yang sekarang ada SMP, dulu jalur pintas sisi rel belum ada). 

Peta Tanjung Barat Tempo Doeloe, 1900
Kemudian perjalanan akan ketemu pertigaan (simpang jalan ke kiri menuju Poltangan). Selanjutnya jalan melewati perkampungan (yang sekarang ada SPBU, jalan sepanjang rel dan lintasan kereta belum ada). Jalan ini selanjutnya akan  ketemu kembali jalan dari Pol Tangan (Jalan Poltangan memutar ke dalam kampong). Setelah pertemuan jalan ini, kemudian jalan mengarah ke sisi rel, lalu memotong rel (Posisi sekarang berada di bawah Flyover Tanjung Barat).

Posisi jalan raya sekarang di sebelah kanan rel. Jalan ini kemudian lurus dan melewati perkampungan di Kebagusan. Pada masa sekarang jalan ini terlihat melawan arus, dan jalan di sisi rel (jalan pintas) belum ada. Artinya anda sekarang sedang melewati SPBU dan Kantor PDIP dengan melawan arus. Selanjutnya akan ketemu pertigaan (belok kanan ada jalan menuju jalan Joe).

Peta Srengseng Sawah Tempo Doeloe, 1900
Pada saat anda sudah di depan ISIP (Sekolah Tinggi Jurnalistik) sekarang lantas kemudian  jalan memotong rel lagi lalu menuju halte  Lenteng Agoeng (perlintasan ini masih ada sekarang). Ini berarti jalan sisi barat stasion Lenteng Agung belum ada. Justru yang ada, diujung selatan stasion Lenteng Agung ada pertigaan belok ke kanan memotong rel yang menuju ke Srengseng.

Selanjutnya setelah halte Lenteng Agung jalan mengarah ke perkampungan (sekarang tangsi tentara). Jalan pintas sisi rel stasion Pancasila belum ada). Pada pertemuan jalan lama dan jalan lintas yang sekarang, kemudian jalan memotong rel ke kanan (lampu lintasan kereta yang sekarang) menuju ke arah kanan (perkampungan) dan jalan sisi rel di kanan belum ada. Di perkampungan ini terdapat pertigaan (belok ke kanan menuju Srengseng), Setelah perkampungan ini jalan melewati sisi kanan rel di bawah lalu naik ke atas melewati kuburan sampai akhirnya ketemu halte UI yang sekarang.

Peta Pondok Cina Tempo Doeloe, 1900
Selanjutnya setelah halte UI ini jalan akan memotong rel lagi ke kiri rel (persis dibawah flyover UI yang sekarang). Pada posisi bawah flyover sekarang, dulu belum ada jalan/jembatan menuju ke Kelapa Dua. Kemudian jalan mengikuti jalan Margonda yang sekarang. Pada pertigaan pertama (belok ke kanan ada jalan menuju halte stasion Pondok Tjina) selanjutnya pada pertigaan kedua (belok kiri ada jalan (jalan Karet/samping Gramedia yang sekarang) menuju ke Rumah Pondok Cina.

Pada pertigaan selanjutnya akan ketemu simpang  jalan yang belok ke kiri (jalan STM yang sekarang). Jalan Arif Rahman Hakim kala itu belum ada. Kemudian pada pertigaan berikutnya ketemu simpang belok ke kiri ke arah perkampungan/kuburan (seberang BNI sekarang). Pada pertigaan berikutnya belok ke kiri (menuju jalan Silawangi sekarang). Selanjutnya ketemu pertigaan lagi belok  ke kiri (samping optic) dan kemudian ada pertigaan lagi belok ke kanan (jalan yang menuju ke arah Dewi Sartika—jalan ini memotong rel).

Peta Depok (lama) Tempo Doeloe, 1900
Selanjutnya jalan akan memasuki Jalan Kartini yang sekarang dan ketemu pertigaan pertama jalan belok ke kiri (menuju jalan Pemuda sekarang). Kemudian akan ketemu pertigaan kedua yang simpang yang berbelok ke kanan (menuju stasion Depok).

Peta Citayam Tempo Doeloe, 1900
Perjalanan ini terus ke Citayam sepanjang rel (parallel). Selepas halte Citayam, jalan memotong rel ke kanan (seperti yang sekarang). Kemudian jalan ini ketemu pertugaan dimana belok ke kiri menuju ke Bojong Gede dan belok ke kanan menuju Rumah Citayam--suatu mansion Meester Cornelis di Landhuis Citayam***Dideskripsikan oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan peta dari Topographisch Bureau, Batavia yang diterbitkan tahun 1900 yang disimpan KITLV.NL. 

2 komentar:

  1. lebih bagus lagi kalau informasi lintang bujur peta tetap ada, sehingga bisa disangingkan dengan peta saat ini dengan lintang bujur yang sama. tks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya dalam peta lengkapnya ada informasi lintang/bujur (tetapi tidak ditampilkan). Hal itu karena fokusnya pada area-area khusus secara sempit (area kecil). Untuk menunjukkan posisi rel dapat ditunjukkan dengan dibandingkan dengan posisi (bentuk dan arah) jalan dan sungai (plus danau) yang dapat dicocokkan dengan peta satelit masa kini (googlemap). Demikian.

      Hapus