Senin, 09 November 2020

Sejarah Kalimantan (67): Sejarah Asal Usul Kota Pontianak di Muara Sungai Landak; Area Eropa Delta Barat, Kraton Delta Timur

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini

Kota Pontianak bukanlah kota kuno. Kota kuno berada di Landak dan Tajan, dua lota di masa lampau semasih berada di pantai. Kota Pontianak adalah kota baru yang terbentuk di suatu delta. Suatu delta yang terbentuk akibat proses sedimentasi jangka panjang dari dua sungai besar, sungai Landak yang bermuara di Landak dan sungau Lauwe yang bermuara di Tajan. Kota Landak dan kota Tajan diduga kuat adalah dua kota dari penduduk asli (Dayak).

Pada peta-peta Portugis di teluk Landak-Tajan terdapat tiga pulau. Dua diantara banyak sungai yang bermuara ke teluk adalah sungai Landak dan sungai Kapoeas. Akibat proses sedimentasi jangka panjang tiga pulau ini membengkak dan kemudian menutupi seluruh teluk. Lalu terbentuk jalan sungai ke laut yakni terusan sungai Landak dan sungai Kapoeas Ketjil. Di pertemuan dua sungai inilah kelak terbentuk Pontianak. Pulau ketiga di arah hilir yang membengkak yang menyebabkan terbentuknya sungai Kapoeas Ketjil, orang-orang Cina membangun pemukiman (berseberangan dengan Pontioanak). Pada era VOC, pedagang-pedagang Belanda membangun pos perdagangan di arah hilir pemukiman Cina.

Lantas bagaimana sejarah asal-usul Kota Pontianak? Kita tidak lagi fokus tentang asal-usul kesultanan Pontianak (sudah ada di artikel lainnya), kita lebih fokus pada aspek teknis asal-usul terbentuknya Kota Pontianak yang sekarang. Lalu bagaimana permulaan terbentuknya kota? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kota Pontianak di Era VOC: Pertemuan Sungai Landak dan Sungai Kapoeas Ketjil

Pada peta-peta lama (buatan Portugis) nama Pontianak belum muncul. Nama yang diidentifikasi adalah Laue dan Hermata. Pada era VOC (Belanda) kerajaan Laue (Lauwe) telah relokasi ke pedalaman (yang diduga kemudian sebagai Melawie), sedangkan Hermata adalah Mempawah atau Singkawang, Pada Peta 1724 (VOC-Belanda) nama kerajaan di arah huli diidentifikasi kerajaan Landak dan kerajaan Tajan. Sedangkan di hilir ada dua nama tempat: Moeara Landak dan tetangganya Trap. Nama Moeara Landak diduga kuat kemudian menjadi nama Pontianak. Nama Trap sendiri mengindikasikan nama tempat Eropa (seorang pedagang VOC pada era tersebut).

Penulis-penelis geografi dan ahli geologi Belanda menyatakan bahwa di arah timur (kota) Pontianak adalah dataran rendah yang luas yang disana-sini terlihat (terdapat) bukit-bukit kerucut. Bukit-bukit tersebut diduga adalah pulau-pulau di masa lampau (sebelum terjadi proses sedimentasi). Bukit-bukit kecil di daratan itu karakteristik tanahnya sama dengan pulau-pulau di pantai barat pulau Borneo. Asumsi ini didasarkan pada fakta bahwa perbukitan di daratan secara tampilan dan kombinasi sama dengan pulau-pulau yang terletak di sepanjang pantai; tanahnya hampir dimana-mana sama dengan dasar laut. Di bagian dalam ditemukan bebatuan yang seolah-olah mengalami benturan ombak terus menerus (lihat Algemeen Handelsblad, 16-05-1829). Gambaran ini jika dibandingkan dengan peta-peta lama (buatan Portugis) memang diidentifikasi semacam teluk dimana di tengahnya sudah terbentuk tiga pulau besar.

Nama Pontianak paling tidak sudah diketahui pada tahun 1780 (lihat Noordhollandsche courant, 16-06-1780). Disebutkan pada tanggal 6 November, Resident Pontianak Klock mengusulkan kepada Onderkoopman dan Sergeant Martheze untuk memasang bendera. Besar dugaan pedagang-pedagang VOC (yang dipimpin Residen Klock) telah membuat kontrak dengan kerajaan Pontianak (di Moeara Landak).

Pemerintah VOC membuat kontrak pada tanggal 5 Juli 1779 dengan Soeltan Pontianak dimana area yang digunakan adalah milik Soeltan(lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1840). Anak Soeltan ditempatkan sebagai panembahan Manpawah pada tanggal 20 Januari 1787 (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1850).

Kapan terbentuknya kerajaan (kesultanan) Pontianak tidak diketahui secara pasti. Demikian juga sejak kapan nama Pontianak muncul juga tidak diketahui secara pasti. Yang jelas pada tahun pada tahun 1779 pedagang-pedagang VOC sudah membuat kontrak dengan radja (soeltan) Pontianak. Pada Peta 1724 di tempat dimana kraton Pontianak berada hanya diidentifikasi sebagai suatu nama tempat (Moeara Landak) dan tetangganya tempat dimana orang Eropa (Belanda) berada. Apakah pedagang-pedagang VOC yang membesarkan dan meninggikan Pontianak?

Di dalam Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1850 disebutkan bahwa (kerajaan) Landak memiliki hubungan dengan (kesultanan) Banten. Kesultanan Landak lambat laut makin khawatir dengan semakin menguatnya Pontianak. Oleh karena jarak antara Banten dan Landak begitu jauh, kesultanan Banten menyerahkan perlindungannya kepada pemerintah VOC. Pontianak sebelum menjadi kerajaan (kesultanan) diduga adalah kesahbandaran dari (kesultanan) Landak. Lalu dengan kehadiran Pemerintah VOC di muara sungai Landak, kerajaan (baru) Pontianak dibesarkan, kerajaan yang terpisah dengan kerajaan (kesultanan) Landak. Hubungan Pontianak dengan Mampawah baru terbentuk setelah kehadiran VOC yakni Soeltan Pontianak menempatkan anaknya sebagai panembahan di Mampawah di pantai barat Borneo. Nama Mampawah sendiri sudah sejak lama ada sebagai suatu kerajaan (lihat Peta 1659).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Pontianak Era Pemerintah Hindia Belanda

Pontianak tidak hanya nama baru, juga suatu kawasan baru yang terbentuk dari proses sedimentasi jangka panjang. Nama Mampawah lebih tua dari nama Pontianak. Dari semua nama-nama tempat di sekitar Pontianak, dua nama kuno adalah Landak dan Tajan, dua tempat yang sudah eksis sejak jaman kuno dimana terdapat penduduk asli (Dayak). Dalam konteks masa itu, penduduk yang mendiami sekitar Moeara Landak (kemudian disebut Pontianak) adalah penduduk pendatang di kawasan (daratan) baru.

Pada peta-peta masa kini, kawasan Pontianak adalah daratan yang dikelilingi oleh rawa-rawa yang sangat luas. Suatu rawa-rawa yang di masa lampau adalah suatu lautan (teluk), dimana di teluk tersebut terdapat tiga pulau (lihat peta kuno). Pulau-pulau ini mengikat lumpur dan sampah pohon yang terbawa oleh beberapa sungai dari pedalaman yang menyebabkan pulau-pulau tersebut membengkak karena proses sedimentasi. Pada rawa-rawa tersebut terbentuk jalan air yang menjadi terusan sungai Landak dan sungai Tajan (Laue atau Kapoeas). Pada terusan sungai Kapoeas (Tajan) bercabang mengikuti pulau yang membentuk sungai Kapoeas Besar (arus utama) dan sungai Kapoeas Ketjil (arus sekunder). Pada ujung sungai Kapoeas Ketjil bertemu terusan sungai Landak yang disebut Moeara Landak (tempat dimana nama Pontianak muncul).

Penduduk pendatang pertama menempati area di suatu tanjung (pertemuan sungai Landak dan sungai Kapoeas Ketjil). Area ini tentu sangat strategis untuk pusat perdagangan, karena menjadi hub bagi pedagang yang datang dari lautan dan penduduk asli yang berasal dari pedalaman di sepanjang daerah aliran sungai Landak dan daerah aliran sungai Tajan (sungai Kapoeas). Hub ini kelak menjadi kota Pontianak.

Sebagaimana ditemukan di berbagai tempat pada masa itu (di Sumatra, Jawa, Bali, Lombok dan Celebes), pusat perdagangan di hilir (muara sungai atau pantai) menjadi kesahbandaran (bea dan cukai perdagangan terhadap kapal-kapal dan perahu-perahu). Kesahbandaran yang terus menguat (seiring dengan pembentukan pasukan-militer pertahanan) berubah wujud menjadi kerajaan (kesultanan). Proses inilah yang diduga kuat terbentuknya kerajaan (kesultanan) Pontianak.

Oleh karena area (kawasan perdagangan Pontianak) ini terbentuk bukan pada era Portugis, maka muncul pendatang baru  di Pontianak yakni pedagang-pedagang Belanda (VOC). Sebagaimana diketahui, pedagang-pedagang VOC sejak tahun 1711 sudah membentuk pos perdagangan di Bandjarmasin (pantai selatan Borneo). Pos perdagang yang baru di Pontianak adalah perluasan pos perdagangan VOC di pantai barat Borneo. Tentu saja saat pedagang-pedagang VOC datang, Pontianak sudah menjadi pusat perdagangan lokal (yang juga sudah banyak pedagang-pedagang Cina datang), Para pedagang-pedagang VOC mengambil tempat di arah hilir sungai, di belakang area pedagang-pedagang Cina. Area pedagang-pedagang Cina berseberangan dengan kraton Pontianak. Tiga area inilah yang menjadi cikal bakal kota Pontianak yang sekarang.

Seperti di berbagai tempat, pedagang-pedagang VOC tidak pernah datang untuk (langsung) merebut area baru. Mereka datang untuk berdagang. Oleh karena itu penduduk pendatang pertama di Pontianak dan penduduk pendatang baru Cina adalah sumber potensi pedagang-pedagangVOC (partner perdagangan). Pedagang-pedagang VOC biasanya mengambil tempat pada area marjinal di sisi luar (jalur escape). Area marjinal ini, seperti rawa-rawa atau area banjir yang jarang ditempati oleh orang lain. Oleh karena marjinal, jika mereka harus menyewa maka harga sewa lahannya akan murah. Namuin  demikian karena mereka membawa peralatan dan teknologi serta pengetahuan yang cukup, area marjinal itu dapat mereka vermak menjadi area yang sesuai dengan kebutuhan mereka, yakni dengan membuat kanal (drainase) untuk membangun fasilitas seperti bangunan permanen dan bahkan benteng. Kanal yang dibuat dirancang menjadi suatu barier (garis pertahanan yang juga dengan sendirinya menjadi jalan tol ait atau pelabuhan).

Kota Pontianak yang sekarang secara teknis di masa lalui, para pedagang VOC (Belanda) menginisiasi area di Pontianak menjadi suatu kawasan hunian mereka sendiri. Seperti disebutkan di atas, area hunian (untuk perdagangan) ini antara lain tempat Residen (kepala pedagang, Hooftkoopman), Onderkoopman, gudang komoditi, bedeng-bedeng para pekerja (orang pribumi dari wilayah lain) dan tentu saja barak-barak pasukan (militer). Area inilah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi area Eropa (yang pada tahap lebih lanjut diintegrasikan dengan area Cina). Dua area inilah yang secara teknik menjadi permulaan kota Pontianak (yang sekarang).

Kantor Wali Kota Pontianak yang sekarang, tempo doeloe adalah kantor Residen yang dibangun pada Pemerintah Hindia Belanda. Sejak era VOC sudah dibangun rumah Residen. Tidak jauh dari rumah Residen tersebut dibuat pelabuhan (kini pelabuhan Pontianak). Di sekitar area inilah pada era Pemerintah Hindia Belanda dibangun bea dan cukai, kantor pos, kantor telegraf, kantor Residen dan taman (Larive Park). Dari pelabuhan ke kawasan Eropa dibangun jalan utama (Heerenstraat dan De Stuers weg). Disebut jalan Heeren Straat mengindikasikan era VOC (pemegang saham utama Heeren XVII), sementara nama de Stuers mengindikasikan era Pemerintah Hindia Belanda yang mana pada tahun 1822 Overste de Stuers memimpin pasukan untuk meredakan pemberontakan orang-orang Cina di pantai barat Borneo. Sedangkan nama (taman) Larike dikaitkan dengan nama tempat di Ambon. Besar dugaan sebelum taman ini dibentuk adalah pemukiman orang Larike dari Ambon yang membantu pasukan militer VOC. Pada masa ini area rumah residen tersebut menjadi area POMDAM XI Tanjungpura yang berseberangan dengan Larike Paark yang kini jadi alun-alun kota.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar