Selasa, 29 Desember 2020

Sejarah Aceh (30): Sejarah Pendidikan di Aceh Bermula di Singkil; Kisah Pendidikan Tinggi Anak-Anak Petinggi Asal Atjeh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini

Pendidikan modern (aksara Latin) di nusantara sesungguhnya sudah dimulai pada era VOC khususnya yang diselenggarakan misionaris Portugis. Namun hanya tumbuh terbatas di Maluku tetapi tidak berkembang. Pemerintah VOC mulai mengintroduksi pendidikan modern aksara Latin di Batavia namun hanya orang-orang Cina yang meresponnya. Para pemimpin pribumi berusaha memotivasi penduduk pribumi tetapi umumnya para orang tua menganggap kurang atau belum berguna karena tenaga anak-anak mereka masih diperlukan untuk membantu pekerjaan dan usaha keluarga.

Pendidikan pada tingkat keluarga orang-orang Eropa tidak terlalu masalah. Meski pada era VOC belum secara terstruktur penyelenggaraan pendidikan, orang-orang Eropa bisa baca tulis dalam aksara Latin. Jika mereka di tempat terpencil, para orang tua mengajari sendiri anak-anak mereka. Kalau ada guru yang bisa diundang untuk mengajar secara privat mereka mampu membiayainya. Begitulah kisah pendidikan di era VOC. Pada awal era Pemerintah Hindia Belanda, dimana banyak populasi orang Eropa didirikan sekolah untuk anak-anak Eropa-Belanda. Tiga kota yang pertama adalah di Batavia, Semarang dan Soerabaja. Sehubungan dengan pembentukan cabang-cabang pemerintahan di berbagai wilayah diadakan pendidikan untuk anak pribumi seperti di Buitenzorg, Chirebon dan Padang. Namun respon para orang tua masih seperti di era VOC, kurang termotivasi dan hanya segelintir siswa yang mengikutinya. Penyelenggaraan pendidikan pribumi sepi sendiri tetapi penyelenggaraan pendidikan untuk anak-anak Eropa terus berkembang. Baru pada tahun 1848 program pendidikan untuk pribumi diundangkan dan akan semakin diperluas. Di Sumatra, introduksi pendidikan modern dimulai di afdeeling Agam di Fort de Kock oleh Residen Steintmez pada tahun 1846 dan kemudian disusul oleh Asisten Residen AP Godon di Afdeeling Mandailing en Angkola pada tahun 1849.

Lantas kapan introduksi pendidikan modern diulai di Atjeh? Yang jelas sebelum Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di (Groot) sudah lebih dahulu diintroduksi pendidikan di Singkil. Bagaimana bisa lebih dahulu di Singkil daripada Kota Radja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pendidikan di Aceh Dimulai di Singkil

Setelah situasi dan kondisi mulai kondusif, sejak Perang Atjeh 1873 dan setelah cukup banyak orang Eropa (Belanda), di Kota Radja mulai ditempatkan seorang guru yang bertugas terhitung sejak 8 Juni 1878 (lihat Almanak 1879). Guru yang ditempatkan itu adalah guru kepala (Hoofdonderwijzer kelas-2 P Schippers, lalu kemudian menyusul guru bantu (hulponderwijzer) J van Buuren yang terhitung sejak tanggal 31 Agustus 1878. Dua guru ini bukan untuk pendidikan pribumi tetapi akan bertugas sebagai guru Openbare Lager School untuk anak-anak Eropa (Belanda).

Untuk memulai pengembangan (sistem) pendidikan di Groot Atjeh en Onderhoorigheden mulai dibentuk komisi sekolah (schoolkommissie) yang langsung diketuai oleh Gubernur dan para angggotanya yang mulai bertugas sejak 4 Oktober 1878. Mereka yang duduk sebagai anggiota komisi sekolah tersebut adalah A Sol, WA Schneider, JV van Vooren dan RK Schomerus (yang juga bertindak sebagai sekretaris komisi). Pola in berlaku umum, guru dan penyelenggaraan pendidikan berjalan lebih dahulu baru dibentuk (badan) komisi yang memberi arahan, membuat kisi-kisi kurikulum dan juga bertugas untuk pengawasan penyelenggaraan pendidikan.

Lantas mengapa pendidikan untuk pribumi belum diselenggarakan? Besar kemungkinan penduduk Atjeh masih trauma perang (hancurnya kraton dan masjid Atjeh pada tahun 1873) sementara cabang pemerintahan lokal belum lama terbentuk. Tentu saja rasa benci kepada Belanda masih ada sehingga menganggap pendidikan modern aksara Latin dianggap hal yang masih tabu apalagi diajarkan oleh guru-guru Belanda.

Pendidikan modern aksara Latin untuk pribumi sudah beberapa dasawarsa berlangsung. Untuk menambah jumlah guru, pada tahun 1851 di Soeracarta Dr. Palmer van den Broek mendirikan sekolah guru (kweekschool) yang siswanya direkrut dari lulusan sekolah dasar yang ada. Pada tahun 1856 Residen JAW van Oppuijsen juga mendirikan sekolah guru (kedua) di Fort de Kock. Pada tahun 1857 seorang lulusan sekolah dasar di Mandailing, Sati Nasoetion melanjutkan studi ke Belanda untuk mengikuti pendidikan guru. Sati Nasoetion yang telah mengubah namanya menjadi Willem Iskander (merujuk pada nama Radja Belanda Willem III dan penyair Rusia yang berdomisili di Londoen Iskander Herzen) lulus dan mendapat akte guru pada tahun 1860 dan kembali ke tanah air pada tahun 1861. Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru (ketiga) di Tanobato (Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli). Willem Iskander merekrut lulusan sekolah dasar dari enam sekolah negeri yang didirikan di Afdeeling Mandailing en Angkola. Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi Mr JA van Chijs mengakui sekolah guru Tanobato yang diasuh Willem Iskander adalah yang terbaik di Hindia Belanda. Lalu pada tahun 1865 sekolah guru Tanobato diakuisisi pemerintah untuk dijadikan sekolah guru negeri yang ketiga. Pada tahun 1866 sekolah guru yang keempat dibuka di Bandoeng. Sekolah guru Tanobato yang lama studi dua tahun inilah yang menambah jumlah guru di Afdeeling Mandailing en Angkola khususnya dan Residentie Tapanoeli umumnya. Guru alumni sekolah guru Tanabato inilah yang kemudian ada yang ditempatkan di Singkil [Catatan: Cabang pemerintahan dibentuk di Singkil (Residentie Tapanoeli) pada tahun 1846 dengan Controleur pertama AP Godon (sebelumnya Controleur di Bondjol). Pada tahun 1848 AP Godon dipromosikan menjadi Asisten Residen di Afdeeling Mandailing en Angkola. Pada tahun 1857 AP Godon (yang masih lajang) cuti dua tahun ke Belanda setelah mengabdi 12 tahun. AP Godon dan Sati Nasoetion alias Willem Iskander yang berangkat bersama ke Belanda pada tahun 1857].

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pendidikan Tinggi Anak-Anak Petinggi Atjeh

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar