Minggu, 11 April 2021

Sejarah Australia (33): Sejarah Lapangan Terbang (Bandara) di Australia; Sejarah Penerbangan Antara Australia-Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Australia dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah moda transportasi bermula pada moda (navigasi) pelayaran dan lalu berkembang moda transportasi kereta api masa kini dan moda transportasi udara menjadi moda masa depan. Namun interseksi untuk kebutuhan angkutan massal moda transportasi laut dan kereta api bersifat komplemen (saling memperkuat). Moda transportasi udara pada awalnya lebih bersifat khusus (militer dan kebutuhan pejabat dan orang kaya). Moda transportasi udara ini cepat berkembang di Australia, bahkan jauh sebelum moda transportasi kereta api terhubung secara keseluruhan antar negara bagian (trans Australia).

Dalam moda transportasi udara, lapangan terbang (bandar udara atau bandara) ibarat pelabuhan dalam sejarah navigasi pelayaran; pesawat terbang ‘si burung besi’ ibarat kapal laut yang mengarungi lautan (kapal layar hingga kapal uap) yang terbang di udara di atas kapal-kapal di atas permukaan laut. Moda transportasi ini berawal dan berkembang di Eropa termasuk di Inggris, Belanda dan Portugal. Oleh karena munculnya kebutuhan kapal terbang (awalmya terbatas di militer lalu sipil-komersial) di Hindia Belanda dan Australia, maka sejarah penerbangan yang ada terkait dengan titik awal di Eropa. Dalam hal ini posisi strategis (geografis) Hindia Belanda menjadi penting bagi Australia. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda (1949) pejabat-pejabat penerbangan Indonesia belajar dari sistem aviasi Australia dan Prancis.

Lantas bagaimana sejarah kebandaraan dan aviasi, penerbangan di Australia? Tentu saja sudah ada yang menulis, namun sejauh ditemukan data baru narasi sejarahnya terus ditulis. Namun yang jelas sejarah kebandaraan dan aviasi di Australia tumbuh berkembang bersamaan dengan di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Lalu apakah ada relasi sejarahnya antara Indonesia dengan Australia? Tentu saja ada. Pada masa ini dari London (Inggris) hingga Sydney (Australia) dapat ditempuh langsung sekali terbang, tetapi tempo doeloe harus singgah banyak di berbagai bandara, termasuk penerbangan dari Singapoera ke Sydney harus singgah di Indonesia (Bangka, Batavia dan Soerabaja, Koeta). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bandara di Australia: Militer hingga Sipil di Hindia Belanda

Penemuan kapal terbang (setelah penemuan kapal laut dan kereta api bermesin uap) di Eropa dan setelah berkembanggnya penggunaan pesawat di Eropa, akhirnya kapal-kapal terbang itu dibeli oleh pemerintah koloni-koloni seperti di Hindia Belanda untuk kebutuhan militer (untuk memperpendek waktu jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lain mengingat luasnya wilayah Indonesia). Namun itu hanya terbatas pada kota-kota atau tempat yang telah dibangun landasan untuk terbang dan mendarat (lapangan terbang). Kapal-kapal itu selain digunankan untuk untuk eksplorasi wilayah oleh militer juga dapat digunakan pejabat tinggi.

Untuk kota-kota kecil, kapal-kapal terbang ini disertakan dalam navigasi pelayaran. Kapal terbang untuk terbang harus lebih dahulu diturunkan ke laut dan demikian ketika habis mendarat di laut lalu ditarik dan diderek ke atas kapal. Setiap skuadro angkatan laut Hindia Belanda memiliki beberapa pesawat di antara beberapa kapal perang. Untuk pendaratan di pedalaman dapat dipilih dan ditentukan oleh pejabat setempat di danau atau sungai-sungai yang lebar dan arusnya tidak terlalu deras. Hal serupa inilah yang terjadi dan dilakukan oleh militer (Inggris) Australia di beberapa wilayah (negara bagian) Asutralia dan di kawasan Strait Settlements (Penang, Malaka dan Singapoera).

Dalam perkembangannya, baik pesawat milik pribadi (perusahaan) maupun militer Australia mulai mengeksplorasi hubungan (jalur aviasi) antara Singapoera dan Sydney (Australia). Tentu saja pesawat-pesawat kala itu belum ada teknologinya mampu terbang langsung dari Singapoera ke Sydney. Oleh karena itu pesawat-pesawat Inggris dan atau Inggris itu yang harus melintasi udara wilayah Indonesia (Hindia Belanda) mau tak mau harus mengandalkan lapangan-lapangan terbang yang ada di Indonesia. Memang pesawat dari Singapoera atau dari Sydney dapat mendarat di laut tetapi keperluan mendarat di lapangan terbang di Indonesia karena faktor kebutuhan bahan bakar yang dapat dibeli di lapangan terbang yang ada.

Jalur penerbangan antara Singapoera dan Sydney dilakukan melalu lapangan terbang militer Hindia Belanda yang terdapat di Muntok (Bangka), lapangan terbang di Batavia (Tjililitan), Kalidjati (Soebang), Semarang, Soerabaja dan Singaradja (Bali). Lalu peswat-pesawat antara Singapoera dan Inggris, dari Singaradja menuju Australia di Darwin hingga ke Sydney. Jauh dan melelahkan memang. Namun jalur aviasi antara Singapoera dan Australia (Sydney) ini dapat dikatakan jalur penerbangan Inggris terjauh di kawasan pulaua-pulau antara benua Asia dan Australia ini. Ini berarti sistem kebandaraan dan aviasi Asutralia sudah sedikit meningkat jika dibandingkan dengan pesawat-pesawat militer di Australia yang antar kota dan pesawat yang disertakan dalam skudaron militer Inggris.

Pada tahun 1924 Pemerintah Kerajaan Belanda mensponsori penerbangan gila yang terbilang sangat tidak mungkin karena begitu jauh. Rencana rutenya dari Amsterdam ke Batavia (di Hindia Belanda). Ini dapat dikatakan jalur aviasi terjauh saat itu sebagai penerbangan jarak jauh (long distance). Berita itu cepat menyebar di surat kabar, tidak hanya di Eropa tetapi juga di Hindia Belanda dan di Strait Settlements. Para pilot Inggris di Singapoera tidak percaya berita dan rencana itu. Akhirnya rencana itu terealisasi dan sukses. Para pilot di Singapoera melongo (rekod jarak aviasi Singapoera-Sydney terlampaui).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Aviasi di Australia: Indonesia Belajar dari Australia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar