Jumat, 22 Oktober 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (187): Sulawesi Barat, Blok Minyak; Pintu Masuk Jantung Sulawesi Zaman Kuno di Blok Pasangkayu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Blok minyak di Sulawesi Barat mungkin tidak begitu dikenal luas. Lebih dikenal Blok Cepu di Jawa dan Blok Rokan di Sumatra serta Blok Mahakam di Kalimantan. Itu tidak terlalu penting. Yang jelas Blok minyak Sulawesi Barat adalah suatu kawasan sumber minyak yang berada di (provinsi) Sulawesi Barat). Seperti halnya di Blok Mahakam, kegiatan tambang minyak di Blok Sulawesi BaRAT berada di darat (onshore) dan di laut (offshore). Mengapa tidak terlalu dikenal sekarang, apakag cukup dikenal luas pada zaman kuno?

Pada masa ini, Sulawesi Barat adalah provinsi ke-33 di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2004. Letak Sulawesi Barat di pulau Sulawesi dengan garis lintang 00045'59'' - 03034'00'' Lintang Selatan dan 118048'59'' - 119055'06'' Bujur Timur. Perbatasan wilayah Sulawesi Barat yaitu Sulawesi Tengah di bagian utara, Sulawesi Selatan di bagian Timur dan Selatan dan Selat Makassar di bagian barat. Pembentukan provinsi Sulawesi Barat merupakan hasil pemekaran dari provinsi Sulawesi Selatan. Ibukota provinsi Sulawesi Barat adalah Kota Mamuju. Wilayah provinsi Sulawesi terdiri dari tujuh kabupaten/kota: kabupaten Mamuju (ibn kota Mamuju); kabupaten Majene (Banggae); kabupaten Mamasa (Mamasa); kabupaten Mamuju Tengah (Tobadak); kabupaten Pasangkayu (Pasangkayu); kabupaten Polewali-Mandar (Polewali); dan Kota Mamuju.

Lantas bagaimana sejarah Blok Mamuju sebagai sumber minyak di Sulawesi Barat? Seperti disebut di atas, ada yang lautan dan ada yang di daratan. Pada masa kini blok minyak di daratan disebut Blok Pasangkayu. Selain Blok Pasangkayu juga ada Blok Budong-Budong, Blok Mandar, Blok Surumana dan lainya. Lalu bagaimana sejarahnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pantai Barat Sulawesi: Sumber Minyak di Pulau Sulawesi

Mengapa tambang minyak Mamuju (kini Sulawesi Barat) belum naik kelas menjadi salah satu sentra menyak Indonesia? Apakah ada keragu-raguan para ahli dalam fase eksplorasi? Bagaimana hasil eksplorasi yang dilakukan pada era Hindia Belanda?

Pada masa ini, di (provinsi) Sulawesi Barat terdapat sebanyak sembilan blok minyak, yaitu: Blok Surumana (Mamuju Utara); Blok Pasangkayu (Mamuju Utara); Blok Kuma (Mamuju Utara dan Mamuju); Blok Budong-budong (Mamuju Utara dan Mamuju); Blok Karama (Mamuju); Blok Malunda (Mamuju dan Majene); Blok Karana (Majene); Blok Mandar (Majene dan Polman); dan Blok Mandar Selatan (Polman).

Pada tahun 1897 sudah ada upaya kegiatan eksplorasi di Mamuju (Celebes) yang dikerjakan oleh Exploratie-maatschappij Doda yang didirikan di Soerabaja (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-09-1897). Perusahaan eksplorasi ini dengan modal f125.000. Eksplorasi ini dipimpin oleh insinyur Fritz Burgman yang bekerjasama dengan Radja Mandar, Radja Mamoedjoe dan raja-raja lainnya. Blok ini terletak di pantai barat Celebes dan beberapa deposit minyak bumi alam telah ditemukan. Mesin bor yang digunakan orang Kanada lengkap dengan boiler dan mesin uap sudah di Soerabaja.

Blok minyak ini meliputi wilayah yang luas karena sebagain raja-raja di pnatai barat Sulawesi dilibatkan. Pada masa ini raja-raja di wilayah pantai barat Sulawesi ini meliputi raja=raja di wilayah pantai dan raja-raja di wilayah pedalaman. Raja-raja di wilayah pantai disebut Pitu Babana Binanga (tujuh kerajaan di mulut/hilir sungai/pesisir pantai) dan tujuh kerajaan di hulu sungai (Pitu Ulunna Salu).

Tidak lama setelah pendirian Exploratie-maatschappij Doda di Soerabaja, di Makassar didirikan perusahaan baru dengan nama Celebes Exploratie-maatschappij (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-03-1898). Blok yang diusahakan berada di Paloe (sebelah utara blok Exploratie-maatschappij Doda) dan dua blok di Mandar.,

Berdasarkan Makassar courat pekerjaan perusahaan minyak Doda Petroleum-mij terus membuat kemajuan besar, Sebuah sumur sudah sedalam 330 kaki [pada tanggal 30 Oktober]. Gas-gas yang sudah mengalir dari pipa tersebut terbakar dengan nyala api setinggi lebih dari satu meter. Diharapkan untuk mencapai sumur minyak yang baik dalam beberapa hari (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-11-1898). Progresnya menjadi 370 kaki (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 18-03-1899).

Dalam perkembangannya diketahui terjadi masalah di lapangan sebagaimana diberitakan De Preanger-bode, 05-07-1899 melansir surat kabar Makassar courant bahwa pengeboran harus ditinggalkan karena ledakan gas membuat pekerjaan lebih lanjut berbahaya dan juga karena pipa pecah setiap saat dilakukan pengeboran. Beberapa bulan kemudian diketahui Doda Petroleum-mij bekerjsa sama dengan Shell yang akan membuka ladang baru di Moeara Enim (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 19-09-1899).

NV Exploratie-maatschappij Doda masih eksis hingga tahun 1903, namun bagaimana hasil eksplorasi di wilayah Mamoejoe tidak terinformasikan lagi (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 31-10-1903).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Blok Pasangkayu: Pintu Masuk Jantung Sulawesi Zaman Kuno

Apakah nama Blok Pasangkayu kurang dikenal? Dari namanya sangat mudah dimengerti oleh orang Batak, khususnya yang berada di wilayah Angkola Mandailing (Tapanuli bagian selatan). Di wilayah Padang Lawas (Angkola Mandailing), penduduk bermarga Harahap disebut berasal dari negeri (kampong) Sibatangkayu (di arah hulu sungai Batang Pane). Sungai Batang Pane ini bermuara ke sungai Barumun di (kota) Binanga (pusat percandian terluas di Simatra). Sementara sungai Barumun sendiri berhulu di gunung Malea (merujuk pada nama Himalaya) yang tidak jauh dari candi Simangambat (candi tertua di Sumatra). Apakah itu dongeng? Itu fakta dan datanya bisa ditelusuri hingga zaman kuno.

Wilayah (pulau) Sumatra sejak zaman kuno sudah dikenal sebagai penghasil utama emas (karena itu namanya disebut pulau Emas). Pelaut-pelaut Portugis percaya, gunung Pasaman di pantai barat Sumatra (di Mandailing) adalah gunung Ophir yang terdapat dalam kitab suci Injil. Nama Pasaman sendiri merujuk pada nama negeri dan sungai, sungai yang berhulu di gunung Kulabu (Mandailing). Dalam catatan Tiongkok dinasti Han (132 M) disebut utusan Raja Yeh-tiao (Sumatra) diterima Kaisar Tiongkok. Sementara Ptolomeus dalam catatan geografinya (150 M) menyebut pulau Sumatra bagian utara adalah sentra (produk) kamper (champor) dan nama negeri yang disebut Katigara (kini kota Kamboja kuno). Kamper merujuk pada bahasa Latin (camphor), kata yang diserap dari bahasa Arab. Kamper dalam bahasa Batak (Angkola Mandailing) adalah kapur (orang yang memproduksinya disebut parkapur), Kosa kata kapur inilah masuk ke dalam bahasa Parsi sebagai ‘kafura’ yang kemudian diserap ke dalam bahasa Arab dan seterusnya diserap ke dalam bahasa Latin (Eropa). Seperti halnya nama Ophir dalam kitab suci Injil, kosa kata kamper/kapur ditemukan dalam kitab suci Alquran (QS 76:5). Dalam literatur Eropa pada abad ke-5 disebut bahwa produk kamper diekspor melalui pelabuhan yang disebut Baroes. Dalam hal ini kota Baroes adalah pelabuhan penduduk Angkola Mandailing di pantai barat Sumatra. Sedangkan pelabuhan penduduk Angkola Mandailing di pantai timur Sumatra berada di (kota) Binanga. Kerajaan yang terbentuk diantara dua pelabuhan east-west tersebut di tengah penduduk Angkola Mandailing adalah Kerajaan Aru yang berpusat di pertemuan sungai Batang Angkola dan sungai Batang Gadis tempat dimana kini ditemukan candi tertua Sumatra (candi Simangambat). Simangambat dengan Binanga hanya dipisahkan oleh gunung Malea. Dalam prasasti Kedukan Bukit (682 M) dapat dibaca raja Dapunta Hyang Nayik (raja Kerajaan Aru) dari pelabuhan Binanga melakukan ekspedisi dengan 20.000 pasukan di Upang untuk menabalkan raja Srieijaya deengan gelar Dapunta Hyang Srinagajaya (lihat prasasti Talang Tuo, 684 M)—kemudian raja Dapunta Hyang Srinagajaya menabalkan raja di Jawa bagian tengah dengan gelar Dapunta Sjeilendra. Hanya kerajaan besar yang mampu melakukan ekspedisi dengan kekuatan besar, kerajaan tua yang kaya dan terhubung ke luar ngeri (Eropa dan Tiongkok) yang memiliki pelabuhan besar (Baroes dan Binanga).

Pada wilayah (kabupaten) Pasangkayu di pantai barat Sulawesi (provinsi Sulawesi Barat) berada sumber minyak Blok Pasangkayu. Seperti disebut di atas, blok ini terbilang yang pertama dieksplorasi pada era Hindia Belanda (1897). Blok minyak era Hindia Belanda kini dipecah menjadi empat blok (Surumana, Pasangkayu, Kuma dan Budong-Budong). Pada masa ini kembali Blok Pasangkayu menjadi perhatian, tidak hanya karena nama Pasangkayu telah ditabalkan sebagai nama kabupaten baru, juga Blok Pasangkayu ini disebut sangat potensial.

Pasangkayu pada masa lampau adalah salah satu dari Maradia (Mengaraja, kerajaan) di pantai barat Sulawesi Barat. Seperti disebut di atas, kawasan ladang minyak di pantai barat Sulawesi ini berada di wilayah yang luas dimana terdapat federasi kerajaan di wilayah pesisir dan federasi kerajaan di wilayah pedalaman. Raja-raja di wilayah pantai disebut Pitu Babana Binanga (tujuh kerajaan di mulut/hilir sungai/pesisir pantai) dan tujuh kerajaan di hulu sungai (Pitu Ulunna Salu). Nama kedua federasi ini sangat mudah dimengerti penduduk Batak. Dalam bahasa Angkola Mandailing pitu=tujuh; babana=mulut; Binanga=nama kota di sungai Barumun dimana sungai Pane bermuara). Semenatara dalam bahasa Angkola Mandailing ilunna=kepala atau atas; salu=sungai. Karakateristik kerajaan-kerajaan di Angkola Mandailing bersifat federasi (merujuk pada konsep core culture ‘dalihan na tolu’ atas dasar marga/clan). Pada masa kini, bahasa Mamuju dikenal dalam beberapa dialek seperti dialek Binanga, dialek Pannei, dialek Tapalang, dialek Sinyonyoi dan dialek Aralle serta lainnya. Nama-nama dialek ini nama-nama yang cukup dikenal di wilayah Angkola Mandailing sebagai nama tempat (kampong-kampong tua). Apakah itu serba kebetulan? Mungkin juga kebetulan. Sedangkan bahasa-bahasa di wilayah (kabupaten) Pasangkayu namanya juga mirip dengan nama-nama tempat di Angkola Mandailing seperti Baras (Barus atau desa Baruas di kota Padang Sidempoean), Sarudu (kecamatan Sarudik) dan Benggaulu (desa Anggoli). Dua nama yang disebut terakhir berada antara Padang Sidempoean dan Barus. Sekali lagi, mungkin juga kebetulan. Bahasa-bahasa ini berbeda dengan bahasa Kaili di utara, bahasa Mandar di selatan dan bahasa Toraja di pedalaman (timur). Diantara wilayah federasi kerajaan Pitu Babana Binanga dan federasi kerajaan Pitu Ulunna Salu terdapat federasi (delapan) kerajaan yang disebut Palili Arua. Salah satu kerajaan tersebut adalah Kerajaan Dakka berbahasa dialek Dakka yang mirip dialek Panei. Nama-nama tempat di wilayah kabupaten Pasangkayu, entah kebetulan, mirip (toponimi) dengan nama-nama di wilayah Angkola Mandailing seperti Pasangkayu (Sibatangkayu), Baras (Barus), Bulu Taba (Bulu Tuba), Lariang (Gariang), Sarudu (Sarudik) dan Tikke Raya (Tukka). Di kecamatan Lariang (kab Pasangkayu) terdapat nama desa Batu Matoru (Batangtoru) dan di kecamatan Sarudu terdapat desa Bulu Mario (Bulu Mario) serta di kecamatan Dapuran terdapat desa Benggaulu (Anggoli), di kecamatan Duripoku terdapat desa Tammarunang (Sanggarudang) dan sebagainya.

Di kabupaten Pasangkayu bermuara sungai Lariang, sungai terpanjang di pulau Sulawesi. Sungai ini berhulu di jantung pulau (dekat gunung Balease; mirip gunung Malea). Sungai Lariang melewati lembah gunung Bulu Torompupu (sahorom saompu bahasa Angkola Mandailing diartikan sekaum seketurunan).

Di hulu sungai Lariang ini terdapat tiga gunung yang saling terhubung yakni gunung Gondangdewata, gunung Balease dan gunung Bulu Torompupu. Di wilayah ini terdapat suku-suku yang berbeda tetapi memiliki kemiripan budaya, yakni suku Makki, suku Sekko dan suku Rampi. Wilayah ini kaya dengan emas. Di wilayah utara mereka terdapat suku-suku Besoa, Napu dan suku Bada. Khusus di wilayah Sekko terdapat situs-situs tua. Situs tua tersebut antara lain Batu Daliang yang terdiri dari batu semacam tempat musyawarah kepala suku dan prasasti yang mengindikasikan atap rumah (mirip atap ruamh di Angkola Mandailing). Batu Daliang mirip dengan core culture Angkola Mandailing Dalihan Na Tolu. Sekko sendiri dalam bahasa Angkola Mandailing adalah kemenyan, produk zaman kuno yang sejaman dengan kamper. Nama Rampi mirio nama tempat di dekat Padang Sidempeoan (Batu Rambi). Sedangkan suku Makki sangat suka dan piawai menyanyi. Suku Beso, Bada dan Napu di dekat danau Lindu terkenal dengan batu lesungnya dan patung batu. Batu-batu lesung dan patung batu bentuk wajah ini mirip dengan yang ditemukan situssitus tua dekat danau Toba. Nama danau Lindu mirip nama Silindung, Napu mirip dengan nama tempat Napa.

Sungai Lariang tempo doeloe menjadi jalur lalu lintas anatara wilayah pantai dan wilayah pedalaman. Sebagai sungai terpanjang di pulau Sulawesi, sungai ini melewati banyak tempat tinggal penduduk (suku-suku). Besar dugaan sebelum kehadiran penduduk pendatang (misalnya dari Kerajaan Aru di Angkola-Mandailing) wilayah ini sudah dihuni oleh penduduk asli di jantung Sulawesi sejak zaman megalitik (patung-patung megalitik). Oleh karena terjadi aktivitas yang tinggi di pedalaman makan sampah-sampah tumbuhan hanyut ke pantai barat melalui sungai Lariang. Muara sungai ini pada zaman kuno berada jauh di belakang pantai (terjadi proses sedimentasi jangka panjang). Di kawasan inilah berada Blok Pasangkayu, blok minyak yang masih teka-teki.

Pada era Hindia Belanda (1897) di blok ini sudah dilakukan kegiatan penambangan namun ada masalah tekni lalu dihentikan. Pada masa ini sejak 2006 eksplorasi telah dilakukan perusahaan asal Amerika Serikat PT.Marathon Internasional Petrolium. Namun karena diperkirakan tidak ekonomis lalu ditinggalkan. Belum lama ini muncul lagi perusahaan minyak yang ingin melanjutkan eksplorasi perusahaan asal Italia. Mereka yakin Blok Pasangkayu sangat petensial karena berada tepat di ti,mur Blok Koeta Kertanegara (provinsi Kalimaantan Timur).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar