Selasa, 30 November 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (264): Pahlawan Indonesia Rosihan Anwar; Surat Kabar Asia Raya dan Persatoean Wartawan Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Rosihan Anwar adalah Pahlawan Indonesia yang berkarir di bidang pers. Rosihan Anwar  seusia dengan Mochtar Lubis dann Sakti Alamsjah Siregar (sama-sama lahir tahun 1922). Mochtar Lubis pendiri surat kabar Indonesia Raya, Sakti Alamsjah pendiri surat kabar Pikiran Rakyat Bandung dan Rosihan Anwar pendiri surat kabar Pedoman. Sakti Alamsjah meninggal tahun 1983, Mochtar Lubis meninggal tahun 2004 dan Rosihan Anwar meninggal tahun 2011. Habis sudah perintis organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Rosihan Anwar (10 Mei 1922 – 14 April 2011) adalah tokoh pers, sejarawan, sastrawan, dan budayawan Indonesia. Rosihan merupakan salah seorang yang produktif menulis. Ia pernah dicalonkan sebagai Anggota Konstituante mewakili Partai Sosialis Indonesia. Rosihan merupakan anak keempat dari sepuluh bersaudara, pasangan Anwar Maharaja Sutan dan Siti Safiah. Ayahnya adalah seorang demang di Padang. Dia menyelesaikan sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke AMS -A di Yogyakarta (sekarang SMA Negeri 1 Yogyakarta). Dari sana Rosihan mengikuti berbagai pelatihan di dalam maupun luar negeri, termasuk di Universitas Yale dan School of Journalism di Universitas Columbia, New York City, Amerika Serikat. Rosihan memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya pada masa pendudukan Jepang tahun 1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961). Pada masa perjuangan, ia pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukit Duri, Batavia. Kemudian pada tahun 1961, koran Pedoman miliknya dibredel penguasa. Pada masa Orde Baru, ia menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (1968-1974). Tahun 1973, Rosihan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Namun kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di lehernya, koran Pedoman miliknya ditutup. Pada 1950, bersama Usmar Ismail ia mendirikan Perusahaan Film Nasional (Perfini). Pada tahun 2007, Rosihan Anwar dan Herawati Diah, yang ikut mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta pada 1946, mendapat penghargaan 'Life Time Achievement' atau 'Prestasi Sepanjang Hayat' dari PWI Pusat. Rosihan Anwar meninggal dunia pada hari Kamis, 14 April 2011 dalam usia 89 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan.(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Rosihan Anwar? Seperti disebut di atas, Rosihan Anwar meninggal tahun 2011 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Tentulah wartawan pejuang dan pejuang wartawan Rosihan Anwar selayaknya dimakamkam di taman makam para pahlawan (seperti halnya Sakti Alamsjah di TMP Cikutra, Bandoeng). Lalu bagaimana sejarah Rosihan Anwar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia Rosihan Anwar; Surat Kabar Asia Raya dan Pedoman

Pada tahun 1946 berencana akan ke negeri Belanda untuk menginformasikan sendiri tentang situasi di dalam negeri (lihat Het Parool, 12-04-1946). Disebutkan wartawan Indonesia Rosihan Anwar, salah satu editor surat kabar Merdeka bermaksud berangkat ke Belanda minggu depan untuk menginformasikan sendiri tentang situasi di dalam negara. Meskipun Anwar telah direkomendasikan oleh Menteri Penerangan Republik Indonesia untuk perjalanan ini dia tidak akan pergi dalam kapasitas resmi (hanya sebagai jurnalis).

Sejak Januari 1946 ibu kota (pemerintah) Republik Indonesia telah dipndahkan dari Djakarta ke Djogjakarta sehubungan dengan semakin tingginya tekanan Sekutu/Inggris dan kehadiran Belanda/NICA yang berpusat di Batavia/Djakarta. Surat kabar Merdeka terbit pertama kali di Djakarta tanggal 1 Oktober 1945 yang dipimpin oleh BM Diah Harahap. Menteri Penerangan saat itu adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap yang mana sebagai kepala departemen dokumentasi dikementerian penerangan adalah Parada Harahap.

Rosihan Anwar tidak hanya menulis di surat kabar Merdeka, juga surat kabar yang terbit di Djakarta yakni surat kabar Rakjat. Tulisan-tulisan Rosihan Anwar di dua surat kabar iti sangat membakar semangat penduduk dan berperang melawan Belanda/NICA, sebagaimana Soetomo (Bung Tomo) di Soerabaja (lihat Nieuwe courant, 25-05-1946).

Surat kabar berbahasa Melayu sudah sejak lama ada bahkan sejak 1850an yang dikelola oleh orang-orang Eropa/Belanda (terutama yang berasal dari Jerman) yang dimulai di tiga kota Soerabaja, Batavia dan Padang. Surat kabar berbahasa Melayu uang pertama dimiliki pribumi adalah surat kabar Pertja Barat di Padang yang sejak 1900 dipimpin dan kepala editor oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (yang memulai posisi editor sejak 1897 semasih dimiliki patugan pengusaha Jerman dan Cina). Surat kabar berbahasa Melayu lainnya yang mana editor diisi pribumi adalah Pertja Timoer di Medan (milik surat kabar Sumatra pos) tahun 1902 oleh Hasan Nasution gelar Mangaradja Salamboewe. Editor pribumi ketiga adalah Tirto Adiserjo di Batavia Pembrita Betawi sejak 1903 (milik Karel Wijbrand, mantan editor Sumatra post). Sejak itu mulai bermunculan surat kabar kepemilikan pribumi dengan editor pribumi seperti Medan Priaji di Batavia yang dipimpin Tirto Adisoerjo sejak 1908 (yang menjadi organ Boedi Oetomo) dan surat kabar Pewarta Deli di Medan tahun 1909 (organ Sarikat Tapanoeli). Lalu muncul surat kabar Neratja di Batavia tahun 1917 (salah satu editornya Hadji Agoes Salim). Lalu pada tahun 1923 muncul surat kabar Bintang Hindia di Batavia (pimpinan Parada Harahap). Pada tahun ini muncul surat kabar Kaoem Kita di Bandoeng (editor WR Soepratman yang kemudian digantikan Abdoel Moeis). Lalu surat kabar baru muncul di Batavia tahun 1924 Hindia Baroe di bawah pimpinan Agoes Salaim kemudian digantikan Mohamad Tabrani. Pada tahun 1926 Parada Harahap menerbitkan surat kabar baru Bintang Timoer. Lalu di Bandoeng muncul Fikiran Rakjat yang dipimpin Ir Soekarno dan pada tahun 1930 di Soerabaja Soerara Oemoem yang dipimpin Dr Soetomo. Kemudian pada tahun 1933 seorang jurnalis Cina yang nasional Saeroen dengan menerbitkan surat kabar Pemandangan. Demikian seterusnya.

Dalam perkembangannya, Rosihan Anwar menjadi pemimpin redaksi suraat kabar Siasat (di Batavia/Djakarta). Pada tahun 1948 Rosihan Anwar mendirikan surat kabar baru Pedoman (lihat De nieuwsgier, 11-11-1948). Disebutkan (dalam iklan) surat kabar Pedoman dengan motto Suara Rakjat Merdeka diterbitkan oleh Badan Penerbit PEDOMAN yang akan terbit pada tanggal 1 Desember 1948. Juga disebutkan surat kabar Pedoman ini dipimpin oleh Rosihan Anwar dengan staf wartawan-wartawan Siasat. Surat kabar Pedoman dengan alamat administrasi di jalan Senen 107 yang mana surat kabar Pedoman dicetak oleh percetakan Pemandangan.

Percetakan Pemandangan bermula dari surat kabar Pemandangan yang didirikan oleh Saeroen tahun 1933. Sebelumnya Saeroen adalah pemimpin redaksi Sin Po yang menjadi ketua sarikat jurnalistik pertama PERDI (Persatoean Djoernalis Indonesia) yang dibentuk tahun 1931. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 18-07-1931 memberitakan Congres Inlandsche Journalisten. Disebutkan Kongres wartawan pribumi pertama diadakan di Semarang pada 8 Agustus. Kongres ini diketuai oleh jurnalis Semarang, sekretaris jurnalis Sumatra, Paroehoem. Program: editor Bahagia Semarang, Pak Yunus, akan mengadakan kuliah tentang: ‘Jurnalisme dan pengembangan bisnis surat kabar’; Haji [Agoes] Salim akan berbicara pada ‘Jurnalisme dan kode etik’; RM Soedarjo tentang ‘Orang-orang dan Jurnalisme; Maradja Loebis tentang ‘Jurnalisme dan kehidupan sosial’; Saeroen dari Sin Po tentang ‘Jurnalisme dan gerakan rakyat’ dan Parada Harahap tentang ‘Jurnalisme dan ekonomi’, sementara editor Soeara Oemoem akan berbicara pada ‘Jurnalisme dan malaise. Dari kongres ini dibentuk pengurus yang mana Saeroen sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris dan bendahara. Komisaris adalah  Bakrie [Soeraatmadja], Joenoes dan Koesoemodirdjo’. Pada tahun 1939 adalah kongres PERDI yang kelima (lihat De Indische courant, 31-03-1939). Disebutklan ‘Pers pribumi, yang tergabung dalam PERDI akan mengadakan kongres kelima di Solo dari hari Sabtu tanggal 8 hingga Senin tanggal 10 April yang diadakan di gedung societeit Hadiprojo. Direncanakan pada hari Sabtu malam tanggal 8 April dilakukan acara penerimaan dan reuni, dimana kuliah umum (pidato) akan diberikan. Dalam kuliah umum ini Parada Harahap dengan topik kantor berita nasional...dalam kongres ini Kantor berita Antara (yang baru didirikan) juga akan dibahas..’. Sebagaimana diketahui kantor berita Antara didirikan Adam Malik dkk tahun 1937 di Batavia. Padaa saat ini surat kabar Parada Harahap adalah Tjaja Timoer (pengganti Bintang Timoer). Catatan: Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita Alpena dimana sebagai pemimpin redaksi adalah WR Soepratman. Surat kabar Pemandangan cukup lama bertahan dan bahkan hingga era pendudukan militer Jepang yang bersaing dengan surat kabar (pemerintah militer Jepang) Asia Raja yang dipimpin oleh BM Diah. Pada era pendudukan militer Jepang ini yang menjadi kepala departmen informasi adalah Parada Harahap yang memimpin jurnalis pribumi yang dihubungkan dengan kantor berita Jepang Domei. Sejumlah pribumi yang dilibatkan antara lain Adam Malik dan Mochtar Lubis (kantor berita), Sakti Alamsjah dan Tuty Herawaty (radio), BM Diah dan Rosihan Anwar (surat kabar). Untuk penerbitan kebudayaan dan sastra dipimpin oleh Armijn Pane. Pemimpin pribumi saat itu yang disebut Putera diketua oleh Ir Soekarno dan wakil ketua Drs Mohamad Hatta.

Surat kabar Pedoman terbilang sukses di awal penerbitannya. Bagainana nama Pedoman dipilih tidak diketahui secara jelas. Pedoman artinya Kompas. Lalu apakah surat kabar Kompas yang diterbitkan 1965 merujuk pada nama surat kabar Pedoman. Entahlah! Yang jelas sebelum terbit Kompas, dua surat kabar bertiras tinggi di Djakarta adalah Pedoman dan Indonesia Raja (dan harus pula keduanya sama-sama dibreidel tahun 1974 dalam hubungannya kasus Malari). Surat kabar Indonesia Raja didirikan dan terbit pertama pada tanggal 29 Desember 1949. Mochtar Lubis menjadi pemimpin redaksi sekitar bulan Agustus 1950.

Sebelumnya Mochtar Lubis berada di kantor berita Antara (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-01-1950). Disebutkan Adam Malik dan Mochtar Lubis, masing-masing direktur dan kepala departemen internasional Antara segera meninggalkan (tanah air) ke beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Burma untuk mempelajari situasi di sana dan untuk bertukar berita dengan beberapa kantor berita di negara-negara tersebut. Kantor berita Antara pernah ditutup dan diizinkan kembali (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 19-08-1949). Disebutkan untuk menandai pembukaan kembali kantor berita republic, Antara di Batavia, hari Rabu, Adam Malik, direktur dan Mochtar Lubis, pemimpin redaksi mengundang kolega dan melakukan receptive di pavillioen Hotel des Indes. Sebelumnya pernah ditutup (lihat Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 04-03-1948). Disebutkan Berita Indonesia melaporkan bahwa kantor berita Republik, Antara akan segera dibuka kembali yang berkantor di Batavia. Mochtar Lubis akan termasuk dalam pimpinan, dan oleh karena itu, kantor berita akan melayani koran republik, Merdeka’. Penutupan dilakukan pada tahun 1947 (lihat De tijd: dagblad voor Nederland, 21-07-1947). Disebutkan sepuluh jam setelah penangkapan sejumlah anggota kantor berita Antara Indonesia dilakukan konferensi pers. Mochtar Lubis, Direktur Antara, mengatakan: Belanda telah memperlakukan kami dengan baik, pemancar kami diambil. Ketika kami ditangkap, kami tegang. Keluhan utama bahwa mereka telah menyita mobil saya. Kemudian kantor berita Antara ditutup’. Kantor berita Antara ditutup pada era pendudukan militer Jepang dan segera dibuka kembali setelah Indonesia Merdeka dan dilaanjutkan kembali oleh pendiri lama Adam Malik dan Sipahoetar. Saat pembukaan kembali inilah Mochtar Lubis masuk.

Satu yang penting dalam hubungannya Rosihan Anwar dan Pedoman adalah berhasil mewawancarai Jenderal Soedirman yang baru pulang bergerilya (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 14-07-1949). Disebutkan wawancara itu dilakukan di pinggir kota Djogjakarta.

 

Sebagaimana diketahui pada saat agresi militer Belanda/NICA ke Djogjakarta pada tanggal 19 Desember 1948, Jenderal Soedirman meminta Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohamad Hatta untuk keluar dai Djogjakarta mengungsi. Namun keduanya tampaknya menolak permintaan itu dan lebih memilih menyerah (yang lalu ditangkap dan diasingkan ke Parapat dan Bangka). Djenderal Soedirman lalu memerintahkan pasukan Major Jenderal Abdoel Haris Nasution untuk berjuang di wilayah Jawa Barat (sementara pasukan Jenderal Soedirman berjuang di selatan Djogjakarta. Kepulangan pasukan Siliwangi inilah yang disebut long march perjuangan. Setelah gencatatn senjata (hasil perundingan Roem-Royen) pada bulan April maka ibu kora RI di Djogjakarta dipulihkan dan Presiden dan Perdana Menteri dikembalikan ke Djogjakarta sambil mempersiapkan perundingan KMB di Den Haag. Untuk menyiapkan peralihan ini Soeltan Djogja mencari Jenderal Soedirman atau Major Jenderal TB Simatoepang. Jenderal Soedirman tidak berhasil ditemukan karena diduga berada di wilayah gerilya di Kediri, tetapi berhasil menemukan di wilayah gerilya Banaran. Kehadiran TB Simatoepang menjadi penting karena pasukan Belanda harus evakuasi dari Djogja. Jika tidak ada komandan militer tertinggi di Djogjakarta akan terjadi bentrok antara KNIL dengan pasukan/republik atau bisa jadi Djogjakarta chaos. Setelah evakuasi berhasil, lalu Perdana Menteri Mohamad Hatta tiba dan Presiden Soekarno menyusul kemudian. Saat situasi dipulihkan dio Djogjakarta ini Jenderal Soedirman mengetahui situasi yang baru dan kembali ke Djogjakarta tetapi tidak bersedia bertemu dengan Presiden dan Perdana Menteri (dan lebih nmemilih berada di perbatasan kota). Yang menyambut kedatangan Jenderal Soedirman di pinggir Djogjakarta adalah Majoor Jenderal TB Simatoepang. Saat inilah Rosihan Anwar dan sejumlah jurnalis republik mewawancarai Jenderal Soedirman (lihat foto: Rosihan Anwar depan kiri).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Persatuan Wartawan Indonesia: Rosihan Anwar

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar