Selasa, 16 Januari 2024

Sejarah Bahasa (241): Bahasa Inanwatan Bahasa Suabo Pantai Barat Vogelkop Kepala Burung Pulau Papua;Inanwatan dan Amaroe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Inanwatan sebuah distrik di kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Orang Inanwatan adalah salah satu suku diantara Teminabuan dan Inanwatan dengan bahasa sendiri-sendiri. Pada masa ini di distrik Inanwatan adalah Metemani, Sagapuri, Oderauw, Kaiso, Sunami, dan Inanwatan; di distrik Teminabuan adalah Tehit, Ogit dan Sawiat. Kelompok Inanwatan dikenal budaya ‘kain timur, sebagai kain suci setara mahar dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kepercayaan.


Suabo atau Inanwatan adalah bahasa Papua di Papua Barat. Bahasa ini sering diklasifikasikan dalam rumpun bahasa Kepala Burung Selatan tetapi dapat juga membentuk rumpun bahasa independen bersama dengan Duriankere. Inanwatan terutama dituturkan di desa Inanwatan juga di desa Seget. Bahasa Inanwatan terancam punah. De Vries melaporkan pada tahun 2004 bahwa sebagian besar orang berusia di atas 50 tahun yang fasih berbicara, dan generasi terbaru tidak mengetahuinya. Menurut perkiraannya, Inanwatan memiliki 800 atau kurang penutur, dari populasi etnis sekitar 3.000 orang. Bahasa Inanwatan juga dikenal dengan nama Bira, Suabo, Iagu dan Mirabo sedangkan Inanwatan sendiri paling sering menyebutnya sebagai nidáibo 'bahasa kami'. Bahasa ini paling erat hubungannya dengan bahasa Duriankari (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Inanwatan bahasa Suabo di pantai barat Vogelkop Kepala Burung pulau Papua? Seperti disebut di atas bahasa Inanwatan ditututkan di Inanwatan. Nama Inanwatan dan Amaroe. Lalu bagaimana sejarah bahasa Inanwatan bahasa Suabo di pantai barat Vogelkop Kepala Burung pulau Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Inanwatan Bahasa Suabo Pantai Barat Vogelkop Kepala Burung Pulau Papua; Nama Inanwatan dan Amaroe 

Nama bahasa Inanwatan merujuk nama tempat Inanwatan. Sejak kapan kampong Inanwatan terinformasikan? Satu yang jelas Kampong Baroe belum lama dibuka (lihat De Preanger-bode, 22-01-1911). Disebutkan pembangunan kampong baru sebagai pesanggrahan dan juga tempat Radja yang baru dilantik. Kampong Baru ini diduga dimana kini tempat Puskesmas Matemani (desa Nusa).


Kampong Baru berada di sisi utara sungai Kais tidak jauh dari muara. Kampong Inanwatan diduga dalah kampong yang sudah sangat tua. Secara geomorfologis kampong Inanwatan ini diduga dulunya berada di suatu pulau. Pulau Inanwatam ini berada di suatu teluk dimana sungai Kais bermuara. Proses sedimentasi jangka panjang wilayah terluk menjadi rawa-rawa yang kemudian terbentuk daratan baru yang menyatukan pulau dengan daratan pulau Papua. Jalan air yang terbentuk di dalam rawa-rawa tempo dulu menuju laut menjadi awal mula terbentuk sungai Matemani dan sungai Inanwatan.

Sungai Kais berhulu di danau Amaroe (kini disebut Ayamaru). Inanwatan sebagai kota pantai yang menjadi pusat perdagangan awal yang terhubung ke wilayah populasi di danau Amaroe di pedalaman. Kota Inanwatan adalah kota tua sedangkan tetangganya kota Teminabuan adalah kota yang lebih baru.


Nama Inanwatam dan Amaroe besar kemungkinan nama yang sudah dikenal sejak zaman kampau. Duan ama ini diduga memiliki makna masa lampau dan saling terkait. Nama Ina mungkin terkait dengan ina-ibu dan Ama mungkin terkait dengan ama-ayah. Roe diduga berasal dari kata aroe yang artinya sungai. Bagaimana dengan nama Kais?

Bahasa Inanwatam juga disebut bahasa Suabo. Nama Suabo terinformasikam pada tahun 1906 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-12-1906). Disebutkan Soeabor adalah sebuah daratan diantara muara sungai Kaiboes dan muara sungai Waronge. Seperti halnya Inanwatam, di daratan Soeabo ini terbentuk kampong baru di bagian dalam sungai Kaibaoes yang disebut kampong Konda.  


Apakah dalam hal ini secara geomorfologis daratan Soeabo ini dulunya suatu pulau di teluk Kaiboes? Nama sungai Kais dan nama sungai Kaiboes mirip yang kata asal ‘kai’. Dalam bahasa Portugis ‘cayo’ (yang dieja orang local ‘kai’ atau ‘kei’) adalah teluk. Nama yang mirip juga adalah Kaukas/Kokas di sisi selatan gerbang teluk Bintuni. Kaukas ini juga berada di suatu teluk dimana di depan teluk terdapat pulau Ogar (Semenanjung Onin). Bagaimana menjelaskan teluk Kais secara geomorfologis dapat diperhatikan pada peta navigasi yang diterbitkan tahun 1911. Dalam peta sungai Inanwatan sangat dalam yang mana di sekitar kampong Inanwatan sekitar 24-30 M kedalaman. Boleh jadi ini merupakan titik terdalam teluk dari masa lampau. Sementara di pesisir kedalaman laut mulau daratan Inanwatan lalu kemudian wilayah rawa-rawa dan selanjutnya wilayah laut dangka; (3-6 M) dan kemudian semakin dalam sekitar 10 M lalu semakin dalam kea rah laut lepas. Idem dito dengan sungai Matemani dan sungai Kais adalah perairan dalam.

Nama bahasa Inanwatan juga disebut bahasa Soeabo. Nama Inanwatan sendiri juga disebut Bira. Mengapa? Pada awalnya ada dua nama tempat di sungai Inanwatan yakni Bira di muara sungai dan Inanwatan agak ke dalam. Kampong (muara) Bira ini tidak jauh dari kampong Sege di desa Serkos yang sekarang. Besar dugaan kampong Bira ini ditinggalkan dan penduduknya pindah ke kampong Inanwatan (kampong induk?). Pada masa ini sebagai nama suku adakalanya disebut suku Inanwatan dan juga suku Bira Inanwatan.


Mengapa di dua teluk (Kais dan Kaiboes) tempo doeloe terbentuk pusat perdagangan? Pusat perdagangan ini diduga sudah eksis di era Portugis bahkan jauh sebelum kehadiran pelaut-pelaut Portugis (masih era pedagang-pedagang Moor). Wilayah pedalaman di kedua teluk ini kaya dengan produk damar di daerah danau Amaroe. Getah damar adalah produk perdagangan zaman kuno yang terhubung hingga jauh ke Eropa. Salah satu kegunaan damar ini sebagai bahan bakar penerangan.  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Inanwatan dan Amaroe:  Bahasa Inanwatan dan Bahasa Ayamaru

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar