Sabtu, 08 Februari 2025

Sejarah Diaspora (1): Orang Indonesia di Kaledonia Baru di Pasifik; Migran dari Jawa Sejak 1896, Konsulat Indonesia Sejak 1951


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Diaspora dalam blog ini Klik Disini

Banyak diaspora asing di Indonesia yang telah menjadi warga negara Indonesia termasuk dari Belanda; sebaliknya banyak diaspora Indonesia di Belanda yang sudah menjadi warga negara Belanda. Bagaimana dengan di negara lainnya? Mari kita selidiki satu per satu dimulai dari negara Kaledonia Baru di Pasifik.


Kaledonia Baru (Nouvelle-Calédonie) awalnya sebuah departemen (wilayah kabupaten) luar negeri Prancis di Oseania. Wilayah ini ditemukan James Cook tahun 1774 dan memberi nama Kaledonia Baru. Prancis mengambil alih wilayah ini tahun 1853 dan membangun Noumea sebagai kota utama yang sejak 1864 hingga 1897 dijadikan sebagai lokasi pembuangan sebanyak 22.000 tahanan. Gubernur Paul Feillet kemudian menghapuskan hukuman para tahanan, yang lalu disusul mendatangkan migran pekerja dari Asia di Kaledonia Baru. Dalam konteks Koeli Ordonantie 1880 untuk perkebunan Belanda di Sumatra, Prancis meminta buruh kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk dipekerjakan di pertambangan nikel dan perkebunan di Kaledonia Baru. Migran pekerja pertama dari Jawa dikirim 170 pekerja dan tiba di Kaledonia pada 16 Februari 1896. Selepas Perang Pasifik, 1946, Kaledonia Baru tetap menjadi wilayah luar negeri Prancis. Konsulat Indonesia dibuka  di Noumea 13 Mei 1951 yang dipimpin Susetyo (1951-1953). Tahun 1953, status kewarganegaraan Prancis diberikan kepada semua warga Kaledonia Baru, tanpa memandang etnis dan status. Konsul Indonesia berikunya adalah Abdul Gani Samil, 1953–1958 (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah orang Indonesia di Kaledonia Baru di Pasifik? Seperti disebut di atas, banyak diaspora Indonesia di berbagai tempat di berbagai belahan dunia termasuk Kaledonia baru. Ini semua bermula adanya migran yang didatangkan dari Jawa sejak 1896 yang kemudian diduga menjadi dasar pembentukan konsulat Indonesia di Kaledonia Baru sejak 1951. Lalu bagaimana sejarah orang Indonesia di Kaledonia Baru di Pasifik? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Orang Indonesia di Kaledonia Baru di Pasifik; Migran dari Jawa Sejak 1896 dan Konsulat Indonesia Sejak 1951

Seperti dikutip di atas, Kaledonia Baru (Nouvelle-Calédonie) menjadi wilayah luar negeri Prancis di Oseania, suatu wilayah yang kali pertama ditemukan James Cook tahun 1774 yang memberinya nama Kaledonia Baru. Saat Inggris sudah mapan di Australia, pelaut Prancis mengambil alih wilayah Kaledonia Baru tahun 1853 dan kemudian membangun Noumea sebagai kota utama.


Wilayah Pasifik yang luas bukanlah asing bagi orang Indonesia, bahkan sejak zaman kuno. Mengapa? Ada banyak kosa kata yang mirip yang digunakan di pulau-pulau Pasifik dengan bahasa-bahasa di Indonesia. Pengenalan wilayah Pasifik baru tercatat sejak era kehadiran orang Eropa terutama sejak kehadiran Belanda. Armada Belanda dipimpin Admiral van Hagen menaklukkan benteng Portugis di Amboina pada tahun 1605. Setahun kemudian dua pelaut menemukan selat Torres. Pelaut Spanyol Luiz Velez de Torres melewati rute yang tak lazim dari pantai barat Amerika Selatan melalui Pasifik via selat sempit dan dangkal antara Papua dan Australia hingga ke Maluku terus ke Filipina. Pada tahun ini juga pelaut Belanda Willem Jansz dari Sunda Kalapa (Batavia) melakukan ekspedisi ke Laut Arifuru hingga ke Semenanjung Cape York di Teluk Carpentaria di Selat Torres di Australia. Pada tahun 1612 pelaut Belanda menaklukkan Portugis di Solor dan Koepang sehingga orang Portugis bergeser ke bagian timur pulau Timor (kini wilayah Timor Leste). Beberapa tahun kemudian pelaut Belanda Dirk Hartog tahun 1616 melakukan ekspedisi dari Afrika Selatan melalui Lautan Hindia hingga menemukan pantai barat Australia terus lanjut ke Sunda Kalapa. Sebagaimana penamaan selat Torres, hal itu juga mengapa daratan luas Australia disebut Nieuw Holland. Pada tahun 1841 pelaut Belanda yang berpusat di Batavia menaklukkan Malaka dan Kamboja. Setahun kemudian pelaut Belanda Abel Tasman melakukan ekspedisi dari Afrika Selatan melalui rute yang sama dengan Hartog tetap lurus ke timur hingga menemukan pulau Tasmania. Pulau ini awalnya disebut van Diemens Land (nama Gubernur Jenderal Hindia Timur) dan kemudian digantikan dengan nama penemunya menjadi pulau Tasmania. Abel Tasman lanjut ke pulau-pulau Pasifik seperti di wilayah Selandia Baru, terus ke pantai utara Papua, terus ke Maluku dan terus ke Batavia. Hal itulah mengapa nama Selandia Baru awalnya disebut Nieuw Zeeland (Tanah orang Zeelandia/Belanda). Pada tahun 1644 Abel Tasman melakukan ekspedisi ke Selat Torres yang pernah dikunjungi Willem Jansz, tetapi Tasman memerluas ekspedisi hingga menyusuri pantai utara Australia hingga ke pantai barat ditemukan orang Belanda (tempat yang ditemukan Dirk Hartog) terus ke Batavia. Sejak inilah pulau Natal dan pulau Cocos di selatan Jawa dijadikan persinggahan pelayaran. Dalam hal ini wilayah Hindia Timur dan wilayah Australia sejak Abel Tasman menjadi wilayah pelayaran perdagangan orang Belanda sebagai satu kesatuan. Setelah lebih dari satu abad wilayah pesisir Australia sebagai wilayayah pelayaran perdagangan Belanda yang berpusat di Batavia, kemudian pelaut Inggris dari James Cook pada tahun 1770 melakukan ekspedisi dari pantai barat Amerika melalui Pasifik seperti Tahiti dan Kaledonia Baru mendarat di pantai timur Australia (Sidney) dan lalu melalui selat Torres dan singgah di Koepang sebelum mendarat di Batavia. Saat ini koloni terjauh Inggris berada di Bengkoelen (Sumatra). Dalam laporan James Cook yang dipublikasikan tahun 1774 salah satu rekomendasinya adalah ada baiknya Sidney dijadikan pemerintah kerajaan Inggris sebagai wilayah koloni baru. Sebagaimana diketahui pada tahun ini Inggris mulai terusir dari Amerika, dimana kemudian Amerika Serikat menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1776. Pada tahun 1778 skuadron Inggris yang ditempatkan di Calcutta (India) direlokasi ke Bengkoelen. Boleh jadi hal ini untuk mengusir orang Belanda dari Australia sebagai wilayah koloni baru. Sejak inilah pulau Cocos dan pulau Natal diakuisisi oleh pelaut-pelaut Inggris (antara Bengkoelen dan Australia). 

Pada tahun 1870 dua kapal perang Prancis tiba di Batavia, keduanya datang dari Kaledonia Baru (lihat Makassaarsch handels-blad, 26-10-1870). Disebutkan para kapten kapal perang ini kaget di Batavia karena baru mengatahui negara mereka (Prancis) tengah berperang dengan Jerman. Mengetahui hal itu para perwira kedua kapal mendesak kepada kedua komandan kapal segera bergegas ke Prancis untuk memberi bantuan. Lalu dilakukan persiapan pelayaran jarak jauh ke Eropa dengan mengisi penuh kedua kapal dengan batubara dan pada salah satu kapal dilakukan perbaikan ketel uap utama.


Batavia adalah kota utama orang Eropa di timur, bahkan sejak awal kehadiran Belanda. Ini bermula, sejak pelaut-pelaut Belanda menguasai Maluku dan pulau-pulau nusa tenggara, pos perdagangan utama Belanda di Hindia Timur direlokasi dari Amboina ke Batavia pada tahun 1619. Setelah kahadiran Inggris di Bengkoeloe dan Australia (pantai timur dan pantai barat), Batavia sempat terancam oleh Inggris dan kemudian pada era Napoleon (Prancis menaklukkan Belanda di Eropa) pada tahun 1811 pelaut-pelaut Inggris menaklukkan Pemerintah Hindia Belanda di Batavia dan seluruh Jawa. Namun setelah Inggris mengalakan Prancis, kerjasama Inggris dan Belanda menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda dipuliahkan pada tahun 1816. Lalu kemudian, pada tahun 1824 dilakukan perjanjian dimana dilakukan tukar guling wilayah Inggris di Bengkoelen dengan wilayah Belanda di Malaka. Sejak itulah Hindia Belanda (yang kini menjadi wilayah Indonesia) sepenuhnya dikuasaii Belanda dengan pengecualian wilayah Timor timur (Portugis). Di lain pihak sejak kehadiran Prancis di Kaledonia Baru awal tahun 1850an, seperti kita lihat nanti orang-orang Jerman pada awal tahun 1880an mengokupasi wilayah bagian timur Papua (dimana bagian barat sudah lama diklaim oleh orang Belanda). Pada tahun 1890an ditarik garis batas barat dan timur yang membelah pulau Papua dari utara ke selatan. 

Wilayah Pasifik yang begitu luas (di luar Hindia Belanda, Australia dan Filipina) dan banyak pulau-pulau, klaim mengklaim sesama Eropa terjadi. Demikianlah antara lain yang terjadi dengan pulau-pulau Kaledonia Baru (Prancis) dan bagian timur pulau Papua (Jerman). Wilayah klaim Belanda yang dulunya sangat luas (Hindia Timur dan Australia) menjadi hanya tersisa wilayah Pemerintah Hindia Belanda minus Timor timur (yang kini menjadi wilayah Indonesia). Dalam konteks inilah kemudian terinformasikan kehadiran migran asal Jawa di Kaledonia Baru. Kehadiran migran asal Jawa ini di Pasifik dalam hubungannya dengan kebutuhan tenaga kerja, tidak hanya bagi orang Jerman dan juga bagi orang Prancis dan orang Inggris di Australia.


Orang Prancis pertama di Kaledonia Baru adalah Pater Viard (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 02-11-1846). Disebutkan Pater Viard salah satu misionaris di Kaledonia Baru, telah ditunjuk Paus sebagai Uskup. Pada tahun 1853 mengambilalih wilayah Kaledonia Baru (lihat Rotterdamsche courant, 17-02-1854). Disebutkan dalam majalah Moniteur mengonfirmasi berita pengambilalihan Kaledonia Baru atas nama Prancis. Pada tanggal 24 dan 29 September tahun lalu, Laksamana Muda Febvier-Despointes mengibarkan bendera Prancis di pulau utama kepulauan tersebut. Maksud Pemerintah adalah mendirikan koloni bagi para hukuman di pulau-pulau tersebut. Rotterdamsche courant, 12-08-1856: ‘Rencana yang sudah dibahas, untuk mengirim para pengungsi dari semua golongan sebagai penjajah ke Kaledonia Baru, konon, akan dilaksanakan lebih cepat lagi mengingat laporan menyedihkan yang diterima dari koloni Cayenne (Guyana Prancis di Amerika Selatan), dimana, meskipun Pemerintah telah berupaya keras menjaga kesehatan para narapidana, demam biasa masih menimbulkan malapetaka yang sangat besar sehingga angka kematiannya melebihi tiga puluh persen. Sejumlah pelaku terburuk melarikan diri ke hutan, tetapi disiksa dengan sangat parah karena kelaparan hingga akhirnya saling memangsa. Mereka yang dibuang karena pelanggaran politik berada di pulau yang tidak dapat mereka tinggalkan, tetapi tidak ada pekerjaan yang dibebankan kepada mereka dan makanan diantarkan kepada mereka setiap hari’. Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 17-05-1857: ‘Pemerintah telah memutuskan untuk terus mengirim mereka yang dijatuhi hukuman deportasi ke Cayenne sampai pengaturan yang diperlukan telah dibuat di Kaledonia Baru. Diperkirakan ini akan memakan waktu 2 tahun lagi’. Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 23-06-1857: ‘Pemerintah telah mengumumkan bahwa rencana pemindahan koloni hukuman dari Cayenne ke Kaledonia Baru belum dibatalkan. Namun, belum ada keputusan khusus yang dibuat mengenai masalah ini, karena komite belum dapat menyetujui waktu pengenalan’. Nederlandsch Indie, 31-07-1857: ’Komite yang ditunjuk untuk memeriksa rencana transportasi ke Kaledonia Baru telah menyelesaikan pekerjaannya. Diasumsikan bahwa Kaisar akan dapat menandatangani dekrit terkait sekembalinya ke Paris. Dikatakan bahwa Kaledonia Baru telah ditetapkan dengan suara bulat sebagai tempat yang paling cocok untuk dijadikan koloni hukuman bagi kami’. Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage: ‘05-08-1857: ‘Kementerian Angkatan Laut telah menerima laporan yang menguntungkan dari Komandan Dubouzet mengenai kesesuaian Kaledonia Baru sebagai koloni angkatan laut’. Groninger courant, 30-09-1857: ‘Gubernur baru Kaledonia Baru telah mengeluarkan proklamasi dalam bahasa nasional yang menyatakan bahwa Kaledonia Baru sekarang menjadi milik Prancis dan bahwa memakan manusia selanjutnya akan dianggap dan dihukum sebagai pembunuhan. Mereka ingin menghentikan kebiasaan buruk ini dengan sekuat tenaga’. Nieuw Amsterdamsch handels- en effectenblad, 08-02-1858: ‘Situasi orang-orang yang dideportasi di Cayenne mulai membaik; diyakini bahwa koloni hukuman ini hanya akan menampung narapidana non-politik. Lembaga-lembaga yang akan didirikan sebagai koloni hukuman di Kaledonia Baru akan digunakan untuk narapidana politik’. Nederlandsch Indie, 12-02-1858: ‘Tahun lalu ada pembicaraan tentang pemindahan koloni hukuman yang didirikan di Cayenne ke Kaledonia Baru. Namun, Journal du Havre kini melaporkan bahwa sejak saat itu laporan yang lebih memadai telah diterima tentang keadaan kesehatan di koloni tersebut; sebagai hasilnya, imigrasi yang dibangun di Cayenne akan dipertahankan. Hanya saja disebutkan bahwa sebuah tempat baru untuk narapidana politik akan didirikan di l'ile des Pins, di Caledonia’ (lihat juga Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 08-05-1858). Nederlandsch Indie, 16-07-1858: ‘Deposit mengandung emas yang ditemukan di Kaledonia Baru telah menarik banyak emigran ke sana, dan tentu saja juga menarik perhatian pemerintah Inggris. Hasilnya adalah pemerintah telah mengusulkan rancangan undang-undang yang bertujuan untuk mendirikan pemerintahan kolonial reguler di Kaledonia Baru (wilayah antara Pegunungan Rols dan Samudra Pasifik). Maka dengan demikian bagian British North America ini, seperti Pulau Vancouver, akan ditarik dari kewenangan Hudson's Nest Company. DPR telah menyetujui rancangan undang-undang tersebut, setidaknya pada poin-poin utama’. 

Seiring dengan terbentuknya koloni Prancis di Pasifik di Kaledonia Baru, dan adanya relasi pelayaran antara Batavia dan Kaledonia Baru, mulai muncul rute pelayaran regular antara Prancis di Eropa dengan Hindia Belanda, Australia dan Pasifik. Pelayaran pertama in sudah berlangsung sejak 29 Agustus 1872. Kota-kota pelabuhan yang disinggahi di Hindia Belanda adalah Padang, Benkoelen, Batavia, Samarang, Soerabaia dan Koepang.  


De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 02-09-1872: ‘Samarang. Navigasi uap. Kami terima kemarin, kata koran N. Bataviasch Hand. tanggal 29 Agustus, surat kabar Marseille memuat pengumuman tentang layanan kapal uap baru ke Australia. Dengan nama Ligne normale de Vêcéanie, kapal uap kelas satu itu akan dioperasikan, singgah di Havre, Marseille, Obok, Galle, Padang, Benkoelen, Batavia, Samarang, Soerabaia, Koepang, Somerset (Australia), Diaote dan Noumea (Kaledonia Baru). Tuan Jules Lemaitre, rue Vacon, No. 60, adalah seorang agen di Marseille. Kapal uap pertama dari layanan ini meninggalkan Marseille pada tanggal 20 Agustus’. 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Migran dari Jawa Sejak 1896 dan Konsulat Indonesia Sejak 1951: Kebutuhan Tenaga Kerja pada Masa Kolonial   

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar