*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini
Dalam rangka Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) tanggal 2 Mei, seharunyas tidak lupa mengingat sejarah majalah pendidikan Indonesia. Penetapan tanggal tersebut didasarkan pada kelahiran Ki Hadjar Dewantara pendiri sekolah Taman Siswa. Ki Hadjar Dewantara pendiri sekolah Taman Siswa menjadi Menteri Pendidikan Indonesia pertama yang kemudian digantikan oleh Dr Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia.
Bintang Hindia terbit pertama kali di Batavia pada 1903. Koran ini terbit empat bulan sekali. Menurut buku Seabad Pers Kebangsaan, 1907–2007, Bintang Hindia hadir untuk mengkonstruksi kesadaran pribumi atau untuk kemajuan pribumi. Hal tersebut tak bisa dilepaskan dari semangat para pendirinya yang mendukung politik etis. Abdul Rivai, seorang tokoh zaman pergerakan, tercatat sebagai redaktur. Koran ini terdiri atas 16 halaman. Koran ini merupakan koran pertama dengan perwajahan dan tataletak paling artistik pada zamannya. Hal tersebut karena Bintang Hindia memuat foto-foto yang berhubungan dengan kemajuan dan kemolekan tanha Hindia Belanda. Pemuatan foto hampir mengambil 60 persen halaman. Sepanjang 1922-1923, misalnya. Bintang Hindia memuat foto-foto tentang negeri Belanda seperti salju, teknologi, atau pribumi-pribumi yang sekolah di Belanda (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah majalah pendidikan Insulinde di Padang dan Bintang Hindia di Belanda? Seperti disebut di atas, dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional, seharunyas tidak lupa mengingat sejarah majalah pendidikan Indonesia. Sebab ada dua majalah pendidikan Indonesia yang telah diterbitkan jauh sebelum Ki Hadjar Dewantara mendirikan sekolah Taman Siswa. Lalu bagaimana sejarah majalah pendidikan Insulinde di Padang dan Bintang Hindia di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Majalah Pendidikan Insulinde di Padang dan Bintang
Hindia di Belanda; Soeloeh Pengadjar di Probolinggo
Ada dua sekolah tinggi bagi pribumi yang sudah lama terselenggara (sejak 1850an) yakni beberapa sekolah guru (kweekschool) di berbagai tempat dan sekolah kedokteran (Docter Djawa School di Batavia). Alumni kedua sekolah itu menjadi kawah candradimuka bagi orang pribumi. Pada tahun 1895 Docter Djawa School mengadakan ujian akhir yang mana salah satu yang lulus adalah Abdoel Rivai. Sementara pada tahun 1895 alumni Kweekschool Padang Sidempoean, Dja Endar Moeda menjadi kepala redaksi surat kabar baru berbahasa Melayu Pertja Barat.
Dja Endar Moeda sendiri lulus Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1884 dan kemudian ditempatkan sebagai guru di Batahan dan kemudian di Air Bangis. Pada tahun 1887 Dja Endar Moeda diangkat menjadi redaktur majalah pendidikan Soeloeh Pengadjar yang diterbitkan di Probolinggo. Majalah pendidikan Soeloeh Pengadjar sendiri terbit pertama kali tahun 1887 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-02-1887). Disebutkan kami menerima edisi perdana majalah bulanan Soeloeh-Pengadjar tahun pertama, obor bagi para guru. Majalah ini disunting oleh LF Tuyl Schuitemaker, kepala guru di sekolah guru (kweekschool) di Probolingo dan diterbitkan oleh firma P Schuitemaker di sana. Tidak diragukan lagi majalah ini, seperti majalah Belanda, memenuhi persyaratan. Majalah bulanan untuk pendidikan memenuhi kebutuhan yang telah lama dirasakan. Lalu pada tahun 1892 Dja Endar Moeda di Singkil mengajukan pensiun dini sebagai guru pemerintah dan kemudian berangkat haji ke Mekkah. Hadji Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda baru pulang haji dari Mekkah dan memilih tinggal di kota Padang dan kemudian mendirikan sekolah swasta bagi pribumi. Selain menulis buku-buku pelajaran, Dja Endar Moeda juga menulis untuk umum termasuk novel. Novel Dja Endar Moeda berjudul Hikajat Tjinta Kasih Sajang diterbitkan oleh Otto Bäumer di Padang pada tahun 1895. Dengan portifolio tersebutlah diduga penerbit surat kabara Pertja Barat mengangkat Dja Endar Moeda sebagai pemimpin redaksi.
Pada tahun 1899 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar Pertja Barat dan juga sekaligus percetakannya. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar baru berbahasa campuran bahasa Melayu dan bahasa Batak yang diberi nama Tapian Na Oeli. Sebagai pribumi yang memiliki portofolio yang tinggi di Padang, Dja Endar Moeda menginisiasi pembentukan organisasi kebangsaan (nasional) di Padang yang diberi nama Medan Perdamaian (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 20-02-1900). Sebagai presiden Medan Perdamaian, Dja Endar Moeda mulai menginisiasi majalah pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penduduk dalam bidang pembangunan, pertanian, industry dan sebagainya.
Dr Abdoel Rivai setelah lulus dari Docter Djawa School pada tahun 1895 ditempatkan sebagai dokter pemerintah di Tandjoeng Morawa, Ooskust Sumatra. Pada tahun 1899 mengundurkan diri sebagai dokter pemerintah dan kemudian berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi. Sementara mulai menjalani studi di Amsterdam, Abdoel Rivai merintis majalah bulanan berbahasa Melayu yang diberi nama Pewarta Wolanda. Sebelumnya sudah ada majalah berbahasa Melayu yang diterbitkan di Belanda sejak tahun 1891 yang dipimpin oleh Y Strikwerda dimana kemudian terhitung tanggal 1 Desmeber 1898 Terhitung sejak tanggal 1 Desember 1898 Y Strikwerda digantikan oleh Dr AA Fokker (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-01-1898). Namun Pewarta Wolanda tidak terbit teratur dan tersendat-sendat karena kekurangan finansial.
Majalah pendidikan yang didirikan Dja Endar Moeda di Padang diberi nama Insulinde Insulinde (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-03-1901). Salah satu asisten redaksi majalah Insulinde adalah Baginda Djamaloedin yang belum lama lulus di sekolah guru (kweekschool) Fort de Kock. Dalam hal ini majalah Insulinde yang akan terbit pertama tanggal 1 April 1901 dapat dikatakan adalah organ dari organisasi kebangsaan Medan Perdamaian. Majalah Insulinde dijual dengan harga tinggi, yang boleh jadi menjadi salah satu sumber pendapatan Medan Perdamaian.
De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-03-1901: ‘Dari Padang. Seseorang menulis kepada De Locomotief mulai tanggal 1 April. Sebuah majalah bulanan Melayu akan muncul di sana dengan nama Insulinde, yang diedit oleh Dja Endar Moeda, yang saat ini menjadi editor surat kabar harian Melayu Pertja Barat di sana. Ini adalah majalah yang cukup mahal, biaya berlangganannya 6 gulden setahun untuk 12 edisi’.
Tidak lama setelah majalah Insulinde, Soerat Chabar Soldadoe yang diterbitkan di Batavia yang dipimpin Clockener Brousson akan bergabung tanggal 15 April 1901 dengan eks Pewarta Wolanda di Belanda yang dipimpin oleh Abdoel Rivai dengan membentuk suatu majalah baru bergambar dengan nama Bandera Wolanda.
De Preanger-bode,
25-03-1901: Tanggal 15 April Soerat Chabar Soldadoe dan eks Pewarta Wolanda
akan bergabung menjadi sebuah majalah Melayu bergambar: Bandera Wolanda. Para
editornya adalah Letnan Satu Clockener Brousson dari tentara Belanda, J. E.
Tehupeiory, élève dari sekolah Dokter-Djawa, dan F. Wiggers, editor dari
Pembrita Betawi, bekerjasama dengan Tuan Pangeran Harijo Sasraningrat di Djokja,
Nawawi Galar Soetan Maamoer, guru di Kweekschool di Fort de Koek, Datoe Soetan
Maharaja di Padang, J. Thenu dan F. J. Marunaja di Koeta Radja, M. A. Sahuleka
di Magelang dan Litn Soen Hwat di Siboga. Di Belanda adalah Abdul Rivai, mantan editor Pewarta Wolanda, med.
mahasiswa di Amsterdam, dan Radhen Mas Pandji Sasra Kartana di Den Haag.
Pelukis Jawa Mas Abdullah di Amsterdam akan mengilustrasikan majalah tersebut.
Karena harga berlangganannya hanya 1,50 gulden per tahun, kami yakin banyak
orang Eropa yang ingin belajar berbicara dan menulis bahasa Melayu dengan baik
dan benar akan berlangganan majalah baru ini. Salinan contoh akan dikirim
berdasarkan permintaan segera setelah diterbitkan oleh firma Albrecht and Co.
yang dikirim ke Batavia.
Majalah Insulinde di Padang masih tetap eksis dengan motto ‘Haloean bagi segala Perijaji dan toean-toean yang hendak menoentoet ilmoe kepandaian dan sebagainja’. Akan tetapi tidak demikian dengan Bandera Wolanda. Seperti para pendahulunya, Bandera Wolanda juga tidak lama eksis karena alasan tertentu. Clockener Brousson di Belanda bersama NJ Boon berinisiatif mendirikan majalah baru berbahasa Melayu yang diberi nama Bintang Hindia. Clockener Brousson juga mengajak Raden Mas Ario Koesoema Joedha dan Abdul Rivai.
De Telegraaf, 14-03-1902: ‘Tuan H. C. C. Clockener Brousson, yang telah mengundurkan diri sebagai editor surat kabar Melayu "Bandera Wolanda", sekarang akan meluncurkan majalah Melayu baru, "Bintang Hindia", yang akan diterbitkan oleh firma N. J. Boon di Amsterdam. Siswa Rahden Mas Ario Koeioema Joedha (adik Pakoe Alam VI dari Djocja) dan Abdul Rivai akan membantu Pak Brousson di bagian editorial’.
Organisasi Medan Perdamaian di Padang adalah organisasi nasional yang tidak eksklusif bagi dirinya sendiri. Pada tahun 1902 ini organisasi Medan Perdamaian yang dipimpin oleh direktur (ketua) Dja Endar Moeda sebagaimana dilaporkan De Locomotief (edisi 21-08-1902) bahkan telah memberi sumbangan bagi peningkatan pendidikan di Semarang sebesar f14490 yang diserahkan melalui Charles Adrian van Ophuijsen yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan Province Sumatra’s Westkust (Pantai Barat Sumatra). Charles Adrian van Ophuijsen adalah guru Dja Endar Moeda di Kweekschool Padang Sidempoean setahun sebelumnya menerbitkan kamus dan tata bahasa Melayu (yang kemudian dikenal Ejaan van Ophujsen).
Middelburgsche courant, 05-08-1902: ‘Dua salinan percobaan pertama teks Melayu bergambar Bintang Hindia diterbitkan oleh penerbit N. J. Boon di Amsterdam. Tujuannya adalah untuk terus mendistribusikan salinan percobaan di Hindia Belanda setiap bulan hingga 1 Januari 1903 dan kemudian dimulailah tahun pertama majalah yang terbit setiap dua minggu. Tim redaksi terdiri dari: Radhen Mas Ario Koesoema Joedha, H.C.C. Clockener Brousson, Radhen Mas Sajogo, Radhen Badaroeddin, Mas Saman, Oei Sian Thai dan Abdul Rivai.
Setelah nomor percobaan Bintang Hindia, Dr AA Fokker yang sejatinya seorang Indo lahir di Kramat, Batavia memberi kesan secara positif dalam penerbitan majalah berbahasa Melayu, Bintang Hindia. Bintang Hindia terbit pertama secara regular dua minggu sekali mulai tanggal 1 Januari 1903. Dr AA Fokker di Amsterdam ikut mendukung Bintang Hindia, Dr AA Fokker mempopulerkan majalah Bintang Hindia lewat suatu artikel yang dimuat dalam Algemeen Handelsblad, 13-02-1903.
Dr AA Fokker dalam artikelnya mencatat sudah banyak surat kabar berbahasa
Melayu dan majalah berbahasa Melayu yang tidak dapat diandalkan kecuali majalah
Insulinde di Padang yang diedit oleh Dja Endar Moeda. Dr AA Fokker sangat
berharap dan merekomendasikan majalah Bintang Hindia akan turut mengisi
kekosongan mutu majalah berbahasa Melayu yang dapat memperluas pembacanya tidak
hanya orang pribumi tetapi juga orang Belanda yang ingin mempelajari bahasa
Melayu. Menurut Dr AA Fokker majalah Bintang Hindia tidak akan memuat artikel
tentang opini terkait agama.
Pada bulan Februari 1903 ini Clockener Brousson akan berkunjung ke Hindia. Tujuannya adalah untuk menjajaki potensi pembaca dan kerjasama dengan berbagai pihak sehubungan dengan penerbitan majalah dwimingguan di Ameterdam (Bintang Hindia). Clockener Brousson terutama di Batavia, Bandoeng dan Semarang, yang kemudian ke Padang dan Medan.
Dja Endar Moeda, diantara orang pribumi adalah penulis besar di eranya. Dalam
mengelola majalah Insulinde di Padang dibantu oleh beberapa asisten orang
pribumi dan Indo (peranakan Belanda) diantaranya Baginda Djamaloedin dan
menantunya Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion. Nama-nama Indo antara lain RCW Welborn,
kelahiran Padang yang menjadi anggota/pengurus orang-orang Indo di Padang (Padangsche
Bond) dan Jur Mattheus guru sekolah zending di Soerabaja. Nama-nama yang bekerja
sebagai guru antara lain Soetan Proehoeman Lubis, dokter hewan di Fort de Kock,
Soetan Oloan, guru di sekolah Tanobato, Dja Parlagoetan, guru di Baroes, Darma
Koesoemoa, guru di Bandoeng. Mara Soetan guru di Idi, Mohamad Jaman gelar Radja
Enda guru di Palembang. Mohamad Saleh dokter di Taloe dan Mas Nitisastro di
Singaradja (Bali). Majalah Insulinde juga beredar di Belanda yang
didistribusikan oleh Schoenmaker, orang Indo Padang tetangga Dja Endar Moeda di
Pondok, Padang yang telah pindah ke Amsterdam.
Di Padang pada bulan April 1903 Clockener Brousson bertemu Hadji Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda. Seperti halnya Dr AA Fokker, Dja Endar Moeda di Padang juga ikut mendukung Bintang Hindia. Tentu saja, Dja Endar Moeda adalah seorang guru, yang tetap menjadi guru. Seperti pernah dikatakannya pada tahun 1897 bahwa pendidikan dan pers sama pentingnya: sama-sama mencerdaskan bangsa.
Dja Endar Moeda di Padang tidak hanya bertindak sebagai contributor tulisan untuk Bintang Hindia di Amsterdam, Dja Endar Moeda di Padang akan menjadi agen pemasaran Bintang Hindia di pantai barat Sumatra. Pada akhir tahun 1903 Dja Endar Moeda berangkat ke Belanda untuk membawa dua guru untuk melanjutkan studi di Belanda, yang juga akan membantu Bintang Hindia di Belanda. Salah satu dari dua guru tersebut adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan guru di Padang Sidempoean. Soetan Casajangan adalah adik kelas Dja Endar Moeda di Kweekschool Padang Sidempoean. Guru yang kedua adalah Baginda Djamaloedin, yang belum lama lulus di Kweekschool Fort de Kock yang juga menjadi asisten redaksi Dja Endar Moeda di majalah Insulinde di Padang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Soeloeh Pengadjar di Probolinggo: Charles Adrian van Ophuijsen dan Dja Endar Moeda di Indonesia, AA Fokker dan Abdoel Rivai di Belanda
Dja Endar Moeda dan Abdoel Rivai adalah dua yang pertama yang cukup aktif dalam pers Pendidikan. Dja Endar Moeda berlatar belakang sekolah guru, sedangkan Abdoel Rivai berlatar sekolah kedokteran.
Dalam Wikipedia Dja Endar Moeda Harahap disebut lahir di Padang Sidempuan, 1861. Pada 1884, ia lulus dari kweekschool Padang Sidimpuan. Sekolah ini merupakan sekolah yang didirikan oleh Willem Iskander. Selama bersekolah, Moeda menjadi salah satu murid Charles Adrian van Ophuijsen. Selepas lulus, ia diangkat menjadi guru pembantu di Air Bangis, lalu menjadi kepala sekolah di Batahan, Mandailing Natal pada 1886. Selama menjadi guru, ia juga menjabat sebagai editor untuk Soeloeh Pengadjar karena kemahirannya dalam Bahasa Belanda yang merupakan jurnal pendidikan yang diterbitkan di Probolinggo pada 1887. Sepulang dari naik haji tahun 1893, Dja Endar Moeda mengganti namanya menjadi Haji Muhammad Saleh dan memutuskan bermukim di Kota Padang. Di sana, ia mendirikan sekolah swasta dan menjadi redaktur Pertja Barat. Surat kabar ini didirikan oleh Lie Bian Goan dan terbit pertama kali Juni 1894. Berdasarkan laporan Sumatra Courant untuk edisi 20 Februari 1900, organisasi Medan Perdamaian didirikan Dja Endar Moeda pada tahun 1900. Organisasi ini pun berkembang dan juga berdiri di Pematang Siantar, Semarang dan Bukittinggi. Selama menjadi ketua, Dja Endar Moeda memberikan sumbangan untuk meningkatkan pendidikan di Semarang senilai 14.490 gulden yang dilaporkan oleh surat kabar De Locomotief pada edisi 21 Agustus 1902 melalui Ophuijsen. Selain Pertja Barat, Dja Endar Moeda juga menjadi pemimpin redaksi dua surat kabar, yaitu Tapian Na Oeli atau dalam bahasa Batak Mandailing yang artinya "Pemandian yang Indah" dan Insulinde. Tapian Na Oeli terbit di Sibolga pada tanggal 20 Oktober 1900. Surat kabar ini berhenti terbit pada tahun 1903. Adapun Insulinde merupakan majalah pendidikan yang diterbitkan di Pulau Jawa dan Sumatera. Surat kabar ini diterbitkan pertama kali pada bulan April 1901 yang bertujuan meningkatkan peranan guru dan priyayi untuk mencapai kemajuan bangsa. Catatan: dalam artikel lengkap di Wikipedia ini banyak kesalahan.
Seperti halnya deskripsi Dja Endar Moeda, deskripsi Abdoel Rivai juga banyak kesalahan yang elementer. Dua yang pertama kesalahan di dalam deksripsi Abdoel Rivai tempat lahir dan waktu meninggal dunia. Abdoel Rivai tidak lahir di Agam, dan juga ada kesalahan tahun meninggal. Kesalahan lainnya Abdoel Rivai tidak sekolah di STOVIA dan juga tidak lulus tahun 1894. Demikian juga ada kesalahan tahun kelulusannya di Belanda.
Dalam kutipan Wikipedia di atas, juga terdapat kesalahan. Disebutkan Bintang
Hindia terbit pertama kali di Batavia pada 1903. Faktanya terbit di Amsterdam.
Disebutkan koran ini terbit empat bulan sekali, faktanya terbit dua kali sebulan.
Lalu disebutkan sepanjang 1922-1923, misalnya. Bintang Hindia memuat foto-foto
tentang negeri Belanda seperti salju, teknologi, atau pribumi-pribumi yang
sekolah di Belanda. Faktanya Bintang Hindia yang diterbitkan di Amsterdam
berhenti pada tahun 1908. Itu sekadar beberapa saja kesalahan yang ada.
Catatan: sejarah Abdoel Rivai dan Bintang Hindia tampaknya perlu ditulis ulang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar