Tampilkan postingan dengan label Sejarah Lampung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Lampung. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Oktober 2022

Sejarah Lampung (12):Danau Ranau, Antara Residentie Palembang, Residentie Bengkulu dan Residentie Lampung; Danau di Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Danau adalah ranau? Ranau adalah danau. Nama danau Ranau tidak hanya di (pulau) Sumatra, juga ada di pulau Mindanao. Ada danau terbentuk di dataran rendah, ada juga di dataran tinggi, dan tentu saja ada danau du puncak gunung. Ada juga danau yang hilang, karena proses sedmientasi menjadi daratan dan ada juga hilang karena jebol. Danau Ranau berada di dataran tinggi pulau Sumatra. Satu yang penting, danau-danau di Sumatra adalah pusat-pusat peradaban awal di Sumatra. Danau terbesar di Siumatra adalah danau Toba di Sumatra Utara. Bagaimana dengan danau di Sumatra Selatan.


Danau Ranau adalah danau terbesar kedua di Sumatra setelah danau Toba. Danau ini terletak di perbatasan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatra Selatan dan Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Danau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Secara geografis topografi danau Ranau adalah perbukitan yang berlembah hal ini praktis menjadikan danau Ranau memiliki cuaca yang sejuk. Danau terkenal sering para nelayan untuk mencari ikan seperti mujair, kepor, kepiat, dan harongan. Tepat di tengah danau terdapat pulau yang bernama Pulau Marisa. Disana terdapat sumber air panas yang sering digunakan para penduduk setempat ataupun para wisatawan yang datang ke pulau tersebut, terdapat air terjun, dan penginapan. Danau ini juga menjadi objek wisata andalan dari Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Ada tiga tempat tujuan utama bagi para pengunjung Danau Ranau, Pantai Sinangkalan (Sumatera Selatan), Pantai Pelangi (Sumatera Selatan) Pantai Bidadari (Sumatera Selatan) Wisata Air Panas (Sumatera Selatan) Icon Ranau (Sumatera Selatan) dan Wisata Lombok (Lampung). Beberapa gangguan ekosistem yang terjadi di danau Ranau, salah satunya matinya ikan yang disebabkan pelepasan belerang H2S ke dalam air. Hal tersebut terjadi pada tahun 1962, 1993, 1998, dan pada 2011 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah danau Ranau, diantara Residentie Palembang, Residentie Bengkulu dan Residentie Lampung? Seperti disebut di atas, danau Ranau adalah salah satu danau pegunungan di (pulau) Sumatra. Danau Ranau milik dua atau tiga provinsi? Lalu bagaimana sejarah danau Ranau, diantara Residentie Palembang, Residentie Bengkulu dan Residentie Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 23 Oktober 2022

Sejarah Lampung (11): Marga di Lampung, Kuria di Batak dan Laras di Minangkabau; Sistem Federasi Pemerintahan Basis Marga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Marga di Tanah Batak berbeda dengan marga di Tanah Lampung. Marga di Tanah Batak antara lain Harahap, Nasution, Siregar dan Lubis. Sistem (pemerintahan adat) marga di Lampung kurang lebih sama dengan system (pemerintahan adat) kuria di Angkola Mandailing (Tapanuli Bagian Selatan). Sistem pemerintahan adat (wilayah) Minangkabau disebut laras dan di wilayah lainnya kurang lebih sama dengan nama yang berbeda seperti negeri. Sistem pemerintahan adat ini yang kemudian menjadi basise penyusunanan pemerintahan lokal pada era Pemerintah Hindia Belanda.


Masyarakat adat Lampung terdiri atas dua sistem pemerintahan adat yakni Masyarakat Komunitas Adat Budaya Lampung Saibatin (Peminggir/Pesisir) dan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang (Pepadun/Pedalaman). Masyarakat Komunitas Adat Budaya Saibatin dari dahulu hingga saat ini dinamakan Masyarakat Adat Lampung Peminggir (Pesisir). Karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat Lampung. Beberapa kepaksian serta kemargaan yang menggunakan sistem pemerintahan adat Saibatin antara lain: Bandar Lima Way Lima, Bandar Enom Semaka, untuk di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong, Kepaksian Nyerupa, Paksi Buay Belunguh, Paksi Buay Bejalan Diway. Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang atau yang sering kali juga dinamakan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Pepadun berdiam didaerah pedalaman Lampung. Beberapa kemargaan yang menggunakan sistem pemerintahan budaya Penyimbang antara lain: Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku, Buway Lima Way Kanan dan Bunga Mayang Sungkay, Marga Melinting peminggir, Marga Teluk Peminggir, Marga Pemanggilan Peminggir, Marga Rebang Semendo. Secara keseluruhan masyarakat Lampung terdiri atas beberapa kepaksian dan 83 kemargaan yang terhimpun dalam kemargaan dan kebuwayan (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah marga di Lampung, kuria di Angkola Mandailing Tanah Batak? Seperti disebut di atas, sistem pemerintahan adat (marga. Kurian, laras dan lainnya) dijadikan Pemerintah Hindia Belanda sebagai basis penyusunan pemerintahan lokal. Tidak seperti di Jawa, di zaman sebelumnya, sistem monarki tidak dikenal di Sumatra (seperti di Jawa) tetapi yang ada adalah sistem federasi (basis pemerintahan adat). Lalu bagaimana sejarah marga di Lampung, kuria di Angkola Mandailing Tanah Batak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (10): Batu Berak Situs Kuno di Wilayah Pedalaman, Batu Sejajar? Situs Megalitik Zaman Prasejarah Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Situs megalitik adalah penanda sejarah dimana terdapat awal peradaban. Adanya situs megalitik mengindikasikan terbentuknya populasi pendudk pada zaman kuno. Zaman serupa ini kerap disebut era prasejarah. Situs megalitik di Indonesia ditemukan di banyak tempat seperti Sulawesi Tengah (Lembah Napu, Lembah Besoa, Lembah Bada, Danau Lindu), Sumatra Utara (danau Toba) dan Lampung. Situs megalitik Gunung Padang di Jawa Barat (Cianjur) kini dalam tahap penyelidikan.


Situs Batu Berak merupakan salah satu peninggalan yang berasal dari masa prasejarah. Situs Batu Berak ini terletak di desa Pekon Purawiwitan, kecamatan Kebun Tebu, Lampung Barat. Situs ini juga disebut situs megalitik Kebon Tebu. Situs ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah Indonesia (SK: 3 Maret 2004). Sejarah Singkat, Lengkap dengan Strukturnya Dilansir dari laman Kemdikbud, Rabu (10/8/2022), peninggalan situs ini berupa dolemn berjumlah 30 buah yang terbuat dari batu monolit. Batu itu dalam posisi berjejer arah utara-selatan. Konon ini merupakan suatu formasi berbentuk orientasi tersendiri sepanjang kurang lebih 300m. Dua dolmen terbesar berukuran 315 x 210 x 66 cm dan 310 x 225 x 50 cm. Kaki dolmen rata-rata berjumlah tiga dan empat, ada juga yang enam. Berak merupakan istilah dari bahasa Lampung yang artinya sejajar. Jika diartikan, Batu Berak berarti batu sejajar. Batu Berak pertama kali ditemukan oleh Badan Rekonstruksi Nasional (BRN) pada tahun 1951. Tak lama ditemukan, situs ini diteliti oleh seorang arkeolog bernama Prof. Dr. Aris Soekandar sekitar tahun 1980. Luas seluruh komplek situs megalitik Batu Berak ini diperkirakan mencapai 3 hektare. Hasil penelitian ternyata Batu Berak dulunya ternyata merupakan tempat pemujaan. Bahkan, ada yang menyebut pemakaman pada zaman animisme. Penelitian tersebut juga menemukan beberapa jenis peninggalan berupa dolmen, menhir, batu datar, manik-manik kaca dan juga batu umpak, dan batu lumpang yang dibangun di bukit kecil dan dikelilingi sungai, sawah, dan empang. Sebelum dibuka untuk umum, situs ini sudah pugar empat kali. Pemugaran dilakukan pada tahun 1984 hingga 1989. Usai dipugar, pada tahun 1989, komplek situs Batu Berak dibuka untuk umum (https://lampung.inews.id/).

Lantas bagaimana sejarah Batu Berak, Batu Sejajar di wilayah pedalaman Lampung? Seperti disebut di atas, situs megalitik menandai peradaban awal di zaman kuno. Situs megalitik aaman kuno prasejarah Lampung ditemukan di desa Pekon Purawiwitan, kecamatan Kebun Tebu, kabupaten Lampung Barat. Lantas bagaimana sejarah Batu Berak, Batu Sejajar di wilayah pedalaman Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 22 Oktober 2022

Sejarah Lampung (9): Populasi Penduduk di Lampung Masa ke Masa; Zaman Kuno, Era VOC dan Transmigrasi Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Penduduk asli Lampung adalah orang Lampung sendiri. Sejak zaman kuno sudah ada pendatang yang datang ke (wilayah) Lampung. Para pendatang semakin massif pada era VOC/Belanda, terumata orang Malayu, orang Jawa dan orang Bugis. Tentu saja orang Banten. Populasi penduduk di wilayah (district/residetenti) Lampong pada era Pemerintah Hindia Belanda semakin drastic bertambag seiring dengan program transmigrasi (yang terus berlangsung pada era Republik Indonesia). Pada masa ini populasi penduduk (provinsi) Lampung sebanyak 7.5 juta dengan komposisi hanya 13.6 persen orang Lampung.

 

Provinsi Lampung menjadi salah satu provinsi di Indonesia di luar Pulau Jawa, tempat mayoritas penduduknya adalah suku Jawa. Pada tahun 2010 total populasi sebanyak 64,17% yang kebanyakkan berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan sebagian Jawa Barat. Sementara penduduk asli yakni suku Lampung berjumlah 13,56%. Diposisi ketiga ada Sunda berjumlah 11,88% (sudah gabungan suku Sunda asal Jawa Barat dan juga Sunda asal Banten). Banyaknya etnis pendatang dari pulau Jawa ke provinsi Lampung disebabkan pulau Jawa yang tidak begitu besar tetapi penduduknya cukup ramai dan padat maka diadakan transmigrasi besar-besaran ke pulau lain khususnya pulau Sumatra di provinsi Lampung. Diposisi keempat dan kelima ada suku Melayu dengan persentase 5,64% dan juga Bali 1,38%. Suku Melayu sudah termasuk semua sub-suku Melayu asal Sumatra Selatan yang ada di provinsi Lampung seperti: Ogan, Semendo, Mesuji, dan Palembang. Masyarakat Melayu asal Sumatra Selatan seperti Ogan, Semendo, Mesuji, dan Palembang dapat ditemukan signifikan karena wilayah Sumatra Selatan dan Lampung berdekatan bahkan berbatasan langsung, mereka juga sudah lama bermigrasi ke provinsi Lampung (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah prasasti-prasasti di Lampung? Apakah sejarah Lampung terkait dengan sejarah Sriwijaya? Lalu apakah keberadaan prasasti di Lampung memiliki peninggalan zaman kuno yang lain seperti candi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak penting-penting amat, tetapi jika digabungkan untuk menjawab satu pertanyaan tunggal  bisa memiliki makna: Apakah sejarah Lampung bermula di danau Ranau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (8): Prasasti di Kampong Palas Pasemah, Wai Pisang Wai Sekampung Lampung; Geomorfologi Wilayah abad ke-7


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Hanya ada beberapa prasasti kuno di pulau Sumatra, yang diduga berasal dari abad ke-7. Dua yang penting adalah prasasti Kedoekan Boekit (682 M) dan prasasti Talang Tuwo (684). Dua prasati ini ditemukan di kota Palembang yang sekarang. Satu prasasti penting lainnya adalah prasasti Kota Kapur di pantai barat pulau Bangka (686 M). Dalam hubungan ini ada tiga prasasti lagi, yang diduga berasal dari abad ke-7, yakni prasasti Karang Brahi, Bangko (Jambi), prasasti Telaga Batur (Palembang) dan prasasti Palas Pasemah (Lampung). Isi tiga prasasti terakhir mirip denga nisi prasasti Kota Kapur. Oleh karena itu prasasti di kampong Palas Pasemah juga diduga berasal dari abad ke-7.


Prasasti Palas Pasemah adalah sebuah prasasti pada batu peninggalan Sriwijaya, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai) Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuno sebanyak 13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, tetapi dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya. Batu ini ditemukan oleh warga desa pada 5 April 1956 di Kali Pisang, anak sungai Way Sekampung, Desa Palas Pasemah, Kabupaten Lampung Selatan. Pada tahun 1979, Prof. Dr. Buchari, seorang ahli benda benda bersejarah, tulisan kuno yang ada di batu itu merupakan prasasti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya (artikelnya "An Old Malay Inscription of Srivijaya at Palas Pasemah (South Lampung)". Isi prasasti tersebut mirip dengan prasasti kutukan lainnya seperti Prasasti Karang Brahi (Jambi) dan Prasasti Kota Kapur (Bangka). Isi: Salam, hormat kepada semua dewa, yang maha kuat, yang melindungi Sriwijaya. Hormat juga kepada Tadrum Luah, dan semua dewa yang mengawasi sumpah kutukan ini. Jika ada orang atau rakyat di bawah kekuasaanku, yang tunduk pada kerajaan, memberontak, berkomplot dengan pemberontak, bicara dengan pemberontak, tahu pemberontak, tidak tunduk takzim dan setia padaku dan pada mereka yang telah dinobatkan sebagai datu. Orang-orang tersebut akan terbunuh oleh sumpah kutukan ini. Kepada penguasa Sriwijaya, diperintahkan untuk menghancurkannya. Mereka akan dihukum bersama seluruh anggota marga dan keluarganya. Orang yang berniat buruk, yang membuat prang menghilang, membuat orang sakit, membuat orang gila, mengucapkat jampi-jampi, meracuni orang dengan upas dan tuba, dengan racun yang terbuat dari akar-akaran dan tanaman merambat, menjalankan ilmu pengasih (supaya orang jatuh cinta), biarlah mereka dijatuhkan dari keberuntungan dan dibenci masyarakat, karena berlaku buruk. Tetapi, mereka yang patuh dan setia kepadaku dan mereka kunobatkan sebagak datuk akan memperoleh segala keberuntungan dalam usahanya, termasuk marga dan keluarga mereka. Sukses itu memberi sejahtera, sehat, aman yang berlimpah kepada negara (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah prasasti di kampong Palas Pasemah daerah aliran sungai Pisang, hulu sungai Way Sekampung Lampung? Seperti disebut di atas, prasasti ini didga berasal dari abad ke-7 (era Sriwijaya). Kampong Palas Pasemah sendiri kini berada jauh di belakang pantai di pedalaman. Dalam hal ini menarik diperthatikan bagaimana situasi dan kondisi geomorfologis wilayah pada abad ke-7 termasuk di Lampung. Lalu bagaimana sejarah prasasti di kampong Palas Pasemah daerah aliran sungai Pisang, hulu sungai Way Sekampung Lampung?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 21 Oktober 2022

Sejarah Lampung (7): Tradisi di Lampung; Bahasa Aksara Pangan Pakaian Arsitektur Peralatan Musik Tari Keluarga Pemerintahan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Setiap wilayah adat di Indonesia memiliki tradisi yang diwariskan dan terus dilestarikan. Bahasa adalah unsur kebudayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun dalam perjalanannya bahasa dapat berubah karena ada pengaruh kebudayaan lain. Adanya aksara adalah bentuk lebih lanjut dari tradisi berbahasa. Di Lampung, rumah plus sesat menjadi ruang kehidupan yang diperkaya dengan pakaian peralatan. Pada lingkungan komunal terdapat music tradisi dan tarian tradisi. Lebih luas dari itu, pada basis komunal terbentuk sistem pemerintahan tradisi.


Suku Lampung yang biasa disebut dalam bahasa Lampung Api ‘Ulun Lappung, bahasa Lampung Nyo ‘Jamma Lappung’ adalah suku bangsa pribumi yang berasal dari Provinsi Lampung yang berada pada bagian ujung selatan pulau Sumatra. Pada awal mulanya, suku Lampung berdiam di tengkuk Gunung Pesagi. Wilayah suku Lampung selain di provinsi Lampung juga tersebar di wilayah lainnya seperti: di sebagian provinsi Sumatra Selatan tepatnya di sekitar Danau Ranau, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan yang juga berdekatan bahkan berbatasan dengan provinsi Lampung. Suku Lampung juga tersebar di desa-desa di perbatasan antara Bengkulu dan Lampung, tersebar di desa Merpas, Nasal, Kaur di Bengkulu serta dapat juga ditemukan komunitas masyarakat Lampung di provinsi Banten tepatnya di desa Cikoneng kecamatan Anyar, kabupaten Serang. Masyarakat Adat Lampung terdiri atas dua sistem Pemerintahan Adat yakni Masyarakat Komunitas Adat Budaya Lampung Saibatin (Peminggir/Pesisir) dan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang (Pepadun/Pedalaman). Masyarakat Lampung terdiri atas 4 Kepaksian dan 83 kemargaan yang terhimpun dalam kemargaan dan kebuwayan, tersebut antara lain: Bandar Lima Way Lima; Marga Teluk Peminggir; Marga Pemanggilan Peminggir; Marga Abung (Federasi Abung Siwo Migo); Marga Rebang Semendo; Masyarakat /Marga Way Kanan (Federasi Buay Lima Way Kanan); Masyarakat Marga Melinting; Masyarakat Marga Tulang Bawang (Federasi Mego Pak Tulang Bawang); Kepaksian Pernong Sekala Brak; Paksi Buay Belunguh; Paksi Buay Bejalan Diway; Kepaksian Nyerupa (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah tradisi di Lampung? Seperti disebut tradisi adalah akar budaya dan budaya yang lestari sepanjang masa (kebudayaan). Unsurnya tidak terbatas, tetapi umumnya, dan secara khusus di Lampung diidentifikasi bahasa dan aksara, rumah dan sesat, pakaian dan peralatan, musik dan tarian, keluarga dan pemerintahan dan sebagainya. Lalu bagaimana sejarah tradisi di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (6):Tulang Bawang, Suatu Kerajaan Bagaimana Data? Prasasti Palas Pasemah - Geomorfologi Wilayah Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Dalam narasi sejarah masa kini, disebut Kerajaan Tulang Bawang pernah eksis di wilayah dimana kini (provinsi) Lampung. Tentulah itu menarik untuk diperhatikan, karena disebut salah satu kerajaan tertua di Indonesia. Namun di dalam narasi, sejarahnya kurang terinformasikan. Hal itu karena minimnya data tentang keberadaan kerajaan. Bagaimana dengan keberadaan prasasti Palas Pasemah yang disebut berasal dari abad ke-7. Tentu itu menjadi penting jika dikaitkan dengan sejarah geomorfologis wilayah Lampong.


Kerajaan Tulang Bawang adalah salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang pernah berdiri di Lampung. Sumber sejarah yang dijadikan acuan para sejarawan adalah catatan I-Tsing, seorang biksu China yang pernah mengunjungi Nusantara pada abad ke-7. Letak Kerajaan Tulang Bawang diperkirakan berada di wilayah yang sekarang disebut Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Nama kerajaan ini diduga memudar dengan sendirinya karena tertutup oleh kebesaran Kerajaan Sriwijaya. Letak Kerajaan Tulang Bawang dari catatannya, diketahui bahwa I-Tsing pernah singgah di kerajaan yang ia sebut sebagai To-Lang Po-Hwang (Tulang Bawang), yang berada di pedalaman Pulau Sumatera. Karena kurangnya sumber sejarah, ibukota Kerajaan Tulang Bawang belum dapat diketahui secara pasti hingga saat ini. Akan tetapi, seorang ahli sejarah bernama Dr. J. W. Naarding menduga bahwa pusat pemerintahan kerajaan ini berada di hulu Way Tulang Bawang, tepatnya berada pada sekitar 20 km dari pusat Kota Menggala. Setelah pengaruh Sriwijaya pudar, Singasari menguasai wilayah Lampung, setelah Singasari mengalami kemunduran, wilayah ini dibawah kekuasaan Majapahit dan diserahkan kepada Adityawarman, setelah bubarnya Majapahit wilayah ini berdiri Kepaksian Skala Brak (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang, bagaimana datanya? Seperti disebut di atas, dalam narasi sejarah masa kini disebut Kerajaan Tulang Bawang pernah eksis, namun kurang terinformasikan karena minimnya data pendukung. Dalam hal ini bagaimana dengan prasasti Palas Pasemah dan geomorfologi wilayah Lampung? Lantas bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang, bagaimana datanya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 20 Oktober 2022

Sejarah Lampung (5): Asal Usul Kota Teluk Betung, Nama Batang di Telok; Mohamad Hamzah Harahap--Harun Al Rasjid Nasution


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Sebelum dikenal pelabuhan Panjang dan pelabuhan Bakauheni pada masa ini. Jauh di masa lampau hanya dikenal dan sangat terkenal pelabuhan Teluk Betung. Kota Teluk Betung berkembang menjadi kota besar, seiring dengan pusat dari seluruh aktivitas ekonomi bermuara ke Telok Betong. Sejak 1857 kota Teluk Betung ditetapkan menjadi ibu kota Residentie Lampung (relokasi dari Terbanggi). Asal usul kota Telok Betong, bemula dari sebuah kampong zaman kuno, kampong Batang di suatu teluk (teluk Lampoeng).


Dari banyak tokoh di kota Telok Betoeng pada era Pemerintah Hindia Belanda, ada satu nama penting yakni Haroen Al Rasjid Nasoetion. Ini bermula dua dokter lulusan STOVIA pada tahun 1902 ketika mereka ditempatkan, Dr Mohamad Hamzah ditemparkan di kota Telok Betoeng, sementara Haroen Al-Rasjid ditempatkan di kota Padang. Anak pertama Haroen Al Rasjid lahir di Padang pada tahun 1904 (karena ketersediaan fasilitas), yang saat itu Dr Haroen Al Rasjid telah pindah tugas di Sibolga. Pada tahun 1910 Dr Mohamad Hamzah dipindahkan dari Telok Betong ke Pematang Siantar (Sumatra Timur). Pada saat kekosongan dokter pemerintah di Lampong, Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion mengundurkan diri dari dinas pemerintah di Sibolga tahun 1911. Lalu, Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion dengan istri bersama dua anak Ida Loemongga, anak suluung lahir di Padang dan Gele Haroen anak bungsu lahir di Sibolga (1910), hijrah ke Telok Betoeng untuk membuka klinik swasta. Klinik ini cepat berkembang hinga cabang di Tandjoeng Karang hingga Liwa. Ida Loemongga kela dikenal sebagai pribumi pertama perempuan yang bergelar doctor (Ph.D) lulus di Univ. Utrech 1931. Gele Haroen, setelah lulus sarjana hukum di Belanda, tahun 1938 pulang kampong ke Telok Betong dengan membukan kantor advocat. Gele Haroen sebagai advocat pribumi pertama di Lampong, kelak dikenal sebagai Residen Lampong pertama.

Lantas bagaimana sejarah asal usul kota Teluk Betung, kampong Batang di telok? Seperti disebut di atas, kota Telok Betong bermula dari suatu kampong Bernama Batang di suatu teluk. Namun kemudian kampong itu menjadi kota lebih dikenal sebagai Teloek Betoeng. Di kota ini pada era Pemerintah Hindia Belanda dua dokter pernah bertugas yakni Dr Mohammad Hamzah Harahap dan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion. Lantas bagaimana sejarah asal usul kota Teluk Betung, kampong Batang di telok? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (4): Terbanggi, Ibu Kota Lampung Pertama; Sungai Oempoe-Gunung Sikoppo, Melihat Sejauh Mata Memandang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini

Terbanggi Besar (lebih dikenal dengan nama Bandar Jaya) adalah sebuah kecamatan di kabupaten Lampung Tengah, provinsi Lampung. Hanya itu teks di dalam laman Wikipedia. Bagaimana sejarahnya? Tidak ada yang mengetahui, nama Terbanggi Besar sudah lama dilupakan. Hanya pada masa kuliah dulu jika pulang kampong ke Padang Sidempuan, di (kecamatan) Terbangi Besar hanya yang dikenal Bandar Jaya (tempat dimana bis jarak jauh singgah sebelum melintasi pedalaman Sumatra hingga ke Banda Aceh yang notabene melalui Padang Sidempuan). Okelah, mari kita deskripsikan sejarah kota/wilayah Terbanggi.


Kecamatan Terbanggi Besar pada masa ini terdiri dari kelurahan Bandar Jaya Barat, Bandar Jaya Timur, Yukum Jaya dan sejumlah desa Adi Jaya, Indra Putra Subing, Karang Endah, Nambah Dadi, Ono Harjo, Poncowati dan Terbanggi Besar. Seperti disebut di atas, meski nama Terbanggi Besar kini hanya sebuah kampong kecil, tetapi di masa lampau dari sinilah cabang pemerintahan di (residentie) Lampong bermula dibentuk. Dalam hubungan ini sejarah masa lampau dengan narasi sejarah masa kini adakalanya berbeda. Fakta bahwa cabang-cabang pemerintahan di masa lampau (era Hindia Belanda) justru awalnya bermula dari suatu tempat, yang dalam narasi ini, tak terduga. Provinsi Sumatra’Westkust yang terdiri dari Bengkoeloe, Padangsche dan Tapanoeli justru ibu kota bermula di kampong Tapanoeli (di teluk Tapanoeli). Wilayah Preanger (kini provinsi Jawa Barat) tidak bermula di Bandoeng tetapi di Tjiandjoer. Banyak lagi. District Lampoeng pada era VOC yang kemudian menjadi Residentie Lampong (kini provinsi Lampung) cabang pemerintahan justru berawal di Terbanggi.  

Lantas bagaimana sejarah Terbanggi, ibu kota Lampung pertama di sungai Oempoe? Seperti disebut di atas, tidak ada yang menulis sejarah Terbanggi sebagai awal mula cabang pemerintahan di Lampong. Terbanggi kini hanya dikenal sebagai kampong kecil, yang diabaikan. Satu yang penting mengapa Terbanggi yang dipilih karena tidak jauh terdapat gunung Sekoppo, jika berada di puncaknya bisa melihat sejauh mata memandang wilayah Lampong yang lebih luas. Lantas bagaimana sejarah Terbanggi, ibu kota Lampung pertama di sungai Oempoe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 19 Oktober 2022

Sejarah Lampung (3): Awal Pemerintahan di Lampung Era Hindia Belanda; Satu Distrik di Sumatra Sangat Dekat ke Wilayah Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Sudah barang tentu sejarah pemerintahan di Lampung sudah ditulis. Namun sejarah tetaplah sejarah. Semakin banyak yang menulis sejarah di suatu daerah khususnya sejarah pemerintahan, narasi sejarah pemerintahan akan sendirinya semakin baik. Satu sama lain, kontribusi penulis saling memvalidasu fakta dan data sejarah. Hal itulah mengapa penting upaya penggalian data yang secara terus menerus diperlukan dalam rangka peningkatan mutu narasi sejarah Indonesia, tidak terkecuali di Lampung.


Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan corak warna kebudayaan tersendiri. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda. Tatkala Banten dibawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Agung ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten. Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu VOC selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Hajidinobatkan menjadi Sultan Banten. Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan sebuah piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung. Demikian seterusnya (https://lampungprov.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah awal pemerintahan di Lampung sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, narasi sejarah adalah penting, namun yang lebih penting sejarah adalah narasi fakta dan data. Hal itulah mengapa upaya penulisan narasi sejarah tidak pernah berhenti. Dalam hubungan ini, penting diketahui, bahwa Lampung adalah salah satu distrik di Sumatra tetapi sangat begitu dekat dengan wilayah (pulau) Jawa. Lalu bagaimana sejarah awal pemerintahan di Lampung sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 18 Oktober 2022

Sejarah Lampung (2): Nama Kuno Lampung dan Tulang Bawang; Nama Umpu Bejalan di Way dan Gelar Oempoe di Lampoeng-Batak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Nama menunjukkan nama. Nama tempat, nama populasi dan nama-nama lainnya. Tentu saja nama Lampung menjadi penting karena kini menjadi nama wilayah (provinsi Lampung). Jika Palembang adalah nama tempat (kota Palembang), lantas apakah di masa lampau nama Lampung juga menunjukkan nama tempat di zaman kuno atau nama geografis lainnya? Dimanakah nama Lampung itu bermula? Apakah ada relasi nama Lampung dengan nama gelar Oempoe?


Asal-usul ulun Lampung (Orang Lampung atau Etnis Lampung) erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri. Kata Lampung sendiri berasal dari kata "anjak lambung" yang berarti berasal dari ketinggian ini karena para puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi. Sebagaimana I Tsing yang pernah mengunjungi Sekala Brak setelah kunjungannya dari Sriwijaya dan dia menyebut To-Langpohwang bagi penghuni Negeri ini. Dalam bahasa hokkian, dialek yang dipertuturkan oleh I Tsing To-Langpohwang berarti orang atas dan seperti diketahui Pesagi dan dataran tinggi Sekala brak adalah puncak tertinggi ditanah Lampung. Prof Hilman Hadikusuma didalam bukunya (Adat Istiadat Lampung:1983) menyatakan bahwa generasi awal Ulun Lampung berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya dihuni oleh Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekerummong. Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme, yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa. Buay Tumi kemudian kemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam yang berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana. Mereka adalah Umpu Bejalan diWay, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong dan Umpu Belunguh. Keempat Umpu inilah yang merupakan cikal bakal Paksi Pak Sekala Brak sebagaimana diungkap naskah kuno Kuntara Raja Niti
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama Lampung, Dampin dan Tulang Bawang? Seperti disebut di atas, nama Lampung adalah nama tua. Sudah barang tentu lebih tua dari nama Damping dan nama Toelang Bawang. Dalam narasi sejarah Lampung ada tokoh masa lampau yang diidentifikasi dengan gelar Ompoe, yakni Umpu Bejalan Di Way Umpu Nyerupa Umpu Pernong Umpu Belungu. Lalu bagaimana sejarah nama Lampung, Dampin dan Tulang Bawang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 24 Mei 2021

Sejarah Lampungf (1): Sejarah Zaman Kuno Lampung, Ditemukan Prasasti, Apakah Ada Candi? Sebaran Candi di Pulau Sumatra

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Lampung tentulah sudah tua. Prasasti-prasasri yang ditemukan di Lampung menjadi bukti awal. Hanya saja prasasti-prasasti itu kurang terinformasikan dan jarang diinterpretasi sebagai bagian dari sejarah zaman kuno di Lampung. Dalam hubungan ini, apakah hanya prasasti saja yang ada di Lampung? Lalu apakah ada candi-candi kuno yang menyertai sejarah peradaban kuno di Lampung tersebut? Tentu saja kita terus menunggu laporan-laporan penduduk yang dapat ditindaklujuti oleh para arkeolog.

Salah satu prasasti yang dikenal luas di Lampung adalah prasasti Pasemah. Prasasti ini ditemukan di sisi sungai Way Pisang, kini masuk wilayah desa Palas Pasemah, kecamatan Palas, kabupaten Lampung Selatan. Prasasti ini terdiri dari 13 baris dengan aksara Pallawa bahasa Sanskerta (Melayu Kuno). Berdasarkan keterangan pada masa ini, prasasti berasal dari abad ke-7. Isinya mengenai penaklukan daerah Lampung dan kutukan pada siapa saja yang berani memberontak (kerajaan) Sriwijaya.

Lantas bagaimana sejarah prasasti-prasasti di Lampung? Apakah sejarah Lampung terkait dengan sejarah Sriwijaya? Lalu apakah keberadaan prasasti di Lampung memiliki peninggalan zaman kuno yang lain seperti candi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak penting-penting amat, tetapi jika digabungkan untuk menjawab satu pertanyaan tunggal  bisa memiliki makna: Apakah sejarah Lampung bermula di danau Ranau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.