Kamis, 06 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (28): Sejarah Sepak Bola di Bali, Sejak Kapan? Pertandingan Sabung Ayam hingga Permainan Sepak Bola Indah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada sejarah sepak bola di pulau Bali? Tentu saja ada, tetapi tidak terinformasikan. Jika di pulau Lombok sepak bola sudah dikenal sejak 1910, lantas sejak kapan sepak bola mulai dimainkan di pulau Bali? Mungkin pertanyaan ini tidak penting-penting amat, karena sepak bola di Bali pada masa ini sangat bersemangat dengan bendera Bali United dan kemegahan stadion Kapten I Wayan Dipta di Gianyar.

 

Persatuan Sepak bola Indonesia Denpasar (PERSEDEN) kini menjadi sebuah klub sepak bola Indonesia yang bermarkas di Kota Denpasar, Klub ini awalnya adalah suatu perserikatan sepak bola (Voerbalbond), suatu perserikatan yang dibentuk tahun 1991. Tentu saja Perseden tidak setua perserikatan di kota-kota besar seperti Persija (Jakarta), Persib (Bandung), Persebaya (Surabaya), PSM (Makassar) dan PSMS (Medan). Perseden sendiri didahului oleh pendirian klub sepak bola yang berkompetisi pada era sepak bola Galatama. Klub tersebut yang didirikan pada tahun 1989 diberi nama Gelora Dewata. Namun klub semi-pro ini harus berakhir dengan berganti nama menjadi klub Deltras Sidoarjo. Pada tahun 1911 terjadi kisruh PSSI sehingga muncul dualise sepak bola Indonesia dengan munculnya competitor PSSI yang diberi naa KPSI.  Federasi baru KPSI ini menyelenggarakan liga sendiri yang disebut Liga Prima Indonesia (LPI) sebagai alternatif dari liga sebelumnya (Liga Sepak Bola Indonesia-LSI). Pada liga LPI ini kemudian berdiri klub sepak bola di Bali dengan nama Bali Devata United (kemudian menjadi Bali Devata FC). Namun itu tidak lama hingga relokasinya klub sepak bola dari Samarinda (Pusam) ke Bali. Klub inilah yang kemudian berganti nama dengan nama baru Bali United FC (yang bermarkas di stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar.

Klub sepak bola Bali United adalah satu hal. Namun sebelum perserikatan sepak bola Perseden terbentuk tempo dulu, ada satu masa di masa sebelumnya yang mana sepak bola mulai dikenal di pulau Bali. Lantas sejak kapan sepak bola kali pertama muncul di pulau Bali dan bagaimana sejarahnya hingga tumbuh dan berkembang hingga ini hari. Yang jelas, sebelum ada Perseden, tempo doeloe di bali sudah terbentuk Persibal (Persatoean Sepakbola Bali). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 05 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (27): Sejarah Kesehatan di Bali; Dr Julius Jacobs dan Putra Pertama Bali Kuliah di Docter Djawa School (1885)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Sebelum Anak Agung Made Djelantik studi kedokteran ke Belanda dan rumah sakit Sanglah Denpasar didirikan, satu siswa pertama asal Bali diterima di sekolah kedokteran Docter Djawa School di Batavia pada tahun 1885. Pengiriman putra Bali pertama melanjutkan sekolah kedokteran tidak lama setelah Dr Julius Jacobs berkeliling Bali untuk urusan vaksinasi. Lulusan sekolah Docter Djawa School yang bertugas di Bali sudah sejak lama ada (khususnya di Boeleleng).

Anak Agung Made Djelantik mengawali pendidikannya di Denpasar di sekolah berbahasa Belanda Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Setelah lulus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke MULO (Meerleetgebreid Langer Orderwijs) di Malang dan diteruskan ke Jogjakarta (Algemene Middlebare School). Lulus dari Jogjakarta Anak Agung Made Djelantik melanjutkan studi kedokteran ke Belanda pada tahun 1938. Pada tahun 1946 Anak Agung Made Djelantik meraih gelar dokter di Gemente Uiversitet Amsterdam. Rumah sakit Sanglah di Denpasar mulai dibangun pada tahun 1956. Rumah sakit ini diresmikan pada tanggal 30 Desember 1959 dengan kapasitas 150 tempat tidur. Pada tahun 1962 rumah sakit Sanglah bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana. Dr. Anak Agung Made Djelantik adalah salah satu pendiri Universitas Udayana.

Lantas bagaiana sejarah pengembangan kesehatan di Bali? Nah, itu dia. Sejauh ini kurang terinformasikan. Yang jelas sejarah kesehatan di Bali seiring dengan penempatan dokter-dokter di Bali. Satu dokter yang penting adalah Dr Julius Jacobs, dokter yang mengusulkan agar siswa Bali yang lulus dikirim ke Batavia untuk melanjutkan sekolah kedokteran. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 04 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (26): GP Rouffaer dan Bali; Batak Instituut dan Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde (KITLV)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia (baca: Indonesia) ada satu lembaga yang penting yang terlibat aktif dalam mempromosikan penduduk pribumi--baik sebagai manusianya maupun hasil-hasil karyanya. Lembaga tersebut disebut Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde. Lembaga ini berada di Belanda, para pelopor dan anggotanya adalah orang-orang yang sangat dekat dan peduli terhadap pribumi. Untuk menyebut sejumlah nama, diantaranya adalah Charles Adriaan van Ophuijsen dan GP Rouffer.

Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde disingkat KITLV. Lembaga ini bahkan masih eksis hingga ini hari yang mana cabangnya berada di Jakarta. Saya banyak menggunakan sumber-sumber data (terutama peta dan foto) dan lembaga ini untuk memahami kota-kota dan wilayah-wilayah lainnya tempo doeloe di Indonesia. Jauh sebelum lembaga ini terbentuk sejak era VOC sudah ada pendahulunya di Batavia yang dipelopori oleh Radermacher dengan nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (lembaga seni dan ilmu pengetahuan di Batavia). Jika mundur ke belakang lagi untuk urusan ilmu pengetahuan ini kita akan menemukan nama-nama pelopor terutama tiga yang pertama: Georgius Everhardus Rumphius, Saint Martin dan Cornelis Chastelein.

Nama GP Rouffer menjadi penting karena terlibat aktif dalam pengembangan adimistrasi KITLV. Seperti peneliti-pemerhati lainnya yang lebih senior, GP Rouffer secara perlahan mulai memperhatikan Bali. Sementara itu tokoh-tokoh Balii terdahulu yang sudah ada antara lain Prof. Kern dan Dr. N van der Tuuk serta Dr R van Eck. Lantas apa saja pernan GP Rouffer tentang Bali? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 03 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (25): Sejarah Kereta Api di Pulau Bali Bermula 1913; Sejarah Kereta Api di Pulau Lombok Bermula Sejak 1895


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Belakangan ini di pulau Bali muncul gagasan untuk pembangunan kereta api. Namun masih pro-kontra. Salah satu prioritas PT KAI adalah membuat studi kelayakan untuk pembangunan kereta api ruas bandara Ngurah Rai-pantai Sanur. Tentu saja kabar ini menandai sejarah baru perkeretaapian di pulau Bali, suatu moda transportasi yang bersifat massal. Lantas seperti apa sejarah lama perkeretaapian di pulau Bal. Yang jelas gagasan pembangunan kereta api di Bali sudah ada sejak tahun 1913.

Seperti yang dapat dibaca dalam berbagai sumber berita akhir-akhir ini bahwa muncul gagasan pembangunan kereta api di pulau Bali. Ada yang menginginkan itu sangat perlu dan tentu saja ada yang menolak, masing-masing dengan argumentasi sendiri-sendiri. Diantara yang pro dan sedikit lebih moderat adalah usulan Gubernur Bali yang mengharapkan jalur kereta api itu sebaiknya dibangun sepanjang pantai yang mengelilingi pulau Bali. Sementara itu ada gagasan dari Kementerian Perhubungan untuk mendukung moda transportasi udara dengan moda transportasi kereta api dengan membangun kereta api untuk ruas bandara dan pantai Sanur melalui titik-titik strategis destinasi pariwisata di sekitar Denpasar (Badung). Gagasan pebangunan kereta api juga muncul di pulau Lombok dan pulau Sumbawa.

Gagasan pembangunan kereta api di Bali sejak tahun 1913 memang tidak terealisasikan. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Meski masih sebatas rencana pembangunan kereta api di Bali tempo doeloe, rencana itu adalah bagian dari sejarah perkeretaapian di Bali. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (24): Sejarah Pelabuhan di Pulau Bali; Boeleleng hingga Koeta dan Laboehan Amok hingga Gili Manok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Pelabuhan adalah entry point bagi orang asing (Eropa, Cina dan pribumi) untuk berinteraksi dengan orang Bali di pulau Bali. Seperti banyak penulis tempo doeloe mengidentifikasi orang Bali bukanlah pelaut. Oleh karena itu, untuk terjadinya transaksi perdagangan, sejumlah titik pantai di pulau Bali dibuka untuk orang asing. Pelabuhan-pelabuhan yang dibuka hanya sekadar untuk fungsi pabean (orang asing dihalangi masuk ke pedalaman). Orang-orang asing hanya diizinkan berdiam di pantai-pantai.

Tidak diketahui pelabuhan mana yang sudah ada (terbentuk) di pulau Bali sebelum kedatangan orang Belanda. Satu-satunya keterangan yang ditemukan adalah pada ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh di suatu teluk di pantai timur Bali (1597). Di pelabuhan ini Cornelis de Houtman dan telah bertemu dengan rombongan Radja Bali. Pelabuhan ini kelak diketahui sebagai pelabuhan Laboehan Amok, sedangkan teluk dimana berada pelabuhan tersebut disebut (dicatat) orang-orang Belanda berikutnya sebagai Baai van Padang atau Padang Baai. Dalam bahasa Belanda, baai diartikan sebagai teluk. Nama Padang Bai pada masa ini diduga berasal dari penamaan oleh orang Belanda.

Pelabuhan Laboehan Amok boleh dikatakan adalah pelabuhan pertama orang Bali di pulau Bali (pantai timur Bali). Boleh jadi di bagian lain pulau Bali (pada waktu yang sama) sudah terbentuk pelabuhan lain yang dimana orang asing menetap (anggap saja di pantai utara dan di pantai barat Bali). Orang asing tersebut antara lain Portugis, Melajoe, Jawa, Bugis dan lainnya. Lantas apa pentingnya pelabuhan-pelabuhan tersebut? Yang jelas pelabuhan adalah pintu masuk ke suatu pulau dan pelabuhan adalah tempat transaksi yang menjadi cikal bakal terbentuknya pelabuhan-pelabuhan masa kini. Itulah sebab mengapa pelabuhan adalah bagian dari sejarah. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 02 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (23): Harimau Bali dan Sejak Kapan Punah? Habitat Harimau di Pulau Bali Hanya di Buleleng dan Jembrana


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Harimau Bali (Panthera tigris balica) sudah lama punah. Menurut Dr R van Eck (1878) harimau dan banteng liar di pulau Bali hanya ditemukan di afdeeling Boeleleng dan afdeeeling Djembrana. Salah satu favorit pelukis terkenal Raden Saleh adalah melukis hewan besar yang masih liar, dua diantaranya adalah harimau dan banteng liar. Lantas kapan harimau Bali punah? Harimau terakhir di sekitar Batavia dibunuh pada tahun 1884 (lihat Handelsblad, 18-09-1886).

Di wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) harimau hanya ditemukan di pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Bali. Ketika terjadi kenaikan permukaan air di jaman kuno, lalu terbentuk pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Bali. Perbedaan pulau ini yang kemudian menyebabkan populasi harimau terpisah dan membentuk tiga subspesies: harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali. Lantas mengapa harimau Madura disebut harimau Jawa, sedangkan harimau Bali bukan disebut harimau Jawa? Lalu sejak kapan harimau Jawa punah di (pulau) Madura?

Yang jelas harimau Bali sudah lama punah, sementara harimau Jawa belum lama amat. Sedangkan harimau Sumatra masih banyak ditemukan. Okelah. Harimau Bali pernah eksis, namun bagaimana sejarah harimau Bali kurang terinformasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 01 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (22): Tawan Karang Bali, Karang Asem; Orang Bali Bukan Pelaut dan Tawan Karang yang Membawa Malapetaka


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Mengapa muncul tawan karang? Tawan karang adalah penyitaan kapal yang terdampar di pantai Bali. Untuk menghindari terulangnya tawan karang, Pemerintah Hindia Belanda melakukan perjanjian damai dengan radja-radja Bali. Semua radja setuju dengan tawan karang dan berupaya untuk mencegah jika dilakukan oleh penduduknya. Namun ada satu pangeran (radja) yang dianggap melanggarnya yakni pangeran Boeleleng. Tuntutan ganti rugi yang diminta Pemerintah Hindia Belanda, berdasarkan perjanjian terdahulu, menyebabkan petaka bagi radja Boeleleng.

Perairan pantai timur pulau Bali banyak karangnya. Tidak begitu jelas apakah ada kaitan antara karang di laut dengan karang di gunung yang disebut (kerajaan) Karang Asem. Yang jelas, di teluk Padang (baai van Padang) terdapat pelabuhan Laboehan Amok, tempat dimana ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh pada tahun 1597. Sebelum mencapai teluk Padang di sekitar perairan Lombok (antara pulau Lombok dan pulau Penida), satu dari tiga kapal Cornelis de Houtman rusak berat sehingga harus dibakar dan ditenggelamkan. Tentu saja Cornelis de Houtman tidak mengetahui apakah sudah ada atau belum praktek tawan karang (karena belum bertemu dengan orang Bali). Dalam perkembangannya, jalur navigasi melalui pantai barat pulau Lombok, karena pantai timur pulau Bali tidak aman karena dua hal, banyak karangnya dan juga arus airnya membahayakan pelayaran. Sejak itu pelabuhan yang terus berkembang adalah pelabuhan Boeleleng (Bali) dan pelabuhan Ampenan (Lombok).

Lantas bagaimana sejarah asal-usul tawan karang di Bali? Itu satu hal. Hal lainnya yang penting adalah mengapa praktek tawan karang dilanggar pangeran Boeleleng dan tidak mengindahkan perjanjian yang ditandatanganinya dengan Pemerintah Hindia Belanda yang menyebabkan petaka bagi Boeleleng. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (21): Sejarah Subak Bali, Organisasi Tradisi Sistem Pengairan; Sawah, Terasering dan Pertanian Selaras Alam


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Subak terhubung dengan sejarah Bali, bahkan sejak jaman kuno. Subak dihubungkan dengan terbentuknya kelembagaan tradisi dalam mengelola pertanian. Organisasi tradisi subak terutama di dalam pengelolaan sawah dan persawahan. Sementara itu, sawah terdapat dimana-mana dengan tanaman utama padi untuk menghasilkan beras sebagai bahan baku utama membuat nasi. Sawah dan persawahan dapat dibentuk di dataran rendah maupun dataran tinggi dan diantara keduanya di lereng-lereng bukit dan gunung. Bentuk sawah di lereng-lereng disebut sawah terasering (berteras-teras atau berundak-undak). Wujud terasering sangat kontras di lereng-lerang, tetapi sawah-sawah di dataran (rendah atau tinggi) juga pada dasarnya adalah wujud terasing yang lebih landai.

Ada seorang penulis Belanda dalam tulisannya 1846 berpendapat bahwa orang Batak sudah bertani padi sejak jaman kuno. Menurutnya padi seumur dengan kebudayaan orang Batak karena padi dalam bahasa Batak disebut eme--suatu kata yang berbeda dengan kosa kata bahasa para tetangga (Melayu, Minangkabau dan Atjeh). Bahasa diturunkan  antargenerasi. Kosa kata sawah dalam bahasa Baatak aalah huma, beras disebut dahanon dan nasi disebut indahan. Sementara bahasa Melayu (Indonesia) secara berturut-turut disebut sawah, padi, beras dan nasi. Dalam hal ini kosa kata huma di Batak sama dengan di Bali tapi berbeda dengan padi (eme), baas (dahanon) dan nasi (indahan). Beras dalam bahasa Bali mirip dengan bahasa Melayu yakni baas yang dalam bahasa Minangkabau disebut bareh. Penduduk asli di Bali (Bali Aga) diduga telah mengenal huma sejak jaman kuno. Peradaban baru (dari Jawa dan Melayu) menambah kekayaan kosa kata bahasa Bali kuno (dan boleh jadi telah tergantikan) seperti padi, baas dan nasi. Kosa kata sawah, padi, beras dan nasi berasal dari bahasa Sanskerta (sumber utama bahasa Melayu dan Jawa). Dalam bahasa Batak dikenal aek (sungai), tahalak (bendungan) dan bondar (saluran irigasi). Irigasi adalah kosa kata bahasa asing (Eropa). Sistem irigasi kuno, sistem pengairan yang diorganisasikan oleh penguasa yang mana menurut Jung Huhn (1846) di Tanah Batak ditemukan di dekat percandian Padang Lawas (percandian sejak tahun 1030).

Lantas bagaimana dengan sejarah sistem subak di Bali? Nah, itu dia. Itu yang akan kita cari tahu. Sebab belum lama ini, UNESCO melalui sidangnya tanggal 20 Juni 2012 telah menetapkan subak (terasering) di Bali sebagai heritage dunia. Sawah terasering sendiri tentu saja terdapat di banyak tempat dan sudah ada sejak lampau bahkan sudah masuk dalam pembicaraan Plato. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 31 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (20): Ekspedisi Militer Inggris ke Bali, 1814; Mengapa Raja Bali Tidak Senang dengan Kehadiran Inggris?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Kesenangan radja-(radja) Bali mulai terusik setelah kehadiran Inggris. Tampaknya Radja Bali sudah nyaman dengan orang Belanda sejak era VOC. Ketika Inggris menduduki Batavia 1811, Pemerintah Hindia Belanda yang belum lama dibentuk (setelah dibubarkannya VOC) tamat. Inggris dengan style yang berbeda (dengan Belanda) ketika menggantikan kekuasaan Belanda di Hindia datang dengan hukum yang berbeda. Letnan Jenderal Raffles juga memiliki gaya kepemimpinan tersendiri.

Radja Bali sudah sejak lama terikat hubungan baik dengan orang-orang Belanda, bahkan sejak ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman (1597). Awalnya dibentuk VOC (1619) tetapi kemudian harus dibubarkan pada tahun 1799. Lalu Kerajaan Belanda mengakuisisi eks wilayah dan properti VOC dan kemudian membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Para pedagang-pedagang VOC masih banyak yang dilibatkan dalam pemerintahan yang baru ini, Namun (sistem) pemerintahan yang baru ini masih fokus di Jawa. Saat Gubernur Jenderal Daendels diangkat tahun 1808 memulai program pembangunan untuk mendukung perdagangan dengan membangun jalan pos trans-Java dari Batavia ke Anjer dan dari Batavia ke Panaroekan (Banjoewangi). Namun, situasi cepat berubah, Inggris menduduki Batavia tahun 1811, lalu pemerintah pendudukan Inggris mengambilalih kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. Radja Bali terputus hubungan dengan penguasa lama (Belanda).

Ada satu hal yang menyebabkan Radja Bali tidak senang dengan kehadiran Inggris. Oleh karena itu radja Bali mencoba mengganggu otoritas Inggris di Banjoewangi. Akhirnya, pemerintah pendudukan Inggris merngambil langkah ofensif dengan mengirim ekspedisi militer ke Bali tahun 1814. Sebelumnya Inggris melakukan ekspedisi militer ke Djogjakarta. Lantas bagaimana sejarah keseluruhan Inggris di Bali? Yang jelas selama ini kurang terinformasikan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.

Kamis, 30 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (19): Apa Ada Pecinan (Chinatown) di Pulau Bali? Komunitas Cina di Pelabuhan Buleleng dan Pelabuhan Sanur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya orang-orang Melayu, Bugis dan Makassar, orang Cina adalah juga pelaut yang handal di lautan. Para pelaut-pelaut ini menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya untuk berdagang. Pusat komunitas utama orang Cina di pulau Bali awalnya hanya berada di Boeleleng. Pelaboehan Boeleleng tempo doeloe dapat dikatakan sebuah pelabuhan internasional. Orang-orang Cina umumnya berasal dari Batavia, Semarang dan Soerabaja. Kapal-kapal asal Tiongkok kerap berlabuh di pelabuhan Boeleleng untuk mengangkut beras ke Macao. Itulah yang menjadi sebab mengapa muncul komunitas Cina di Bali.


  1. Dalam perkembangannya, orang-orang Bali, terutama di selatan (Zuid Bali) tidak menyukai pedagang-pedagang Eropa terutama Belanda. Dampaknya juga tidak terlalu menyukai pedagang-pedagang Inggris. Hanya pedagang Denmark yang pernah bertahan lama, tetapi lokasinya sangat jauh di selatan di (pelabuhan) Koeta. Oleh karena orang Bali bukan pelaut dan radja-radja membutuhkan arus perdagangan maka pilihannya jatuh kepada orang-orang Cina bahkan radja Badoeng memberi lisensi kepada pedagang Cina di Sanoer sebagai sjahbandar (bagi hasil dengan radja). Itulah sebabnya mengapa muncul komunitas Cina di Sanoer.

Lantas apakah ada pecinan (Chinatown) di pulau Bali? Yang jelas di pulau Lombok ada pecinan di kota Ampenan. Pertanyaan ini menjadi penting karena pada masa ini tidak pernah dilaporkan adanya pecinan di Bali. Padahal pulau Bali tempo doeloe sangat intens disinggahi oleh para pedagang-pedagang Cina dari Soerabaja dan Makassar terutama di Boeleleng dan Sanoer. Lalu apakah ada pecinan (Chinatown) di pulau Bali? Pecinan (Chinatown) adalah suatu area di dalam kota yang eksis sejak tempo doeloe hingga ini hari. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 29 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (18): Awal Pariwisata di Bali; Jawa Masa Lalu (Preanger), Sumatra Masa Kini (Danau Toba), Bali Masa Depan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini 

Sebelum dikenal (pulau) Bali sebagai destinasi pariwisata sudah dikenal Priangan (Preanger) dan danau Toba (meer Toba) sebagai destinasi pariwisata manca negara. José Miguel Covarrubias seorang pelancong asal Meksiko yang sudah lama bermukim di New York yang memperkenalkan (pulau) Bali sebagai pulau yang eksotik ke internasional lewat bukunya berjudul Island of Bali yang terbit di New York pada tahun 1937.

Orang-orang Belanda sadar tidak sadar, gemar menganalogkan sesuatu wilayah berdasarkan tahapan waktu. Setelah dibubarkan VOC tahun 1799, orang-orang Belanda di awal Pemerintah Hindia Belanda menyebut Maluku masa lalu, Jawa adalah masa kini dan Sumatra adalah masa depan. Hal ini karena perdagangan rempah-rempah dari Maluku telah digantikan ekonomi gula dan kopi di Jawa. Saat itu satu kerajaan lagi masih terisa dan masih independen di Sumatra (Atjeh), pertanian dan pertambangan sudah mulai menguntungkan di Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Oleh karena itu muncul cadangan (ekonomi perdagangan) Sumatra sebagai masa depan. Seiring dengan masa pertumbuhan ekonomi tersebut, orang-orang Belanda mulai banyak yang melancong yang mempromosikan wilayah Priangan sebagai destinasi terdekat dari Batavia. Dalam perkembangannya setelah mulai populer danau Toba muncul promosi wisata bahwa danau Toba pada masa kini. Ini juga sehubungan dengan kemajuan yang fantastik di kota Medan (paket wisata Medan-Meer Toba). Ketika, José Miguel Covarrubias memperkenal pulau Bali, orang-orang Belanda di Hindia Belanda mulai mempromosikan Bali sebagai destinasi wisata masa depan.

Lantas bagaimana sejarah awal pulau Bali menjadi destinasi wisata yang mengundang perhatian para wisatawan di Jawa dan para pelancong manca negara? Yang jelas itu dipicu oleh José Miguel Covarrubias. Dia sangat mencintai Bali dan ketika ia ingin berbulan madu, ida kembali ke Bali dengan istirinya. Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.

Selasa, 28 Juli 2020

Sejarah Pulau Bali (17): Para Pelukis Eropa Melukis Keindahan Bali; Sejarah Awal Para Pelukis dan Pembuat Peta Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
 

Pulau Bali terkenal karena keindahannya. Tidak hanya pantai dan lanskapnya, tetapi juga hasil karya dan cara berperilaku yang baik penduduknya. Oleh karena itu banyak orang bule (Eropa-Amerika) yang datang ke Bali untuk melukis—untuk melukis apa saja. Tentu saja yang datang ke Bali bukan hanya bule tetapi juga ada yang pribumi. Ringkasnya keindahan Bali menjadi daya tarik para pelukis manca negera untuk dipamerkan di pameran dunia.

Wanita Bali di Sering Sing (lukisan Corneille le Bruyn, 1706)
Sebelum ada ahli kartografi, untuk membuat peta yang baik fungsi itu diperankan oleh para pelukis. Keahlian melukis tempo doeloe impian setiap orang karena dapat merekam visual sendiri. Ibarat sekarang setiap orang ingin memiliki smartphone yang bagus agar bisa mereka apa yang diinginkan. Jabatan para pelukis menjadi berfungsi kemana-mana. Para pelukis juga disertakan dalam perang untuk melukiskan jalannya perang. Para pelukis menjadi semacam wartawan perang. Para pelukis juga menjadi andalan setiap pejabat tinggi di era VOC maupun era Pamerintah Hindia Belanda. Para pelukis menjadi semacam ajudan pribadi. Namun pelukis tetaplah pelukis. Ketika alat pemotretan sudah ditemukan dan mulai muncul di Hindia Belanda tahun 1850an, para pelukis tetap melukis dan tidak mau beralih ke profesi lain. Para pelukis kembali ke habitatnya.

Lantas seperti apa sejarah para pelukis di Bali? Nah, itu dia. Belum ada tampaknya yang tertarik untuk menulis itu. Yang jelas sebelum muncul para pelukis di Bali, para pelukis sudah berkeliaran dimana-mana di seluruh Hindia, bahkan ke tempat-tempat yang terpencil, tempat dimana belum pernah dikunjungi orang Eropa sebelumnya. Para pelukis seringkali menjadi pionir (penemu). Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.