Jumat, 07 April 2023

Sejarah Banyumas (27): Majenang, Wilayah Cilacap; Riwayat Wilayah Dayeuhluhur dan Budaya Sunda Masuk Residentie Banjoemas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Nama Majenang mirip nama Magelang. Tempo doeloe disebut Madjinang. Mengapa? Yang jelas dalam perkembangannya nama Madjinang menghilang dan yang lestarri kemudian adalah Madjenang. Bagaimana dengan sejarahnya? Mungkin ada yang ingin menulisnya, tetapi sangat terbatas data yang ada. Namun sejarah Majenang tetaplah penting karena disebut wilayah transisi budaya Jawa dan budaya Sunda. Mari kita lacak.

 

Majenang adalah kecamatan di Kabupaten Cilacap. Majenang dahulunya bagian dari kadipaten Dayeuhluhur, dibubarkan masa perlawanan Pangeran Diponegoro. Seluruh wilayah Kadipaten Dayeuhluhur, termasuk Majenang menjadi bagian dari Kabupaten Banyumas, kemudian digabungkan ke wilayah Kabupaten Cilacap pada tahun 1960. Kecamatan ini merupakan jalan utama lintas provinsi antara Jawa Tengah dan Jawa Barat menghubungkan Cilacap dengan Kota Banjar. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Brebes, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cimanggu, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cipari, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wanareja. Sebagian besar wilayah Majenang adalah pegunungan dan selebihnya dataran, mulai dari ketinggian sekitar 100-1200 M dpl. Hampir semua tanahnya subur, baik yang berupa pegunungan maupun dataran. Ada 3 sungai yang cukup deras yaitu: Sungai Cijalu, Sungai Cilopadang, dan Sungai Cileumeuh. Hutannya sangat lebat belantara dengan pohon hutan asli. Bukit-bukitnya sebagian besar terjal dengan kemiringan 25 derajat sampai 75 derajat. Ditemuklan tambang emas di desa Sadahayu (belum di eksplor). Majenang merupakan daerah "peralihan" Sunda-Jawa. Artinya, di wilayah ini bahasa ibu yang dipakai terdiri dari Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Majenang di wilayah Cilacap? Seperti disebut di atas, sejarah Majenang kurang terinformasikan. Namun wilayah Majenang menjadi penting karena terbilang batas budaya Sunda dan budaya Jawa. Dalam hubungan ini penting untuk memahami riwayat wilayah Dayeuhluhur dan budaya Sunda di Residentie Banjoemas. Lalu bagaimana sejarah Majenang di wilayah Cilacap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 06 April 2023

Sejarah Banyumas (26): Sidareja, Wilayah Rawan Banjir; Sungai Citandui di Sebelah Barat dan Teluk Segara di Sebelah Selatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Dimana Sidareja adalah satu hal. Bagaimana sejarah Sidareja adalah hal lain lagi. Sidareja tempo doeloe berbatas di sebelah barat sungai Citandui dan di sebelah selatan teluk Segara Anakan. Apakah ada sejarah Sidareja? Tampaknya tidak ada yang peduli. Okelah, Untuk itu mari kita pelajari dan sejarahnya dinarasikan. Sidareja sejatinya terbilang kota lama, sejarah yang terhapus karena narasi sejarah yang lain.


Kecamatan Sidareja Ternyata Punya Cerita Sejarah Asal Usul Misterius, Warga Kabupaten Cilacap Wajib Tau Nih. CilacapUpdate.com 7 Februari 2023. Sidareja sebuah kecamatan di kabupaten Cilacap. Salah satu kota distrik (induk) di wilayah pembangunan bagian barat meliputi Gandrungmangu, Bantarsari, Karangpucung, Cipari, Kedungreja, dan Patimuan. Kecamatan Sidareja sendiri terdiri dari 10 desa antara lain Sidareja, Gunungreja, Tinggarjaya, Kunci, Penyarang, Karanggedang dan Sudagaran. Sidareja paling pinggir sebelah barat kabupaten Cilacap berbatasan Jawa Barat (sungai Citanduy). Berdirinya Sidareja diyakini desa Panda sudah tua, diperkirakan sudah ada masa Kerajaan Galuh abad ke-6, masuk wilayah Kerajaan Galuh berbudaya Sunda. Berdasarkan penelitian tahun 1989 disimpulkan bahasa Sunda pernah menjadi bahasa tutur masyarakat Panda. Nama-nama tempat dan sungai, seperti, Cireang, Cukangawi, Cipancur, Citunggul, Cipeundeuy, Cibrewek, dan lain sebagainya menunjukkan adanya pengaruh bahasa Sunda di Desa Panda. Beberapa kosa kata bahasa Sunda di Desa Panda tidak ditemukan di wilayah Bandung, tetapi memiliki banyak kesamaan dengan bahasa Sunda di wilayah Banten. Sebelum dihuni manusia, wilayah desa Panda hutan belantara. Mbah Damarwulan, Mbah Panusupan, dan Mbah Jayasengara dianggap sebagai para leluhur mendirikan desa Panda. Warga Desa Panda juga memiliki leluhur dikenal Mbah Darmokusumo. Sebelum masuk ke dalam wilayah kabupaten Banyumas, pada awalnya menjadi bagian dari wilayah kabupaten Cilacap. (https://cilacap.pikiran-rakyat.com/)

Lantas bagaimana sejarah Sidareja, wilayah rawan banjir? Seperti disebut di atas sejarah Sidareja kurang terinformasikan. Mengapa? Karena tidak ada yang perduli, sehingga narasi sejarahnya terlupakan begitu saja. Secara geofrafis, wilayah Sidareja tempo doeloe di sebelah barat sungai Citandui dan di sebelah selatan teluk Segara Anakan. Lalu bagaimana sejarah Sidareja, wilayah rawan banjir? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (25): Kroya, Kampong Halaman Junaidi Rusmono; Tempat Dimana Soedirman Pernah Mengajar dan Berjuang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Junaidi Rusmono adalah tokoh penting bagi saya. Saya awalnya mengenal Kroya dari beliau (1984-1988). Okelah, itu satu hal. Dalam hal ini bagaimana sejarah Kroya sudah pernah ada yang menulis. Namun karena saya ingin melanjutkan pemahaman tentang Kroya, menjadi penting untuk menulis kembali narasi sejarah Kroya. Karena itulah muncul kembali sahabat lama Junaidi Rusmono.


Kroya sebuah kecamatan di wilayah (kabupaten) Cilacap. Kroya dikenal jalur pertemuan KA dari arah Bandung-Tasikmalaya dengan jalur KA dari Cirebon (Kejaksan)-Purwokerto menuju Yogyakarta atau sebaliknya. Stasiun Kroya memiliki tingkat lalu lintas terpadat di Daerah Operasi 5 Purwokerto. Kroya berbatasan kabupaten Banyumas di utara dan timur laut; kecamatan Nusawungu di timur, kecamatan Adipala dan Maos, di barat; kecamatan Binangun di selatan. Berdirinya (kecamatan) Kroya dari sejarah terbentuknya Karesidenan Banyumas. Kroya sendiri awalya desa kecil masa kadipaten Wirasaba. Selanjutnya, pasca perang Diponegoro seluruh daerah Banyumas (Mancanegara Kulon) bereada di bawah Pemerintah Hindia Belanda, termasuk wilayah Kroya. Dalam laporan Hallewijn 20 September 1830 kepada Komisaris Jenderal de Kock yang berada di Sokaraja wilayah yang akan dibentuk Residentie Banjoemas meliputi, antara lain Kebumen, Banjar, Panjer (Kebumen), Ayah, Prabalingga, Banyumas, Kroya, Sumpiuh, Adireja, Karanganyar, Patikraja, Purwakerta dan Ajibarang. Tahun 1843 mulai dibangun akses jalan dari Banyumas ke selatan menerobos gunung Karangrau hingga ke Buntu dan disambung ke selatan lagi sampai Kroya. Mulanya wilayah Kroya setingkat kawedanan (onderdistrict) di district Adireja dan kemudian ditingkatkan menjadi distrik. Pada masa ini jumlah penduduk kecamatan sebanyak 140 ribu jiwa. Mayoritas penduduk suku Jawa Banyumasan menggunakan bahasa Ngapak/Banyumasan. Ada banyak suku pendatang seperti dari Sunda, Madura, Minang, Batak dan Manado. Kroya sendiri memiliki catatan sejarah penting dimana Jenderal Soedirman pernah tinggal, mengajar dan berjuang di wilayah ini sebelum berjuang secara gerilya di wilayah Purwokerto, Purworejo dan Jogjakarta. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kroya, kampong halaman Junaidi Rusmono? Seperti disebut di atas, kota Kroya adalah salah satu tempat penting di wilayah residentie Banjoemas khususnya di wilayah afdeeling Tjilatjap. Kroya juga adalah kota tempat dimana Jenderal Soedirman pernah mengajar yang juga menjadi kampong halaman sahabat saya. Lalu bagaimana sejarah Kroya, kampong halaman Junaidi Rusmono? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 05 April 2023

Sejarah Banyumas (24): Cilacap di Muara Sungai Donan; Geomorfologi Area Cilacap Tempo Doeloe Zaman Kuno dan Masa Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Sejarah (wilayah) kabupaten Cilacap pada akhir era Kerajaan Majapahit (1294-1478) disebut terbagi dalam wilayah-wilayah Kerajaan Majapahit: Adipati Pasir Luhur dan Kerajaan Pakuan Pajajaran, yang wilayahnya membentang dari timur ke arah barat: (1) Wilayah Ki Gede Ayah dan wilayah Ki Ageng Donan dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit; (2) Wilayah Kerajaan Nusakambangan dan wilayah Adipati Pasir Luhur; (3) Wilayah Kerajaan Pakuan Pajajaran. Nama Donan dalam hal ini menjadi penting adalah terbentuknya kota Cilacap yang kemudian Cilacap menjadi nama wilayah (kabupaten).  


Menurut Husein Djayadiningrat, Kerajaan Hindu Pakuan Pajajaran setelah diserang oleh kerajaan Islam Banten dan Cirebon dan jatuh pada tahun 1579, maka bagian timur Kerajaan Pakuan Pajajaran diserahkan kepada Kerajaan Cirebon (termasuk wilayah dimana kemudian terbentuk kabupaten Cilacap). Setelah Kerajaan Pajang menjadi Kerajaan Mataram Islam (1587-1755). Pada tahun 1595 Kerajaan Mataram ekspansi ke Kabupaten Galuh (Kerajaan Cirebon). Pada era Pemerintah Hindia Belanda dibentuk Onder Afdeling Cilacap (besluit 17 Juli 1839). Sementara itu dengan beslit 27 Juni 1841 wilayah Dayeuhluhur dipisahkan dari Banyumas yang kemudian disatukan menjadi afdeling Cilacap dengan ibu kota di Cilacap, yang menjadi tempat kedudukan Asisten Residen. Pada masa Residen Banyumas van de Moore mengajukan usul pada tanggal 3 Oktober 1855 pembentukan Kabupaten Cilacap. Besluit Gubernur Jenderal tanggal 21 Maret 1856 menetapkan Onder Regentschap Cilacap ditingkatkan menjadi Regentschap (Kabupaten Cilacap). Bupati Cilacap yang pertama diangkat adalah R Tumenggung Tjakra Werdana II (1858-1873). (https://cilacapkab.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah Cilacap di muara sungai Donan? Seperti disebut di atas, nama Cilacap adalah nama baru di wilayah muara sungai Donan. Namun dalam perkembangannya nama kota Cilacap menjadi nama wilayah. Apakah dalam hal ini ada perbedaan wlayah geomorfologi Cilacap zaman kuno, tempo doeloe dengan masa kini? Lalu bagaimana sejarah Cilacap di muara sungai Donan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (23): Banjarnegara di Hulu Daerah Aliran Sungai Serayu; Banjar, Pegunungan Dieng dan Pantai Selatan Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Kabupaten Banjarnegara ditetapkan hari jadinya menjadi 26 Februari 1571. Sementara kabupaten Banyumas pad tanggal 22 Februari 1571. Itu didasarkan ditetapkannya pembagian 4 wilayah Kadipaten Wirasaba diantaranya Kadipaten Banjar Petambakan dan Kadipaten Banyumas. Bagaimana dengan kabupaten Purbalingga? Tetap memilih 18 Desember 1830, sementara kabupaen Cilacap menetapkan hari jadi tanggal 21 Maret 1856. Mengapa bisa berbeda-beda? Itu satu hal. Hal yang penting dalam hal ini bagaimana narasi sejarahnya.


Banjarnegara, suatu kabupaten ibu kota di Banjarnegara Kota. Wilayah kabupaten berbatasan Pekalongan dan Batang di utara, Wonosobo di timur, Kebumen di selatan, dan Banyumas dan Purbalingga di barat. Zona Utara, adalah kawasan pegunungan dari Dataran Tinggi Dieng, yang curam dan bergelombang; Zona Tengah merupakan Depresi Serayu yang subur. Zona Selatan merupakan bagian dari Pegunungan Serayu Selatan, relief curam. Elevasi 0-100 M dpl seluas 9,82 %. Disebutkan dalam perang Diponegoro, R. Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada pemerintah Mataram, sehingga Sri Susuhunan Pakubuwono VII menetapkan bupati Banjar berdasarkan Resolutie Governeur Generaal Buitenzorg tanggal 22 Agustus 1831 di Banjarmangu (dikenal Banjarwatulembu). Daerah Banjar menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibu kota baru. Di daerah persawahan (Banjar) didirikan ibu kota kabupaten (Negara) sehingga nama daerah menjadi Banjarnegara (Banjar: Sawah, Negara: Kota). Sejarah lama bermula setelah diangkat menjadi Adipati (era Pajang 26 Februari 1571), Joko Kaiman (Wargo Hutomo II) membagi Kadipaten Wirasaba menjadi 4 (empat) kadipaten, yaitu: Wirasaba, Merden, Banjar Petambakan dan Banyumas di Kejawar. Kyai Adipati Wargo Hutomo II mendapat julukan Adipati Mrapat. Sejak 2019 Hari Jadi Kabupaten Banjarnegara diubah dari tanggal 22 Agustus 1831 menjadi 26 Februari 1571 (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Banjarnegara di hulu daerah aliran sungai Serayu? Seperti disebut di atas, hari jadi (kabupaten) Banjarnegara merujuk tahun 1571, tetapi bagaimana wilayah kabupaten Banjarnegara secara geografi berada diantara Pegunungan Dieng dan Pantai Selatan Jawa. Apa yang menarik? Ada Banjar di timur (kota Bandjarnegara, Jawa Tengah) dan ada Banjar di barat (Kota Banjar, Jawa Barat). Lalu bagaimana sejarah Banjarnegara di hulu daerah aliran sungai Serayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 04 April 2023

Sejarah Banyumas (22): Purwokerto, Suatu Ibu Kota Afdeeling Jadi Ibu Kota Residentie Banjoemas; Apa Keutamaan Purwokerto?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Purwokerto pada masa ini dikenal sebagai ibo kota kabupaten Banyumas. Pada era Pemerintah Hindia Belanda Resdientie Banjoemas berada di Banjoemas. Pada tahun 1937 ibu kota direlokasi ke Poerwokerto. Mengapa? Apa keutamaan kota Poerwokerti dibandingkan dengan kota Banjoemas? Yang jelas kota Poerwokerto semakin tumbuh dan berkembangan, dimana kini Purwokerto termasuk salah satu pusat pendidikan di Jawa Tengah.


Sejarah dan Asal-usul Purwokerto. Kompas.com. 16/07/2022. Purwokerto adalah ibu kota kabupaten Banyumas. Ada dua versi asal-usul nama Purwokerto. Versi pertama nama Purwokerto diambil dari peninggalan batu bernama “Makam Astana Dhuwur Mbah Karta” di Arcawinangun (kecamatan Purwokerto Timur). Batu tersebut diyakini sebagai reruntuhan candi yang dimanfaatkan untuk pembangunan bendungan Sungai Pelus. Masyarakat meyakini reruntuhan peninggalan Kerajaan Pasiluhur. Versi kedua diambil dari dua tempat bersejarah di daerah itu, yakni ibu kota Pasir (Kertawibawa) dan kerajaan di tepi sungai Serayu (Purwacarita). Oleh orang-orang pedesaan Banyumas sebelah selatan Sungai Serayu, kata Purwakerta lebih akrab dibaca Puraketa, Praketa, atau Prakerta. Dari situ dijelaskan bahwa penyebutan Purwokerto merupakan suatu kesengajaan untuk membedakan nama dengan daerah Purwakarta yang ada di Jawa Barat. Kota Purwokerto awalnya adalah sebuah kadipaten didirikan oleh Adipati Mertadireja II pada 6 Oktober 1832. Kala itu, pusat pemerintahan Purwokerto ada di desa Peguwon di sekitar Sungai Pelus. Pada 1 Januari 1836, Kadipaten Purwokerto kemudian digabung dengan Kadipaten Ajibarang. Adapun ibu kota kedua wilayah itu berada di Kota Banyumas. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda Purwokerto mulai mengalami perubahan tata ruang kota digagas oleh arsitek Herman Thomas Kartsen. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah Purwokerto, suatu ibu kota afdeeling menjadi ibu kota Residentie Banjoemas? Seperti disebut di atas, sejatinya wilayah Banyumas berawal dari keutamaan kota Banjoemas. Namun dalam perkembangannya, kota Poerwokerto yang dijadikan sebagai ibu kota resdientie. Apa keutamaan Purwokerto? Lalu bagaimana sejarah Purwokerto, suatu ibu kota afdeeling menjadi ibu kota Residentie Banjoemas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.