Batavia, dengan kastilnya, terletak di muara sungai Ciliwung. Babak baru
Batavia kemudian adalah menelusuri daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung hingga
ke hulu. Sejak de Houtman tiba di Pelabuhan Sunda Kelapa 1595 dan VOC
mendirikan pos pedagangan dengan menggantikan nama Sunda Kelapa dengan Batavia
1619, baru tahun 1703 ada suatu ekspedisi dilakukan ke hulu sungai Ciliwung di
Pakuan (kini Bogor).
Ekspedisi (Illustrasi) |
Memang ini berbeda dibanding
masa-masa sesudahnya. Kehadiran Belanda (VOC) yang awalnya bermotif berdagang
(cukup dengan membuka pos perdagangan di pantai/pulau) telah berubah ketika
Belanda (pemerintah) yang pada fase berikutnya dengan motif penguasaan wilayah
(kolonialisme). Ini bisa dipahami ketika tahun 1863 pemerintah Belanda mulai
menempatkan controleur di Laboehan, tidak lama kemudian controleur Deli tahun
1866 telah melakukan ekspedisi ke Bataklanden di pedalaman. Hal serupa ini yang
terjadi seperti di Semarang, Surabaya, Padang dan Sibolga.
Melakukan ekspedisi ke hulu pelabuhan adalah upaya membuka ruang ekonomi di
hulu untuk memperbesar volume perdagangan bagi pelabuhan di hilir. Misi lain
melakukan ekspedisi ke hulu untuk lebih memahami penduduknya dan upaya
meminimalkan gangguan yang muncul dari pedalaman. Tujuan berikutnya ekspedisi
ke hulu adalah memperluas territorial yang mana pelabuhan sebagai ibukota
(hoofdplaats).
Ekspedisi Riebeeck 1703 ke Pakuan
Kabar yang ada selama ini mengenai keberadaan Pakuan di hulu sungai
Ciliwung mulai dibuktikan. Suatu ekspedisi tahun 1703 menuju Pakuan Pajajaran
dilakukan. Ekspedisi tersebut dipimpin oleh Abraham Jan van Riebeeck. Rute yang
dilalui: Benteng - Cililitan - Tanjung (Barat) - Seringsing (Serengseng) –
Pondok Cina - Depok – Pondok Terong - Bojong Manggis (dekat Bojonggede) -
Kedunghalang - Parungangsana (Tanah Baru).