Rabu, 20 Mei 2020

Sejarah Sukabumi (42): Andries de Wilde dan Bupati Tjiandjoer Soal Masalah Land Soekaboemi; Pro-Kontra di Tanah Partikelir


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini 

Andries de Wilde dan (land) Soekaboemi ibarat satu koin dengan dua sisi (saling menyatu). Di antara properti yang dimiliki Andries de Wilde, land Soekaboemi menjadi andalannya. Andries de Wilde sangat berhasil di land Soekaboemi. Namun, land Soekaboemi berada di wilayah kekuasaan bupati (regent) Tjiandjoer. Intrik-intrik pun muncul, yang akhirnya menyudutkan Andries de Wilde. Tidak tahan dengan gempuran, akhirnya Andries de Wilde diketahui kembali ke Belanda pada tahun 1819 (lihat Bataviasche courant, 18-09-1819).

Bataviasche courant, 18-09-1819
Andries de Wilde dalam buku yang ditulisnya sendiri berjudul De Preanger-Regentschappen, op Java gelegen yang diterbitkan tahun 1830 di Amsterdam oleh penerbit Westerman membuka semua tabir rahasia di balik kepulangannnya ke Belanda. Andries de Wilde bertarung sendiri melawan bupati Tjiandjoer dan juga dengan Pemerintah Hindia Belanda. Kasus yang dialami Andries de Wilde di land Soekaboemi berbeda dengan kasus di land Tjiomas (1870an-1880an) yang mana penduduk yang justru bertarung dengan pemilik land. Di land Tjiomas, penduduk yang melakukan protes ke Asisten Residen Buitenzor. Tentu saja protes tersebut ditolak karena pemilik land Tjiomas bermain mata dengan Asisten Residen. Di Land Soekaboemi bupati Tjiandjoer yang protes ke Residen Preanger (gayung bersambut). Penduduk Soekaboemi yang menjadi makmur di era Andries de Wilde kembali menderita di tangan bupati Tjiandjoer.

Andries de Wilde sejatinya, berdasarkan buku yang ditulisnya mencerminkan seorang landheer yang merakyat. Andries de Wilde menguasai bahasa Soenda, karena itu Andries de Wilde tidak perlu penerjemah dan rumahnya dengan mudah didatangi oleh penduduk maupun pemimpin lokal di Soekaboemi. Andries de Wilde yang beristri penduduk asli ini dengan sepenuh hati membimbing penduduk untuk mencapai kemakmuran yang berlimpah yang menyebabkan penduduk wilayah tetangga berdatangan untuk bermukim di Soekaboemi. Cara berpikir Andries de Wilde muncul kemudian pada keluara van Motman di land Dramaga (yang sangat kontras dengan land Tjiomas). Bagaimana kisah lengkap Andries de Wilde di land Soekaboemi? Mari kita sarikan dari buku yang ditulisnya plus sumber-sumber lain sejaman.

Selasa, 19 Mei 2020

Sejarah Sukabumi (41): Sejarah Cicurug Tempo Doeloe yang Terlupakan; Diingat Kembali karena Berbatasan dengan Bogor


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini
 

Sejarah Cicurug di Sukabumi, ibarat sejarah Cigombong di Bogor. Letak geografi Cigombong yang jauh dari Kota Bogor sering dipersepsikan masuk wilayah Sukabumi (jauh di mata dekat di hati); sebaliknya letak geografi Cicurug yang jauh dari Kota Sukabumi adakalanya dipersepsikan masuk wilayah Bogor (jauh di hati, dekat di mata). Itulah nasib kota-kota di perbatasan (perilaku mengikuti persepsi).

Tjitjoeroeg (Peta 1899)
Persepsi semacam ini, dalam kehidupan sehari-hari ada benarnya. Seorang teman saya di Bogor, seumur-umur tidak pernah ke Bandung (ibukota Provinsi Jawa Barat), tetapi tiap hari (commuter) ke Jakarta. Tentu saja ada orang Tapanuli yang seumur-umur tidak pernah ke Medan tetapi setiap tahun pulang kampung ke Tapanuli dari Jakarta. Lantas adakah warga Cicurug yang tidak pernah ke Kota Sukabimi, tetapi tiap hari commuter ke Bogor? Jika itu ada warga tersebut lebih Bogor dari pada Sukabumi. Dalam persepsi yang lebih luas, warga Bogor merasa lebih merasa Jabodetabek daripada warga Provinsi Jawa Barat. Sekali, lagi: Itulah nasib warga di perbatasan, tentu saja tanpa terkecuali warga Cicurug.

Okelah, itu satu hal, mungkin tidak terlalu penting. Yang lebih penting dalam hal ini adalah bagaimana sejarah Cicurug. Tampaknya terabaikan dan lalu terlupakan. Nah, sebelum lupa, perlu dingatkatkan bahwa Cicurug memilii sejarahnya sendiri. Sejarahnya yang sangat jauh di masa lampau. Untuk menambah pengetahuan, dan membumikan Cicurug di Sukabumi, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 18 Mei 2020

Sejarah Bogor (62): Sejarah Caringin Bogor; Nama Caringin Ada di Sukabumi, Cianjur, Garut, Cirebon, Pandeglang dan Bandung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
 

Nama Caringin tidak hanya satu. Selain di Bogor, juga antara lain terdapat di Sukabumi, Garut, Kota Bandung, Cirebon dan Banten. Oleh karena letaknya satu sama lain tidak berjauhan dan berada di wilayah Jawa bagian barat, tentu saja tidak berdiri sendiri dan diduga terkait satu dengan yang lainnya. Caringin yang mana yang lebih tua? Di Kota Bogor terdapat nama kampong tertua yang namanya Ciwaringin.

Kampong Tjaringin (Peta 1901)
Seperti halnya di Kabupaten Bogor, nama Caringin di Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi juga ditabalkan menjadi nama kecamatan. Di Kabupaten Cianjur, kabupaten Indramayu nama Caringin hanya nama suatu desa. Di Kota Bandung, Caringin adalah nama suatu kelurahan. Tentu saja banyak nama kampong disebut Caringin. Kecamatan Caringin di Kabupaten Bogor kini terdiri dari 12 desa/kelurahan, yakni:  Caringin, Ciderum, Ciherang Pondok, Cimande Hilir, Cimande, Cinagara, Lemah Duhur, Muara Jaya, Pancawati, Pasir Buncir, Pasir Muncang dan Tangkil. Diantara nama-nama kampong ini, Tangkil termasuk salah satu kampong tertua di Caringin.

Lantas apa hebatnya Caringin Bogor? Tentu saja itu mengundang penasaran. Nama Caringin tempo doeloe terkenal, bukan karena Cinagara (bukan pecinan, Chinatown) tetapi karena keberadaan taman Tjimalati dan stasion kereta api Maseng. Tjimalati kerap dikunjungi oleh orang Eropa-Belanda untuk rekreasi. Lalu bagaimana dengan Cimande? Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 17 Mei 2020

Sejarah Bogor (61): Sejarah Cigombong di Land Srogol; Sungai Tjiletoeh Dibendung Kini Menjadi Danau Tjigombong (LIDO)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Wilayah perbatasan adakalanya dipandang sebelah mata dan dianggap pintu belakang. Sejatinya wilayah-wilayah perbatasan Bogor (Buitenzorg) yang dialui jalan raya adalah pintu gerbang. Namun itu tidak cukup. Wilayah-wilayah perbatasan seakan terpinggirkan dan hanya ada dalam hati: Jauh di mata, dekat di hati. Itulah tentang riwayat Cigombong nun disana di perbatasan antara wilayah Bogor dan wilayah Sukabumi.

[Tji]gombong (Peta 1901)
Wilayah perbatasan Bogor yang dianggap sebagai pintu gerbang tidak hanya satu dua buah, tetapi tiga buah atau lebih. Selain Cigombong, juga Cisarua, Djasinga, Cibinong, Bojong Gede, Cilengsi, Gunung Sindur dan lainnya. Oleh karena wilayah perbatasan adalah area terjauh dari pusat (Bogor) adakalanya area tersebut dianggap sebagai remote area (kurang terperhatikan). Idem dito dengan area di sebelahnya yang juga kurang terperhatikan.

Sebagaai wilayah perbatasan, apakah Cigombong memiliki sejarah? Seperti halnya Jasinga dan Cisarua, sejarah Cigombong sangat mempesona. Banyak situs penting di Cigombong. Kampung Tjigombong sejak tempo doeloe dilalui jalan besar; juga dilalui jalur kereta api dengan stasion pemberhetian; dan kawasan Tjigombong adalah kawasan perkebunan. Tentu saja tidak hanya itu, di kampong Tjigombong tempo doeloe sungai Tjiletoeh dibendung yang kemudian menjadi danau Tjigombong (Lido). Untuk itu dan untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 16 Mei 2020

Sejarah Bogor (60): Sejarah Pancasan di Bogor; Jembatan Empang Menuju Pasir Kuda dan Kotabatu di Lereng Gunung Salak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Pancasan di Kota Bogor tidak ada yang menulisnya. Kampong ini terbentuk setelah kampong Empang dan kampong Bondongan eksis. Kampong Pantjasan berada di seberang sungai Tjisadane di lereng gunung Salak. Kampong Pantjasan menjadi pintu masuk (gate) menuju Pasir Koeda dan Kota Batoe. Kampong Pantjasan belumlah setua yang dibayangkan. Nama Pantjasan tidak hanya di Bogor, juga ditemukan di Jawa.

Kampong Empang (Peta 1772)
Ada yang menulis kampong Pantjasan sudah eksis 375 tahun sebagai tempat pembuatan gong dan alat musik gamelan. Pada masa ini di Pancasan terdapat Gong Factory. Disebutkan pemilik Gong Factory turun temurun, sekarag generasi keenam sejak pertama kali berdiri. Lantas bagaimana eksistensi 375 tahun dihitung dengan usia enam generasi. Jika satu generasi, katakanlah 30 tahun, maka 6 x 30 tahun = 375 tahun? Entahlah. Boleh saja setiap orang membuat perhitungan sendiri.

Sejarah adalah narasi fakta dan data. Lantas seperti apa sejarah Pancasan? Apa pentingnya sejarah Pancasan? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak penting-penting amat, tetapi sebagai bagian dari sejarah Bogor, sejarah Pancasan menjadi tidak bisa dilupakan. Satu yang penting di awal, jembatan Pancasan dibangun pada tahun 1843 (177 tahun yang lalu). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bogor (59): Sejarah Bondongan dan Nama Tempat yang Benar; Bendongan dan Bandongan, Bandoengan dan Bendoengan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Apakah Bondongan memiliki sejarah? Tentu saja ada, tetapi tidak hanya sekadar toponimi dan Taman Makam Pahlawan. Topografi wilayah Bondongan sebenarnya telah menceritakan sejarahnya sendiri. Tempo doeloe, sungai Tjikpakantjilan dibendung di beberapa titik untuk melembabkan sawah-wawah yang baru dicetak dan kebun-kebun buah-buahan yang baru ditanam. Di area inilah muncul perkampongan yang baru: kampong Bondongan.

Kampong Bondongan (Peta 1900)
Pernah ke Bondongan? Jika dari gunung Salak dimulai dari Empang melalui Bondongan (kini jalan Pahlawan) menuju (jalan) Batutulis. Ke arah kiri menuju jalan Siliwangi (Sukasari), ke arah kanan menuju jalan Lawang Gintung (terus ke jalan Siliwangi). Sebaliknya dari pantai (Jakarta) melalui jalan Pajajaran, di Sukasari berbelok ke jalan Siliwangi. Simpang kiri pertama jalan Lawang Gintung dan simpang kiri berikutnya jalan Batutulis. Terusan jalan Batutulis menuju jalan Lawang Ginting, namun jika belok kanan masuk jalan Bondongan.

Nama kampong Bondongan tidak hanya di daerah aliran sungai Tjipakantjilan, tetapi juga ditemukan di Jawa [Bendongan]. Di daerah aliran sungai Tjitaroem di dataran tinggi Priangan juga terdapat nama tempat Bandong [Bandoeng], pada posisi dimana sungai Tjikapoendong jatuh ke sungai Tjitaroem. Di Batavia [Meester Cornelis] ada juga nama tempat yang disebut Bendoengan [Oedik dan Ilir]. Okelah. Kita kembali ke sejarah kampong Bondongan. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.