Jumat, 26 Juni 2020

Sejarah Lombok (20): Sejarah Pendidikan di Pulau Lombok; Teringat Willem Iskander & Martua Hamonangan Nasution di Selong


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya sejarah pembangunan pertanian dan sejarah pengembangan kesehatan, sejarah pendidikan di Lombok juga kurang terinformasikan. Padahal pertanian, kesehatan dan pendidikan adalah tiga bidang utama yang menjadi landasan sejarah suatu kota atau wilayah. Sejarah pertanian penduduk, kesehatan masyarakat dan peningkatan penduduk warga bersifat continuum yang dapat dirasakan (diperhatikan) hingga pada masa kini. Secara khusus, sejarah pendidikan dapat dikatakan sebagai sejarah pencerahan bangsa.

Saya teringat nama seorang teman lama, karena tempat yang berbedza jauh, sejak beliau lulus kuliah kami tidak pernah bersua lagi. Namun saya mengetahui setelah lulus kuliah beliau akan ditempatkan di Selong. Tentu saja saya lebih duluan ke Selong dari pada beliau. Saya ke Selong tahun 1991, cukup lama dari 100 hari di pulau Lombok, satu setengah bulan ‘ngepos’ di Selong dan berkeliling ke seluruh pelosok di kabupaten Lombok Timur. Pos saya di Selong di salah satu kamar di Hotel Erina yang berada di tengah kota. Tugas saya di Selong dalam rangka memimpin empat tim dalam rangka survei ekonomi kesehatan. Sebelum beliau berangkat ke Selong kami sempat berdiskusi tentang pulau Lombok, khususnya kabupaten Lombok Timur dan kota Selong. Nama teman seperjuangan tersebut adalah Martua Hamonangan Nasution yang memulai karir sebagai guru di Selong. Setahu saya, beliau adalah jago matematika. Martua Hamonangan Nasution saya anggap sebagai generasi lebih lanjut jago matematika Prof. Andi Hakim Nasution (rektor IPB 1978-1987).

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di pulau Lombok, khususnya di Oost Lombok? Itu dimulai pada era Hindia Belanda. Namun sangat sulit menemukan informasinya pada masa kini. Mungkin saja belu ada penulis yang tertarik untuk menulisnya. Dalam hubungan inilah upaya pencarian data sejarah pendidikan di Lombok diperlukan. Sebelum menulis tema ini, saya teringat kawan lama: Martua Hamonangan Nasution. Okelah, untuk menambah pengetahuan dan untuk meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 25 Juni 2020

Sejarah Lombok (19): Dr RM Soedjono di Selong; Pengembangan Kesehatan dan Pembangunan Penduduk Sasak di Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Ibu kota (onderafdeeling) Lombok Timur (Oost Lombok) di Selong pada dasarnya baru dimulai pada tahun 1897. Dalam permulaan pembangunan kota Selong ini berbagai bidang menjadi perhatian pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, gedung pemerintah dan unit bangunan lainny seperti penjara. Garnisun militer sudah lebih dulu ada. Juga yang mendapat perhatian adalah layanan kesehatan dan pendidikan. Untuk memenuhi layanan kesehatan ditempatkan dokter pribumi (dokter Djawa) di Mataram, Praya dan Selong.

RSUD Dr. Soedjono, Selong (Now)
Pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di pulau Lombok pada tahun 1895 (Staatsblad No. 131 tahun 1895). Pulau Lombok menjadi satu afdeeling yang awalnya dua onderafdeeling enjadi tiga onderfadeeling, yakni: West Lombok, Oosr Lombok dan Midden Lombok. Ibu kota Onderafdeeling ditetapkan di Sisik (dekat Laboehan Hadji). Namun dalam perkembangannya Resident Bali en Lombok yang berkedudukan di Boeleleng pada tahun 1897 mengumumkan ibu kota Onderafdeeling Oost Lombok dipindahkan dari Sisik ke (kampong) Selong—jarak 3 atau 4 pal dari (pelabuhan) Laboehan Hadji (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1897). Sambungan relepon ke Selong dibangun pada awal tahun 1898 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-02-1898).

Salah satu dokter Djawa yang ditempatkan di Selong adalah Dr. Raden Mas Soedjono pada tahun 1910 untuk menggantikan koleganya. Diantara dokter-dokter pribumi di Selong, Dr. RM Soedjono yang terbilang cukup lama. Peran Dr. RM Soedjono sebagai dokter di Oost Lombok, tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga menginisiasi siswa-siswa lulusan sekolah di Selong untuk melanjutkan sekolah pamong praja (OSVIA) dan sekolah guru (kweekschool). Kini, namanya ditabalkan sebagai nama rumah sakit umum daerah (RSUD) di Selong. Lantas bagaiana kisah Dr. RM Soedjono di Selong? Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 24 Juni 2020

Sejarah Lombok (18): Sejarah Pertanian di Lombok, Tanah Sasak Nan Subur di Tengah Pulau; Bagai 'Ayam Mati di Lumbung Padi'


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Lombok tidak hanya sejarah kerajaan-kerajaan dan sejarah perang serta sejarah kehadiran penduduk Bali di (pulau) Lombok. Sejarah Lombok juga tidak terpisahkan dari sejarah pertanian, Apa pasal? Pulau Lombok adalah pulau yang subur. Mengapa? Terdapat sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sebab apa? Danau Sagara di gunung Rinjani turut menambah debit air sungai-sungai. Ada lagi? Letusan gunung Rinjani menyebabkan penimbunan humus.

Banyak danau di atas gunung, tetapi danau Sagara di gunung Rinjani mampu memberi perbedaan terhadap sungai-sungai di Lombok. Danau Toba yang maha luas nyaris tak berkontribusi pada pengairan sawah. Namun sungai Asahan yang berasal dari danau Toba dapat dibendung untuk mebangkitkan turbin. Sungai dari danau Segara tidak membangkitkan turbin, karena ke hilir enjadi sungai-sungai kecil. Meski demikian tipologi sungai danau gunung di Lombok tetapi mampu membangkitkan pertanian Lombok sangat luar biasa. Heinrich Zollinger yang pernah melakukan ekspedisi botani dan geologi ke Lombok tahun 1847 terkejut karena banyak sawah yang tidak kekurangan air di musim kemarau, karena sungai-sungainya terus mengalir. Mengapa? Danau Sagara turut memberi kontribusi. Atas dasar itu membuat Heinrich Zollinger memicunya untuk mendaki gunung Rinjani untuk membuktikannya.

Kearifan lokal juga turut melestarikan pertanian di pulau Lombok. Kebiasaan menyimpan hasil panen di lumbung, ketika terjadi letusan gunung Tambora tahun 1815, memang korban langsung tidak banyak (seperti di Sumbawa) tetapi pertanian yang lumpuh hampir enam tahun di Lombok, lumbung telah berkontribusi meminimalkan kematian dari bahaya kelaparan. Setelah humus letusan gunung Tambora selama enam tahun menjadi pupuk, pertanian Lombok bangkit kembali (hingga sekarang). Untuk menyiasati iklim, daerah-daerah yang rentan musim kemarau, penduduk meningkatkan ketersediaan air dengan membangun embung. Lumbung dan embung adalah istrumen survive penduduk Lombok yang pernah mengalami stagnasi pertanian selama enam tahun tempo doeloe. Lumbung dan embung adalah suatu kearifan lokal penduduk Lombok dari hasil belajar dari kesulitan yang pernah ditimbulkan oleh alam.

Selasa, 23 Juni 2020

Sejarah Lombok (17): Sejarah Taliwang Tempo Doeloe di Sumbawa Barat; Selat Alas, Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
 

Taliwang pada masa ini adalah ibu kota kabupaten Sumbawa Barat (kabupaten pemekaran dari kabupaten Sumbawa). Nama Taliwang menjadi penting karena dijadikan nama ibu kota kabupaten. Dalam hubungan inilah, sejarah Taliwang tempo doeloe diperlukan perhatian. Namun nama (kerajaan) Taliwang tidak sehebat kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Sumbawa (Bima, Dompu, Sumbawa dan Tambora). Kerajaan Taliwang masuk dalam kategori kerajaan-kerajaan kecil seperti Sanggar, Sape dan Pekat.

Nama Sumbawa dan nama Alas tentulah sangat penting pada masa lampau. Nama Sumbawa telah diidentifikasi sebagai nama pulau dan nama Alas diidentifikasi sebagai nama selat. Selat Alas adalah perairan yang memisahkan pulau Lombok dan pulau Sumbawa. Pulau Lombok sendiri sudah pernah dikunjungi oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada tahun 1597. Pada ekspedisi kedua Belanda tahun 1599 nama Sumbawa sudah diidentifikasi sebagai nama pulau. Pada peta-peta Portugis (sebelum kehadiran Belanda), sejumlah kerajaan yang terdapat di pulau Lombok adalah Tambora, Bima, Dompu, Sumbawa, Sape dan Sanggar. Nam pulau disebut pulau Sumbawa. Lalu, bagaimana dengan Alas? Dalam peta-peta Portugis nama Alas belum diidentifikasi. Yang telah diidentifikasi adalah teluk Aram. Nama Aram juga sudah diidentifikasi pada ekspedisi kedua Belanda. Mengapa nama selat belum diidentifikasi? Tampaknya belum begitu penting. Nama (tempat) Alas paling tidak baru diidentifikasi pada peta tahun 1675.

Kerajaan Taliwang adalah salah satu vassal dari kerajaan Soembawa. Sebagai kerajaan kecil, namanya baru muncul belakangan. Nama Taliwang baru dicatat ketika VOC mulai membina perdagangan di pantai barat pulau Sumbawa (lihat Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der konsten en weetenschappen, 1786). Okelah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 22 Juni 2020

Sejarah Lombok (16): Sejarah Sumbawa, Tau Samawa; Terbentuknya Peradaban Baru Sabalong Samalewa, Samalewa Samawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Nama Sumbawa tentu saja sudah lama ada. Bahkan jauh sebelum muncunya nama Dompu. Seperti halnya pulau Flores dan pulau Timor, pulau Sumbawa adalah pulau besar, jauh lebih besar dari tetangganya pulau Lombok. Sementara nama (kerajaan) Dompu lebih dulu terkenal (naskah Pararaton) baru nama (kerajaan) Bima berkibar sejak era VOC. Lalu bagimana dengan kerajaan Sumbawa? Mulai dikenal sejak 1674.

Ada satu masa dimana pulau Sumbawa mengalami masa kelam. Itu terjadi sejak meletusnya gunung Tambora pada bulan April 1815. Menurut laporan pada era Hindia Belanda, penduduk (kerajaan) Sombawa hanya tersisa 26 orang. Sementara kerajaan Tambora dan Pekat yang begitu dekat dengan pusat letusan, penduduk kedua kerajaan ini hanya survive lima orang. Penduduk kerajaan Dompu yang masih hidup ada 40 orang. Namun tentu saja penduduk kerajaan Sumbawa yang disebut survive sebanyak 26 orang adalah penduduk Sumbawa yang sudah berinteraksi dengan dunia luar. Penduduk (asli) pulau Sumbawa, termasuk di kerajaan Bima, masih banyak yang belum terhitung yang bermukim di wilayah-wilayah tertentu yang masih menganut kepercayaan lama. Penduduk yang tersisa dan penduduk yang belum terdeteksi berapa banyak yang berada di wilayah-wilayah tertentu diduga sebagai pembentuk peradaban baru (bersama dengan penduduk pendatang yang datang kemudian). Salah satu wujud peradaban baru itu pada masa ini dikenal dengan spirit sabalong samalewa, samalewa Samawa.

Orang Sumbawa adalah penduduk yang berafiliasi membentuk budaya sendiri yang kemudian muncul kerajaan Sumbawa. Kerajaan Sumbawa menjadi pembeda dengan wilayah budaya (wilayah administrasi) dari kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Sumbawa. Lalu bagaimana sejarah orang Sumbawa sebelum dan sesudah letusan gunung Tambora? Nah, itu dia. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, ari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lombok (15): Kota Bima Pasca Letusan Gunung Tambora (1815); Kelaparan dan Membangun Kota di Atas Reruntuhan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Keutamaan (kota) Bima pada era Hindia Belanda, karena di kota ini sejak era VOC sudah menjadi ibu kota, tempat dimana residen berada. Hubungan Bima dan VOC yang akrab tetap berlanjut pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pada era pendudukan Inggris, saat gunung Tambora meletus (April 1815) dampaknya tidak terlalu fatal di (kerajaan) Bima. Setelah bencana tahun 1815 Kota Bima secara perlahan-lahan dibangun kembali.

Lukisan makam kuno di Bima (1821)
Tidak banyak laporan tentang (kota) Bima pasca bencana kecuali beberapa seperti laporan Residen Bima (1819) dan hasil kunjungan Reinwardt tahun 1821 (tetapi baru dipublikasikan pada tahun 1858). Setahun sebelum publikasi Reinwardt ini, tulisan Heinrich Zollinger diterbitkan sebagai bagian hasil ekspedisinya ke Bima (Sormbawa) tahun 1847. Jung Huhn juga memiliki kesempatan ke Soembawa. Dari laporan-laporan tersebut, kerajaan Bima masih banyak yang tersisa, tetapi kerajaan-kerajaan Tambora, Pekat, Dompu dan Soembawa nyaris punah. Disebutkan penduduk dari kerajaan Tambora dan Pekat hanya survice tidak lebih dari lima orang, sementara penduduk kerajaan Dompu yang masih hidup sekitar 40 orang, sedangkan penduduk dari kerajaan Soembawa masih hidup sebanyak 26 orang. Penduduk Bima yang terkena dampak langsung letusan gunung Tambora tidak terlalu banyak, tetapi faktor kelaparan setelah bencana yang menyebabkan penduduk (kerajaan) Bima menemui kematian sehingga penduduk kerajaan Bima yang tersisa diperkirakan tidak lebih dari 5.000 orang.

Bagaimana kota Bima bangkit kembali pasca bencana gunung Tambora? Itu dimulai dari beberapa bangunan (situs) yang masih tersisa. Rumah penduduk luluh lantak, kapal-kapal yang berada di pantai tersapu habis dihantam tsunami yang puing-puingnya berada jauh di daratan di tengah kota. Bangun istna Radja Bima yang dibangun dengan konstruksi kuat masih tersisa kecualu atapnya rusak berat. Bangunan pemakaman kuno juga masih berdiri utuh. Secara keseluruhan ekonomi, pedagangan serta kemakmuran (kerajaan) Bima ratusan tahun jatuh ke titik nadir. Bima bangkit dan membangun kembali. Tidak mudah lagi. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.