Senin, 22 Juni 2020

Sejarah Lombok (16): Sejarah Sumbawa, Tau Samawa; Terbentuknya Peradaban Baru Sabalong Samalewa, Samalewa Samawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Nama Sumbawa tentu saja sudah lama ada. Bahkan jauh sebelum muncunya nama Dompu. Seperti halnya pulau Flores dan pulau Timor, pulau Sumbawa adalah pulau besar, jauh lebih besar dari tetangganya pulau Lombok. Sementara nama (kerajaan) Dompu lebih dulu terkenal (naskah Pararaton) baru nama (kerajaan) Bima berkibar sejak era VOC. Lalu bagimana dengan kerajaan Sumbawa? Mulai dikenal sejak 1674.

Ada satu masa dimana pulau Sumbawa mengalami masa kelam. Itu terjadi sejak meletusnya gunung Tambora pada bulan April 1815. Menurut laporan pada era Hindia Belanda, penduduk (kerajaan) Sombawa hanya tersisa 26 orang. Sementara kerajaan Tambora dan Pekat yang begitu dekat dengan pusat letusan, penduduk kedua kerajaan ini hanya survive lima orang. Penduduk kerajaan Dompu yang masih hidup ada 40 orang. Namun tentu saja penduduk kerajaan Sumbawa yang disebut survive sebanyak 26 orang adalah penduduk Sumbawa yang sudah berinteraksi dengan dunia luar. Penduduk (asli) pulau Sumbawa, termasuk di kerajaan Bima, masih banyak yang belum terhitung yang bermukim di wilayah-wilayah tertentu yang masih menganut kepercayaan lama. Penduduk yang tersisa dan penduduk yang belum terdeteksi berapa banyak yang berada di wilayah-wilayah tertentu diduga sebagai pembentuk peradaban baru (bersama dengan penduduk pendatang yang datang kemudian). Salah satu wujud peradaban baru itu pada masa ini dikenal dengan spirit sabalong samalewa, samalewa Samawa.

Orang Sumbawa adalah penduduk yang berafiliasi membentuk budaya sendiri yang kemudian muncul kerajaan Sumbawa. Kerajaan Sumbawa menjadi pembeda dengan wilayah budaya (wilayah administrasi) dari kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Sumbawa. Lalu bagaimana sejarah orang Sumbawa sebelum dan sesudah letusan gunung Tambora? Nah, itu dia. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, ari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Sumbawa: Pulau dan Kerajaan

Nama Samawa ditulis untuk menyebut Sumbawa pertama kali pada tahun 1877 (lihat Handleiding bij de beoefening der land- en volkenkunde van Nederlandsch Oost-Indiƫ, voor de cadetten, bestemd voor den dienst in die gewesten, 1877). Disebutkan Soembawa (dat eigenlijk Sambawa of Samawa schijnt te heeten.Keterangan ini penulis ingin membetulkan nama Soembawa yang sebenarnya adalah Sambawa atau Samawa. Tidak dijelaskan apakah Sambawa bergser menjadi Samawa (atau sebaliknya).

Peta 1675
Pada era Portugis ditulis sebagai Cumbava. Orang-orang Belanda (VOC) menulisnya menjadi Soembawa. Namun bagaimana yang sebenarnya sulit diketahui secara pasti. Namun penulisan Cumbava atau Soembawa (Eropa) bisa benar. Sebab ada dua pulau besar yang memiliki nama yang berdekatan, yakni Soemba dan Soembawa. Lantas apakah penulisan pada era Portugis dengan Cumbava merupakan reduksi Soemba Java? Pada awal era Portugis kepulauan Sunda Kecil (nusa tenggara) dengan Java Minor (Java sendiri sebagai Major). Sebelum kedatangan orang Eropa, pulau Sumbawa dipengaruhi oleh Java, sementara pulau Soemba tidak dipengaruhi. Pada era Portugis pulau Soemba disebut pulau Tjindana. Lalu, apakah penamaan di era Portugis dengan Cumbava dimaksudkan untuk membedakan dengan pulau Soemba? Boleh jadi munculnya penyebutan nama Sambawa atau Samawa setelah masuknya pengaruh Islam. Nama Samawa pada saat itu ditemukan sebagai nama pulau di Atjeh atau nama suatu kota di Irak. Besar dugaan ketika Portugis sudah berada di pulau Soembawa (dan pulau-pulau lainnya), belum teridentifikasi syiar Islam. Kehadiran Islam baru sampai di Lombok, sejak tahun 1593 (Djepara) sebagaimana dicatat oleh Cornelis de Houtman (1597). Kehadiran Islam di (pulau) Soembawa diduga kuat berasal dari Makassar (kerajaan Gowa).

Namun demikian nama Soembawa tidak pernah berubah hingga ini hari, meski ada penulis Belanda yang mengingatkan bahwa coding yang sebenarnya adalah Sambawa atau Samawa. Kerajaan Soembawa (yang menggunakan nama pulau) sudah dikenal pada era Portugis sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya (Sanggar, Tambora, Bima, Dompu dan Sape). Pada era VOC raja-raja dari kerajaan di pulau Soembawa melakukan kerjasama (contract) dengan Pemerintah VOC.

Pemerintah VOC membuat perjanjian timbal-balik (contract) dengan kerajaan Bima pada tahun 1669 (sebagaimana dicatat di dalam Daghregisters tanggal 13 November 1669). Perjanjian ini merupakan perjanjian yang diperbarui setelah berakhirnya Perang Gowa. Pejabat VOC (Residen) sudah lama berkedudukan di Bima. Sahbandar di Bima adalah Codja Roeboe. Orang yang mempertemukan para raja-raja lainnya dengan pemerintah VOC adalah orang Moor Codja Roeboe dan Codja Derwis. Perjanjian antara Pemerintah VOC dengan kerajaan Soebawa dilakukan pada tahun 1674 (Daghregister tanggal 10 Juli 1674). Sebelumnya Pemerintah VOC dengan kerajaan Dompu sudah diadakan pada tahun 1671.

Setelah adanya perjanjian pemerintah VOC dengan radja Soembawa pada tahun 1674, nama (kerajaan) Soembawa semakin dikenal. Jalur pelayaran VOC sebelumnya (Batavia-Banda via Djapara, Bima dan Dompu) diperluas ke (pelabuhan) Soembawa. Pelabuhan Bima berada di teluk, demikian juga pelabuhan Dompu di teluk. Pelabuhan Soembawa yang berada di dekat jalur pelayaran jarak jauh menyebabkan kerajaan Soembawa mulai lebih populer dibandingkan kerajaan Dompu. Kerajaan Bima menjadi sangat terkenal karena ibu kota cabang Pemerintahan VOC.

Kontrak terkenal antara Pemerintah VOC dengan kerajaan Soembawa adalah pengadaan bahan cat kayu (sappanhout). Kontrak terbesar dilakukan pada tahun 1677 sebanyak 15.000 picols (luihat Daghregister 18 Desember 1677). Kerajaan Soembawa beberapa kali mendapat perlawanan, namun tampaknya pemerintah VOC tetap berhasil melindunginya. Radja Satello di Soembawa dikabarkan meninggal (lihat Dagregister 4 November 1725).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kerajaan Sumbawa Pasca Bencana Gunung Tambora

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar