Kamis, 25 Juni 2020

Sejarah Lombok (19): Dr RM Soedjono di Selong; Pengembangan Kesehatan dan Pembangunan Penduduk Sasak di Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Ibu kota (onderafdeeling) Lombok Timur (Oost Lombok) di Selong pada dasarnya baru dimulai pada tahun 1897. Dalam permulaan pembangunan kota Selong ini berbagai bidang menjadi perhatian pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, gedung pemerintah dan unit bangunan lainny seperti penjara. Garnisun militer sudah lebih dulu ada. Juga yang mendapat perhatian adalah layanan kesehatan dan pendidikan. Untuk memenuhi layanan kesehatan ditempatkan dokter pribumi (dokter Djawa) di Mataram, Praya dan Selong.

RSUD Dr. Soedjono, Selong (Now)
Pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di pulau Lombok pada tahun 1895 (Staatsblad No. 131 tahun 1895). Pulau Lombok menjadi satu afdeeling yang awalnya dua onderafdeeling enjadi tiga onderfadeeling, yakni: West Lombok, Oosr Lombok dan Midden Lombok. Ibu kota Onderafdeeling ditetapkan di Sisik (dekat Laboehan Hadji). Namun dalam perkembangannya Resident Bali en Lombok yang berkedudukan di Boeleleng pada tahun 1897 mengumumkan ibu kota Onderafdeeling Oost Lombok dipindahkan dari Sisik ke (kampong) Selong—jarak 3 atau 4 pal dari (pelabuhan) Laboehan Hadji (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1897). Sambungan relepon ke Selong dibangun pada awal tahun 1898 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-02-1898).

Salah satu dokter Djawa yang ditempatkan di Selong adalah Dr. Raden Mas Soedjono pada tahun 1910 untuk menggantikan koleganya. Diantara dokter-dokter pribumi di Selong, Dr. RM Soedjono yang terbilang cukup lama. Peran Dr. RM Soedjono sebagai dokter di Oost Lombok, tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga menginisiasi siswa-siswa lulusan sekolah di Selong untuk melanjutkan sekolah pamong praja (OSVIA) dan sekolah guru (kweekschool). Kini, namanya ditabalkan sebagai nama rumah sakit umum daerah (RSUD) di Selong. Lantas bagaiana kisah Dr. RM Soedjono di Selong? Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Raden Mas Soedjono: Lulusan Docter Djawa School di Batavia

Pada tahun 1897 ibu kota Lombok Timur (Oost Lombok) pindah ke Selong. Pada tahun ini Raden Mas Soedjono lulus ujian akhir di sekolah kedokteran (Docter Djawa School) di Batavia (lihat De Preanger-bode, 01-02-1897). Disebutkan Raden Mas Soedjono asal Djocdjakarta. Mereka yang lulus bersamaan ada sembilan orang. Tiga orang termasuk Dr. RM Soedjono ditepatkan di rumah sakit beri-beri di Buitenzorg (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-02-1897).

Beberapa bulan kemudian, dari Buitenzorg (kini Bogor) Dr. RM Soedjono dipindahkan ke Rangkasbitoeng (lihat Soerabaijasch handelsblad, 28-03-1898). Dr. RM Soedjono kemudian dipindahkan ke Banjoemas kemudian ke Wonogiri (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-10-1898). Untuk memerangi kolera Dr. RM Soedjono ditempatkan di distrik Gendingan, Madioen (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-06-1902). Dr Raden Mas Soedjono dari Wonogiri dipindahkan ke Loeboek Pakam, Oost Sumatra (lihat Soerabaijasch handelsblad, 17 Februari, 1904)

Sepulang dari Loeboek Pakam (Ooostkust van Snmatra) Dr Raden Mas Soedjono dipindahkan ke Toeban, Rembang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-02-1906). Salah satu hasil kerjanya di Loebok Pakam, Dr. Soedjono membuat laporan (rapport) tentang pengamatannya di penjara Loeboek Pakam yang dimuat pada majalah Geneeskundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, 1906.

Beberapa tahun setelah ibu kota dipindahkan dari Sisik ke Solong, dokter mulai ditempatkan di Selong. Paling tidak keberadaan dokter Djawa di Selong dilaporkan pada tahun 1902 dimana juga telah terdapat rumah sakit yang mana dokter ini juga mengunjungi tiga klinik di tepat yang berbeda (lihat  Soerabaijasch handelsblad, 27-12-1902). Beberapa dokter yang pernah bertugas di Selong adalah Dr. Thenu. Pada tahun 1905 Dr Mas Mochtar dari Selong dipindahkan ke Ponorogo, Madioen (lihat Sumatra-bode, 28-01-1905). Sebagai penggantinya di Selong Dr Katim yang sebelunya di Ponorogo (tukar tempat). Pada tahun 1907 Dr Raden Mas Abdulkadir dipindahkan dari Selong ke Kediri (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 23-07-1907). Sebagai penggantinya ditempatkan di Selong Mas Kammar (dari Tegal). Sementara itu Dr Raden Abdul Tahir dipindahkan dari Praja ke Den Pasar (Bali).

Dr. RM Soedjono dari Rembang dipindahkan ke Madioen (lihat Soerabaijasch handelsblad, 24-04-1906). Beberapa bulan keudian dipindahkan lagi ke Rembang. Pada tahun 1907 Dr. RM Soedjono dipindahkan dari Toeban, Rembang ke rumah sakit kota (stadsverband) di Soerabaja (lihat De locomotief, 16-07-1907).

Ampenan dan Mataram (Peta 1897)
Di Afdeeling Lombok, Residentie Bali en Lombok sudah diketahui keberadaan suatu rumah sakit di Ampenan (lihat Soerabaijasch handelsblad,     18-06-1907). Rumah sakit di Mataram ini pada dasarnya adalah rumah sakit militer. Cikal bakal rumah sakit ini adalah rumah sakit darurat yang dibangun setelah kota Mataram berhasil direbut dalam ekspedisi militer di Lombok pada tahun 1894 dalam upaya melumpuhkan kerajaan Bali Selaparang di Mataram dan Tjakranegara. Dalam ekspedisi tersebut Pemerintah Hindia Belanda menurunkan sebanyak 12 orang dokter, salah satu diantaranya Dr CJ Neeb. Grup dokter inilah yang membangun rumah sakit militer di Mataram segera setelah kota Mataram berhasil dikuasai (lihat Dr CJ Neeb dan Luitenant WE Asbeek Brusse. 1897, Naar Lombok). Ampenan dan Mataram (Peta 1897). Pada tahun 1901 kepala rumah sakit ini adalah Dr. A. Kolthoff (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 18-03-1901). Disebutkan petugas kesehatan klass-1 tentara Hindia Belanda A Kolthoff dipindahkan dari Ampenan ke Soerabaja.

Setelah setahun di Soerabaja, Dr. RM Soedjono diberitakan kontrak Dr. RM Soedjono telah ditingkatkan dengan mengangkatkannya sebagai dokter pemerintah dengan tetap bertugas di rumahsakit kota Soerabaja (lihat De Preanger-bode, 26-11-1908). Beberapa tahun kemudian Dr. Soedjono dari Soerabaja dipindahkan ke Lawang (lihat De locomotief, 26-09-1910). Namun tidak lama kemudian Dr, Soedjono kembali ke Soerabaja. Untuk memberantas epidemi kolera di Lombok Dr Soedjono ditempatkan di Selong (lihat De Preanger-bode, 11-05-1911). Sementara Dr Poerwodiredjo dari Selong ditempatkan ke Soerabaja (tukat tempat).

Beberapa bulan sebelumnya dikabarkan berjangkit penyakit kolera di Lombok (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-03-1911). Disebutkan kasus yang terjadi pada periode 21-31 Januari di distrik Praja en Djonggat (Lombok) dari 277 orang yang terjangkit kolera dilaporkan sebanyak 173 penderitanya meninggal sekitar 60 persen, Pada tahun 1913 terjadi epidemi cacar di Lombok (lihat De Preanger-bode, 18-04-1913). Disebutkan epidemi cacar ini sangat parah, telah menyebar di sebagian besar pulau Lombok. Di West Lombok warga Eropa di Ampenan  telah divaksinasi. Vaksinasi terhadap penduduk di West Lombok juga telah dimulai. Penyakit segera menyebar dan beberapa kasus juga terjadi pada bulan September di Oost Lombok. Hal ini mendorong pemerintah untuk sementara waktu menutup pasar di Selong, Masbagek dan Sakra. Dengan memperhatikan bahaya penyebaran penyakit, akan dipaksa penduduk divaksinasi.

Setelah epdidemi kolera dan cacar di Lombok, Dr Saedjono dipindahkan dari Selong ke Magetan, Madioen (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-07-1916). Untuk menempati pos di Selong dipindahkan dari Magetan Dr R Ismangil Koesoemopoetro ke Selong (tukar tempat). Pada tahun 1918 Dr Soedjono kembali dipindahkan dari Magetan ke Selong lagi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-06-1918). Sementara Dr Ismangil dari Selong ke Soerabaja dan pos yang ditinggalkan Dr Soedjono ditempatkan Dr Rachmat dari Soerabaja. Apa yang mendorong Dr RM Soedjono kembali ke Selong belum diketahui secara jelas.

Perihal perpindahan kembali sebenarnya tidak jarang terjadi. Namun tampaknya Dr RM Soedjono di Selong akan ingin lama. Dr RM Soedjono di Selong hingga tahun 1926 masih bertahan (lihat Geneeskundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1926).

Dr Raden Mas Soedjono sudah sangat lama di Selong. Tampaknya Dr Soedjono ingin menetap di Selong. Boleh jadi Dr Raden Mas Soedjono di Selong sudah merasa warga Selong. Hal serupa ini umum terjadi pada pegawai-pegawai pemerintah termasuk guru dan dokter. Hanya sebagian kecil yang kembali pulang kampong. Mereka yang memilih menetap ini umumnya akan selamanya di tempat tersebut. Dr Raden Mas Soedjono di Selong pada akhirnya meminta kepada peerintah untuk pensiun dan setelah dianggap cukup lama mengabdi dikabulkan pemerintah (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 03-06-1933).

Sebagai pengganti Dr Raden Mas Soedjono di Selong ditempatkan Dr Mas Soedigdo (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 03-07-1933).  Dr Mas Soedigdo sebelumnya di dinas ksehatan (CBZ) di Soerabaia. Pada tahun 1936 Dr Mas Soedigdo dipindahkan kembali ke Soerabaja (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 10-09-1936). Dr Mas Soedigdo di Selong digantikan oleh dokter lainnya. Pada tahun 1941 dokter di Selong ditingkatkan kualitasnya. Untuk menempati posisi dokter di Selong ditempatkan Dr Raden Soesatijo Koesoemohandojo (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-04-1941). Raden Soesatijo Koesoemohandojo yang enjadi asisten dosen di Fakultas Kedokteran di Soerabaja (NIAS) yang baru lulus tanggal 8 April 1941 ditempatkan di Selong. Catatan: Docter Djawa School pada tahun 1902 ditingkatkan kualitas dengan lama studi dari tujuh tahun menjadi sembilan tahun (STOVIA). Pada tahun 1924 STOVIA ditingkatkan mutunya dengan nama Geneeskundigehoogeschool yang lulusannya setara Eropa. Beberapa tahun kemudian di Soerabaja dibentuk fakultas kedokteran sejenis yang disebut Nederlandsche Indie Arts School-NIAS). Perbedaannya adalah Geneeskundige Hoogeschool di Batavia khusus pribumi, sedangkan NIAS di Soerabaja mahasiswanya campuran (Eropa, Tionghoa, Timur Asing lainnya dan pribumi).

Dr Raden Mas Soedjono yang dalam penugasannya di Selong total selama 20 tahun hingga tahun 1933 yang terdiri dari lima tahun pada periode 1911-1916 dan selama 15 tahun pada periode 1918-1933. Seperti halnya dokter-dokter dari Jawa, dokter-dokter Djawa juga banyak yang berasal dari Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli dan jarang yang pulang kampong dan lebih memilih menetap di daerah mana mereka nyaman untuk menjalani hari tua (sisa hidup) sambil turut mencurahkan pikiran dan tenaga untuk membangun kota atau wilayah dan pengembangan penduduk.

Penerimaan siswa terakhir untuk sekolah kedokteran Docter Djawa School pada tahun 1898 dan namanya diubah pada tahun 1902. Dua siswa yang diterima tahun 1898 adalah Abdoel Hakim dari afdeeling Mandailing en Angkola dan Tjiptomangoenkoesoeo dari afdeeling Poewodadi. Mereka berdua sama-sama lulus tahun 1905. Setelah ditempatkan di beberapa tempat, Dr. Tjiptomangoenkoesoeo menetap di kota Bandoeng (kelak dikenal sebagai pendiri Indische Partij, 1913). Idem dito, Dr Abdoel Hakim Nasution setelah pindah dari satu tempat ke tempat lain akhirnya menetap di kota Padang. Pada tahun 1919 Dr Abdoel Hakim terpilih sebagai anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang. Sebagai anggota dewan senior pada tahun 1932 Dr Abdoel Hakim diangkat sebagai wali kota (bergemeester) kota Padang (hingga tahun 1942). Pada tahun 1945 Dr Abdoel Hakim diangkat Pemerintah RI sebagai wali kota Padang pertaa (RI). Dua siswa yang tergolong mahasiswa STOVIA adalah Radjamin Nasution dan Raden Soetomo. Selagi masih kuliah Radjamin Nasution mendirikan klub sepak bola yang ikut berkompetisi di bond (perserikatan) Batavia dengan nama klub Docter Djawa Voetbalclub, seentara Raden Soetomo menginisiasi pendirian organisasi sosial Boedi Oetomo pada tahun 1908. Setelah lulus tahun 1911 ditempatkan di berbagai tempat, termasuk Loeboek Pakam, Dr Soetomo melanjutkan studi ke Belanda dan kemudian menetap di Soerabaja (sejak 1924) yang lalu menjadi kepala rumahsakit kota Soerabaja. Idem dito Dr. Radjamin Nasution setelah lulus tahun 1912 dan ditempatkan di berbagai tempat, dan pada penempatan terakhir di Soerabaja Dr. Radjamin Nasution terpilih sebagai anggota dewan kota Soerabaja pada tahun 1931. Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution adalah pendiri partai PBI di Soerabaja. Partai ini kemudian fusi dengan organisasi sosial Boedi Oetoo dan memmbentuk partai Parindra pada tahun 1935. Dr. Radjamin Nasution pernah menjadi anggota Volksraad melalui dapil Oost Java dan pada era pendudukan Jepang diangkat sebagai wali kota Soerabaja. Pada permulaan RI (1945) Dr. Radjamin Nasution juga diangkat sebagai Wali Kota Soerabaja pertama (RI).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Peran Lain Dr Raden Mas Soedjono di Selong

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar