Kamis, 20 Agustus 2020

Sejarah Manado (1): Sejarah Asal Usul Kota Manado di Sulawesi; dari Era VOC hingga Menjadi Gemeente [Kota] pada 1 Juli 1919

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini 

Kota Manado adalah ibu kota Provinsi Sulawesi Utara. Sebagai ibu kota, Kota Manado menjadi penting. Lantas bagaimana sejarahnya. Sangat panjang hingga di masa lampau (sejak era VOC-Belanda). Dalam hal ini, Manado awalnya adalah sebuah kampong kecil di district Minahasa dimana bendera tricolor VOC mulai dikibarkan. Kampong kecil ini tumbuh dan berkembang hingga dijadikan sebagai kota (gemeente) pada tanggal 1 Juli 1919.

Sejarah Manado adalah bagian dari sejarah Minahasa dan sejarah Minahasa adalah bagian dari sejarah Sulawesi Bagian Utara (termasuk wilayah Provinsi Gorontalo masa kini). Sejarah Manado di wilayah Sulawesi Bagian Utara adalah bagian yang tidak terpisahkan dari SEJARAH MENJADI INDONESIA. Dalam hal ini Sejarah Manado adalah serial artikel tentang berbagai aspek di Sulawesi Bagian Utara khususnya di Manado. Dalam blog ini sudah terlebih dahulu ditulis serial artikel Sejarah Lombok, Sejarah Bali, Sejarah Surabaya, Sejarah Makassar, Sejarah Ambon, Sejarah Semarang, Sejarah Jogjakarta, Sejarah Bandung, Sejarah Depok, Sejarah Bogor, Sejarah Jakarta, Sejarah Medan, Sejarah Padang, Sejarah Palembang, Sejarah Sibolga, Sejarah Padang Sidempuan dan lainnya. Setelah Sejarah Manado diproyeksikan Sejarah Kalimantan (Banjarmasin, Samarinda dan Pontioanak), Sejarah Riau, Sejarah Aceh dan Sejarah Banten. Dengan demikian nantinya akan tersusun Sejarah Indonesia. Untuk serial Sejarah Manado, mari kita mulai dengan artikel pertama berjudul Sejarah Asal Usul Kota Manado.

Sebagai sebuah kota tua, tentu sangat penting membuat kronologisnya. Setiap tahapan waktu memiliki sejarahnya sendiri. Sebagaimana diketahui sejarah adalah narasi fakta dan data, maka untuk menyusun kronologis haruslah berdasarkan fakta dan data. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Sejarah permulaan Kota Manado ini kurang terinformasikan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 19 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (42): Jalak Bali dan Jalak Harupat; Rothschild, Deninger, Stresemann, Tauern dan Prof Dr Soekarja Somadikarta

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, flora dan fauna pulau Bali dan pulau Jawa mirip satu sama lain, ada harimau Bali dan ada harimau Jawa, juga ada salak Bali dan ada salak Soenda. Harimau Bali dan harimau Jawa sudah punah, tapi salak Bali masih eksis. Satu yang unik unik di pulau Bali adalah jenis burung jalak yang dikenal sebagai Jalak Bali, suatu burung endemik yang hanya ditemukan di Bali, karena itu disebut burung Jalak Bali.

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang lebih kurang 25cm, dari suku Sturnidae. Jalak Bali hanya ditemukan di hutan bagian barat pulau Bali dan merupakan hewan endemik Indonesia. Burung ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak Bali dinamakan menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang pertama yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912. Sementara itu, nama jalak terkenal di Jawa disebut Jalak Harupat, namun bukan suatu burung tetapi sejenis ayam jantan dalam bahasa Sunda. Ayam tersebut dimitoskan sebagai ayam yang kuat, pemberani, nyaring saat berkokok, selalu menang saat diadu. Sifatnya yang demikian membuatnya dijadikan julukan bagi seorang pemberani seperti Otto Iskandardinata (lihat Wikipedia).

Bagaimana sejarah Jalak Bali? Namanya sudah dipatenkan dengan nama ilmiah Leucopsar rothschildi yang dihubungkan dengan seorang kolektor asal Austria yang tinggal di Inggris, Walter Rothschild. Jauh sebelumnya sudah ada seorang Inggris di Lombok yakni Alfred Russel Wallace. Tentu saja jangan lupa dengan nama Prof. Dr. Soekarja Somadikarta yang juga ahli burung terkenal Indonesia. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 18 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (41): Sejarah Salak Bali, Sejarah Salak Padang Sidempuan; Mengapa Gunung di Bogor Diberi Nama Salak?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Salak Bali begitu terkenal, lebih terkenal dari salak Condet (Jakarta). Namun salak Padang Sidempuan kurang dikenal di Bali (boleh jadi karena jaraknya yang jauh). Sejatinya salak tertua di Indonesia hanya ditemukan di beberapa tempat seperti di Bali dan di Angkola (Padang Sidempuan). Begitu tuanya, tidak ada yang yang tahu sejak kapan budidaya salak muncul di Bali dan Padang Sidempuan (Angkola).

Di Bogor terdapat gunung Salak. Nama salak juga dijadikan nama hotel. Namun sejatinya tidak ada salak di Bogor. Penamaan salak untuk gunung di Bogor tidak dihubungkan dengan tanaman salak. Tanaman salak di Indonesia hanya ditemukan di sedikit tempat. Dua tempat dimana salak ditemukan sejak baheula adalah di Bali dan di Padang Sidempuan. Salak pondoh di Djogjakarta adalah jenis salak varietas unggul yang diintroduksi oleh pemerintah untuk dikembangkan masyarakat. Salak pondoh ini berkembang pesat di lereng gunung Merapi di wilayah Sleman. Sentra salak lainnya berada di Tasikmalaya.

Lantas bagaimana sejarah salak Bali? Tentu saja harus disandingkan dengan salak Padang Sidempuan. Hal ini karena wilayah itu terbilang sentra salak tertua di Indonesia. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (40): Sejarah Kopi Bali di Kintamani; Mengapa Orang Bali Menolak Menanam Kopi Sejak Era VOC-Belanda?

 

 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada sejarah kopi Bali? Ada, Bagaimana sejarah kopi Bali? Nah, itu dia. Sejauh ini kurang terinformasikan. Okelah, sambil seruput kopi, kita coba cari tahu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Sebab menurut mereka, sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri maupun para penikmat kopi akan menciptakan imajinasinya sendiri.

Sejarah kopi di Indonesia bermula sejak era VOC. Itu dimulai di Kedaoeng, daerah aliran sungai Tangerang (sungai Tjisadane). Tokoh yang mengintroduksi kopi tersebut--yang bibitnya dari Malabar, India—adalah Abraham van Riebeeck tahun 1710 (Gubernur Jenderal VOC 1709-1713). Dari Kedaoeng kemudian menyebar ke Depok (land miliki Cornelis Chastelein) lalu ke land Bodjong Gede (land milik Abraham van Riebeeck). Sukses pertama kemudian dilanjutkan ke hulu sungai Tjisadane, sungai Tjiliwong, Tjilengsie dan Tjitaroem hingga ke Priangan (Preanger(. Pada tahun 1724 bupati Semarang sudah mulai menaman kopi di daerah aliran sungai Semarang (hingga meluas ke Banaran).

Pada masa kini kopi Kintaani Bali cukup populer. Lantas bagaianana itu bermula? Yang jelas orang Bali sejak era VOC menolak menanam kopi. Apa sebab? Itu adalah satu hal. Hal lain adalah bagaimana kopi Kintamani bisa muncul dan tetap bertahan hingga ini hari? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memicu kita untuk mencari jawab. Seruput kopi tidak akan enak jika sejarah kopi yang diminum tidak mengetahui sejarahnya. Sambil seruput kopi kita lacak ke sumbernya.

Senin, 17 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (39): Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di Bali; I Goesti Ketoet Poedja, Anggota PPKI

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini 

Ada satu momen penting dalam sejarah Indonesia yang selalu dikenang yakni Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal tersebut teks proklamasi dibacakan oleh Ir Soekarno di Djakarta. Namun pembacaan teks tersebut tidak tersiarkan langsung ke seluruh wilayah Indonesia (karena komunikasi radio masih dikuasai Jepang). Baru pada malam hari, radio Bandoeng menyiarkannya sehingga penduduk Priangan mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Siaran Bandoeng ini dapat ditangkap di Djogjakarta dan Australia.

Wilayah Indonesia yang begitu luas, ketiadaan alat komunikasi menjadi faktor pembatas gaung proklamasi menyebar luas. Di Sumatra, berita kemerdekaan Indonesia baru bisa diketahui setelah tiga anggota PPKI berangkat dari Djakarta dan tiba di Medan tanggal 27 Agustus 1945. Ketiga anggota PPKI tersebut adalah Mr Teuku Mohammad Hasan, Mr. Abdoel Abbas Siregar dan Dr Mohamad Amir. Pengumuman proklamasi kemerdekaan ke publik di Medan baru dilakukan tanggal 6 Oktober1945. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah panitia yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Ir Soekarno. Jumlah anggota PPKI sebanyak 21 orang yang terdiri dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku dan 1 orang dari perwakilan Tionghoa.

Lantas kapan berita Indonesia telah merdeka diketahui penduduk Bali? Lalu apakah teks proklamasi tersebut diumumkan ke publik? Yang jelas dalam keanggotaan PPKI terdapat seorang tokoh yang mewakili Bali yakni I Goesti Ketoet Poedja. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Minggu, 16 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (38): Puputan dalam Perang Tempo Doeloe di Bali; Apakah Orang Bali Benar-Benar Ingin Berperang?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Pada dasarnya tidak ada alasan untuk berperang. Perang sendiri, jika tidak binasa akan menanggung kerugian besar. Masalahnya mengapa para pemimpin Bali tempo doeloe kerap terlibat perang. Apakah orang Bali benar-benar ingin berperang? Tidak, rakyat Bali ingin cinta damai. Namun mengapa kerap terjadi perang di Bali?

Niat orang Bali untuk berperang kali pertama muncul pada tahun 1633. Orang Bali ingin menyerang menyerang Mataram di Banjoewangi. Niat itu mengundang minat Pemerintah VOC untuk berkolaborasi melawan musuh yang sama. Orang-orang Bali (kerajaan) Karangasem juga melancarkan perang di Lombok melawan kerajaan Lombok Selaparang pada tahun 1740. Kerajaan Bali (Boeleleng) berperang dengan Inggris tahun 1815. Diantara kerajaan-kerajaan di Bali juga terjadi perang. Kerajaan-kerajaan di Bali juga berperang dengan Pemerintah Hindia Belanda (1846, 1849, 1906 dan 1908). Perang terakhir di Bali adalah perang kemerdekaan RI melawan NICA-Belanda yang dipimpin I Goesti Ngoerah Rai di Tabanan pada tahun 1946. Habis itu tidak ada lagi perang.

Kejadian perang di Bali cukup banyak dan diantara perang itu dikatakan telah terjadi puputan. Salah satu perkara yang menjadi sebab munculnya perang di Bali adalah soal tawan karang. Semua itu tentu saja terkait satu sama lain. Yang jelas, rakyat (penduduk) Bali sejatinya tidak ingin berperang. Seorang peneliti pernah berpendapat bahwa penduduk Bali memiliki sifat cinta damai yang tergambar dalam diri mereka yang sangat artistik. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.