Senin, 17 Mei 2021

Sejarah Singapura (32): Pengaruh Kerajaan-Kerajaan Jawa di Semenanjung Malaka; Sejak Singhasari, Madjapahit hingga Demak

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Singapura dalam blog ini Klik Disini

Satu aspek yang jarang diperhatikan dalam sejarah Semenanjung adalah tentang pengaruh kerajaan-kerajaan di Jawa dan Sumatra. Narasi sejarah Kerajaan Malaka dan narasi keberadaan Portugis di Malaka yang sangat intens telah mengalihkan perhatian dari pengaruh kerajaan-kerajaan di Jawa dan Sumatra. Hal ini boleh jadi karena adanya anggapan bahwa hanya orang Eropa yang berhasil menaklukkan (kerajaan) Malaka.

Sejarah Semenanjung Malaka kerapa, hampir selalu, dimulai dari era penaklukkan Kerajaan Malaka oleh pelaut-pelaut Portugis. Namun dalam artikel ini kita tidak berbicara tentang wilayah Semenanjung Malaka setelah kehadiran Portugis, akan tetapi sejarah wilayah Semenanjung Malaka sebelum kehadiran Portugis. Lantas apa yang menarik dari itu? Semenanjung Malaka sejak zaman kuno sudah sangat menarik bagi banyak bangsa. Tidak hanya India, Moor, Siam dan Tiongkok serta Arab, tetapi juga bangsa-bangsa yang ada di pulau Sumatra dan pulau Jawa.

Lantas bagaiamana sejarah pengaruh kerajaan-kerajaan di Jawa? Paling tidak ada tiga kerajaan yang kuat pada tempo doeloe di Jawa yakni Singhasari, Majapahit dan Demak. Untuk pengaruh kerajaan-kerajaan di Sumatra akan dibuat artikel tersendiri. Lalu apa pentingnya memahai pengaruh kerajaan-kerajaan Jawa di Semenjanjung? Darimana dimulai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah internasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 16 Mei 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (56): Sejarah TNI Angkatan Udara, Sayap Kita Pelindung Tanah Air; Berbagi Bandara Sipil - Militer

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini  

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI Angkatan Udara, TNI-AU) adalah salah satu cabang angkatan perang dan merupakan bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertanggung jawab atas operasi pertahanan negara Republik Indonesia di udara. Disebutkan bahwa TNI-AU dibentuk pada tanggal 9 April 1946. Itu berarti angkatan udara Indonesia belum ada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, sayap udara di Indonesia berada di bawah angkatan udara kerajaan Jepang. Sedangkan pada era kolonial Belanda, sayap udara di Hindia Belanda dilakukan oleh Angkatan Udara Tentara Kerajaan Hindia Belanda (Militaire Luchtvaart van het Koninklijk Nederlands-Indisch Leger, ML-KNIL) merupakan sayap udara KNIL di Hindia Belanda antara tahun 1939-1950. AU KNI sepenuhnya terpisah dari Angkatan Udara Belanda. Kesatuan ini awalnya pada tahun 1915 sebagai Dinas Terbang Uji (Proefvliegafdeling-KNIL, PVA-KNIL). Pada tahun 1921, Dinas Terbang Uji menjadi Dinas Penerbangan (Luchtvaartafdeling-KNIL, LA-KNIL), sebelum akhirnya dinamai AU KNIL (ML-KNIL) pada tanggal 30 Maret 1939. Pada tahun 1950, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, sarana dan prasarana dialihkan kepada TNI-AU.

Lantas bagaimana sejarah TNI-AU? Tentu saja sudah ada yang menulisnya. Namun sejauh data baru ditemukan, narasi sejarah TNI-AU tidak pernah berhenti. Lalu apa pentingnya sejarah TNI-AU? Yang jelas bukan karena ada di udara, tetapi karena TNI-AU lahir di masa perang kemerdekaan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah TNI-AU dengan sejarah penerbangan Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 15 Mei 2021

Sejarah Padang Sidempuan (20): Para Tokoh Militer Asal Tapanuli Selatan; Kol. Abdul Haris Nasution - Letkol Ir MO Parlindungan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini 

Sejarah tokoh militer asal Padang Sidempuan (Tapanuli Selatan) terbilang baru. Pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak ada yang dilibatkan dalam satu militer, kecuali hanya satu orang, itu pun pada akhir era kolonial yakni Sersan Abdul Haris Nasution. Orang-orang Belanda, kerap menyatakan, entah berkelakar atau serius, ‘jangan sertakan orang Batak menjadi militer’. Tidak disebutkan alasannya. Diterimanya Abdul Haris Nasution sebagai kadet pada akademi militer di Bandoeng, boleh jadi kekeliruan (tidak lazim). Selain Abdul Haris Nasution, satu lagi pemuda Tapanuli yang diterimana adalah TB Simatupang.

Pada awal persiapan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Afdeeling Mandailing en Angkola (kini Tapanuli Selatan) yang digagas pada tahun 1838 (pasca perang) pemerintah pusat menjanjikan pengangkatan seorang bupati (regent) di Afdeeeling Mandailing en Angkola. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun 1840 Gubernur Jenderal merekrut Jung Huhn untuk melakukan ekspedisi penelitian botani dan geologi di Afdeeling Mandailing en Angkola dan di Afdeeling Padang Lawas. Namun tidak lama sepulang Jung Huhn dari wilayah itu, pemerintah pusat membatalkan jabatan regent (bupati) untuk pemimpin lokal. Ini tidak lazim karena di seluruh Hindia Belanda diangkat pemimpin lokal dengan jabatan bupati. Sejak janji itu seumur-umur (hingga berakhirnya era kolonial) tidak pernah jabatan bupati diberikan kepada para pemimpin lokal di Residentie Tapanoeli. Yang memimpin langsung adalah pejabat Eropa-Belanda. Apa sebabnya tidak pernah diketahui, hingga muncul kelakar atau serius di surat kabar ‘jangan libatkan orang Batak menjadi militer’. Meski tidak diketahui alasan ‘tutup pintu’ untuk pemimpin lokal dan kadet militer bagi orang Batak (KNIL) tetapi dapat diduga karena orang Belanda beranggapan musuh Belanda yang sebenarnya adalah orang Batak.

Lantas bagaimana sejarah tokoh militer asal Padang Sidempuan (Tapanuli Selatan)? Seperti disebut di atas, sejarah militer bagi orang Tapnuli Selatan adalah baru, pertama dan satu-satunya pada era kolonial hanyalah Abdul Haris Nasution. Lalu bagaimana sesuah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Situasi dan kondisinya berbeda. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 14 Mei 2021

Sejarah Padang Sidempuan (19): Para Tokoh Politik Asal Padang Sidempuan; PM Amir Sjarifoeddin sd Wakil Presiden Adam Malik

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Jenjang tertinggi karir politisi adalah menjadi Presiden atau Perdana Menteri. Karena posisi inilah puncak keputusan pengaturan negara. Nama-nama presiden semuanya Jawa kecuali Habibie (campuran). Nama-nama perdana menteri lebih beragam: 3 Jawa, 2 Batak. 2 Minangkabau, 1 Sunda plus satu campuran. Pada deretan wakil presiden sebagian besar Jawa dengan masing-masing satu nama Minangkabau, Batak, Bugis, Banjar, Sunda, Banten dan satu nama campuran. Itulah gambaran umum tokoh politik tertinggi di Indonesia dari masa ke masa.

Dua orang perdana menteri dan satu wakil presiden asli Batak sama-sama berasal dari Padang Sidempuan. Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap menjabat perdana menteri 1947-1948,   sementara Mr. Boerhanoeddin Harahap menjabat 1955-1956, sedangkan Adam Malik menjabat Wakil Presiden 1978-1983. Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap mengawali karir politik sejak era kolonial Belanda (Partai Indonesia 1931), sementara Mr. Boerhanoeddin pada era Republik Indonesia (Partai Masyumi). Adam Malik memulai karir politik pada usia belia pada tahun 1931 era Hindia Belanda (Partai Indonesia) di Sipirok dan Padang Sidempuan. Selepas dari penjara Padang Sidempuan, Adam Malik hijrah ke Batavia. Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap adalag senior dari Adam Malik.

Lantas bagaimana sejarah tokoh politik asal Padang Sidempuan? Seperti disebut di atas, cenderung beragama tetapi lebih dominan Jawa. Beberapa diantaranya berasal dari Padang Sidempuan yakni perdana menteri Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan Boerhanoeddin Harahap serta Wakil Presiden Adam Malik. Lalu bagaimana sejarah politisi bermula? Jauh sebelu era Perdana Menteri dan Presiden, pada era Pemerintah Hindia Belanda para politisi memulai karir politik di dewan kota (gemeenteraad) dan dewan pusat (Volksraad). Lalu apakah para politisi asal Padang Sidempuan sudah eksis saat itu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.