Senin, 02 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (98): Perbatasan Papua, Pembangunan Jalan Paralel Buka Isolasi; Keerom, Peg. Bintang, Boven Digul

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Perbatasan Indonesia di (provinsi) Papua ada lima kabupaten: Jayapura, Keerom, Pegunungan Bintang, Boven Digul dan Merauke. Namun hanya tiga kabupaten yang benar-benar terisolasi yakni Keerom, Pegunungan Bintang, Boven Digul. Kabupaten Jayapura di utara dan kabupaten Merauke di selatan memiliki perbatasan pantai. Pembangunan jalan paralel adalah satu-satunya solusi untuk membuka isolasi dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di wilayah perbatasa,

Berdasarkan informasi dari Kementerian PUPR rencana pembangunan jalan perbatasan Indonesia-Papua Nugini (PNG) dari Merauke hingga Jayapura di provinsi Papua sepanjang 1.098 Km. Ruas yang sudah selesai adalah jalan perbatasan ruas Sota-Erambu-Bupul sepanjang 111 Km, ruas Bupul-Muting sepanjang 38 Km dan ruas Muting-Boven Digoel sepanjang 195 Km. Dari total jalan perbatasan dari Merauke-Jayapura sepanjang 1.098 km, hingga akhir tahun 2018 sudah tersambung 931 Km. Sementara itu di wilayah provinsi Papua dan provinsi Papua Barat juga terus digiatkan pembangunan Jalan Trans Papua dengan total panjang 3.462 Km (sedangkan yang belum tembus sepanjang 16 kilometer).

Lantas bagaimana sejarah perbatasan Indonesia di pulau Papua? Seperti disebut di atas, bahwa pada masa kini sudah mulai ada akses dengan dibangunnya jalan paralel di wilayah Indonesia. Namun sebelum mencapai kemajuan itu seperti apa situasi dan kondisi di wilayah perbatasan Indonesia di pulau Papua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 01 Agustus 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (97): Perbatasan Timor di Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka; Eksklave Oecussi-Ambeno

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Perbatasan Indonesia di Nusa Tenggara Timur berbagi pulau Timor dengan negara Timor Leste. Batas-batas negara ini kini di sisi timur kabupaten Belu dan kabupaten Malaka. Disamping itu ada bagian negara Timor Leste berada di wilayah Indonesia yang disebut eksklave Oecussi-Ambeno (diapit oleh kabupaten Kupang dan kabupaten Timor Tengah Utara). Perabatasan ini sudah eksis sejak era Belanda (VOC)-Portugis.

 

Pada masa kini sudah dibangun jalan paralel perbatasan di sisi Indonesia di siis timur kabupaten Belu dan kabupaten Malaka. Dengan adanya akses jalan ini tidak hanya menghubungkan dengan mudah tempat-tempat di pedalaman (membuka isolasi), juga akan dimungkinkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Jalan perbatasan NTT-Timor Leste ini dikenal sebagai Sabuk Merah Sektor Timur dari Belu hingga Malaka. Berdasarkan informasi dari Kementerian PUPR pembangunan jalan paralel perbatasan provinsi NTT  sepanjang 179,99 Km. Yang sudah teraspal, hingga 2019 mencapai sepanjang 145,17 Km. Sedangkan pada 2020 direncanakan jalan yang sudah aspal akan bertambah dan sedang dikerjakan menjadi sepanjang 164,57 Km, sehingga sisanya akan dituntaskan pada 2021 ini. Sepanjang Jalan Sabuk Merah Sektor Timur tersebut akan dibangun sebanyak 41 buah jembatan dengan panjang 1.599.

Lantas bagaimana sejarah perbatasan Indonesia di pulau Timor? Seperti disebut di atas, bahwa pada masa kini sudah mulai ada akses dengan dibangunnya jalan paralel di wilayah Indonesia. Namun sebelum mencapai kemajuan itu seperti apa situasi dan kondisi di wilayah perbatasan Indonesia di pulau Timor? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 31 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (96): Perbatasan Kalimantan, dari Tanjung Datu hingga Pulau Sebatik; Jalan Paralel Akses Perbatasan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Salah satu perbatasan Indonesia dengan negara lain berada di pulau Kalimantan. Penarikan batas wilayah yurisdiksi dilakukan pada era Hindia Belanda-Inggris. Perbatasan di sebelah berada di Tanjung Datu dan di sebelah timur di pulau Sebatik. Tanjung dan pulau tersebut dibagi dua. Sejak penarikan perbatasan tidak segera ada infrasruktur jalan yang berarti. Untuk mencapai perbatasan terutama di pedalaman Kalimantan hanya dapat diakses melalui sungai atau jalan darat. Satu-satunya kota di perbatasan di pedalaman adalah Putussibau (dimana kemudian dibangun lapangan terbang).

Pada masa kini sudah dibangun jalan paralel perbatasan di sisi Indonesia. Dengan adanya akses jalan ini tidak hanya menghubungkan dengan mudah tempat-tempat di pedalaman (membuka isolasi), juga akan dimungkinkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Berdasarkan informasi dari Kementerian PUPR pembangunan jalan paralel perbatasan provinsi Kalimantan Barat telah tembus seluruhnya sepanjang 811.32 Km yang  terbagi menjadi dua yakni 607.81 Km berstatus jalan non nasional dan 203.51 Km jalan nasional dari Temajok di pantai barat hingga perbatasan dengan provinsi Kalimantan Timur. Sementara itu jalan perbatasan di provinsi Kalimantan Utara sepanjang 992,35 Km terdiri dari jalan paralel perbatasan sepanjang 614,55 Km dan akses perbatasan 377,8 Km. Hingga saat ini, dari 614,55 km jalan paralel perbatasan tersisa sepanjang 57 Km yang belum tembus dan 27,05 Km yang belum tembus untuk jalan akses perbatasan.

Lantas bagaimana sejarah perbatasan Indonesia di pulau Kalimantan? Seperti disebut di atas, bahwa pada masa kini sudah mulai ada akses dengan dibangunnya jalan paralel di wilayah Indonesia. Namun sebelum mencapai kemajuan itu seperti apa situasi dan kondisi di wilayah perbatasan Indonesia di pulau Kalimantan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 30 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (95): Agama Baha’i di Indonesia Sejak Hindia Belanda? Kurang Diketahui, Kini Menjadi Heboh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Tiba-tiba Baha’i menjadi heboh. Ini sehubungan dengan sikap Menteri Agama yang memberi ucapan selamat hari raya (agama) Baha’i. Lalu apa dan mengapa agama Baha'i? Banyak orrang mulai mencari di internet. Memang ada dan sudah sejak lama ada tulisan-tulisan  tentang Baha’i. Sebagaimana diketahui bahwa agama yang diakui di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Agana ini pernah dilarang pada era Presiden Soekarno, tetapi larangan itu dicabut pada era Presiden Gusdur.

Bahá'í adalah agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Agama Bahá'í lahir di Persia (sekarang Iran) pada tahun 1863. Pendirinya bernama Mírzá Ḥusayn-`Alí Núrí yang bergelar Bahá'u'lláh (kemuliaan Tuhan, kemuliaan Alláh). Bahá'í awalnya berkembang secara terbatas di Persia dan beberapa daerah lain di Timur Tengah yang pada saat itu merupakan wilayah kekuasaan Turki Usmani. Sejak awal kemunculannya, komunitas Bahá'í Timur Tengah khususnya di Persia menghadapi persekusi dan diskriminasi yang berkelanjutan. Pada awal abad kedua puluh satu, penganutnya mencapai lima hingga delapan juta jiwa yang berdiam di lebih dari dua ratus negara dan teritori di seluruh dunia (Wikipedia). Dari sumber lain diketahui bahwa agama itu masuk ke Indonesia pada 1878. Kemenag menyebut penganut Baha'i di Indonesia mencapai sekitar 5.000 orang.

Lantas bagaimana sejarah (agama) Baha’i? Yang jelas pada dasarnya sudah diketahui sejak lama namun kurang terinformasikan. Seperti disebut diatas gara-gara ucapan Menteri Agama itu banyak orang yang ingin tahu apa dan mengapa. Dalam hubungan itu, kita juga ingin mengetahui. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 29 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (94): Teori Proto Deutro Tidak Bisa Jelaskan Terbentuknya Penduduk dan Bahasa Nusantara; So, What?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Dalam sejarah awal nusantara ras adalah satu hal. Sedangkan terbentuknya penduduk dan bahasa adalah hal lain lagi. Manusia sebagai pemilik ras yang dalam bahasa sekarang struktur DNA yang menyebabkan perbedaan fisik penduduk. Adanya perkawinan beda ras menyebabkan penduduk yang terbentuk sangat beragam. Ras tidak ada hubungannya dengan bahasa. Akan tetapi penduduk yang terbentuk berkaitan dengan terbentuknya bahasa. Lalu bagaimana sejarah terbetuknya penduduk dan bahasa-bahasa nusantara?

Teori awal tentang terbentuknya penduduk dan bahasa nusantara adalah teori Proto Melayu (Melayu Tua) vs Deutro Melayu (Melayu Muda). Teori tersebut tampaknya tidak relevan lagi. Teori Proto-Deutro membedakan pendatang yang masuk nusantara dalam dua tahapan. Ada yang menyebut perbedaan waltu 2.000 tahun. Proto Melayu sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di Pasifik yang datang dari Cina bagian selatan (Yunan) dengan ciri rambut lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan dan bermata sipit. Pada era berikutnya Deutero yang datang dari Indocina bagian utara mendesak Proto Melayu relokasi pedalaman, lalu Proto Melayu ini mendesak keberadaan Austronesia yang sudah lama eksis. Deutro membawa peradaban baru. Persebaran peralatan dan teknologi inilah oleh para arkeolog menyusun bukti (secara fisik). Lalu bagaimana dengan non fisik seperti bahasa dan pengetahuan lainnya?

Lantas bagaimana sejarah awal terbentuknya penduduk dan bahasa-bahasa nusantara? Yang jelas pada masa ini kita kenal penduduk beragam suku dan beragam bahasa serta beragam tingkat perkembangan sosialnya. Lalu bagaimana keragaman itu terbentuk? Secarra fisik berbeda-beda, itu berarti sudah ada persilangan ras (DNA). Seiring dengan percampuran (ras) manusia inilah yang memberikan keragaman dalam terbentuknya pednduduk (etnik) dan bahasa-bahasa. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.