Kamis, 29 Juli 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (94): Teori Proto Deutro Tidak Bisa Jelaskan Terbentuknya Penduduk dan Bahasa Nusantara; So, What?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Dalam sejarah awal nusantara ras adalah satu hal. Sedangkan terbentuknya penduduk dan bahasa adalah hal lain lagi. Manusia sebagai pemilik ras yang dalam bahasa sekarang struktur DNA yang menyebabkan perbedaan fisik penduduk. Adanya perkawinan beda ras menyebabkan penduduk yang terbentuk sangat beragam. Ras tidak ada hubungannya dengan bahasa. Akan tetapi penduduk yang terbentuk berkaitan dengan terbentuknya bahasa. Lalu bagaimana sejarah terbetuknya penduduk dan bahasa-bahasa nusantara?

Teori awal tentang terbentuknya penduduk dan bahasa nusantara adalah teori Proto Melayu (Melayu Tua) vs Deutro Melayu (Melayu Muda). Teori tersebut tampaknya tidak relevan lagi. Teori Proto-Deutro membedakan pendatang yang masuk nusantara dalam dua tahapan. Ada yang menyebut perbedaan waltu 2.000 tahun. Proto Melayu sebagai nenek moyang orang Melayu Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di Pasifik yang datang dari Cina bagian selatan (Yunan) dengan ciri rambut lurus, kulit kuning kecoklatan-coklatan dan bermata sipit. Pada era berikutnya Deutero yang datang dari Indocina bagian utara mendesak Proto Melayu relokasi pedalaman, lalu Proto Melayu ini mendesak keberadaan Austronesia yang sudah lama eksis. Deutro membawa peradaban baru. Persebaran peralatan dan teknologi inilah oleh para arkeolog menyusun bukti (secara fisik). Lalu bagaimana dengan non fisik seperti bahasa dan pengetahuan lainnya?

Lantas bagaimana sejarah awal terbentuknya penduduk dan bahasa-bahasa nusantara? Yang jelas pada masa ini kita kenal penduduk beragam suku dan beragam bahasa serta beragam tingkat perkembangan sosialnya. Lalu bagaimana keragaman itu terbentuk? Secarra fisik berbeda-beda, itu berarti sudah ada persilangan ras (DNA). Seiring dengan percampuran (ras) manusia inilah yang memberikan keragaman dalam terbentuknya pednduduk (etnik) dan bahasa-bahasa. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Continuum dan Random: Siapa Pendahulu?

Siapa penduduk pertama di pulau-pulau Nusantara? Tidak ada yang tahu. Jadi sia-sia menanyakannya. Sebab sejak homosapiens banyak kemungkinan yang terjadi. Untuk amannya dan dapat diperbandingkan kita mulai saja pada era peradaban tinggi di Arab, Eropa, India dan daratan Tiongkok. Lalu seperti apa penduduk di pulau-pulau di nusantara saat era itu? Ada peneliti pada era Hindia Belanda yang berpendapat bahwa semua pulau-pulau di nusantara dimulai dari ras negroid (berkulit gelap) yang tersebar mulai dari Sumatra hingga Papua dan Pasifik. Namun bagaimana awalnya menyebar dan terbentuk populasi negroid itu di nusantara sulit dicari jawabnya. Jika ingin dibatasi ras negroid inilah yang dapat dianggap sebagai penduduk asli Indonesia (baca: nusantara). Bagaimana mereka berawal jangan lagi tanya, sebab keberadaan manusia Jawa pada zaman purba sudah eksis.

Pada era VOC disebut ras negroid ini sudah tidak ditemukan lagi di Sumatra, kecuali masih ditemukan komunitasnya di Andaman dan Semenanjung. Di Jawa pada era VOC sempat ada yang melaporrkan masih ditemukan pada beberapa titik (tetapi kemudian menghilang, punah atau migrasi?). Dengan demikian ada gradasi dari pulau-pulau di barat hingga ke timur. Penduduk di pulau-pulau Pasifik sendiri tidak dapat lagi dikatakan 100 persen negroid sudah ada percampuran. Orang Papua yang sekarang tidak murni lagi dan sebagain besar sudah bercampur (warna kulitnya menjadi lebih terang). Diantara penduduk bagian barat dan bagian timur di Pasifik terdapat komunitas Alifurun yang berada di pedalaman yang pada era Hindia Belanda masih ditemukan di pulau-pulau Filipina, Kalimantan, Srlawesi, Nusa Tenggara dan kepulauan Maluku. Kelompok penduduk yang disebut Alifurun ini adalah penduduk yang juga telah bercampur dengan penduduk yang berasal dari arah barat. Dalam hal ini penduduk asli nusantara telah mengalami transformasi (karena percampuran dengan pendatang) dari kulit berwarna gelap menjadi kulit berwarna lebih terang. Proses ini berkesinambungan dalam jangka waktu yang lama. Proses berkesinambungan ini tidak hanya dari sisi waktu tetapi juga dari penyebaran wilayah (ruang dan waktu). Tentu harus diingat proses itu masih berlangsung hingga ini hari di seluruh pulau-pulau nusantara.

Lantas darimana dan sejak kapan penduduk pendatang bercampur dengan penduduk asli sehingga ciri fisik negroid itu secara perlahan menghilang di Sumatra kemudian di Jawa dan seterusnya. Perubahan ciri fisik itu karena akibat percampuran ras (gen) tersebut. Hal ini juga sulit ditelusuri karena sudah berlangsung lama. Satu patokan yang dapat diikuti adalah ketika masuknya peradaban baru ke pulau-pulau di nusantara. Peradaban baru itu datang dari daratan Asia (terutama setelah berkembangnya ajaran Hindoe Boedha).

Sebelum adanya Hindoe di India, banyak kisah-kisah kuno yang dikaitkan dengan suatu tempat di Hindia Timur sebagai penghasil produk nilai tinggi seperti emas dan kamper. Kamper sudah digunakan di zaman kuno Mesir dalam pembalseman. Soal emas itu (Ophir) dikaitkan dengan King Solomon (Nabi Sulaiman). Sentra produksi kamper itu diduga kuat di Sumatra dan demikian juga dengan sumber emas. Dalam hal inilah jika dugaan itu benar, maka penduduk asli nusantara sudah berinteraksi dengan asing (sebelum kehadiran pedagang-pedagang  India). Meski demikian, tidak diketahui secara jelas apakah penduduk asli nusantara masih sepenuhnya negroid atau sudah ada yang bercampur (dengan ras pendatang). Semakin tua kisah-kisah kuno tentu saja semakin dekat ke zaman purba dimana sudah eksis manusia Jawa.

Untuk memahami bagaimana terbentuk penduduk dan bahasa-bahasa di nusantara hanya dapat kita telusuri setelah masuknya peradaban baru dari India. Sejak ini sudah lebih banyak bukti-bukti yang dapat dikumpukan apakah yang terdapat dalam teks, prasasti dan candi. Peradaban baru ini dibawa oleh pedagang-pedagang India ke nusantara. Saat kehadiran pedagang-pedagang India ini tentu saja sudah terbentuk bahasa-bahasa asli nusantara, seperti bahasa Batak dan bahasa Jawa. Pedagang-pedagang India ini membawa bahasa (dan aksara) sendiri. Salah satu bahasa yang diketahui yang dijadikan sebagai lingua franca dalam navigasi pelayaran perdagangan awal ini adalah bahasa Sanskerta dan aksara yang umum digunakan adalah aksara Pallawa. Hanya dari era inilah kita sekarang mendapatkan bukti yang lebih banyak untuk menjelaskan teori Proto Deutro (nusantara).

Teori Proto-Deutro yang sekarang sebenarnya tidak bisa saling menggantikan dengan teori DNA yang sekarang. Teori DNA dalam persebaran manusi dan terbentuknya penduduk merekam sejarah gen yang diwariskan dalam tubuh (darah) manusia mulai dari awal hingga akhir. Oleh karena itu dalam teori gen (DNA) semua manusia di muka bumi terhubung deng Afrika (jika itu menjadi locus manusia awal). Sementara teori Proto Deutro terkait dengan persebaran manusia pada awal sejarah yang secara tooritis bertahap secara perlahan dari satu tempat ke tempat yang berdekatan dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan teori DNA bisa melompat ke ruang waktu yang jauh dengan jarak waktu yang lama. Contoh seorang pria Afrika (yang dibawa VOC) ke nusantara lalu menikah dengan penduduk asli, maka yang direkam dalam gen dalam hal ini adalah seluruh riwayat gen termasuk gen yang sudah eksis sejak zaman kuno di Afrika melompat ke nusantara pada era VOC dalam jarak waktu yang tentu sangat lama. Jadi dalam hal ini teori DNA hanya digunakan untuk perbandingan saja (mendukung atau menolak) teori persebaran manusia dan terbentuknya penduduk (Proto Deitro) di nusantara. Jadi tidak bisa gegabah menggunakan teori DNA untuk menjelaskan seluruh dinamika persebaran manusia dan terbentuknya pednduk.

Sumber data tertua tentang nusantara berasal dari Eropa dan Tingkok. Sumber-sumber inilah yang dapat dijadikan untuk menjelaskan keberadaan pedagang-pedagang India di pulau-pulau di sebelah timur (nusantara). Dalam catatan geografi Ptolomeus pada abad ke-2 yang diterbitkan tahun 150 M sudah menyebuat tiga nama wilayah di nusantara yakni Sumatra bagian utara sebagai sentra kamper, nama tempat Katigara (yang diduga kota Kamboja sekarang) dan peta Taprobana (yang saya berpendapat adalah pulau Kalimantan yang sekarang). Dalam catatan Tiongkok juga disebutkan pada tahun 132 M raja Yah-tiao telah mengirim utusan untuk menemui Kaisar Tiongkok di Pekaing. Beberapa peneliti Belanda berpendapat bahwa Yeh-tiao ini adalah Sumatra. Masih dalam catatan Tiongkok pada tahun yang sama disebutkan bahwa tempat perdagangan yang penting di selatan Tiongkok adalah Yeh-shin, Para peneliti China berpendapat bahwa Yet-shin inilah kota Hue yang sekarang (di pantai timur Vietnam).

Apa yang dapat dipelajari dari keterangan awal tentang nusantara ini adalah bahwa sudah ada kerajaan di Sumatra (bagian) utara dimana terdapat sentra produksi kamper dan kota Kattigara sebagai kota perdagangan di pantai timur Indochina. Raja Sumatra sudah merintis perdagangan, tidak hanya di Katigara tetapi juga ke Tiongkok. Pada era ini nama-nama tempat di pulau Kalimantan (utara) sudah dikenal (sebagaiman diidentifikasi pada peta Taprobana). Nama Katigara dan Taprobana diduga kuat merujuk nama-nama India. Oleh karena itu, sebelum penduduk Tiongkok turun ke laut, pedagang-pedagang India sudah (sejak lama) mencapai Indochina dan Kalimantan. Pada era itu salah satu produk perdagangan dunia yang tinggi nilainya adalah kamper (di Sumatra bagian utara). Produk kamper inilah yang diduga diandalkan oleh kerajaan dari Sumatra untuk berdagang ke Tiongkok (yang terkenal dengan produk industrinya seperti perhiasan, peralatan dan keramik).

Keberadaan kerajaan di Sumatra ini semakin terlihat jelas di pantai timur Indochina pada abad ke-3. Ini dapat diinterpretasi dari isi teks prasasti Vo Cahn yang berasal dari abad ke-3 yang ada indikasi bahwa raja dari Sumatra memiliki hubungan kekerabatan dengan kerajaan dimana ditemukan prasasti. Kerajaan itu diduga adalah Annam, suatu wilayah diantara kota Kamboja dan kota Hue yang sekarang. Besar dugaan bahwa di Annam sudah ada perwakilan perdagangan kerajaan Sumatra sebagai implikasi dari kunjungan utusan raja Sumatra ke Kaisar Tiongkok sebelumnya.

Di pulau Taprobana (peta Ptolomeus) diduga kuat telah terbentuk kerajaan di pantai timur pulau Kalimantan. Ini dapat diinterpretasi dari prasasti Muara Kaman yang bertarih 400 M. Disebutkan prasasti Muara Kaman menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dalam bahasa Sanskerta. Sangat masuk akal kerajaan di Muara Kaman sudah terbentuk sebab wilayah Kalimantan bagian utara sebagaimana dipetakan Ptolomeus mengindikasikan wilayah yang penting dan dikenal luas. Oleh karena itu pedagang-pedagang India tidak hanya mencapai Indochina (Katigara) juga pulau Kalimantan. Dengan kata lain penduduk asli pulau Kalimantan sudah terbentuk sejak lama. Oleh karena penduduk Tiongkok (ras kuning) belum turun ke laut, maka diduga penduduk asli Kalimantan ini adalah ras negroid. Sementara itu di wilayah selatan pulau Sumatra dan Kalimantan yakni di pulau Jawa keterangan awal ditemukan pada ezra yang sama dengan Muara Kaman yakni prasasti Kebon Kapi di Bogor yang bertarih 400 M yang mengiudikasikan keberadaan kerajaan Taruma(nagara). Prasasti tertua di Jawa (bagian barat) ini berbahasa Sanskerta dengan aksara Pallawa. Ini juga mengindikasikan bahwa pengaruh India sudah begitu meluas ni nusantara (paling tidak di Sumatra, Indochina, Kalimantan dan Jawa)..

Kehadiran pedagang-pedagang India di nusantara (yang juga diikuti oleh para Brahmana) diduga kuat sebagai kontak awal peduduk asli dengan orang asing (India). Kontak asing ini yang diduga berawal dari pertukaran (perdagangan) meluas menjadi pertukaran budaya (termasuk aspek religi).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Proto vs Deutro: Mengapa Tidak Relevan?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar