*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa Cina di blog ini Klik Disini
Sejauh yang diketahui, tidak ada yang pernah menulis
sejarah O Siau Dhai. Mengapa? Satu yang jelas setelah Oei Jan Lee mendapat
gelar doktor dalam bidang hukum di Belanda (1889), orang kedua adalah bernama O
Siau Dhai. Sementara itu, Tan Tjoen Liang yang pernah satu kelas dengan Oei Jan
Lee di sekolah menengah KW III School Batavia, di Belanda hanya sampai untuk menyelesaikan
pendidikan sarjana di Delft dan menjadi insinyur teknik mesin pada tahun 1894.
Di internet jika mencari nama O Siau Dhai, hanya ditemukan dalam dua laman yang berada di Belanda (https://www.openarchieven.nl). Dalam laman pertama dicatat Siau Dhai O lahir tanggal 8 Agustus 1881 di Djokjokarta. Pada laman kedua dicatat O Siau Dhai pada usia 43 tahun menikah dengan Catherine le Roij (usia 33 tahun). Dalam catatan tersebut ayah dari O Siau Dhai bernama Tiang Po O dan ibunya bernama Bang Nio Liem. Sementara itu jika ditanya AI, disebut nama Tiang Po O mirip nama Tan Tiang Po. Nama Tan Tiang Po di laman Wikipedia disevbut sebagai Luitenant der Chinezen (1846–1912)di tanah partikelir (particuliere land) di Batoe-Tjepper. Okelah, Tiang Po O dan Tan Tiang Po adalah satu hal. Hal yang penting invgin diketahui adalah O Siau Dhai.
Lantas bagaimana sejarah O Siau Dhai kelahiran Jogjakarta? Seperti disebut di atas, O Siau Dhai setelah lulus dokter melanjutkan studi lagi. Dokter O Siau Dhai meraih gelar doktor di bidang kedokteran tahun 1910 di Amsterdam. Lalu bagaimana sejarah O Siau Dhai kelahiran Jogjakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.
O Siau Dhai Kelahiran Jogjakarta, Yatim dan Miskin; Dokter Meraih Gelar Doktor Bidang Kedokteran 1910 di Amsterdam
Nasib keluarga O Siau Dhai tidak seperti Oei Jan Lee dan Tan Tjoen Liang. Keluarga O Siau Dhai tampaknya kurang dikenal di Djogjakarta. Oei Jan Lee adalah anak Kapitan Cina di Bandanaira (Maluku) dan Tan Tjoen Liang anak Kapitan Cina di Buitenzorg. O Siau Dhai adalah seorang yatim di dalam keluarga miskin di Djogja. Namun nasib dapat berputar bagai roda pedati.
Nama O Siau Dhai terkesan janggal diantara nama-nama
orang Cina. Nama O di depan namanya hanya satu huruf yang diduga menjadi nama
marganya (berbeda dengan nama Oei). Apakah awalnya nama O berasal dari Oei,
lalu ei-nya dihilangkan. Entahlah. Nama Siau jelas mengindikasikan nama orang
Cina. Bagaiman dengan nama Dhai. Nama unik dan tidak ada yang mirip dengan nama
orang Cina. Pada masa ini sebutan Dhai dihubungkan dengan grebeg mouloed (Grebeg
Maulud) pada "taoon Dhai" (tahun Dhai), dimana hari terakhir dari
siklus Jawa yang berlangsung selama delapan tahun (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-06-1901). Pada masa ini Grebeg
Maulud adalah hari memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Lantas, apakah O Siau
Dhai adalah anak yang lahir dari pasangan campuran Cina dan Jawa?
Ini bermula saat guru van Bokkel mendapat cuti ke Eropa selama dua tahun, O Siau Dhai turut serta. Namun kapan itu terjadi tidak terinformasikan tahun berapa. Tentang dimana O Siau Dhai bersekolah dan jenjang sekolah apa sebelumnya tidak terinformasikan.
Bagaimana hubungan antara van Bokkel dan O Siau Dhai
tidak terinformasikan. Yang jelas van Bokkel adalah seorang guru yang sudah
beberapa kali pindah tempat di Jawa. Pada tahun 1900 guru van Bokkel dipindahkan
pemerintah dari Sidoardjo ke Bandoeng. Guru van Bokkel sendiri adalah guru
sekolah dasar (lager onderwijs) yang pada tahun 1901 diketahui diangkat di
Batavia.
Dalam perkembangannya O Siau Dhai di Belanda ingin melanjutkan studi lebih lanjut. Namun tidak memiliki uang lagi untuk melanjutkan studi. Setelah berkirim surat ke Jogjakarta, lalu orang Eropa lainnya di Jogja kemudian menulis surat kepada O Siau Dhai untuk mengetuk pintu Mayor Oei Tiong Ham, yang saat itu berada di Paris.
Oei Tiong Ham sendiri adalah Kapitan Cina di Semarang
yang mendapatkan kenaikan pangkat titulair menjadi Majoor Cina pada tahun 1901
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-06-1901). Pada bulan Desember 1901 Major Oei
Tiong Ham berangkat ke Eropa (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 12-12-1901). Disebutkan ke Eropa. Sejauh yang kami ketahui,
mantan mayor Tionghoa Oei Tiong Ham dari sini akan berangkat ke Eropa demi
kesehatannya. Sabtu depan ia akan berangkat dengan kapalnya sendiri, Simongan,
melalui Singapura ke Hong Kong, dari sana perjalanan akan dilanjutkan dengan
kapal lain ke Jepang dan kemudian ke Eropa. JHF Pater, makelar dari sini, akan
mendampingi Mayor Oei Tiong Ham, bersama seorang Cina dari Ambon dan pembantu
pribumi.
Saran dari orang-orang Eropa di Jogja tampaknya diikuti oleh O Siau Dhai. Lalu mereka berangkat ke Paris (1902). Hasilnya tak terduga, tanpa ragu sejenak pun, Major Oei Tiong Ham membuka dompetnya untuk mendukung studi O Siau Dhai. O Siau Dhai menjadi memiliki kesempatan untuk melanjutkan studi di Belanda. Jika mengutip catatan kelahiran di atas, O Siau Dhai lahir tanggal 8 Agustus 1881 di Djokjokarta, berarti pada tahun 1902 sudah berumur 21 tahun. O Siau Dhai telah berada di Belanda selama 9 tahun (apakah O Siau Dhai sudah di Belanda pada usia 12 tahun?). O Siau Dhai di Belanda telah mengikuti pendidikan sekolah menengah (gymnasiale=lama studi lima tahun) di Rotterdam.
Usia 12 tahun umumnya
adalah usia anak yang baru lulus sekolah dasar Eropa (ELS). Jika tahun 1902
yang dijadikan patokan, maka 9 tahun sebelumnya itu berarti pada tahun 1893.
Oleh keran itu, O Siau Dhai sudah di Belanda pada tahun 1893 pada usia 12 tahun
(lulus sekolah dasar). Dalam sejarah pendidikan orang pribumi, pertama terjadi
pada tahun 1857 dimana Sati Nasoetion dari Mandailing, Tapanoeli lulusan
sekolah dasar pada usia 15 tahun bersama Asisten Residen Angkola Mandailing AP
Godon, berangkat studi keguruan keguruan. Pada tahun 1864 Ismangoen Danoe
Winoto dari Jogjakarta pada usia 14 tahun Bersama Residen Soerkarta FN
Nieuwenhuijzen. Lalu setelah era O Siau Dhai, para orang tua mengirim anak mereka
ke Belanda tanpa pendampingan lagi karena kapal-kapal bisnis Belanda sudah
kompatibel dan juga sudah ada para senior yang menunggu dan menampung di pelabuhan
Belanda. Misalnya Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, lulusan ELS di
Sibolga berangkat studi ke Belanda pada tahun 1910 (bandingkan dengan Raden
Kartono yang berangkat studi ke Belanda tahun 1896 sudah lulus sekolah menengah
HBS di Semarang). Dalam konteks inilah O Siau Dhai berangkat studi ke Belanda
pada usia 12-14 tahun ke Belanda pada tahun 1893 bersama guru van Bokkel.
O Siau Dhai tampaknya adalah seorang yang pintar menulis. Hal itu terlihat sehubungan dengan diterbitkannya nomor-nomor percobaan majalah dwingguan di Bintang Hindia di Amsterdam (yang akan mulai terbit regular tanggal 1 Januari 1903) di dalam tim redaksi juga ada nama O Siau Dhai (lihat Middelburgsche courant, 05-08-1902). Di dalam majalah Bintang Hindia tersebut tim redaksi terdiri dari: Radhen Mas Ario Koesoema Joedha, HCC Clockener Brousson, Radhen Mas Sajogo, Radhen Badaroeddin, Mas Saman, Oei Siau Dhai dan Abdul Rivai.
O Siau Dhai yang sudah diterima sebagai mahasiswa kedokteran di Universitas Amsterdam, di waktu luangnya ia juga menyempatkan diri untuk berkarya sastra. Pada sebuah buku diterbitkan di Paris berjudul "Le Pantoun des Pantouns" karya penyair Réné Ghil. Di dalam buku itu terdapat puisi berjudul Le pantoun des pantoun, poème Javanais yang menjadi perhatian O Siau Dhai dan melakukan kritik. Dalam tulisan O Siau Dhai yang ditulis di Amsterdam, 14 Maret 1903 yang dimuat di dalam Het koloniaal weekblad; orgaan der Vereeniging Oost en West, 1903, 02-04-1903, O Siau Dhai menunjukkan sejumlah kesalahan yang dibuat Réné Ghil yang mana sang pengarang tidak tahu perbedaan antara sastra Melayu dan Jawa. "Pantoun" termasuk kategori pertama dan "poème Javanais" termasuk kategori kedua. O Siau Dhai menduga puisi yang ditulis Réné Ghil diambil atau disalin dari seorang penari rongeng selama pameran di Paris pada tahun 1900 (dimana juga hadir kontingen Hindia Belanda). Dalam tulisan tersebut yang dimuat di majalah Belanda, O Siau Dhai yang piawai dalam sastra sangat menguasai bahasa Jawa maupun bahasa Melayu.
Pada bulan Juli 1903, O Siau Dhai diberitakan lulus ujian propaedae di bidang kedokteran di Universiteit te Amsterdam (lihat De avondpost, 09-07-1903). O Siau Dhai lulus ujian bersama tiga mahasiswa lainnya orang Belanda.
Pada bulan April 1903 dalam fase percobaan majalah
Bintang Hindia, salah satu pendirinya HCC Clockener Brousson selama
kunjungannya di Hindia, berkunjung ke Padang menemui Hadji Saleh Harahap gelar
Dja Endar Moeda pemimpin surat kabar Pertja Barat di Padang. Mereka sepakat
untuk melakukan kerjasama. Lalu masih pada tahun 1903 ini, Dja Endar Moeda,
membawa dua guru ke Belanda untuk melanjutkan studi ke Belanda sekaligus untuk
ikut membantu Bintang Hindia. Kedua guru tersebut adalah Radjioen Harahap gelar
Soetan Casajangan, guru di Padang Sidempoean dan Baginda Djamaloedin lulusan
sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock yang menjadi asisten redaktur Dja
Endar Moeda di majalah bulanan miliknya di Padang. Dja Endar Moeda dan Soetan
Casajangan sama-sama lulusan sekolah guru (kweekschool) di Padang Sidempoean.
Jumlah pelajar/mahasiswa yang berasal dari Hindia dari waktu ke waktu semakin banyak. Yang sudah terlebih dahulu di Belanda antara lain Raden Kartono (abang RA Kartini) tiba di Belanda pada tahun 1896, awalnya studi teknik sipil di Delft tetapi kemudian pindah studi bahasa dan sastra di Leiden. Abdoel Rivai, lulusan Docter Djawa School di Batavia tiba di Belanda tahun 1899 yang kemudian melanjutkan studi kedokteran di Asmterdam. Mahasiswa lainnya adalah Radhen Mas Ario Koesoema Joedha studi di Leiden, Radhen Mas Sajogo studi di Delft, Radhen Badaroeddin studi di Leiden, dan Jie Koei Tiang studi di Amsterdam serta O Siau Dhai yang studi di Amsterdam. Mereka ini semua juga bagian redaksi dari Bintang Hindia (lihat De Preanger-bode, 22-04-1904). Di Belanda, Soetan Casajangan mulai nyaman, mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan alam dan lingkungan social (lihat Sumatra-bode, 13-09-1904). Pada tahun 1904 Hoesein Djajadiningrat tiba di Belanda (lulusan HBS di Batavia). Disebutkan Soetan Casajangan dan Djamaloedin untuk sementara tinggal di Den Haag. De Sumatra post, 08-11-1905 memberitakan Soetan Casajangan Soripada, yang sudah beberapa lama berada di Negeri Belanda, memutuskan untuk mengikuti studi di Haarlemsche Kweekschool voor Onderwjzers, untuk mendapatkan sertifikat/akta Lager Onderwijs (LO).
Tulisan Soetan Casajangan pada tahun 1905 yang
dimuat di Bintang Hindia mencoba untuk menginformasikan tentang studi di
Belanda yang ditujukan untuk siswa-siswa di Hindia. Soetan Casajangan mengajak pemuda-pemudi
Hindia untuk datang menuntut ilmu jauh ke negeri Belanda. Deskripsi yang
menarik tersebut nyata-nyata meningkatkan minat pemuda terpelajar di Hindia.
Jumlah yang datang ke Belanda semakin meningkat dan pada tahun 1907 diperkirakan
jumlahnya sebanyak duapuluhan akademisi muda yang tengah belajar di Belanda
[bandingkan dengan tahun 1903, jumlah mahasiswa baru beberapa orang].
Sementara O Siau Dhai terus menekuni studinya di bidang kedokteran di Amsterdam, pada bulan Mei 1907 diberitakan Soetan Casajangan lulus ujian mendapat akta guru (lihat Land en volk, 23-05-1907). Disebutkan tanggal 22 Mei 1907 lulus ujian akta guru (Lager Onderwijzer) di Haarlem.
Setelah mendapat akta guru (yang bisa mengajar di
sekolah ELS di Hindia), Soetan Casajangan tidak buru-buru pulang ke tanah air.
Soetan Casajangan ingin melanjutkan pendidikan untuk mendapat akta guru kepala
(MO). Lembaga pendidikan satu-satunya yang menyelenggarakan tersebut adalah
Rijkskweekschool voor onderwijzers di Haarlem. Guru tetaplah guru. Pada tahun
1908 ini di Belanda jumlah pelajar/mahasiswa pribumi sudah banyak, jauh lebih
banyak dari pelajar/mahasiswa Cina. Pada bulan Juni 1908 (tidak lama setelah
Soetan Casajangan lulus) sudah ada inisiatif Soetan Casajangan untuk mendirikan
organisasi pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda.
Satu hal yang menjadi pertanyaan. Nama Jie Koei/Kooi Tiang sudah lama tidak terinformasikan. Tampaknya Jie Koei Tiang telah kembali ke Hindia. Nama Jie Koei Tiang terinformasikan di Padang (lihat Sumatra-bode, 30-03-1908). Sementara pada tahun 1908 ini O Siau Dhai disebutkan lulus ujian semi-arts di Amsterdam pada tanggal 30 Mei (lihat Vox studiosorum; studenten weekblad, jrg 44, 1908, no. 17, 11-06-1908). Di dalam majalah mahasiswa tersebut juga dicatat lulus ujian kandidat dalam Taal en Letter van den Oost-Indischen Archipel pada tanggal 9 Juni, Raden Hoesein Djajadiningrat (dengan prediket Cumlaude).
Beberapa mahasiswa mahasiswa yang sudah lulus antara
lain Dr R Asmaoen sudah pulang ke tanah air pada bulan Juli 1908. Dalam perkembangannya diberitakan RM
Soemardji Widjojosiwajo di Wageningen, asal Trenggalek, Kediri dinyatakan lulus
tahun 1908 (lihat Rotterdamsch nieuwsblad, 14-07-1908). Dr. Abdoel Rivai kelahiran
Benkoelen lulus tahun 1908 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-07-1908). Rekan
Asmaoen di Docter Djawa School, WK Tehupelory relative bersamaan dengan Abdoel
Rivai lulus di Amsterdam.
Namun setelah sempat tertunda, Soetan Casajangan akhirnya dapat merealisasikan pendirian organisasi pelajar/mahasiswa pribumi di Belanda. Pada tanggal 25 Oktober di tempat kediaman Soetan Casajangan di Leiden yang dihadiri 15 orang didirikan organisasi pelajar/mahasiswa pribumi yang diberi nama Indische Vereeniging. Soetan Casajangan diangkat sebagai presiden dan sebagai sekretaris ditunjuk Raden Soemitro. Untuk Menyusun statute (AD/ART) dibentuk komite yang terdiri dari Soetan Casajangan, Raden Soemitro, Hoesein Djajadiningrat dan Raden Kartono (yang keempatnya sama-sama tinggal di Leiden).
Sebagaimana diketahui pada tanggal 25 Mei 1908 di
Batavia didirikan organisasi kebangsaan Boedi Oetomo oleh mahasiswa-mahasiswa
asal Jawa di Batavia. Dalam kongres pertama Boedi Oetomo yang diadakan di
Jogjakarta pada akhir September 1908 golongan senior mengkooptasi Boedi Oetomo
dan berubah Haluan menjadi organisasi yang bersifat kedaerahan (terbatas di
Jawa dan Madoera). Para mahasiswa seakan tersingkirkan. Sementara itu pada saat
kongres pertama Boedi Oetomo juga disinggung keberdaan organisasi kebangsaan
Medan Perdamaian di Padang. Sebagaimana diketahui Medan Perdamaian didirikan di
Padang pada tahun 1900 yang digagas oleh Dja Endar Moeda (senior Soetan
Casajangan) yang sekaligus menjadi presidennya. Organisasi kebangsaan Medan
Perdamian bersifat nasional. Dalam hal ini juga Indische Vereeniging di Belanda
juga bersifat nasional.
O Siau Dhai, ibarat mesin diesel—makin lama makin panas, akhirnya dapat menyelesaikan studinya (Het nieuws van den dag: kleine courant, 29-10-1909). Disebutkan O Siau Dhai lahir di Djogjakarta. Dalam majalah Vox studiosorum; studenten weekblad, jrg 45, 1909, No. 27, 11-11-1909) diisebutkan di Gemeente Universiteit te Amsterdam dipromosikan menjadi dokter (bevorderd tot arts) O Siau Dhai pada tanggal 28 Oktober 1909.
Soetan Casajangan pada tahun 1909 ini menyelesaikan
studinya dengan mendapat akta guru MO yang setara dengan sarjana keguruan. Pada
tahun 1909 ini di Leiden Raden Kartono menyelesaikan studinya dengan mendapat
gelar serjana. Ph. Laoh berhasil lulus dokter tahun 1909.
Dr. Abdul Rivai pada tahun 1910 kembali ke tanah air dengan kapal Koning Willem II tanggal 30 April (lihat De nieuwe courant, 23-04-1910). Keberangkatannya tidak sebagai orang sipil tetap dokter militer. Dr Abdoel Rivai tidak sendiri tetapi di dakam manifes kapal dengan istri (lihat De nieuwe courant, 29-04-1910).
De locomotief, 22-01-1910: ‘Perwira Kesehatan Slau
Dhai. Kemarin kami mendapat informasi dari Den Haag bahwa dokter pribumi
(inlandsche) Siau Dhai telah diangkat menjadi perwira kesehatan kelas 2 di
tentara Hindia Belanda. Surat kabar Mataram memberi tahu kami siapakah Siau
Dhai: Beliau adalah orang Cina dari Djokjakarta, anak dari orang Cina almarhum
O Tiam Po dan keponakan orang Cina Liem Boen Ing di distrik Gondhomanan. O Siau
Dbai pergi ke Belanda bersama kepala sekolah Van Bokkel saat itu dan karena
tidak punya biaya lagi untuk melanjutkan sekolahnya, Siau Dhai mengajukan
permohonan kepada Mayor Oei Tiong Ham, ketika itu sang Mayor berada di Paris,
sekitar delapan tahun yang lalu. Mayor Oei Tiong Ham tidak ragu untuk mendukung
pelajar Siau Dhai dan kini beliau telah menjadi perwira kesehatan’. Di dalam
surat kabar De avondpost,
02-03-1910 ditambahkan bahwa O Siau Dhai tidak
pernah punya banyak uang di Amsterdam, karena tidak sesuai dengan keinginannya
untuk meminta lebih dari yang benar-benar diperlukan dari Mayor Oei Tiong Ham
dan itulah sebabnya cara Siau Dhai berhasil memperoleh gelar dokter akademis mengundang
rasa hormat dan kekaguman.
Seperti halnya Dr Abdoel Rivai, Dr O Siau Dhai juga diangkat sebagai officier van gezondheid bij hetindische leger (lihat De Preanger-bode, 21-01-1910). Meski demikian, O Siau Dhai tidak buru-buru pulang ke Hindia. O Siau Dhai ingin melanjutkan studi ke tingkat doktoral. Seperti disebut di atas, ibarat mesin diesel, akhirnya O Siau Dhai meraih gelar doktor (Ph.D) dalam bidang kedokteran (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 28-10-1910). Disebutkan di Amsterdam dipromosikan menjadi doktor (bevorderd tot doctor) di bidang kedokteran (geneeskunde) dengan disertasi berjudul ‘Over Clasvochtstof’ O-Siau-Dhai, geboren te Djokjakarta.
Soetan Casajangan setelah lulus mendapat akta guru
MO tahun 1909 diangkat sebagai guru bahasa Melayu di Handelschool di Amstrdam.
Pada tahun 1911 kepengurusan pertama Indische Vereeniging ditransfer kepada
pengurus baru yang akan dipimpin oleh Hoesein Djajadiningrat. Pada tahun ini Soetan
Casajangan bersama Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon
mendirikan studiefond, untuk menggalang dana bagi pelajara/mahasiswa yang
kesulitan keuangan baik yang akan berangkat ke Belanda maupun yang berada di
Belanda.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Dokter Meraih Gelar Doktor Bidang Kedokteran 1910 di Amsterdam: Indische Vereeniging dan Chung Hwa Hui di Belanda
Pada tahun 1908 O Siau Dhai lulus ujian semi-arts di Amsterdam pada tanggal 30 Mei (lihat Vox studiosorum; studenten weekblad, jrg 44, 1908, no. 17, 11-06-1908). Tidak lama kemudian, Be Tiat Tjong tiba di Belanda (lulus di HBS di Semarang). Be Tiat Tjong diterima di Delft (lihat De nieuwe courant, 10-09-1908). Disebutkan dari 147 yang baru mendaftar di Technische Hoogeschool di Delft, 94 telah terdaftar sebagai calon anggota DSC Groenlijst dimana terdapat 4 nama asing tahun ini, yaitu: Be Tiat Tjong, Notodhiningrat, Ambia Soedibio dan Raden Soemitro (bukan Raden Soemitro yang menjadi sekretaris Indische Vereeniging).
Pelajar-pelajar
Cina asal Hindia dari waktu ke waktu semakin banyak. Termasuk yang menyusul ke
Belanda Yap Hong Tjoen (lulus HBS di Semarang tahun 1908).
Seperti halnya pelajar/mahasiswa pribumi, pelajar/mahasiswa Cina asal Hindia juga mendirikan organisasi yang diberi nama Chung Hwa Hui. Organisasi ini didirikan pada tanggal 5 April 1911. Het vaderland, 09-06-1911 memberitakan di Technische Hoogeschool di Delft dilakukan Propaedeutische examens dimana pada prodi mijnbouwkunde (pertambangan) terdapat nama Be Tiat Tjong. Sementara itu Yap Hong Tjoen diketahui studi bidang kedokteran di Universiteit te Leiden (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 11-10-1911).
Dalam
ulang tahunnya yang pertama diadakan pertemuan Chung Hwa Hui yang dipimpin Yap
Hong Tjoen, kandidat dokter di Leiden (lihat De Telegraaf, 07-04-1912). Organisasi
Chung Hwa Hui di Belanda didirikan pada tahun 1911. Pendirian Chung Hwa Hui
cabang Belanda ini, tiga tahun setelah organisasi pribumi Indische Vereeniging
yang didirikan pada bulan Oktober 1908 di Leiden. Pendiri Indische Vereeniging
yang juga sekaligus ketua pertama adalah Radjioen Harahap gelar Soetan
Casajangan.
Dalam pidato Yap Hong Tjoen di pertemuan Chung Hwa Hui tersebut disebutkan menguraikan awal pendirian organisasi. Pada saat pendirian yang menjadi pengurus terdiri dari Yap Hong Tjoen (ketua); Teng Sioe Hie (sekretaris); Be Tiat Tjoen (bendahara). Komisaris terdiri dari Lie Tjwan Tien dan RAL Tan (alias Tan Tjing Sen). Disebutkan tujuan dari asosiasi adalah: A. untuk mempromosikan persatuan antara Cina yang tinggal di Belanda, dan untuk mempromosikan kepentingan mereka. B. Membangkitkan Cina di Hindia untuk lebih mengembangkan diri secara intelektual setelah studi pendahuluan selesai. C. Pembentukan dana pendidikan (studiefond). Keberadaan Chung Hwa Hui disebutkan untuk membantu orang Cina di Hindia Belanda dalam segala hal yang perlu mereka ketahui jika mereka memutuskan untuk pergi ke Eropa atau mengirim anak-anak mereka ke Eropa (lihat De nieuwe courant, 10-11-1912). Besar dugaan di satu sisi organisasi ini didirikan terinspirasi dari adanya Indische Vereeniging dan di sisi lain selain hukum Belanda yang diskriminatif di Hindia juga diduga terinspirasi berlangsungnya revoluasi di Tiongkok.
De Maasbode, 11-11-1912: ‘Rancangan anggaran dasar Chung Hwa Hui menetapkan bahwa setidaknya tiga
rapat umum perkumpulan harus diadakan setiap tahun di Amsterdam, Den Haag, dan
Rotterdam masing-masing; bahwa dewan berhak meminjamkan uang kepada anggota
karena alasan hukum, hingga maksimum f 100 untuk jangka waktu
sekurang-kurangnya enam bulan di bawah jaminan dua orang dan bahwa anggaran
dasar ini, yang dengannya anggaran dasar yang ada dicabut, akan mulai berlaku
segera setelah undang-undang yang menjadi dasarnya telah disetujui oleh Ratu.
Rancangan anggaran dasar tersebut memuat tanda tangan berikut: "Komite
untuk revisi undang-undang: R. A. L. Tan (alias Tan Tjing Sen) presiden; Li
Tjwan Tien. Liong Liangko, sekretaris".
Dewan Chung Hwa Hui adalah sebagai
berikut: Yan Hang
Tjaen, presiden; Teng Sive Hie, sekretaris; Be Tiat Tjong, bendahara; Si Tjwan
Tien; komisaris; R. A. L. Tan, alias Tjing Sen Tan, komisaris ke-2’. Perlu ditambahkan disini bahwa Chung Hwa Hui
didirikan oleh empat belas pemuda Cina yang belajar di Belanda; sebuah
asosiasi, yang menemukan landasan dalam nasionalisme, berasal dari realisasi
hak murni dan murni dari saudara-saudara kuning untuk menentang diskriminasi
hukum berdasarkan inferioritas ras yang seharusnya (lihat Algemeen Handelsblad,
05-05-1926).
Lantas bagaimana dengan O Siau Dhai? Tidak lama setelah O Siau Dhai meraih gelar doktor (Ph.D) dalam bidang kedokteran bulan Oktober 1910, segera pulang kampong ke Hindia. O Siau Dhai menumpang kapal ss Tabanan berangkat tanggal 19 November dari Rotterdam dengan tujuan akhir Batavia (lihat Sumatra-bode, 20-12-1910). Di dalam manifes kapal terdapat nama O Siau Dhai. Dokter kesehatan militer kelas 2. Ini mengindikasikan bahwa O Siau Dhai sudah pulang ke Hindia saat organisasi Chung Hwa Hui didirikan di Belanda.
Tidak terinformasikan, setiba di Hindia dimana Dr O Siau Dhai ditempatkan.
Yang jelas pada bulan Oktober 1911 Dr O Siau Dhai dipindahkan dari Batavia ke Zuid-Nieuw-Guinea
(lihat De locomotief, 25-10-1911). Juga disebutkan dari Zuid-Nieuw-Guinea dipindahkan
ke Soerabaja, de officier van gez. 2e kl. de Koek.
Besar dugaan Dr O Siau Dhai tidak lama dalam tugas dokter kesehatan militer. Pada bulan Maret 1912 diketahui Dr O Siau Dhai membuka prakter dokter di Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-03-1912). Disebutkan Dr O SIAU DHAI, dokter dengan alamat di (jalan) PARAPATTAN No 53. Jam konsultasi pagi pukul 8-9, sore pukul 5-6.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar