Selasa, 17 Juni 2025

Sejarah Mahasiswa Cina (1): Oei Jan Lee, Putra Kapitan Cina Asal Bandaneira; Orang Indonesia Pertama Raih Doktor di Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa Cina di blog ini Klik Disini

Di dalam buku berjudul Orang Indonesia jang Terkemoeka di Djawa yang terbit pada tahun 1944 tentulah tidak ada nama orang Cina. Mengapa? Fakta bahwa pada masa Pemerintah Hindia Belanda orang Cina dengan identitas diri sebagai orang Tionghoa sudah menjadi orang Indonesia. Satu yang jelas orang Cina umumnya menentang kehadiran Jepang di Indonesia (sebab sebelumnya Jepang menginvasi Tiongkok di Mansuria). Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, dalam serial artikel ini akan mendeskripsikan orang-orang Cina terpeladjar di Indonesia pada masa Pemerintah Hindia Belanda.


Sejarah Bangsa Cina di Kepulauan Banda. Isra Amin Ali. Regering Reglement tahun 1854. Di era itu juga, dalam tata kota Neira, Belanda membagi 3 area besar yaitu : 1. Dutch Colonial Town,  kawasan ini merupakan pemukiman pejabat serta warga berkebangsaan Belanda - terletak di Desa Dwiwarna, 2. Chinesse Quarter, kawasan ini terletak di Desa Nusantara, dan 3. Arabian Quarter, kawasan ini terletak di Desa Kampung Baru. Untuk mempermudah koordinasi dan kontrol atas aktivitas yang dilakukan,  maka pemerintah Kolonial Belanda mengangkat pemimpin di masing-masing komunitas Cina dan Arab yang dikenal dengan istilah "Kapitein ".  Pada awal abad ke-20 di Banda Neira yang menjadi Kapitan Cina marga Kok sedangkan Kapitan Arab adalah Syech Said bin Abdullah Baadilla. Sebagai informasi tambahan bahwa Sarjana Hukum pertama dari Hindia Belanda yang mengenyam pendidikan di Universitas Leiden adalah Oei Jan Lee seorang keturunan Tionghoa yang berasal dari Banda Neira.  Oei Jan Lee lahir di Banda Neira pada tahun 1863, ayahnya seorang Letnan Cina yang membantu Kapitan Cina.  Setamat pendidikan dasar di sekolah Belanda di Banda Neira beliau melanjutkan pendidikan dan pelatihan swasta di Banda untuk persiapan masuk HBS (sekolah menengah Belanda) di Batavia (https://www.kompasiana.com). 

Lantas bagaimana sejarah Oei Jan Lee, putra Kapitan Cina asal Bandaneira? Seperti disebut di atas, Oei Jan Lee adalah orang Indonesia pertama meraih gelar doktor di bidang hukum di Belanda. Bagaimana bisa? Lalu bagaimana sejarah Oei Jan Lee, putra Kapitan Cina asal Bandaneira? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Sekali lagi, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Oei Jan Lee, Putra Kapitan Cina Asal Bandaneira; Orang Indonesia Pertama Meraih Gelar Doktor di Belanda

Dalam Jawa Courant, 08-06-1859 memberitakan tentang pendirian sekolah menengah (HBS) yang disebut Gymnasium Willem III, namun menjadi polemik (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 11-07-1859). Polemik berkisar tentang hanya sedikit orang yang menyetujui, karena umumnya orang-orang tidak yakin ada jaminan dalam lembaga Pendidikan tersebut dapat digunakan secara umum dengan adil bagi masyarakat yang mungkin ingin memanfaatkan lembaga yang akan didirikan tersebut.


Tujuan Pemerintah Hindia Belanda untuk merealisasikan sekolah menengah pertama di Hindia ini dan polemic di public yang mulai mereda dan darinya mendapat masukan, akhirnya pemerintah mengeluarkan beslit yang didalamnya berisi semacam statusa (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 03-11-1859). Beslit terebut diumumkan ke public sebagaimana yang dimuat surat kabar yang terbit di Soerabaja tersebut terdiri dari 17 pasal. Dalam pasal-pasal termasuk, tujuan pendirian sekolah, daftar mata pelajaran yang akan diajarkan, soal biaya dan tentang fasilitas asrama. Beslit tersebut menjadi pedoman umum penyelenggaraan sekolah yang akan dibuka pada tahun 1860. Pada Pasal-1 butir (a) dinyatakan Gimnasium adalah lembaga pendidikan dan pengajaran, untuk kepentingan pemuda Eropa di Hindia Belanda. 

Gymnasium Willem III akan dibuka di Batavia tanggal 10 September 1860 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 02-05-1860). Sudah barang tentu siswa yang akan diterima adalah anak-anak Eropa/Belanda. Sesuai beslit di atas, siswa non Eropa/Belanda tidak memiliki akses.


Untuk siswa non Eropa/Belanda, bagi pribumi sekolah tertinggi yang ada, setelah lulus sekolah dasar adalah sekolah guru (kweekschool) yang sudah ada di beberapa tempat (yang pertama dibuka di Soerakarta tahun 1852) dan sekolah kedokteran di Batavia (dibuka sejak 1851). Bagin non Eropa/Belanda yang timur Asing seperti Cina dan Arab pendidikan dasarkan dilakukan cara sendiri-sendiri. Dalam perkembangannya diketahui sudah ada sekolah guru Cina di Meester Cornelis. Pada tahun 1875 jenis sekolah yang sama dengan Willem III School di Batavia dibuka di Soerabaja yang disebut Hoogere Burgerschool (HBS) Soerabaja.

Hingga tahun 1875 kebijakan Pemerintah Hindia Belanda, penyelenggaraan HBS masih tetap terbatas untuk siswa-siswa Eropa/Belanda. Ini dapat dilihat dari hasil ujian sekolah setiap tahunnya, hanya nama-nama Eropa yang disebut, bahkan semuanya nama laki-laku. Misalnya Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 30-09-1875 memberitakan ujian akhir sekolah HBS program lima tahun Gymnasium Willem III telah selesai. Dari tiga belas kandidat, pria-pria berikut menerima diploma karena telah lulus ujian: Schalk, Bake, Schuurman, v. d. Valk, Blok, v. Davelaar, de Kanter, Lutter dan Suermondt. Lantas bagaimana dengan siswa-siswa non Eropa/Belanda. Mulai terdeteksi pada tahun 1878 diantaranya Oei Jan Lee.


Tidak terinformasikan bagaimana dan dimana Oei Jan Lee menyelesaikan sekolah dasar dan pernah mengikuti sekolah menengah pertama (HBS tiga tahun). Yang cukup jelas adalah Oei Jan Lee mengikuti ujian masuk di Gymnasium Willem III School, Afdeeling HBS di Batavia tahun 1878 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-10-1878). Disebutkan ujian penerimaan untuk Gymnasium Willem III Afd HBS tahap ketiga (terakhir) yang mana yang lulus antara lain ditempatkan di kelas dua. Pada tahun 1879 Oei Jan Lee lulus ujian transisi naik dari kelas dua ke kelas tiga (lihat Bataviaasch handelsblad, 09-08-1879). Yang lulus ujian transisi ke kelas tiga (tanpa syarat) selain Oei Jan Lee antara lain Tan Tjoen Lian, Raden Mas Notodirodjo, Moentadjieb dan Raden Mas Soemito. Hanya mereka yang bernama non Eropa/Belanda dalam satu kelas, demikian juga kelas di bawah mereka (naik ke kelas dua) maupun pada kelas-kelas yang lebih tinggi (naik kelas lima). Boleh jadi akses bagi siswa non Eropa/Belanda baru dimulai pada tahun 1878 (sebagai percobaan).

Percobaan siswa non Eropa/Belanda di HBS Willem III School tampak hasilnya baik (semua lulus ujian transisi naik ke kelas tiga). Raden Mas Notodirodjo adalah kerabat Pakoelaman. Pada tahun 1880 Oei Jan Lee lulus ujian naik dari kelas tiga ke kelas empat (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-08-1880). Demikian juga Tan Tjoen Liang lulus tanpa syarat. Nama-nama Raden Mas Notodirodjo, Moentadjieb dan Raden Mas Soemito tidak ada dalam daftar yang lulus ujian. Apakah mereka bertiga gagal/menunda studi? Pada kelas terendah yang naik ke kelas dua semuanya nama-nama Eropa/Belanda. Praktis nama-nama non Eriopa/Belanda yang dinyatakan lulus pada tahun 1880 hanya Oei Jan Lee dan Tan Tjoen Liang. Dalam daftar kelulusan HBS di G Willem III hanya terdapat nama Tan Tjoen Liang, naik dari kelas empat ke kelas lima (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-11-1881). Nama Tan Tjoen Liang hanya satu-satunya non Eropa/Belanda untuk semua kelas. Ini mengindikasikan bahwa RM Notodirodjo dapat dianggap telah gagal atau mengundurkan diri. Lalu bagaimana dengan Oei Jan Lee?


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-11-1881 menyebutkan Oei Jan Lee adalah anak dari Letnan Cina di Bandanaira (Maluku) yang mengawali pendidikan di sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS) kemudian melanjutkan studi ke sekolah swasta (1875-1877). Lalu di bawah asuhan WG van Krieken dilakukan persiapan untuk masuk ke HBS di GW III S Batavia (seperti disebut di atas, lulus dan diterima tahu 1878). Pada tahun 1881 tidak terinformasikan apakah Oei Jan Lee gagal ujian transisi. Akan tetapi disebutkan beberapa bulan yang lalu Oei Jan Lee dengan HBS tiga tahun berangkat ke Leiden pada usia 19 untuk belajar untuk menjadi pengacara. Juga disebutkan redaksi telah membaca surat pertama Oei Jan Lee dari Belanda untuk orang tuanya di Bandaneira. Dari berita ini terkesan bahwa Oei Jan Lee tidak meneruskan HBS di Batavia setelah lulus kelas tiga (kelak setara MULO) dan meneruskan HBS di Belanda.   

Kehadiran Oei Jan Lee di Belanda telah membuat heboh. Surat kabar besar Algemeen Handelsblad memperhatikannya. Dalam Algemeen Handelsblad, 13-12-1881 kehadiran Oei Jan Lee adalah orang Cina yang pertama di Belanda yang direkomendasi dengan sedikit reaktif yang memberi peringatan bagi siswa-siswa Belanda. Disebutkan jika Oei Jan Lee berhasil menjadi pengacara maka orang-orang Cina akan memilihnya sebagai pengacara dan itu menjadi alarm bagi pengacara Belanda; dan juga jika Oei Jan Lee ini semakin banyak maka itu akan mengurangi peluang mahasiswa dan lulusan hukum Belanda berkarir di Hindia. Menurutnya dampaknya tidak terasa sekarang, tetapi akan terlihat nanti. Fakta bahwa Oei Jan Lee belum diterima di sekolah hukum di Belanda karena masih menyelesaikan pendidikan HBSnya. Namun dengan cita-citanya untuk menjadi pengacara sudah mulai terkesan heboh.


Isu tentang kehadiran orang non Eropa/Belanda dari Hindia studi ke Belanda selama ini tidak pernah terinformasikan. Mengapa kehadiran Oei Jan Lee terasa menjadi seakan ada gangguan di dalam opini oranfg Belanda? Sebelumnya, siswa-siswa pribumi yang melanjutkan studi ke Belanda adalah yang melanjutkan studi keguruan dan studi administrasi pemerintahan. Studi keguruan akan menjadi guru dan guru-guru pribumi lulusan Belanda itu akan kembali dan menjadi guru diantara penduduk pribumi. Ini yang terejadi pada diri Sati Nasoetion alias Willem Iskander yang berangkat studi ke Belanda tahun 1857 dan lulus tahun 1860 yang kemudian Willem Iskander mendirikan sekolah guru tahun 1861 di kampongnya di Tanobato, afdeeling Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli. Lalu Ismangoen Danoe Winoto yang lulus akademi pemerintahan di Belanda yang lulus tahun 1875 kembali ke tanah air menjadi pegawai/pejabat pemerintah. Terakhir saat dimana Oei Jan Lee berada di Belanda, guru muda asal Ambon JH Wattimena studi keguruan di Haarlem. Kehadiran Oei Jan Lee menjadi berbeda, karena ingin studi hukum dan berkeinginan menjadi pengacara. Bidang studi ini tidak bermasalah bagi orang Belanda, tetapi karir orang-orang Belanda di bidang peradilan kan sedikit banyak terganggu. Hal itulah kehadiran Oei Jan Lee yang melanjutkan studi di Belanda telah menjadi permbicangan (isu). Untuk bidang lain seperti kedokteran atau teknik kemukingkinan tidak menimbulkan masalah. Soal hukum tidak hanya soal peradilan itu sendiri, tetapi klien hukum menjadi inti dari isu? 

Sementara Oei Jan Lee diketahui tengah mengikuti atau meneruskan sekolah HBS di Belanda, juga diketahui teman Oei Jan Lee di HBS Batavia, Tan Tjioen Liang sudah berada di Belanda (lihat Delftsche courant, 11-12-1883). Disebutkan di Politeknik di Delft terdaftar Tjoen Liang Tan, seorang Cina, putra kapten Cina di Buitenzorg. Tan Tjoen Liang menyelesaikan HBS lima tahun di Batavia pada tahun ini.


Ini mengindikasikan bahwa Tan Tjoen Liang di politeknik di Delft baru pada tahun pertama. Juga disebutkan seperti Oei Jan Lee, Tan Tjoen Liang datang di Belanda pada usia 18 tahun, Oei Jan Lee disebut sekarang belajar di Gymnasium di Leiden. dengan harapan tahun depan, pada usia 19 tahun, Oei Jan Lee akan diterima di perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar doktor (Mr) di bidang hukum. Oei Jan Lee putra Letnan Cina di Bandaneira, Oei Soei Tjoan (lihat Le courrier de la Meuse, 12-12-1883).

Oei Jan Lee lulus ujian akhir di Leiden (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 09-07-1884). Disebutkan di Leiden ujian (ujian masuk perguruan tinggi) di Gymnasium diantaranya Oei Jan Lee afdeeling a (bidang hukum). Pada tahun 1885 Oei Jan Lee lulus ujian kandidat di bidang hukum di Rjiksuniversiteit te Leiden (lihat Het vaderland, 19-10-1885).


Oei Jan Lee diberitakan di Belanda telah mengajukan diri untuk dinaturalisasi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 09-11-1886). Disebutkan Oei Jan Lee yang menyelesaikan HBS di Belanda dan tengah mengikutu studi hukum di Unversitas Leiden telah menghadap Radja untuk mengajukan naturalisasi. Apakah ada non Eropa/Belanda berasal dari Hindia yang sudah dinaturalisasi? Saat Ismangoen Daboe Winoto kembali ke tanah air pada tahun 1875 dengan beslit yang diperoleh di Belanda berbenturan dengan peraturan peundang-undangan yang mengharuskan untuk menjadi pejabat harus orang Belanda. Pada saat itu Ismangoen meradang. Namun tidak terinformasikan apakah Ismangoen telah melakukan jalan proses naturalisasi. Besar dugaan apa yang pernah terjadi sebelumnyanya sudah diketahui oleh Oei Jan Lee sehingga untuk memperbesar peluang lalu mengajukan naturalisasi. Tampaknya Oei Jan Lee walau berasal dari daerah terpencil di Maluku, tetapi cara berpikir/mental cukup futuristik. Seperti sebelumnya, kembali muncul isu baru, keinginan Oei Jan Lee dinaturalisasi juga tidak sepenuhnya mulus, sebagai orang Belanda menolaknya dengan alasan berbeda-beda (lihat antara lain De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 02-02-1887).

Oei Jan Lee akhir lulus ujian dan mendapat gelar sarjana hukum (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 15-10-1888). Oei Jan Lee tampaknya belum puas, lalu melanjutkan studi ke tingkat doktoral. Pada bulan Januari 1889 Mr Oei Jan Lee meraih gelar doktor bidang hukum di Leiden (lihat Nieuwe Vlaardingsche courant, 16-01-1889). Oei Jan Lee lahir di Banda (Molukken) lulus hari Woensdag tanggal 16-01-1889 dengan disertasi berjudul Over de aansprakelijkheid des Verkoopers voor de verborgen gebreken der verkochte zaak.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Orang Indonesia Pertama Meraih Gelar Doktor di Belanda: Oei Jan Lee di Leiden, Tan Tjoen Liang dan Raden Kartono di Delft

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar