Rabu, 22 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (127): Sejarawan Indonesia Ong Hok Ham, Peminat Sejarah Tionghoa Peranakan; Why Sejarah Madiun?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Saat saya mahasiswa, kolom Ong Hok Ham di majalah Tempo menulis namanya dalam satu kata: Onghokham. Mengapa begitu? Itu soal pilihan. Lantas, siapakah Ong Hok Ham? Apakah memiliki relasi dengan Ong Eng Die? Itu soal lain. Yang menjadi soal dalam hal ini adalah mengapa Ong Hok Ham menjadi sejarawan Indonesia terkenal. Apakah Ong Hok Ham memiliki latar belakang sejarah keluarga yang mirip dengan latar belakang sejarah keluarga Anhar Gonggong? Mari kita cari tahu.

Ong Hok Ham lahir di Soerabaja tangga 1 Mei 1933. Satu yang penting dalam pendidikanya adalah menulis disertasi dengan judul ‘The Residency of Madiun; Priyayi and Peasant in the Nineteenth Century’ di Yale University, Amerika Serikat tahun 1975. Ong Hok Ham berkarir sebagai dosen di Universitas Indonesia dan pensiun pada tahun 1989. Kolom-kolomnya pada majalah Tempo yang bertema sejarah selama 1976-2001 telah dibukukan pada tahun 2002 dengan judul ‘Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang’. Secara khusus, Ong Hok Ham banyak membahasa tentang kaum peranakan Tionghoa Indonesia. Sejumlah artikelnya yang pernah dimuat pada Star Weekly juga telah dibukukan dengan judul ‘Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa’. Untuk melestarikan hasil-hasil karyanya telah dibentuk pusat pelajaran sejarah Ong Hok Ham Institute di Jakarta Timur. Ong Hok Ham meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 2007.

Lantas bagaimana sejarah sejarawan Ong Hok Ham? Seperti disebut di atas, Ong Hok Ham adalah salah satu sejarawan Indonesia terkenal. Latas mengapa dalam studi disertasinya memilih Madiun? Ong Hok Ham sebagai penulis juga mengusung tema-tema peranakan Tionghoa Indonesia. Lalu bagaimana sejarah sejarawan Ong Hok Ham? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (126): Soe Hok Gie Tokoh Militan, Sejarawan Meninggal Muda; Siapa Soe Hok Gie Sebenarnya?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa sebenarnya Soe Hok Gie? Kurang terinformasikan. Nama Soe Hok Gie baru dikenal luas setelah meninggal muda dan ditemukan dalam buku catatan hariannya. Lantas apakah Soe Hok Gie seorang sejarawan? Yang jelas WS Rendra pernah belajar sejarah dari Soe Hok Gie. O, iya? Itu dia. Lalu, mengapa Soe Hok Gie berminat sejarah Indonesia? Mari kita cari tahu.

 

Soe Hok Gie tentu saja tidak seterkenal abangnya Soe Hok Djin. Soe Hok Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942 dan Soe Hok Djin lahir di Jakarta tanggal 3 Januari 1941. Dua putra Soe Lie Piet (mantan wartawan) ini sangat Indonesia, tidak dalam arti sebagai warga negara tetapi keduanya sangat kritis dalam pemikirannya. Soe Hok Gie dengan nama lain Arief Budiman pernah menjadi pimpinan organisasi mahasiswa yang termasiuk angkatan 66. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia tahun 1968, melanjutkan pendidikan hingga memeperoleh gelar doktor (Ph.D) dalam bidang sosiologi di Universitas Harvard, Amerika Serikat pada tahun 1980. Pernah menjadi pengajar di UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) di Salatiga 1985-1995 dan kemudian menerima tawaran mengajar di Australia sebagai profesor di Universitas Melbourne. Arief Budiman meninggal dunia belum lama ini 23 April 2020. Soe Hok Gie sendiri meninggal pada tanggal 16 Desember 1969.

Bagaimana Soe Hok Gie memiliki minat pada bidang sejarah adalah satu hal, bagaimana Soe Hok Gie dianggap sebagai seorang mahasiswa militan adalah hal lain lagi. Mengapa dua hal itu ada di dalam diri Soe Hok Gie? Tentu saja sudah ada yang pernah menulisnya. Lantas mengapa harus ditulis lagi? Karena masih ada yang kurang terinformasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 21 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (125): Parada Harahap di Batavia; Bukan Sejarawan, Tapi Pelaku Pemersatu Semua Bangsa Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Parada Harahap bukan sejarawan Indonesia. Meski demikian, Parada Harahap pernah menulis Sejarah Amerika Serikat (diterbitkan tahun 1951). Lho. Koq! Apa pentingnya sejarah Amerikan Serikat buat orang Indonesia? Nah, itu dia! Parada Harahap yang pernah ke Jepang tahuun 1933 menulis buku berjudul  ‘Menoedjoe Matahari Terbit: Perdjalanan ke Djepang November 1933-Januari 1934’. Lho, koq! Apa pentingnya Jepang bagi orang Indonesia? Nah, itu dia! Parada Harahap berangkat ke Jepang setelah berhasil mempersatukan bangsa Indonesia dalam wadah PPPKI (1927).

Parada Harahap lahir di Padang Sidempoean tahun 1899. Seleapas sekolah dasar merantau ke Deli. Parada Harahap berhasil membongkar kejahatan orang Eropa/Belanda di perkebunan terhadap kuli asal Jawa di Deli (1918). Parada Harahap tidak sampai di situ. Parada Harahap pulang kampong untuk melawan pejabat Belanda dengan mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean tahun 1919. Pada saat kongres pertama Sumatranen Bond di Padang, Parada Harahap memimpin delegasi dari Tapanoeli. Surat kabarnya di breidel, Parada Harahap merantai ke Batavia tahun 1922 dan mendirikan surat kabar Bintang Hindia tahun 1923. Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita pertama (Alpena) dengan editor WR Supratman. Pada tahun ini Parada Harahap melakukan perjalanan jurnalistik ke Sumatra dan Semenanjung dan membukukan dengan judul ‘Dari Pantai ke Pantai: Perdjalanan ke Soematra, October-December 1925 dan Maart-April 1926 (diterbitkan 1926 yang dicetak percetakan NV Bintang Hindia). Pada tahun 1926 mendirikan surat kabar baru Bintang Timoer. Pada tahun 1927 Parada Harahap mempersatukan semau organisasi kebangsa yang disebut PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia).

Lantas mengapa Parada Harahap tidak dikategorikan sebagai sejarawan Indonesia? Yang jelas Parada Harahap adalah pelaku sejarah, Parada Harahap adalah penulis paling produktif di zamannya. Puluhan buku telah ditulisnya. Yang tetap menjadi pertanyaan mengapa Parada Harahap menulis buku Sejarah Amerika Serikat dan buku Sejarah Vietnam? Apakah semua sejarah Indonesia telah habis ditulis oleh Sanusi Pane? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (124): Sanusi Pane dan Sejarah Indonesia; Zaman Kuno, Singhasari, Majapahit dan Manusia Baru

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Sanusi Pane? Jangan tanya. Sanusi Pane adalah orang terkenal di zamannya yang namanya hingga kini masih dikenal. Apakah Sanusi Pane juga seorang sejarawan Indonesia? Jangan tanya. Ketika orang Indonesia (baca: pribumi) belum berbicara tentang (penyelidikan) sejarah Indonesia, Sanusi Pane sudah menulis buku beberapa volume berjudul Sedjarah Indonesia. Volume pertama diterbitkan pada tahun 1942. Mengapa Sanusi Pane bisa menulis Sejarah Indonesia? Jangan tanya. Baca saja karya-karyanya. Jangan lihat di Wikipedia, karena namanya tidak ada dalam daftar sejarawan Indonesia.

Sanusi Pane lahir di Tapanuli Selatan (Afdeeling Padang Sidempoean) 1905. Ayahnya, Soetan Pangoerabaan Pane, seorang sastrawan terkenal di Tapanuli Selatan pada era Hindia Belanda dengan karya terkenalnya riman berjudul Tolbok Haleon yang terbit tahun 1933. Soetan Pangoerabaan Pane memiliki dua lagi anak yang terkenal Armijn Pane dan Lafran Pane. Siapa mereka? Jangan tanya. Namun diantara anak-anaknya yang sangat tekun mempelajari sejarah Indonesia hanya Sanusi Pane. Sejarah Indonesia yang ditulis Sanusi Pane termasuk sejarah zaman kuno sejak era Singhasasi dan Majapahit. Lantas mengapa Sanusi Pane mempelajari sejarah di Jawa, bahkan sejak zaman kuno? Apakah Sanusi Pane mengenal sejarah di Tanah Batak? Jangan tanya. Sanusi Pane adalah yang sudah selesai dengan dirinya (sejarah kampong halaman), Sanusi Pane ingin mempelajari sejarah yang belum disentuh oleh orang Indonesia (baca: pribumi) saat itu.

Lantas bagaimana sejarah Sanusi Pane? Seperti disebut di atas, Sanusi Pane sebagai sastrawan dan penulis terkenal sudah barang tentu sudah ditulis orang lain tentang sejarahnya? Lalu apa pentingnya sejarah Sanusi Pane ditulis lagi? Yang jelas bahwa Sanusi Pane hanya dikenal luas sebagai sastrawan, tetapi lupa bahwa Sanusi Pane juga seorang sejarawan, bahkan sejarawan terawal di Indonesia. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 20 September 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (123): Sejarawan Gusti Asnan dan Generasi Emas Pasaman; Rao di Pantai Barat Sumatra hingga 1906

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Gusti Asnan, kini lebih dikenal sebagai salah satu sejarawan Indonesia (lihat Wikipedia). Boleh dikatakan Gusti Asnan adalah penerus generasi sejarawan Indonesia seperti Prof. Anhar Gonggong dan Prof. Sartono Kartodirdjo. Lantas bagaimana Gusti Asnan menjadi sejarawan Indonesia? Tentu saja pertanyaan ini idem dito dengan Sartono Kartodirdjo dan Anhar Gonggong. Sartono Kartodirdjo meneliti tentang pemberontakan petani di Banten (1888) dan Anhar Gonggong begitu paham tentang sejarah tragedi Westerling di Sulawesi Selatan.  Lalu, bagaimana dengan Gusti Asnan? Juga meneliti sejarah masa lampau dengan judul ‘Trading and Shipping Activities: The West Coast of Sumatra, 1819–1906’.

Gusti Asnan, bukan Gusti dari Bali, tetapi Gusti Asnan dari wilayah Rao, Pasaman (Lubuk Sikaping), lahir bulan Agustus 1962 (tempat lahir dan usia 11 dan 12 dengan saya). Orang tua Gusti Asnan (ASyiah dan SyahmiNAN) menyekolahkan sang putra mahkota di Lubuk Sikaping sampai tamat SMA sebelum akhirnya di perguruan tinggi di Padang (Universitas Andalas). Setelah tamat dari Jurusan Sejarah pada tahun 1986, Gusti Asnan melanjutkan studi ke Universitas Bremen, Jerman. Selanjutnya Gusti Asnan mengikuti program doktoral dan mendapat gelar doktor tahun 1998 dengan desertasi berjudul Trading and Shipping Activities: The West Coast of Sumatra, 1819–1906’.

Lantas bagaimana sejarah sejarawan Gusti Asnan? Seperti disebut di atas, Gusti Asnan adalah salah satu sejarawan Indonesia masa kini yang meneliti sejarah masa lalu di pantai barat Sumatra. Tentu bagaimana sejarah beliau sudah ada yang menulisnya. Mungkin itu sudah cukup. Namun bagaimana latar belakang Gusti Asnan sehingga menjadi sejarawan tampaknya kurang terinformasikan. Apakah itu terkait dengan riwayat kampong halaman dan tema yang menjadi desertasinya. Dalam hal ini, Gusti Asnan adalah salah satu generasi generasi baru sejarawan Indonesia. Lalu bagaimana kita bisa mengenal Gusti Asnan? Yang jelas beliau begitu paham sejarah kegiatan perdagangan di pantai barat Sumatra. Apa pentingnya perdagangan pantai barat Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.