Sabtu, 16 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (536): Pahlawan Indonesia-Tan Kiang Hong di Leiden;Chung Hwa Hui - Indische Vereniging di Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Jumlah orang Cina studi di Belanda dari waktu ke waktu terus meningkat, bahkan telah melampaui orang pribumi. Meski demikian, dua organisasi orang berasal dari Hindia (Indische Vereeniging/Perhimpoenan Indonesia dan Chung Hwa Hui) tetap dengan baik berinteraksi (saling mengundang). Dalam perkembangannya antara dua pihak ini menjadi bersifat asimetris di mata orang-orang Belanda yang studi di Belanda. Orang Belanda benci kepada orang Cina, Orang pribumi benci orang Belanda. Dalam konteks inilah muncul nama Tan King Hong di Belanda sebagai ketua Chung Hwa Hui.

Orgnisasi orang pribumi yang studi di Belanda dibentuk tahun 1908 yang dinisiasi oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan. Saat pembentukan di kediaman Soetan Casajangan di Leiden hanya 15 orang yang hadir karena alasan yang berbeda-beda. Meski demikian ke-15 orang yang tengah studi di Belanda sepakat membentuk organisasi yang diberi nama Indische Vereeniging. Secara aklamasi diangkat ketua Soetan Casajangan dengan sekretaris Raden Soemitro. Tiga tahun kemudian orang Cina yang studi di Belanda membentuk organisasi yang diberi nama Chung Hwa Hui. Dalam pembentukan organisasi itu hadir sebanyak 14 orang. Ketua Chung Hwa Hui terpilih adalah Yap Hong Tjoen. Soetan Casajangan lahir di Padang Sidempoean, Yap Hong Tjoen lahir di Jogjakarta. Entah kebetulan, pada era Perang Kemerdekaan Indonesia di dua kota ini terjadi perlawanan yang heroik terhadap Belanda.

Lantas bagaimana sejarah Tan Kiang Hong? Seperti disebut di atas, Tan Kiang Hong melanjutkan studi ke Belanda dan kemudian menjadi ketua Chung Hwa Hui. Lalu bagaimana sejarah Tan Kiang Hong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (535): Pahlawan Indonesia dan Melayunisasi di Semenanjung Malaya; Mandailing, Minang, Bugis, Jawa

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti pada artikel sebelum ini, apa yang terjadi di Malaysia tidak sesederhana yang terkesan sekarang tetapi sungguh sangat kompleks. Sebaliknya di Indonesia seakan terkesan kompleks tetapi pada dasarnya berlangsung cukup sederhana. Hal itulah mengapa (negara) Malaysia menghadapai masalahanya sendiri hingga ini hari, sedangkan Indonesia sudah lama telah menyelesaikan masalahnya. Satu faktor penyebab awal di Semenanjung Malaya ada kekuatan kerajaan-kerajaan yang kemudian membentuk federasi dalam proses melayunisasi di (negara) Malaysia.

Jika di Semenanjung Malaya terjadi proses Melayunisasi, sebaliknya di Indonesia terjadi proses Indonesiasi. Jadi pada masa ini harus dilihat kedua negara telah memilih jalan hidupnya dari awal, yakni Melayunisasi di Malaysia dan Indonesiasi di Indonesia. Proses pembentukan Malaysia sendir berbeda dengan proses pembentukan Indonesia. Untuk proses pembentukan Indonesia sudah lama berlangsung yang dimulai dari Kongres Mahasiswa Hindia di Belanda tahun 1917, kemudian mengkristas pada Kongres Pemuda tahun 1928 dan lalu ditetapkan setelah kemerdekaan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Lalu bagaimana dengan proses pembentukan Malaysia? Secara sadar disasdari oleh para pemimpin di Semenanjung Malaya (para sultan) bahwa ada perbedaan diantara pribumi yang akan berhadapan dengan persekutuan diantara orang-orang Cina dan India. Kekhawatiran para sultan dalam pembentukan federasi (Malaysia) diselesaikan dengan proses Melayunisasi untuk mengungguli kominitas Cina dan komunitas India.

Lantas bagaimana sejarah Melayunisasi di Semenanjung Malaya? Seperti disebut di atas, permasalahan yang dihadapi Malaysia sulit teratasi karena prosesnya sendiri telah selesai pada masa lampau yakni membedakan Melayu di satu pihak dan komunitas Cinda dan komunitas India di pihak lain. Lalu bagaimana sejarah Melayunisasi di Malaysia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 15 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (534): Pahlawan Indonesia - Tjan Tjoe Siem Studi di Leiden: Islamolog - Javanolog Universitas Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelum ini dideskripsikan narasi sejarah Tjan Tjoe Som. Pada artikel ini akan dideskripsikan narasi sejah Tjan Tjoe Siem. Keduanya adalah bersaudara dari Solo yang sama-sama melanjutkan studi ke Leiden dan sama-sama pernah menjadi guru besar di Universitas Indonesia, Disebutkan Tjan Tjoe Som adalah seorang Sinolog, sedangkan Tjan Tjoe Siem adalah seorang Islamolog dan Javanolog.

Prof. Dr. Tjan Tjoe Siem (03 April 1909 – 30 Desember 1978) adalah seorang pakar Sastra Jawa dan seorang guru besar Universitas Indonesia kelahiran Surakarta. Ia promosi di Universitas Leiden, negeri Belanda pada tahun 1938. Judul disertasinya adalah "Hoe Koeroepati zich zijn vrouw verwerft". Disertasinya mengenai sebuah lakon wayang pernikahan Suyodana yang diambil dari wiracarita Mahabharata. Nama lain Suyodana adalah Kurupati (Koeroepati) yang artinya adalah "raja para Korawa". Sekembalinya di Jawa, ia menjadi asisten Prof. Dr. Poerbatjaraka. Menurut Rosihan Anwar di bukunya, ia pernah mengajar di sekolah AMS (baik A dan B) di Yogyakarta. (Wikipedia). Dalam blog Agni Malagina artikel berjudul Tjan Tjoe Siem: Islamolog dan Javanolog dari Universitas Indonesia disebutkan Siem muda berangkat ke Universitas Leiden pada tahun 1930 setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya. Pada tahun 1940-an, Universitas Leiden hanya tercatat dua nama etnis Cina dari Indonesia, Tjan Tjoe Siem (1930) dan Tjan Tjoe Som (1936), Siem dikenal sebagai javanolog dan islamolog, sedangkan Som sang kakak dikenal sebagai seorang sinologi sekaligus ahli hokum Islam yang sama-sama mengabdi di Universiteit Indonesie sekembalinya dari belajar di Leiden (https://staff.blog.ui.ac.id)

Lantas bagaimana sejarah Tjan Tjoe Siem? Seperti disebut di atas, Tjan Tjoe Siem adalah adik dari Tjan Tjoe Som. Mereka berdua memiliki perhatian yang berbeda. Lalu bagaimana sejarah Tjan Tjoe Siem? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (533): Pahlawan Indonesia - Mengapa Kini Warga Malaysia Menjadi Terkotak; Melayu, Cina dan India

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada berita lama yang menyita perhatian pada akhir-akhir ini. Tidak di Indonesia, tetapi di Malayasi. Berita tersebut bahwa di (negara) Malaysia warga seakan terkotak-kota dimana warga pribumi (asli) terpisah dengan warga pendatang terutama Cina dan India. Dalam bidang pendidikan masing-masing warga menyelenggarakan sistem pendidikannya sendiri dengan bahasa pengantar sesuai bahasa ibu: Melayu, Cina dan India. Hal itu tentulah berbeda dengan di Indonesia.

Memang di Indonesia belum sepenuhnya terjadi asimilisasi yang diharapkan, terutama golongan Cina yang terkesan sebagian (saja) yang bersikap eksklusif. Namun itu tentu tidak menjadi masalah besar, karena masalah preferensi. Berbeda dengan di Malaysia, penyatuan banyak hal telah dan dicapai dan terselesaikan seperti dalam bidang pendidikan. Di seluruh Indonesia, semua sekolah menggunakan bahasa pengantar yang sam (bahasa Indonesia) dengan kurukulum yang seragam. Itu berlaku pada sekolah-sekolah yang dikelola pemerintah dan sekolah-sekolah swasta. Banyak sekolah-sekolah swasta yang dikelola oleh warga Cina di Indonesia tetapi seperti disebut tadi semuanya merujuk pada satu ukuran: persamaan (bahasa pengantar dan kurikulum). Oleh karena itu, permasalahan yang ada di Malaysia tidak terdapat di Indonesia. Permasalahan itu serupa itu di Indonesia pernah ada tetapi itu doeloe pada era Pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu Pemerintah Republik Indonesia, terutama sejak 1950 permasalahan dapat dieliminasi.

Lantas bagaimana sejarah warga Malaysia terkotak-kotak sehingga menimbulkan permasalahan sendiri pada masa ini? Seperti disebut di atas, permasalahan yang dihadapi Malaysia pernah dialami di Inoneesia namun sudah selesai. Lalu bagaimana sejarah warga Malaysia terkotak-kotak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 14 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (532): Pahlawan Indonesia dan Dr Tjan Tjoe Som Studi ke Belanda;Sinologi Universitas Leiden dan UI

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Siapa Tjan Tjoe Som? Dalam laman Wikipedia dengan entri Tjan Tjoe Som disebutkan sebagai guru besar Universitas Indonesia (UI) yang secara khusus memperhatikan bidang Sinologi. Namun narasi sejarahnya yang ditulis sangat minim. Okelah, Untuk memperkaya narasi sejarah Tjan Tjoe Som masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Mari!

Tjan Tjoe Som (1903-1969) adalah guru besar di Jurusan Sinologi, Universitas Indonesia, di Jakarta. Salah seorang murid bimbingannya adalah Mely G. Tan yang juga menjadi seorang Sinolog terkemuka di Indonesia. Tjan Tjoe Som dilahirkan di Surakarta dari sebuah keluarga Tionghoa Muslim. Tjoe Som belajar di Universitas Leiden, Belanda jurusan Sinologi dengan thesis Po Hu T'ung (Kelenteng Harimau Putih). Dia kemudian bekerja sebagai pustakawan di Perpustakaan Sinologi di Leiden. Ia menerbitkan thesisnya pada tahun 1949, dan pada tahun 1950 dia diangkat menjadi Profesor Filosofi Chinese di Leiden. Tjan pada tahun 1952 kembali ke Indonesia walaupun banyak yang kolega yang menginginkan ia tetap tinggal di Belanda. Ia dan saudaranya, Prof. Tjan Tjoe Siem disingkirkan oleh pemerintah Orde Baru karena menjadi anggota Himpunan Sarjana Indonesia (HSI) yang dianggap sebagai organisasi onderbouw Partai Komunis Indonesia (PKI). Salah satu hasil tulisannya adalah Po Hu T'ung, The Comprehensive Discussions in the White Tiger Hall (Leiden: E.J. Brill, 1949 & 1952) (Wikipedia). Jadi teringat nama Ibu Mely G Tan yang pernah menjadi dosen saya dalam mata kuliah metodologi riset dan tentu saja suami beliau yang menjadi pimpinan saya dalam tim penelitian pengembangan transportasi di wilayah Jabodetabek (1994).

Lantas bagaimana sejarah Tjan Tjoe Som? Seperti disebut di atas, Tjan Tjoe Som adalah seorang guru besar du Universitas Indonesia tempo doeloe. Ada yang menyebut Tjan Tjoe Som adalah Bapak Sinologi Indonesia. Lalu bagaimana sejarah Tjan Tjoe Som? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (531): Pahlawan Indonesia dan Sinologi di Indonesia; Peneliti Peneliti Belanda Memerlukan Ahli Sinologi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarahnya, studi tentang Tiongkok (sinologi) terbentuk karena ada kebutuhan para peneliti jaman kuno (kepurbakalaan) diantara peneliti-peneliti Inggris dan Belanda. Secara khusus peneliti-peneliti Belanda di Indonesia (baca: Hindia Belanda) menemukan banyak soal dan pertanyaan yang membutuhkan keahlian khusus yang terkait dengan penemuan kepurbakalaan. Itu bermula ketika seorang peneliti Inggris menemukan arah bahwa Sriwijaya berpusat di Pantai Timur Sumatra (khususnya Palembang) yang mengkomunikasikan kepada para peneliti dan peminat kepurbakalan yang yang tergabung dalam lembaga ilmu dan pengetahuan di Batavia (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut sinologi adalah ilmu pengetahuan tentang bahasa dan kebudayaan Cina. Dalam laman Wikipedia sudah ada entri Sinologi, tetapi masih membutuhkan narasi dan rujukan. A Dahana dalam artikelnya  Tentang Istilah: Antara “Cina, China, Tiongkok, Tionghoa dan Cungkuo yang diupload dalam situs https://www.sinologi-indonesia.id menyatakan: Istilah yang lebih umum yakni Tiongkok untuk negeri dan Tionghoa untuk mengacu ke etnis. Sebagai konsekuensi selanjutnya, kami juga menggunakan istilah “Sinologi” sebagai pengganti sebutan “Studi Cina”. Istilah Sinologi memang berbau kuno karena Sinologi yang berasal dari istilah Sinology–mengacu ke studi tentang Tiongkok klasik yang berkembang di Barat sejak awal abad-20. Istilah yang umum dipakai di Barat sejak menjamurnya studi mengenai Tiongkok modern adalah Chinese Studies, tanpa ada muatan bernuansa negatif. Di Universitas Indonesia mahasiswa para peminat Sinologi memiliki organisasi yang diberi nama Ikatan Mahasiswa Sinologi (IMSI) Universitas Indonesia, suatu himpunan mahasiswa Program Studi Cina yang telah dibentuk sejak tahun 70-an. Sebelumnya himpunan mahasiswa ini benama IMSI (Ikatan Mahasiswa Sinologi Indonesia) karena pada saat itu, Universitas Indonesia adalah satu-satunya universitas di Indonesia yang memiliki jurusan yang mempelajari ilmu tentang Cina. Akan tetapi karna disadari bahwa himpunan ini tidak mencakup seluruh Indonesia, maka pada tahun 2003 namanya berganti menjadi IMSi. Anggota IMSi adalah seluruh mahasiswa Program Studi Cina yang telah mengikuti rangkaian kegiatan orientasi jurusan dan aktif berpartisipasi dalam segala kegiatan IMSi (https://fib.ui.ac.id).

Lantas bagaimana sejarah Sinologi di Indonesia? Seperti disebut di atas, terbentuknya bidang peminatan dalam pengetahuan Tiongkok (Sinologi) terkait dengan penelitian-penelitian kepurbakalaan diantara peneliti-peneliti Inggris dan Belanda khususnya yang dihubungkan dengan penyelidikan sejarah dan kepurbakalaan di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Lalu bagaimana sejarah Sinologi di Indoesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.