Minggu, 21 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (788): Interaksi Penduduk Zaman Kuno; Asam Gunung di Pedalaman, Garam Laut di Pesisir Pantai


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sebenarnya siapa kita? Dalam arti luas siapa sebenarnua populasi yang mendiami nusantara? Apakah penduduk asli atau orang pendatang? Yang menjadi pertanyaan pertama soal ini siapa penghuni pertama pulau-pulau di nusantara? Apakah sudah ada begitu saja atau datang dari tempat lain? Jelas tidak ada yang tahu, karena populasi manusia di nusantara sudah ada ribuan tahun yang lampau. Lalu muncul teori proto versus deutro Melayu. Namun tidak dijelaskan sejak kapan keduanya bermula.


Dulu ada teori proto Melayu versus deutro Melayu, tetapi itu banyak yang menentang dan lambat laun terlupakan. Lalu penggantia teori apa? Tidak ada teori baru yang menjadi lebih baik. Okelah itu berarti masih ada ruang yang belum terisi tentang teori penduduk melayu dan non melayu. Lalu, mengapa harus disebut melayu? Bukankah ada Batak, Jawa dan lainnya. Bahkan populasi Jawa dari masa ke masa lebih banyak dari populasi Melayu. Boleh jadi bukan karena hitungan bilangan (jumlah) besar, tetapi hitungan luasnya (persebaran) populasi yang diidentifikasi karena berbahasa Melayu. Lalu, apakah populasi berbahasa Melayu harus disebut orang Melayu?  Dalam hal ini tidak dapat dijelaskan soal kehadiran populasi pertama, karena itu sudah berlangsung sejak zaman pra-sejarah (ingat manusia purba seperti Phitecanthropus erectus). Oleh karena itu dalam hal ini dibatasi pada saat kehadiran pendatang di pulau yang terjadi interaksi yang diduga awal terbentuk budaya di satu sisi dan kemudian di sisi lain terbentuk populasi baru (umumnya di pesisir/belakang pantai). Dalam hal ii pula kita tidak sedanng membicarakan (teori) Proto Melayu versus Deutro Melayu, tertapi teori interaksi penduduk.

Lantas bagaimana sejarah interaksi penduduk zaman kuno? Seperti disebut di atas, interaksi penduduk di zaman kuno adalah salah satu instrument penting dalam terbentuknya suatu buda (yang menjadi kebudayaan). Dalam berbagai fakta sejarah dan analisis para ahli di era Hindia Belanda di satu pisah sudah eksis populasi manusia di berbagai pulau, yang kemudian di sisi lain kehadiran pendatang di pantai telah terjadi interaksi yang intens dalam perdagangan yang menjadi sebab terbentuknya budaya baru dan bahkan populasi baru di pesisir. Lalu bagaimana sejarah interaksi penduduk zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (787): Candi Bahal di Portibi dan Geomorfologi Sungai Panai; Kerajaan Dunia? Apa Kata Dunia!


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada nama tempat di Indonesia bernama Pertiwi? Apakah ada di pulau Jawa? Apakah ada di India? Sejatinya nama Pertiwi sebagai nama tempat hanya satu di Indonesia yakni Portibi di Padang Lawas (Tapanuli Selatan). Di wilayah Portibi ini di masa lalu berada di daerah aliran sungai Panai di teluk Barumun (di teluk tersebut terdapat kota Binanga).


Nama Pritiwi juga dikaitkan dengan Ibu Pertiwi. Element Pertiwi (Sanskerta: pṛthvī, atau juga pṛthivī) adalah Dewi dalam agama Hindu dan juga "Ibu Bumi" (atau dalam bahasa Indonesia "Ibu Pertiwi"). Sebagai pṛthivī matā "Ibu Pertiwi" merupakan lawan dari dyaus pita "Bapak Angkasa". Dalam Rgveda, Bumi dan Langit sering kali disapa sebagai pasangan, mungkin hal ini menekankan gagasan akan dua paruh yang saling melengkapi satu sama lain. Pertiwi juga disebut Dhra, Dharti, Dhrthri, yang artinya kurang lebih "yang memegang semuanya". Sebagai Prthvi Devi, ia adalah salah satu dari dua sakti Batara Wisnu. Sakti lainnya adalah Laksmi. Prthvi adalah bentuk lain Laksmi. Nama lain untuknya adalah Bhumi atau Bhudevi atau Bhuma Devi. Ibu Pertiwi merupakan personifikasi nasional Indonesia, sebuah perwujudan tanah air Indonesia. Sejak masa prasejarah, berbagai suku bangsa di kepulauan Nusantara sudah menghormati roh alam dan kekuatan bumi, mereka mengibaratkannya sebagai ibu yang memberikan kehidupan, sebagai dewi alam dan lingkungan hidup. Setelah diserapnya pengaruh Hindu sejak awal millenia pertama di nusantara, dia dikenal sebagai Dewi Pertiwi, dewi bumi. Ibu Pertiwi populer dalam berbagai lagu dan puisi perjuangan bertema patriotik, seperti lagu "Ibu Pertiwi" dan "Indonesia Pusaka". Dalam lagu kebangsaan "Indonesia Raya", lirik dalam bait "Jadi pandu ibuku", kata "ibu" di sini merujuk kepada Ibu Pertiwi. Meskipun Ibu Pertiwi populer dalam berbagai lagu dan puisi perjuangan, perwujudan fisik dan citranya jarang ditampilkan di media massa Indonesia. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi candi Bahal di Portibi di daerah aliran sungai Panai? Seperti disebut di atas, ada nama tempat hingga masa ini Bernama Portibi di Padang Lawas dimana di tempat itu terdapat candi Bahal yang berasal dari era Hindoe-Boedha. Kota Portibi di masa lampau berada di sisi timur sungai Panai (tidak jauh dari teluk Barumun). Salah satu kota di teluk ini adalah Kota Binangan. Dengan Namanya Portibi (yang diduga merujuk pada kata ‘pṛthvī’ yang diartikan bumi/dunia). Dalam hal ini apakah di Portibi adalah Kerajaan Dunia? Apa Kata Dunia! Lalu bagaimana sejarah geomorfologi candi Bahal di Portibi di daerah aliran sungai Panai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 20 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (786): Nama Geografi dalam Studi Sejarah; Toponimi Latin, India, Cina, Portugis, Belanda, Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama tempat (nama geografi) dan toponimi adalah dua hal yang berbeda. Nama geografi adalah nama yang disebut, dicatat dan dikomunikasi dalam era sejarah yang berbeda. Perbedaan itu karena pengaruh lokal dan pengaruh asing (Latin India Cina Portugis Belanda Inggris). Pengaruh Belanda sendiri dapat berbeda antara era VOC dan era Pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, toponimi adalah surtu pendekatan dalam studi untuk melacak nama masa lalu yang sesuai dengan nama masa kini karena perngaruh sejarah yang berbeda di masa lampau. Dalam kontreks inilah kita membicarakan persoalan nama geografi dalam studi sejarah Indonesia.


Di laman Wikipedia terdapat deskripsi gagasan penamaan suatu tempat (proposal), yang menjabarkan pedoman penamaan untuk lokasi geografis bahasa Indonesia yang prinsip, aturan penamaannya mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau pedoman lain dari Pusat Bahasa dan Badan Informasi Geospasial, Proposal. Untuk pedoman penamaan lokasi/tempat yang saat ini diterapkan di Wikipedia, lihat Pedoman penamaan#Nama geografis. Pedoman tersebut dirasa tidak lengkap dan proposal ini dibuat untuk melengkapinya. Pedoman umum. Nama geografis (toponimi) terdiri dari dua unsur: nama generik dan nama spesifik. Nama generik adalah nama yang menggambarkan bentuk (bentang alam) dari unsur geografis tersebut, seperti pulau, danau, selat, gunung, lembah, dan sebagainya. Nama spesifik merupakan nama diri (proper name) dari unsur geografis dan digunakan sebagai unit pembeda antar unsur geografis. Nama spesifik yang sering digunakan untuk unsur geografis biasanya berasal dari kata sifat, misalnya ’baru’, ’jaya’, ’indah’, ’makmur’, atau kata benda yang bisa mencerminkan bentuk unsur tersebut, misalnya ’batu’, ’candi’, dan lain sebagainya. (selengkapnya ...). Dengan demikian, setiap penamaan suatu unsur geografis di Wikipedia harus lengkap mencakup nama generik dan nama spesifik (tetapi lihat Tambahan 2 di Pedoman 2). Sesuai dengan kaidah pengejaan, baik nama generik maupun nama spesifik diawali dengan huruf kapital, karena keduanya membentuk nama diri. Contoh: Pulau Bali, bukan Bali; Pulau Lombok, bukan Lombok; Selat Karimata, bukan Karimata; dan Lembah Anai, bukan Anai. Nama generik geografis bentang alam perlu dibedakan dari nama generik daerah/tempat (kota, kampung, dusun) atau satuan administratif (provinsi, kecamatan, desa, Kota). Nama daerah/tempat atau satuan administratif dapat memakai nama generik geografis bentang alam sebagai nama spesifik, seperti Bukittinggi, Ciamis, atau Bulukumba. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah persoalan nama-nama geografi dalam studi sejarah? Seperti disebut di atas, studi topnomi sudah lama dilakukan mengingat berbgai faktor sejarah (misalnya era sejarah Eropa) yang mempengaruhi (perubahan) nama suatu tempat (dalam hal ini di Indinesia/Nusantara). Lalu bagaimana sejarah persoalan nama-nama geografi dalam studi sejarah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (785): Pantai Amerika dan Geomorfologi; Saat Australia bagian Indonesia - Amerika bagian Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hubungan bilateral Republik Indonesia dan Amerika Serikat memang sudah berlangsung selama 73 tahun. Hubungan diplomatik antara kedua negara dibuka secara resmi pada 28 Desember 1949. Hubungan antara kedua negara, meski secara geografis berjauhan juga cenderung dekat: sama-sama negara republik yang memproklamasikan kemerdekaan sendiri (dari penjajahan). Sebenarnya tidak sekadar itu. Banyak yang tidak tahu, sejarah lama kerap mengejutkan. Hubungan wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) dan Amerika Serikat (baca: Virginia dan sekitar) sudah berlangsung sangat lama bahkan jauh sebelum kemerdekaan Amerika Serikayt 7 Juli 1774. Saat itu Australia masih bagian Indonesia dan Amerika Serikat masih bagian Inggris. Bagaimana bisa? Itu dia. Mari kita lacak!


Thomas Hewes adalah konsul Amerika Serikat pertama yang menjabat di Batavia, Jawa pada 24 November 1801 dan selesai menjabat pada 26 Januari 1802. Konsulat ini kemudian tutup pada 27 Februari 1942 dan dibuka kembali pada 24 Oktober 1945. Robert R Purvis menjadi Agen Perdagangan di Medan, Sumatra yang ditunjuk oleh Mentri Luar Negri AS pada 12 Juli 1853; kemudian kantor Agen Perdagangan dijadikan kantor wakil konsulat pada tahun 1866 dan agen konsulat pada tahun 1898. Kantor agen perdagangan ini kemudian diperintahkan untuk ditutup pada 4 Januari 1916 dan menjadi konsulat dengan Horace J. Dickinson sebagai konsul yang pertama pada 21 Juli 1917. Konsulat ini sendiri kemudian ditutup pada 25 Juli 1917. Joseph Balestier menjadi konsul di Riau, Kepulauan Bintan pada 11 Oktober 1833 penunjukannya disahkan pada 10 Februari 1834. Tidak jelas kapan perwakilan di Riau ini akhirnya ditutup. Carl Van Oven menjadi agen konsuler pada 11 Januari 1866 di Surabaya, Jawa. Kantor ini kemudian menjadi konsulat dengan ditunjuknya Harry Campbel pada 25 Mei 1918. Edward George Taylor menjadi agen konsuler di Semarang, Jawa pada 10 Juli 1885. Agensi ini kemudian ditutup pada 1 Oktober 1913. Konsulat Surabaya kemudian ditutup pada 22 Februari 1942. Beberapa titik pendaratan pertama tentara Amerika di Indonesia pada masa Perang Dunia II yakni 21 April 1944 AS mendarat di Hollandia (sekarang Jayapura); 27 Mei 1944 AS mendarat di Noemfeex (sekarang disebut ??); 30 Juli 1944 AS mendarat di Sansapor. Konsulat Surabaya kemudian dibuka lagi untuk umum pada 27 Mei 1950 yang kemudian ditingkatkan menjadi kedutaan besar hingga sekarang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi Pantai Amerika? Seperti disebut di atas, hubungan antara wilayah Indonesia dan wilayah Amerika Serikat sudah berlangsung lama bahkan jauh sebelum Amerika Serikat memproklamasikan kemerdekaan 4 Juli 1774. Saat itu Indonesia memiliki Australia dan Inggris memiliki Amerika Serikat. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi Pantai Amerika? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 19 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (784): Dilema Bahasa Belanda di Indonesia; Mahasiswa Ilmu Sejarah Tidak Bahasa Belanda, Lantas?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tidak banyak negara, sejarah Indonesia adalah sejarah yang sangat khas. Sejarah kemerdekaan Indonesia dapat dikatakan masih seumur jagung. Namun sejarah kehadiran Belanda di Indonesia (berkoloni dan menjajah) itu ratusan tahun. Yang jelas kini bahasa Belanda di Indonesia tidak popular, bahkan menjadi kerap diolok-olok. Sebagai gantinya bahasa Inggris yang popular. Namun kurangnya orang Indonesia yang tidak bisa berbahasa Belanda, memiliki dampak pada penulisan narasi sejarah Indonesia.


Pada masa lampau orang Indonesia (baca; pribumi di Hindia Belanda) awalnya mempertanyakan arti pengetahuan bahasa Belanda. Ketika Pemerintah Hindia Belanda ingin memperluas bahasa Belanda di berbagai jenis sekolah, termasuk sekolah guru banyak penentangan. Namun sikap ngotot pemerintah menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa resmi negara, terutama untuk tujuan belajar hingga perguruan tinggi, menjadi celah bagi siswa/mahasiswa pribumi (baca: Indonesia) untuk mendapat gelar sarjana. Dalam hal ini termasuk Ir Soekarni dan Drs Mohamad Hatta. Dengan modal bahasa Belanda dan level pendidikan dan pengertahuan yang menjadi lebih tinggi, diantara para pejabat yang umumnya bangsa Belanda, para golongan muda Indonesia mulai memperjuangkan kemerdekaan. Cita-citanya dapat dicapai. Lalu dengan modal kemerdekaan, dalam arti luas, bahasa Belanda dicampakkan. Hal itulah mengapa di Indonesia pada masa ini nyaris tak berbilang orang Indonesia yang bisa berbahasa belanda, termasuk dalam bahl ini mahasiswa dan dosen Ilmu Sejarah di perguruan tinggi. Ada untungnya mengentaskan bahasa Belanda dari Indonesia, tetapi apa ruginya dalam penulisan narasi sejarah Indonesia?

Lantas bagaimana sejarah dilema bahasa Belanda di Indonesia? Seperti disebut di atas, bahasa (bangsa) Belanda begitu lama berkoloni dan menjajah di Indonesia, sehingga Ketika perjuangan kemerdekaan penuh, maka bahasa Belanda secara alamiah terentaskan. Lalu bagaimana sejarah dilema bahasa Belanda di Indonesia?Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (783): Bahasa Belanda Mahasiswa Ilmu Sejarah; Upaya Meningkatkan Narasi Sejarah Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada program studi Ilmu Sejarah dan program studi Bahasa Belanda. Namun apakah itu terhubung satu sama lain? Berbeda dengan di Malaysia, bahasa Inggris menjadi utama, di Indonesia bahasa Belanda sudah lama dientaskan. Seberapa orang Indonesia yang masih bisa berbahasa Belanda? Sejarah khusus berapa orang mahasiswa Ilmu Sejarah bisa berbahasa Belanda? Lebih khusus lagi seberapa banyak dosen Ilmu Sejarah bisa berbahasa Belanda. Yang jelas dosen Ilmu Sejarah di Indonesia umumnya bisa berbahasa Inggris. Lalu, masalahnya apa?


Pertanyaan-pertanyaan di atas, sepintas tampaknya tidak terlalu penting dalam dunia perguruan tinggi di Indonesia pada masa ini. Namun jika dibalik pertanyaannya: bagaimana kualitas narasi sejarah Indonesia ditulis oleh para ahli sejarah (sejarawan) dan dosen Ilmu Sejarah tanpa bisa berbahasa Belanda? Pertanyaan serupa ini tidak relevan ditanyakan di Malaysia, karena umumnya mereka bisa berbahasa Inggris. Fakta pertama pertama bahwa sejarah Indonesia banyak perbedaanya dengan sejarah Malaysia. Malaysia (baca: Federasi Melayu) mendapatkan kemerdekaan dari Inggris tahun 1957. Pada tahun 1957 ini di Indonesia, orang-orang Belanda di Indonesia hampir semuanya pulang ke Belanda. Sejak inilah bahasa Belanda mulai secara perlahan menghilang di Indonesia. Fakta kedua yang lebih penting dalam hal ini bahwa data sejarah Indonesia (sejak 1957) umumnya ditulis/tertulis dalam bahasa Belanda. Lalu pertanyaannya: Apa dampak mahasiswa dan dosen Ilmu Sejarah serta ahli sejarah (sejarawan) tidak bisa berbahasa Belanda? Yang jelas banyak narasi sejarah Indonesia ditulis oleh yang tidak berbahasa Belanda.

Lantas bagaimana sejarah bahasa Belanda mahasiswa Ilmu Sejarah? Seperti disebut di atas, ditanyakan seberapa banyak mahasiswa dan dosen Ilmu Sejarah bisa berbahasa Belanda, sementara data sejarah Indonesia yang lebih tua umumnya ditulis/tertulis dalam bahasa Belanda. Apakah dalam hal ini diperlukan peningkatan kemampuan berbahasa Belanda mahasiswa dan dosen Ilmu Sejarah agar dapat memberi dampak pada peningkatan mutu narasi sejarah Indonesia?  Lalu bagaimana sejarah bahasa Belanda mahasiswa Ilmu Sejarah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.