Rabu, 02 November 2022

Sejarah Lampung (31):Kotabumi Kutabumi, Kottabumi, Hutabumi; Antara Teluk Betung-Manggala, di Sebelah Barat Kota Tarabangi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Nama kota Kotabumi diduga perpaduan antara Kota dan Bumi. Pada zaman doeloe, era Hindoe Boedha, kota atau kotta adalah kampong. Di sejumlah wilayah di Nusantara, terutama di pulau Sumatra, nama kota bergeser menjadi kuta atau huta. Sementara bumi, juga berasal dari era yang sama yakni bhumi yang diartikan tanah (banua dan sebagainya). Okelah itu asal usul nama kota dan bumi. Bagaimana asal usul nama Kotabumi di Lampung (utara).


Kotabumi adalah sebuah kecamatan di kabupaten Lampung Utara, provinsi Lampung, dan kecamatan ini juga menjadi ibu kota Lampung Utara. Suku asli Kotabumi adalah Lampung Abung Nyunyai (Abung Siwo Migo), Yang di simbolkan dengan Tugu Payan Emas yang dalam bahasa Lampung Abung artinya Tombak Emas (Wikipedia). Dalam sumber idntimes.com, asal mula daerah Kotabumi dalam berbagai versi cerita rakyat Lampung di zaman dahulu, di Lampung Utara dipimpin raja bernama Tutur Jimat yang kemudian diteruskan anak. Suatu waktu, putra raja bertanya bertanya mengapa wilayah mereka disebut Kotobomi? Dan siapa yang menyebutnya? Baginda Raja Paniakan Dalem menjawab asal usul Kotobumi merupakan ratu sebelum darah putih yang merupakan nenek moyang mereka. Lalu sang anak memberi usul bagaimana jika daerah mereka diberi nama Kuto Bumi saja. Ide tersebut disetujui oleh Paniakan Dalem. Sejak saat itu, daerah ibukota Lampung Utara disebut sebagai Kotabumi.

Lantas bagaimana sejarah Kotabumi, Kottabumi, Kutabumi, Hutabumi? Seperti disebut di atas, sejarah Kotabumi kurang terinformasikan. Namun yang jelas Kotabumi terletak antara Teluk Betung dan Manggala, sebelah barat Kota Tarabangi. Lalu bagaimana sejarah Kotabumi, Kottabumi, Kutabumi, Hutabumi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (30): Kalianda, Mengapa Tidak Wai-Anda? Menulis Narasi, Melacak Data Sejarah Kalianda Sejak Zaman Kuno


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada narasi sejarah Kalianda? Sejauh ini tidak terinformasikan. Okelah, sudah waktunya narasi sejarah Kalianda ditulis. Akan tetapi darimana dimulai, apakah dari kota Kalianda sendiri? Apakah dalah hal ini Kalianda merujuk pada nama Kali Anda (sungai Anda)? Mengapa tidak way Anda? Okelah, way dan kali adalah sama dan belum tentu Anda dalam hal ini anda dalam bahasa Indonesia sekarang.


Kalianda adalah sebuah kecamatan yang juga Ibukota dari Kabupaten Lampung Selatan, di provinsi Lampung. Kecamatan ini terletak di kaki Gunung Rajabasa. Kalianda juga terletak di tepi pantai di sepanjang Teluk Lampung. Asal Kata Kalianda konon berasal dari kata way (air) dan handak (putih). Kalianda menjadi ibu kota kabupaten Lampung Selatan sejak tahun 1982 (Wikipedia). Dalam sumber lain disebutkan kota Kalianda memiliki sejarah sendiri dalam pertarungan sengit selama lima jam menjadi pertempuran hidup mati para pahlawan Kalianda yang kini dimakamkan di Tempat Makam Pahlawan (TMP) Kalianda. Sebanyak 12 pejuang tewas dalam peperangan melawan belanda tahun 1949 yang dipimpin Kolonel Makmun Rasyid.

Lantas bagaimana sejarah Kalianda, mengapa tidak Waianda? Seperti disebut di atas, sejauh ini sejarah Kalianda kurang terinformasikan. Ada baiknya dimulai menulis narasi sejarah Kalianda dengan melacak data sejarah wilayah Kalianda, bahkan sejak zaman kuno. Lalu bagaimana sejarah Kalianda, mengapa tidak Waianda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 01 November 2022

Sejarah Lampung (29): Nama Manggala di Daerah Aliran Sungai Tulang Bawang; Setua Zaman Apa Kota Manggala di Lampung?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Nama Manggala tersembunyi di belakang nama Tulang Bawang. Itulah awal nama kota/kampong Manggala di daerah aliran sungai Tulang Bawang. Namun kini, nama Manggala lebih dikenal dari nama Tulang Bawang. Manggala menjadi nama kota dan Tulang Bawang menjadi nama sungai. Apakah di masa lampau, nama Manggala adalah nama Tulang Bawang? Setua zaman zpa kota Manggala di Lampung?


Menggala adalah sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan atau ibu kota dari Kabupaten Tulang Bawang, di provinsi Lampung. Pemukiman berada di tepi sungai sebelah Selatan dan Timur. Tahun 1900-an, daerah Menggala masih merupakan Afdeling Tulang Bawang, yang dipimpin oleh Seorang Asisten Residen, seorang Demang dan seorang Distrik. Afdeling Tulang Bawang terdiri dari dua Onder Afdelling, yakni pertama ialah Onder Afdelling Menggala, yang ibu Kotanya Menggala dan dipimpin seorang Demang, dan kedua ialah Onder Afdelling Tulang Bawang Udik, dengan ibu Kota Pakuan Ratu yang dipimpin seorang Demang. Pada tahun 1923, semua jabatan Asisten Residen dan juga Kepala Distrik dihapuskan. Tahun 1928, Pemerintah Belanda membentuk Marga-Marga, yang terdiri dari empat Marga yaitu: Marga Tegamoan, Marga Buai Bulan, Marga Suai Umpu Dan Marga Buai Aji. Masing-masing Marga tersebut dipimpin oleh Seorang Pesirah kecuali Marga Buai Bulan. Kemudian tahun 1952, Pemerintah Marga dihapuskan dan diganti dengan Pemerintah Negeri, yang dipimpin oleh seorang Kepala Negeri. Menggala pada saat itu masuk ke Negeri Tulang Bawang Ilir. Kepala Negeri Tulang Bawang Ilir pertama yaitu Burhanudin. Kemudian, sejak tahun 1972 jabatan Kepala Negeri dihapus, semua tugas Kenegerian dijalankan oleh seorang Camat, sehingga saat ini Menggala menjadi sebuah kecamatan. Kecamatan Menggala dibagi menjadi 9 kampung dan kelurahan, yaitu: Astra Ksetra, Tiuh Tohou, Kagungan Rahayu, Ujung Gunung Ilir, Bujung Tenuk, (kelurahan) Menggala Selatan, Ujung Gunung, Menggala Tengah dan Menggala Kota (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama kota Manggala di daerah aliran sungai Tulang Bawang? Seperti disebut di atas, sebelum nama Manggala dikenal yang lebih dikenal adalah nama Tulang Bawang. Nama Tulang Bawang kemudian teridentifikasi sebagai nama sungai. Lalu bagaimana dengan nama Manggala sendiri, setua zaman mana kota Manggala di Lampung? Lalu bagaimana sejarah nama kota Manggala di daerah aliran sungai Tulang Bawang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (28): Borne, Nama Kota Hilang di Selat Semangka; Benteng VOC di Benteng Semangka,Cikal Bakal Kota Agung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Nama kota Borneh tidak ada dalam peta Lampung masa kini. Nama Borne adalah kota masa lampau pada era VOC/Belanda. Hal itulah mengapa nama tempat Borneh pada masa ini kurang dikenal di Lampung. Nama ini sudah lama hilang. Kelak nama yang muncul di kota Borneh ini adalah nama kampong (Pasar) Tanjungan. Nama Tanjungan sebelumnya disebut kampong Semangka yang sebelumnya bernama Borneh atau Borne.

 

Nama Kabupaten Tanggamus diambil dari nama Gunung Tanggamus yang berdiri tegak tepat di jantung Kabupaten Tanggamus. Sejarah perkembangan wilayah Tanggamus, menurut catatan yang ada pada tahun 1889 pada saat Belanda mulai masuk di Wilayah Kota Agung, yang ada pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh seorang Kontroller yang memerintah di Kota Agung. Pada waktu itu pemerintahan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Adat yang terdiri dari 5 (lima) Marga yaitu: Marga Gunung Alip (Talang Padang), Marga Benawang; Marga Belunguh; Marga Pematang Sawa; Marga Ngarip. Masing-masing marga tersebut dipimpin oleh seorang Pasirah yang membawahi beberapa Kampung. Sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat adat di Kabupaten Tanggamus, pada tanggal 12 januari 2004 Kepala Adat Saibatin Marga Benawang merestui tegak berdirinya Marga Negara Batin, yang sebelumnya merupakan satu kesatuan adat dengan Marga Benawang. Pada tanggal 10 Maret 2004 di Pekon Negara Batin dinobatkan kepala adat Marga Negara Batin dengan gelar Suntan Batin Kamarullah Pemuka Raja Semaka V. Dengan berdirinya Marga Negara Batin tersebut, masyarakat adat pada tahun 1889 terdiri dari 5 marga, saat ini menjadi 6 marga, yaitu: Marga Gunung Alip (Talang Padang), Marga Benawang, Marga Belunguh, Marga Pematang Sawa, Marga Ngarip, Marga Negara Batin. Suku Lampung adalah suku mayoritas di kabupaten Tanggamus yang juga merupakan suku asli di provinsi Lampung, disusul oleh suku pendatang seperti Suku Jawa, Suku Bali, Suku Sunda, dan Minangkabau (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Borne, nama kota yang hilang di selat Semangka? Seperti disebut di atas, satu tempat terpenting di masa lalu di selat Semangka adalah kota/kampong Borneh. Tentu saja saat itu belum ada Kota Agung. Sebab yang ada adalah benteng Semangka, benteng VOC. Benteng VOC inilah yang menjadi cikal bakal Kota Agung. Kota/kampong berubah nama menjadi Pasar Tanjungan. Lalu bagaimana sejarah Borne, nama kota yang hilang di selat Semangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 31 Oktober 2022

Sejarah Lampung (27): Transmigrasi Asal Jawa Pertama di Lampung; Pekerja Asal Jawa ke Perkebunan Jauh di Suriname


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini

Populasi penduduk yang banyak di Jawa sudah menjadi perhatian jauh sebelum program transmigrasi dilakukan. Setelah gagal dengan para pekerja orang Melayu dan orang Batak di Deli, pada tahun 1865 mendapatkan tenaga kerja asal Jawa di Penang dan Malaka. Boleh jadi jauh sebelum tahun itu sudah ada para pekerja di Jawa yang mencari pekerjaan di luar Jawa. Sukses perkebunan di Deli dimana juga dipekerjakan tenaga kerja asal Jawa, Pemerintah Hindia Belanda mulai memperhatikan transmigrasi keluarga asal Jawa di Lampung.


Pemerintah kolonial Belanda merintis kebijakan transmigrasi pada awal abad ke-19 untuk mengurangi kepadatan pulau Jawa dan memasok tenaga kerja untuk perkebunan di pulau Sumatra. Program ini perlahan memudar pada tahun-tahun terakhir masa penjajahan Belanda (1940-an), lalu dijalankan kembali setelah Indonesia merdeka untuk menangkal kelangkaan pangan. Pada tahun puncaknya, 1929, lebih dari 260.000 pekerja kontrak Cultuurstelsel dibawa ke pesisir timur Sumatra, 235.000 orang di antaranya berasal dari pulau Jawa. Para pendatang bekerja sebagai kuli; apabila seorang pekerja meminta kontraknya diputus oleh perusahaan (desersi), ia akan dihukum kerja paksa. Tingkat kematian dan penyiksaan di kalangan kuli saat itu sangat tinggi. Setelah kemerdekaan Indonesia era pemerintahan Soekarno, program transmigrasi dilanjutkan dan diperluas cakupannya sampai Papua. Pada puncaknya antara tahun 1979 dan 1984, 535.000 keluarga (hampir 2,5 juta jiwa) pindah tempat tinggal melalui program transmigrasi. Dampak demografisnya sangat besar di sejumlah daerah; misalnya, pada tahun 1981, 60% dari 3 juta penduduk provinsi Lampung adalah transmigrant (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah transmigrasi asal Jawa pertama di Lampung? Seperti disebut di atas, solusi mengatasi kepadatan penduduk yang tinggi di Jawa. Namun untuk pengiriman tenaga kerja asal Jawa ke luar Jawa dan bahkan di Amerika Selatan di Suriname disebabkan kelebihan tenaga kerja di Jawa. Lalu bagaimana sejarah transmigrasi asal Jawa pertama di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (26): Gedong Tataan, Kolonisasi Asal Jawa Pertama di Lampung: Pekerja Asal Jawa di Perkebunan Deli


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Nama Gedong Tataan di Lampung menjadi penting karena menjadi awal kolonisasi penduduk (perpindahan penduduk diselenggarakan Pemerintah Hindia Belanda) di luar Jawa. Gedong Tataan yang menjadi penempatan bertetangga dengan kumunitas asal Banten yang sudah lama ada di Lampung. Jauh sebelum perpindahan penduduk dari Jaw ke Lampung, sudah ada pengerahan tenaga kerja asal Jawa di perkebunan-perkebunan di Deli.


Gedong Tataan adalah sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan (ibu kota) Kabupaten Pesawaran, Lampung. Kecamatan ini sebelumnya merupakan kecamatan dari Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan ini terletak di antara Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pringsewu, Nama Gedung Tataan berasal dari bangunan atau gedung yang tertata yang dahulu dikuasai Belanda dan kemudian berhasil direbut tentara RI. Sekarang gedung tersebut telah menjadi markas dan barak infantri TNI Kompi Senapan A, Komando Resort Militer-143 Garuda Hitam, dibawah naungan Komando Daerah Militer-II Sriwijaya. Kecamatan Gedong Tatata terdiri dari sejumlah desa: Bagelen, Bernung, Bogorejo, Cipadang, Gedong Tataan, Karanganyar, Kebagusan, Kurungan Nyawa, Kutoarjo, Negeri Sakti, Padang Ratu, Pampangan, Sukabanjar, Sukadadi, Sukaraja, Sungai Langka, Tamansari, Way Layap, Wiyono (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Gedong Tataan, kolonisasi asal Jawa pertama di Lampung? Seperti disebut di atas, kepadatan tinggi penduduk di Jawa menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda memulai program kolonisasi yang kemudian lebih dikenal sebagai program transmigrasi. Sebelumnya kelebihan tenaga kerja di Jawa dimungkinkan untuk pengiriman pekerja asal Jawa ditempatkan di perkebunan Deli. Lalu bagaimana sejarah Gedong Tataan, kolonisasi asal Jawa pertama di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.