Senin, 07 November 2022

Sejarah Lampung (41):Perang Kemerdekaan di Lampung,Sekali Merdeka Tetap Merdeka; Mengapa Belanda/NICA Ingin ke Lampung?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Perang kemerdekaaan Indonesia adalah perang melawan kehadiran kembali (Pemerintah Hindia Belanda) dengan nama NICA. Terjadi perlawanan di seluruh Indonesia dengan intensitas yang berbeda. Situasi dan kondisi, selama perang kemerdekaan Indonesia terjadi di Jawa dan Sumatra (termasuk Lampung). Sekali merdeka tetap merdeka.

 

Menilik Peran Penting Lada Lampung sebagai 'Amunisi' di Era Perang Kemerdekaan (SuaraLampung.id). Salah satu komoditas rempah diunggulkan dari Indonesia adalah lada. Daerah penghasil lada terbaik salah satunya di Lampung. Banyak dibudidayakan di daerah Way Sekampung, Way Semaka, Way Seputih dan Way Tulang Bawang. Lada Lampung membuat perebutan antara Banten dengan Palembang, begitupun saat VOC memonopoli perdagangan rempah juga berusaha untuk menarik Lampung sebagai wilayah taklukannya. Lada tetap menjadi penting di kala perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Lada menjadi “amunisi” dalam menghadapi pasukan Belanda, biaya peperangan salah satunya adalah dari hasil penjualan lada. Pemerintah saat itu melakukan pinjaman kepada rakyat yang memiliki lada. Satu arsip mengenai pinjam meminjam lada dari rakyat Jabung, dengan jumlah 500 kg. Dalam arsip berbeda diterangkan terjadi peminjaman lada 2.500 Kg. Dalam buku Sejarah Revolusi Fisik di Provinsi Lampung disebutkan beberapa rakyat Jabung yang berjasa memberikan bantuan itu diantaranya Haji Abdul Majid. Peran penting rakyat sekaligus lada yang mereka miliki dalam menjaga kekuatan pasukan Indonesia. Komoditas lada Lampung bersama karet dan kopi, dijual hingga Singapura. Hasil penjualan lada, karet dan kopi itu kemudian dibelikan peralatan perang seperti pakaian perang, senjata, amunisi dan obat-obatan. Selepas Perundingan Renville, daerah Lampung bersama dengan Aceh dan Jambi merupakan daerah yang masih nihil pengaruh tentara Belanda dan dari tiga daerah ini, pemerintah berusaha mendapatkan dana guna menyokong perjuangan. Di Lampung dibentuk sebuah badan usaha yang bernama Usaha Lampung Trading Company dipimpin oleh Mayor Arief dibantu Letnan Muda Mukim. Melalui firma ini berhasil diselundupkan kopi, lada dan karet menggunakan kapal-kapal milik Tan Seng Beng ke Singapura. Keberadaan lada di Lampung saat itu bukan hanya sekedar komoditas perkebunan belaka.

Lantas bagaimana sejarah perang kemerdekaan di Lampung, sekali merdeka tetap merdeka? Seperti disebut di atas, situasi dan kondisi tersebut selama perang kemerdekaan Indonesia terjadi di Jawa dan Sumatra, termasuk di Lampung. Lalu bagaimana sejarah perang kemerdekaan di Lampung, sekali merdeka tetap merdeka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (40):Detik-Detik Berakhir Belanda di Lampung;Bagai Lagu Kegagalan Cinta, 'Kau yang Memulai Kau Mengakhiri'


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini

Kehadiran Belanda di nusantara (1595-1597) terbilang heroic yang dengan kekuatannya terus berkembang hingga menguasai hampir seluruh Hindia Timur (VOC). Namun kemudan terjadi kelesuan saat mana musuh semakin kuat sehingga terjadi perampasan kekuasan (pendudukan Inggris 1811-1816). Kembali berulang pada awal tahun 1940an hingga kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang (8 Maret 1942). Sangat tragis.


Laksamana Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infanteri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatra sebagai sumber minyak utama (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah detik-retik berakhir Belanda di Lampung? Seperti disebut di atas, berakhirnya Belanda di Lampung seiring dengan jatuhnya kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda ke tangan (pendudukan militer) Jepang. Apakah itu seperti lagu Kegagalan Cinta? Kau yang Memulai Kau yang Mengakhiri. Lalu bagaimana sejarah detik-retik berakhir Belanda di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 06 November 2022

Sejarah Lampung (39): Ir. Soekarno, 1838 Diasingkan ke Bengkoeloe; Perjalanan dari Ende Flores, Mengapa via Teloek Betoeng?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Banyak data sejarah tidak terungkap, banyak juga narasi sejarah tidak terinformasikan data sejarah. Ada yang mengangap satu hal tidak penting, tetapi sebaliknya ada yang tidak penting tetapi sebenarnya jika diinterpretasi dengan data lain menjadi sungguh penting. Itu sudah masuk ranah analisisi sejarah. Namun para peminat sejarah kurang memperhatikan relasi sejarah (antara satu data dengan data lain secara vertical juga antara satu dengan data lain secara horizontal. Padahal level tertinggi dalam analisis sejarah adalah ketersediaan data dan analisis relasi. Dalam hal inilah muncul pertanyaan: Mengapa perjalanan Ir Soekarno Ketika diasingkan dari Ende Flores ‘dipilih’ via Teloek Betoeng, Lampung.


Soekarno diasingkan ke Ende, Flores pada 14 Januari 1934. Ia diasingkan di sana selama empat tahun (1934-1938). Setelah itu, tahun 1938 (9 Mei) Soekarno diasingkan ke Bengkulu. Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu terletak di tengah Kota Bengkulu, tepatnya di jalan Sukarno Hatta Kelurahan Anggut Atas kecamatan Gading Cempaka. Awalnya, rumah tersebut adalah milik seorang pedagang Tionghoa yang bernama Lion Bwe Seng yang disewa oleh orang Belanda untuk menempatkan Soekarno selama diasingkan di Bengkulu. Soekarno menempati rumah itu pada 1938-1942. Di rumah ini terdapat barang-barang peninggalan Soekarno. Ada ranjang besi yang pernah dipakai Soekarno dan keluarganya, koleksi buku yang mayoritas berbahasa Belanda serta seragam grup tonil Monte Carlo asuhan Soekarno semasa di Bengkulu. Ada juga foto-foto Soekarno dan keluarganya yang menghiasi hampir seluruh ruangan dan yang tidak kalah menarik adalah sepeda tua yang dipakai Soekarno selama di Bengkulu (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Ir Soekarno diasingkan ke Bengkoeloe 1938? Seperti disebut di atas, mengapa diasingkan ke Bengkoeloe dan mengapa melalui Teloek Betoeng tidak terinformasikan. Satu yang jelas, saat dua orang agen intelijen Belanda membawa Ir Soekarno tiba di pelabuhan Teloek Betoeng, juga disambut Mr Gele Haroen. Gele Haroen, selama di Bengkoeloe kerap dikunjungi Mr Gele Haroen. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah Ir Soekarno diasingkan ke Bengkoeloe 1938? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (38): Mr Gele Haroen di Lampung; Ini Riwayat Sang Ayah Dokter di Lampung hingga Sang Anak Jadi Residen


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Siapa Gele Haroen di Lampung, tentu saja sudah dikenal secara luas. Gele Haroen lahir di Sibolga, belum setahun umumnya, sang ayah Haroen Al Rasjid Nasoetion meminta kepada pemerintah untuk pensiun dini, lalu hijrah ke Lempung di Telok Betoeng karena kekosongan dokter. Haroen Al Rasjid membuka klinik Kesehatan untuk penduduk di Teloek Betoeng, lalu di Tandjoeng Karang dan Way Lima. Gele Haroen, yang terbilang ‘anak Lampung’, setelah lulus sekolah dasar (ELS) di Teloek Betoeng melanjutkan sekolah menengah di AMS Bandoeng, lalu kemudian melanjutkan studi ke universitas di Belanda.


Mr. Gele Harun Nasution (6 Desember 1910 – 4 April 1973) adalah seorang hakim, pengacara, dan politikus Indonesia. Ia adalah Residen Lampung dari tahun 1950 hingga 1955. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Daerah Lampung pada 10 November 2015. Gele Harun lahir di Sibolga, 6 Desember 1910. Meski berdarah Batak, Gele Harun sudah tidak asing lagi dengan Lampung sebab ayahnya, Harun Al-Rasyid Nasution yang merupakan seorang dokter sejak dahulu, telah menetap dan memiliki tanah. Gele Harun belajar hukum di Leiden, Belanda. Tahun 1938 kembali ke tanah air dengan membawa gelar Mr. atau meester in de rechten, membuka kantor advokat pertama di Lampung. Pada tahun 1945, ia memulai perjuangannya dari Angkatan Pemuda Indonesia (API) dengan menjadi ketuanya. Tetapi aktivitas itu terhenti saat ia ditugaskan menjadi hakim di Mahkamah Militer Palembang, Sumatra Selatan tahun 1947 dengan pangkat letnan kolonel (tituler). Gele Harun memutuskan kembali ke Lampung dan bergabung kembali dengan API hingga ikut mengangkat senjata saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Pada 5 Januari 1949, Gele Harun diangkat sebagai acting Residen Lampung. Pada 18 Januari 1949, Gele Harun memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talangpadang. Serangan Belanda yang begitu bertubi-tubi, membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan darurat ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung, dan terakhir hingga ke Sumber Jaya, Lampung Barat. Saat berjuang di Waytenong, seorang putrinya, Herlinawati, yang berusia delapan bulan meninggal dunia. Jasadnya dimakamkan di sebuah desa di tengah hutan. Gele Harun dan pasukannya keluar dari hutan Waytenong setelah gencatan senjata antara Indonesia-Belanda pada 15 Agustus 1949. Gele Harun dan pasukannya baru kembali ke Tanjungkarang setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949. Lalu ia diangkat kembali menjadi Residen Lampung yang "definitif" pada tanggal 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Mr Gele Haroen di Lampung? Seperti disebut di atas, sebagai anak Lampung mengawali karir sebagai advokat di Lampung sepulang studi dari Belanda. Semua itu bermula dari riwayat Sang Ayah seorang dokter di Lampung hingga kemudian Sang Anak, Gele Haroen menjadi Residen di Lampung. Lalu bagaimana sejarah Mr Gele Haroen di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 05 November 2022

Sejarah Lampung (37): Lapangan Terbang di Lampung; Pembangunan Lapangan Terbang Branti 1952 dan Ir. Tarip Abdullah Harahap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah lapangan terbang di Lampung, pada dasarnya tidak dimulai dari Branti, tetapi pada era Pemerintah Hindia Belanda dimulai di Teloek Betoeng. Pesawat pertama kali dari Jawa (Bandoeng) di Teloek Betoeng tahun 1926. Lapangan terbang Branti dimulai pada era pendudukan Jepang. Pada era Republik Indonesia, pada tahun 1952 lapangan terbang Branti ditingkatkan untuk kebutuhan penerbangan sipil. Pembangunan lapangan terbang Branti dipimpin oleh Direktur Penerbangan Sipil, Kementerian Perhubungan Ir Ir Tarip Abdullah Harahap.


Bandar Udara Internasional Radin Intan II Lampung sebelumnya bernama Pelabuhan Udara Branti adalah peninggalan Pemerintahan Jepang yang dibangun pada tahun 1943. Pada tahun 1946 diserahkan kepada Pemerintahan Republik Indonesia Cq. Detasemen Angkatan Udara / AURI. Dari tahun 1946-1955 Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Detasemen Angkatan Udara / AURI dan pada saat itu belum ada penerbangan komersial/ reguler. Pada tahun 1955, pengelolaan Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil (DPS) karena pada tahun tersebut Detasemen Angkatan Udara / AURI memiliki pangkalan udara di Menggala Kabupaten Lampung Utara. Pada tahun 1956 Garuda Indonesian Airways merintis membuka jalur penerbangan yang pertama kali dengan rute Jakarta – Tanjung Karang PP, dengan menggunakan pesawat jenis Barron dan pada tahun itu juga penerbangan komersial dimulai dengan frekuensi penerbangan 3 kali/minggu (jenis pesawat Barron diganti Dakota) dengan panjang landasan pacu ± 900 meter. Pada tahun 1963 secara resmi Bandar Udara Branti dari AURI diserahterimakan kepada Residen Lampung dan pada tahun 1964 diserahkan pengelolaannya kepada Djawatan Penerbangan Sipil (DPS). Pada tahun 1975 (Pelita II Tahun I) dimulai pembangunan landasan baru yang terletak disamping/sejajar dengan landasan lama. Pembangunan landasan baru dengan maksud untuk dapat didarati pesawat jenis F-28 dan sejenisnya. Secara bertahap landasan dibangun dan pada saat itu panjangnya mencapai ± 1,85 kilometer. Pada tahun 1976 pembangunan landasan beserta Apron yang baru telah selesai dan diresmikan penggunaannya pada bulan Juni 1976 oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Bapak Marsma Kardono dengan menggunakan pesawat F - 28 MK 3.000. Pada tanggal 1 September 1985 istilah Pelabuhan Udara Branti diubah menjadi Bandar Udara Branti dengan singkatan Bandara Branti (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang di Lampung? Seperti disebut di atas, sejarah penerbangan diu Lampung tidak dimulai pada era lapangan terbang Branti, tetapi jauh di masa lampau pada era Pemerintah Hindia Belanda di lapangajn terbang Teloek Betoeng. Namunm satu yang jelas pembangunan lapangan terbang Branti terlaksana pada masa awal era Republik Indonesia yang dipimpin Ir Tarip Abdullah Harahap. Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (36):Pelabuhan Lampung, Pelabuhan Kuno hingga Pelabuhan Modern; Teluk Betoeng, Pandjang, dan Bakauheni


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini

Dalam narasi sejarah pelabuhan di Lampung lebih mengenal pelabuhan (perdagangan) Pandjang dan pelabuhan (penyeberangan) Bakauheni. Dua pelabuhan tersebut tentulah masih terbilang baru. Sebelum dibangun pelabuhan Pandjang, di teluk Lampung pelabuhan utama adalah pelabuhan Teloek Betoeng. Namun pelabuhan itu juga masih terbilang baru, dua pelabuhan kuno terdapat di teluk Semangka dan di muara sungai Toelang Bawang.


Pelabuhan Panjang adalah sebuah pelabuhan internasional yang terletak di Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, Lampung. Pelabuhan ini adalah salah satu pelabuhan besar di Indonesia. Saat ini Pelabuhan ini sedang memperluas area dermaga dengan mereklamasi pantai serta revitalisasi jalur kereta api Pidada. Pada mulanya pelabuhan ini hanyalah pelabuhan kecil di Teluk Betung yang disingahi kapal-kapal motor dan perahu layar yang mengangkut hasil perikanan dan pertanian keluar daerah lampung atau sebaliknya mengangkut barang barang dari luar daerah Lampung ke daerah lampung untuk memenuhi kebutuhan Provinsi Lampung dan sekitarnya. Dengan adanya peningkatan kegiatan pada abad ke XVII oleh Pemerintah Hindia Belanda, maka dibangun pelabuhan panjang yang dikenal dengan nama “Oesthaven”. Pembangunan tahap pertama yaitu dermaga sepanjang 200 Mr dengan menggunakan konstruksi caisson dengan kedalaman -7 LWS beserta satu unit gudang dengan luas kurang lebih 1.000 M3. Pelabuhan panjang saat ini telah tumbuh dan berkembang menjadi pelabuhan Samudera yang melayani pelayaran antar pulau dan antar negara. Pembangunan pelabuhan panjang dengan menambah fasilitas dan peralatan penunjang, ini terus dilakukan secara bertahap sejalan dengan tuntutan permintaan pengguna jasa serta perkembangan perdagangan internasional (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pelabuhan di Lampung? Seperti disebut di atas di Lampoeng sudah ada pelabuhan sejak zaman kuno, Dua pelabuhan yang dikenal pada era VOC/Belanda trerdapat di teluk Semangka dan muara sungai Toelang Bawang. Pelabuhan Teluk Betoeng yang kemudian relokasi ke Pandjang adalah pelabuhan moder pada er Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah pelabuhan di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.