Jumat, 16 Desember 2022

Sejarah Madura (40): Pulau Kangean di Laut Bali Wilayah Madura dan Penduduk Melting Pot; Pelabuhan Batuguluk dan Gua Arca


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Pulau Kangean jauh dari Pelabuhan Kalianget, Sumenep di pantai timur pulau Madura. Tapi jangan khawatir sangat mudah dijangkau dengan kapal menuju ke pelabuhan Batuguluk di pulau Kangean. Sebenarnya kemudahan ini tidak hanya sekarang, tetapi sejak zanman kuno. Mengapa? Karena pulau Kangean adalah penanda navigasi pelayaran penting di Laut Bali. Berbeda dengan situs Gua Arca yang dulu tidak dikenal tetapi kini gua alam di desa Daandung menjadi salah satu perhatian masa ini.


Pulau Kangean (Kangayan) adalah nama salah satu pulau dan merupakan pulau utama dalam wilayah gugusan pulau-pulau yang terletak di bagian utara Laut Bali, sebelah baratlaut Nusa Tenggara, sekitar 120 km (75 mi) di utara Bali, yang dikenali secara kolektif sebagai kepulauan Kangean. Pulau Kangean (dan wilayah kepulauan Kangean pada umumnya) secara administratif masih merupakan bagian dari Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur. Pulau Kangean dikelilingi oleh 90 pulau lainnya, dengan 27 pulau berpenghuni (total ada 118 pulau dalam kepulauan Kangean). Terlepas dari administrasi kabupaten, ibukota dari kepulauan Kangean adalah Arjasa, yang merupakan kecamatan terbesar yang terletak di belahan barat pulau Kangean. Kepulauan Kangean memiliki potensi sumber daya alam yang relatif besar, seperti produksi gas alam, jati, kelapa, dan garam. Secara demografi pulau terdiri dari orang/suku Kangean, Bajo, Bugis, Mandar, Chindo, Arab dan lainnya. Agama umumnya Islam dan bahasa Kangean (dominan) dan bahasa lainnya Bajo, Mandar dan Bugis (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau Kangean di laut Bali wilayah Madura dan penduduk melting pot? Seperti disebut di atas, pulau Kangean sudah dikenal sejak zaman kuno. Namun situs kuno yang terdapat di pulau yang dulu tidak dikenal kini menjadi penting. Ayo, ke pulau Kangean, dari pelabuhan Kalianget di Suemenep ke Pelabuhan Batuguluk di pulau. Lalu bagaimana sejarah pulau Kangean di wilayah Madura dan penduduk melting pot? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (39): Pulau Sapudi, Madura dan Gempa dari Masa ke Masa; Pelabuhan Sapudi di Gayam dan Pertanian Peternakan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Bagaimana sejarah (pulau) Sapudi?  Pada masa lampau terjadi gempa terjadi tahun 1891 terbilang gempa yang besar (disebut gempa yang menakutkan). Gempa yang terjadi lebih satu abad lalu terjadi lagi gempa pada tanggal 11 Oktober 2018. Apakah ada sejarah pertanian dan sejarah peternakan di pulau Sapudi? Pulau Sapudi tidak jauh dari Pelabuhan Kalianget, Sumenep.


Pulau Sapudi adalah pulau yang terletak di sebelah timur dari Pulau Madura, masuk kedalam wilayah Kabupaten Sumenep. Di antara gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Madura, Sapudi merupakan pulau dengan penduduk terbanyak. Pulau ini terbagi atas dua administrasi kecamatan, yakni Nonggunong di bagian utara, dan Gayam di bagian selatan. Dikisahkan dahulu pulau Sapudi bermakna "Pulau Sapi" karena jumlah sapi lebih banyak dari jumlah penduduknya. Dahulu Sapudi dipimpin raja beragama Hindu yang dianut mayoritas masyarakatnya. Sunan Wirokromo Blingi dan Sunan Wirobroto Nyamplong yang berasal dari Sumenep kemudian mengadakan perubahan di Pulau Sapudi, kedua Sunan juga mengadakan dakwah. Dakwah berlangsung memakai metode kesenian ludruk, terasa pada sejumlah nama desa yang diberi nama alat-alat musik ludruk, serupa desa Gendang, desa Tukong (dari kata "gong"), dan lain-lain. Instrumen-instrumen musik itu memberi arti bagi sejarah desa-desa tersebut. Sampai saat ini, makam dua sunan itu banyak didatangi penziarah. Makam keramat kedua sunan ini terletak di dua tempat terpisah yaitu, Sunan Wirokromo di desa Belingi, kecamatan Gayam dan Sunan Wirobroto di desa Nyamplong, kecamatan Gayam. Mayoritas dihuni oleh suku Madura dengan minoritas suku Bajo, Mandar, Bugis, dan Kangean. Bahasa utama yang dituturkan bahasa Sapudi dialek bahasa Madura dan juga bahasa Bajo dan Mandar. Pulau Sapudi terkenal dengan keunggulan "karapan sapi". Ternak sapi yang masih secara tradisional di Sapudi menjadi mata pencaharian bagi penduduk di pedesaan atau pedalaman. Sapi karapan di Pulau Sapudi sering menjuarai kemenangan dalam lomba karapan se Madura (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau Sapudi di wilayah Madura dan bencana gempa masa ke masa? Seperti disebut di atas, pulau Sapudi tidak jauh dari Pelabuhan Kalianget, Sumenep. Pulau Sapudi tidak hanya padat penduduk juga terkenal dengan peternakan sapi, Bagaimana dengan pertanian sendiri? Yang jelas sapi Sapudi unggul dalam karapan. Lalu bagaimana sejarah pulau Sapudi di wilayah Madura dan bencana gempa masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 15 Desember 2022

Sejarah Madura (38): China Town di Pulau Madura, Apa Benar Ada? Riwayat Pedagang Cina di Madura Sejak Era VOC/Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Di sejumlah kota di masa lampau ada kota Cina (China Town) seperti di Soerabaja dan Ampenan (Lombok). Apakah dalam hal ini di pulau Madura juga ada China Town? Tampaknya tidak terinformasikan. Namun apakah benar-benar ada China Town di pulau Madura? Sebab kehadiran orang Cina di pulau Madura sudah ada ejak era VOC/Belanda hingga era Pemerintah Hindia Belanda.   


Tionghoa Madura adalah orang-orang dengan etnis Tionghoa yang bertempat tinggal di Pulau Madura. Kedatangan Tionghoa ke pulau Madura dikaitkan dengan armada Tartar yang dikalahkan oleh Raden Wijaya dan juga pelarian dari Geger Pecinan (di Batavia) tahun 1740. Terdapat kemungkinan bahwa mereka juga adalah pedagang perantara yang sudah bermukim sejak zaman sebelum dinasti Ming. Di Pasongsongan, Sumenep, terdapat sebuah perkampungan yang didiami orang-orang Tionghoa Muslim yang diklaim sebagai keturunan Tionghoa yang masih termasuk santri Sunan Ampel di Ampel Surabaya (Wikipedia). Semenrtara dalam http://www.sumenepkab.go.id/ disebutkan di sebuah perkampungan yang dikenal dengan pemukiman Radin di desa Tamedung, kecamatan Batang-Batang, ada sebuah makam kuna. Berdasar inkripsi batu nisan, makam itu diidentifikasi sebagai makam Kiai Bein. “Menurut keterangan para sesepuh, Kiai Bein Seing ini adalah anak Kapitan Keng, dari Kerajaan Sriwijaya,” kata Abdul Warits, salah satu peminat sejarah yang berasal dari Tamedung. Dari batu nisan Kiai Bein Seing, tertulis masa hidup beliau hingga akhir hayatnya. Keterangan Warits, beliau lahir di tahun 1602, dan wafat di tanggal 20 Shafar 1793. Kisah hidup Kiai Bein Seing tidak ada tertulis. Disebut wilayah itu lokasi terdamparnya 6 tentara Tartar atau Mongol, salah satunya kakek Lau Piango, arsitek Masjid Jami’ dan Kraton di masa Panembahan Sumolo (1762-1811). Namun apakah itu benar, tidak bisa dipastikan, tambah Warits. Salah satu keturunan Kiai Bein Seing ada yang diperisteri satu ulama, diyakini sebagai waliyullah di Sumenep, yaitu Ju’ Nipa. “Keturunan beliau rata-rata dahulu dipanggil Radin atau Raden, karena konon Ju’ Nipa masih ada hubungan darah dengan keluarga kraton,” imbuh Warits..

Lantas bagaimana sejarah China Town di Pulau Madura? Seperti disebutkan di atas, di pulau Madura juga terdapat orang-orang Cina pada era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Apakah dalam hal ini ada kota Cina (China Town) di pulau Madura dan bagaimana riwayat kehadiran pedagang Cina di Madura sejak Era VOC/Belanda di pulau Madura. Lalu bagaimana sejarah China Town di Pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (37): Telekomunikasi Pulau Madura;Terbukanya Isolasi Wilayah Madura hingga Era Teknologi Informasi Masa Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Bagaimana sejarah awal telekomunikasi di pulau Madura? Kita tidak sedang membicarakan telekomunikasi jarak pendek seperti tatap muka dalam menyampaikan pesan (message) dari sumber (source) ke penerima pesan (receiver). Akan tetapi memahami pesan-pesan (data dan informasi) pada era Pemerintah Hindia Belanda di pulau Madura melalui teknologi (alat) komunikasi yang baru telegraaf (channel). Teknologi telegraf inilah bersama teknologi radio yang kemudian mendasari kemajukan teknlogi kumunikasi yang lebih baru telepon termasuk di wilayah pulau Madura.    


Mengenal 11 Alat Komunikasi Tradisional Berdasarkan Sejarah. Oleh Dwi Latifatul Fajri 8 Oktober 2021. Komunikasi tradisional secara umum menekankan pada proses penyampaian pesan dari berbagai media dan sifatnya sederhana. Media komunikasi ini membantu kelangsungan hidup manusia. Bentuk-bentuk komunikasi tradisional berupa lambang isyarat, simbol, bunyi-bunyian, dan gerakan. Meski terlihat sederhana tetapi alat ini bisa memperlancar kegiatan dan aktivitas sehari-hari. Alat komunikasi tradisional digunakan manusia ratusan tahun lalu. Seiring berjalannya waktu, alat komunikasi semakin berkembang dan lebih modern. Contoh alat komunikasi tradisional yaitu surat, lukisan, prasasti, kentongan, dan masih banyak lagi. Alat komunikasi tradisional adalah proses penyampaian pesan dari pihak satu ke pihak lain memakai media tradisional, sebelum berkembangnya teknologi. Di Indonesia komunikasi tradisional ini menjadi bagian dari tradisi, upacara keagamaan, peraturan, dan sistem yang berlaku di masyarakat. Perbedaan alat komunikasi tradisional dan modern terletak pada jumlah audiens yang menerima pesan dari alat komunikasi. Pada komunikasi modern, audiens bisa berpartisipasi dalam konten media. Sedangkan media massa tradisional memiliki keterbatasan dalam pengiriman pesan dan jumlah audiens. Contoh media massa modern seperti internet, blog, e-mail, dan sosial media. Peran komunikasi tradisional yaitu: mempercepat persahabatan dan kerja sama, mendorong manusia untuk bekerja dan menjaga keharmonisan, memberi rasa keterikatan dan dipakai untuk mengambail keputusan Bersama. Berdasarkan buku Dunia Komunikasi dan Gadget karya Syerif Nurhakim, bentuk media alat komunikasi tradisional terbagi ke dalam beberapa bentuk, yaitu: 1. Kentungan, 2. Cerita rakyat, 3. Seni drama tari (Sendratari, 4. Wayang, 5. Asap, 6. Lukisan purba, 7. Prasasti 8. Daun Lontar, 9. Surat Kabar, 10. Kantor Pos, 11. Telegraf (https://katadata.co.id/).

Lantas bagaimana sejarah telekomunikasi di pulau Madura? Seperti disebut di atas, berbagai macam alat komunikasi yang digunakan di pulau Madura hingga penggunakan teknologi komunikasi telegraaf, yang dimulai sejak terbukanya isolasi wilayah Madura hingga teknologi informasi masa kini. Lalu bagaimana sejarah telekomunikasi di pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 14 Desember 2022

Sejarah Madura (36): Lapangan Terbang di Pulau Madura, Bermula di Gili Anyar, Kini di Sumenep (Surabaya, Denpasar, Mataram)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada sejarah lapangan terbang di pulau Madura? Yang terinformasikan adalah lapangan terbang di Sumenep yang dibangun pada tahun 1970an. Lapangan terbang di Sumenep diberi nama bandara (bandar udara) Trunojoyo. Lapangan terbang Sumenep ini hingga kini masih eksis. Dalam, hubungan sejarah lapangan terbang di pulau Madura, apakah pernah eksis lapangan terbang pada era Pemerintah Hindia Belanda dan selama pendudukan Jepang?


Bandar Udara Trunojoyo adalah bandar udara yang terletak di kabupaten Sumenep, memiliki landasan pacu 1.600 M dan akan diperluas menjadi panjang 2.500 M dan lebar 45 meter. Bandara Trunojoyo sendiri dibangun pada tahun 1970an. Bandara Trunojoyo mengalami era keemasan pada awal-awal pembangunannya diawali dengan penerbangan secara langsung jemaah haji Sumenep ke Surabaya. Hingga Bulan Juni 2016 Bandara Trunojoyo yang dikelola Kementerian Perhubungan dengan kepanjangan tangannya yaitu Kantor UPBU (Unit Penyelenggara Bandar Udara) Kelas III Trunojoyo - Sumenep melayani penerbangan perintis PT Airfast Indonesia dan 3 sekolah penerbangan, yaitu Merpati Pilot School, Trans Asia Pacific Aviation Training, dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi atau Loka Banyuwangi. Pada tahun 2011, sempat direncanakan adanya perubahan nama Bandar Udara Trunojoyo menjadi Bandar Udara Sultan Abdurrahman. Alasannya tak lain karena adanya ikatan psikologis masyarakat Sumenep dengan rajanya terdahulu, selain untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa Sumenep pada waktu dulu dipimpin oleh seorang raja yang sangat bijaksana dan dicintai oleh rakyatnya. Pada tanggal 27 september 2017 telah dibuka penerbangan komersial perdana maskapai Wings Air, melayani rute Sumenep-Surabaya PP. Untuk penerbangan domestik ke seluruh Indonesia bisa dilayani dari bandara ini dengan layanan transit di bandara Juanda Surabaya
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang di pulau Madura, bermula di Gili Anyar, Kamal? Seperti disebut lapangan terbang di pulau Madura hanya terinformasikan lapangan terbang di Sumenep. Sejak era Pemerintah Hindia Belanda ada empat kota penting yang menjadi ibu kota afdeeling. Kota-kota terdekat dari pulau Madura dimana terdapat lapangan terbang pada era Pemerintah Hindia Belanda adalah Surabaya, Denpasar dan Mataram. Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang di pulau Madura, bermula di Gili Anyar, Kamal? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (35): Kereta Api di Pulau Madura; Sejarah Perkeretaapian di Pulau Jawa di Pulau Bali dan Pulau Lombok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada jalur kereta api di pulau Madura saat ini? Tidak ada lagi, tetapi pernah eksis di masa lampau pada era Pemerintah Hindia Belanda. Namun sejarah tetaplah sejarah. Dalam hal inilah sejarah perkeretaapian di Madura adalah bagian tidak terpisahkan dari sejarah Madura. Ke depan tampaknya jalur kereta api di pulau Madura adakan diaktifkan/dioperasikan Kembali.


Jalur kereta api lintas Madura pernah melayani rute pulau Madura. Jalur ini memiliki panjang 225 Km. Jalur ini di bawah Madoera Stoomtram Maatschappij (MdrSM) sejak 1897. Sejak dibangunnya jalur kereta api melalui Sukolilo pada 1913, lalu dibuat stasiun Kamal dan Stasiun Kalianget, sedangkan Stasiun Kwanyar merupakan stasiun cabang untuk menunjang jalur ini. MdrSM juga melayani transportasi antarmoda lanjutan bersama Staatsspoorwegen, seperti penyeberangan kapal feri Kalianget–Panarukan maupun Kamal–Surabaya untuk menunjang pelayanan kereta api. Dalam Buku Jarak oleh DKA 1950, jalur kereta api ruas Bangkalan–Kwanyar dan Pamekasan–Kalianget tidak tercatat, sementara ruas Kamal–Pamekasan dan Kamal–Bangkalan tercatat. Hal ini kemungkinan terjadi karena jalur kereta api ruas Bangkalan–Kwanyar dan Pamekasan–Kalianget mengalami pembongkaran pada masa pendudukan Jepang untuk kepentingan perang. Selanjutnya, Rikuyu Sokyuku membuat jalur percabangan dari Stasiun Telang menuju Stasiun Sukolilobaru agar langsung tersambung ke Pamekasan, karena daerah Batuporon—suatu daerah yang dilalui jalur kereta api lintas Kamal–Sukolilo—merupakan kawasan militer, sehingga jalur kereta api ruas Kamal–Sukolilo–Kwanyar ditutup karena kalah bersaing dengan mobil. PJKA akhirnya menutup jalur ini pada tahun 1984. Berdasarkan Perpres No. 80 Tahun 2019, jalur kereta api akan diaktifkan Kembali khususnya dari Kamal–Sumenep (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kereta api di pulau Madura? Seperti disebut di atas pulau Madura juga memiliki sejarah perkeretaapian namun secara spesifik kurang terinformasikan. Sejarah perkeretapian di pulau terkait dengan perkeretaapian di seluruh Hindia Belanda tetapi secara teknis terkait dengan pengembangan di pulau Jawa, pulau Bali dan pulau Lombok. Lanlu bagaimana sejarah kereta api di pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.