Sabtu, 24 Desember 2022

Sejarah Madura (56): Pendudukan Militer Jepang di Madura (1942-1945); Pendudukan Inggris (1811-1816) Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Bagaimana fase pendudukan Jepang di pulau Madoera? Sudah banyak ditulis, tetapi tentu saja masih perlu ditulis lagi. Pendudukan Jepang hanya terjadi singkat antara tahun 1942 hingga 1945. Selain itu ada satu fase pendudukan yang terjadi pada era Pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan oleh Inggris. Juga terjadi pada masa singkat antara 1811 hingga 1816. Apa perbedaannya?   


Madura Masa Pendudukan Jepang. Lontar Madura. Pada tanggal 12 Maret 1942 tentara Jepang menduduki seluruh pulau Madura. Dengan dalih kedatangan bala tentara Dainipon untuk kemakmuran bersana Asia Timur Raya, rakyat menyambut baik kedatangan mereka. Dalam perkembangannya Jepang berbalik dengan watak fazisme dan militerisme. Penghidupan rakyat Madura makin lama makin menjadi sulit, kekacauan ekonomi dan rakyat banyak menderita kekurangan makan, penyakit merajalela, sehingga banyak sekali yang mati kelaparan. Dari segi stuktur pemerintahan, pemerintah pendudukan Jepang masih mengambil oper yang telah ada, hanya nama-namanya mereka ganti. Jabatan Residen tetap diadakan dengan sebutan Sjutrjokan dan menunjuk juga Wakil Residen yaitu Raden Ario Adipati Tjakraningrat merangkap sebagai Bupati Bangkalan. Akan tetapi, disamping efek yang sangat negatif diatas, ada pula efek positifnya ialah dengan pembentukan PETA, HEIHO dan POLISI Istimewa, berarti mendidik bangsa Indonesia untuk memiliki pertahanan sendiri, meskipun maksud Jepang semula ialah guna membantu pertahanan negara mereka. Pada tahun 1944 Madura dibagi dalam 5 Daidan yakni Pamekasan, Bangkalan, Ketapang, Ambuntan dan Batang-Batang. Perang dunia II berjalan terus, akan tetapi kekuatan tentara Jepang di Asia mulai mundur. Kenundurannya mulai nyata ialah setelah bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki dalam pertengahan bulan Agustus 1945 yang kemudian berakhir sejak 14 Agustus 1945 Kaisar Jepang menyatakan takluk kepada Sekutu/Amerika (https://www.lontarmadura.com/)

Lantas bagaimana sejarah pendudukan Jepang di Madura (1942-1945)? Seperti disebut di atas, seperti di tempat lain, kehadiran Jepang lambat laut bertentangan dengan kehidupan rakyat termasuk di pulau Madura. Di masa lalu ada satu fase dimana terjadi pendudukan Inggris (1811-1816) pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pendudukn Inggris ini juga terjadi di pulau Madura. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Jepang di Madura (1942-1945)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe

Sejarah Madura (55): Letnan F Poland dan Pasukan Madoera: AV Michiels Perang Jawa dan Alexander van der Hart Perang Padri


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Siapa si Polan? Nama si Polan sering diartikan nama anonym. Namun nama Poland benar-benar ada pada era Pemerintah Hindia Belanda. F Poland dapat dikatakan adalah seorang tentara professional yang menjadi peletak dasar Barisan Madoera, suatu pasukan pribumi pendukung militer Pemerintah Hindia Belanda. F Poland menjadi komandan pasukan Madoera dalam Perang Jawa (1825-1830). Selepas Perang Jawa, Letnan Poland mendampingi Majoor AV Michiels dalam Perang Padri yang mana Poland telah mengembalikan pasukan Madoera, dengan membawa pasukan Ambon. Dalam Perang Padri ini, Letnan Poland yang nyaris ditangkap pasukan Padri dapat diselamatkan pasukan Batak. Sepulang Perang Padri, tahun 1834 Poland yang mendapat kenaikan pangkat menjadi Kaptein diangkat menjadi komandan Barisan Madoera.


Majoor AV Michiels dan Letnan F Poland dapat dikatakan adalah komandan militer Pemerintah Hindia Belanda yang mengawali sukses untuk memasuki benteng Padri di Katingan pada bulan Desember 1830. Pada tahun 1834 dengan kenaikan pangkat menjadi Kapten, F Poland diangkat sebagai panglima Barisan Madoera. Sementara AV Michiels dengan kenaikan pangkat menjadi Overste, ditugaskan ke Moesi Rawas untuk mengusir pasukan Djambi yang melakukan invasi. Seperti halnya F Poland, anak buah terbaik Michiels ke wilayah Palembang ini adalah Letnan A van der Haart. Selanjutnya Perang Padri yang belum tuntas, kembali Kolonel AV Michiels (setelah mendapat kenaikan pangkat) ditugaskan untuk melawan Padri dengan membawa Alexander van der Hart yang telah mendapatkan kenaikan pangkat. Jika doeloe Letnan Poland orang pertama memasuki benteng Padri, maka Kapten A van der Hart dengan detasemennya berhasil memasuki benteng utama Padri di Bondjol tahun 1838. Inilah akhir dari Padri. Dalam Perang Bali, Geneaal Majoor Michiels yang harus melepaskan jabatan Gubernur Pantai Barat Sumatra memanggil kembali (Overste) F Poland. Sementara sebelumnya Overste A van der Hart diangkat AV Michiels menjadi Residente Tapanoeli. Seperti Majoor S Martin pada era VOC/Belanda yang sangat dekat dengan pribumi, F Poland juga sangat dengan pribumi di Madoera dan A van der Hart di Tapanoeli.

Lantas bagaimana sejarah Letnan F Poland dan Pasukan (Barisan) Madoera? Seperti disebut di atas F Poland adslah peletak dasar organsiasi Barisan Madoera (yang bertahan lebih dari satu abad). F Poland adalah anak buah terbaik AV Michiels (Perang Djawa) dan Alexander van der Hart anak buah terbaik berikutnya (Perang Padri). Lalu bagaimana sejarah Letnan F Poland dan Pasukan (Barisan) Madoera? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 23 Desember 2022

Sejarah Madura (54): Detik-Detik Berakhir Pemerintah HindiaBelanda di Madura;Invasi Jepang - Desakan Rakyat Pro-Kemerdekaan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Madura termasuk salah satu wilayah di Hindia yang dikenal para pelaut-pelaut Belanda sejak ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman. Bagaimana dengan masa berakhirnya? Pada awalnya perlawanan penduduk Madura pada era VOC/Belanda berujung pada kerjasama yang langgeng. Apakah pada detik-detik berakhir Pemerintah Hindia Belanda, Kerjasama itu harus berakhir pula? Pulau Madura berbeda dengan julau Jawa, dipisahkan oleh selat Madura (bukan selat Jawa). 


Pemerintahan Madura pada Masa Hindia Belanda. Setelah Kompeni dibubarkan pada tahun 1799, Madura menjadi bagian Pemerintah Hindia Belanda, mempertahankan sistem pemerintahan tak langsung di Madura. Para penguasa Madura tetap meiniliki otonomi dalam pemerintahan. Pada paroh pertama abad ke-19 “kondisi dan persyaratan” bagi para bupati disesuaikan satu sama lain. Pertemuan-pertemuan antara raja-raja Madura diperbolehkan, namun perselisihan yang mungkin terjadi, tidak boleh diselesaikan tanpa keputusan dari pemerintahan Belanda. Pada beberapa dasawarsa pertama abad ke-19, para bupati tersebut secara relatif berhasil memperluas kemandirian relatif mereka. Hal itu terutama karena sikap mereka yang suka menyesuaikan diri dengan kehendak militer dan gubernemen. Setiap tahun Pulau Madura menyumbangkan sejumlah besar calon serdadu untuk tentara kolonial. Sejak tahun 1807 dipelihara pasukan bantuan khusus yang bertempur di pihak Belanda di Sulawesi Selatan (1825) dan selama Perang Jawa—Perang Diponegoro (1825-1830). Pada tahun 1831 di setiap kabupaten didirikan korps-korps militer yang disebut barisan yang dilatih oleh para instruktur Eropa untuk memerangi huru-hara di seluruh Nusantara. Sebagai tanda terima kasih terhadap dukungan tersebut, gubernemen menganugerahkan gelar-gelar yang semakin tinggi kepada para penguasa lokal seperti gelar panembahan dan sultan (https://www.lontarmadura.com/)

Lantas bagaimana sejarah detik-detik berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda di Madura? Seperti disebut di Madura kehadiran Belanda sudah sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda. Semua itu menjadi harus berakhir karena di satu sisi terjadi invasi Jepang dan di sisi lain dari waktu ke waktu sebagaian rakyat Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda terus mendesak untuk memperjuangkan kemerdekaan. Lalu bagaimana sejarah detik-detik berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda di Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (53): Populasi Penduduk Madura Masa ke Masa; Sensus Penduduk Hindia Belanda hingga Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini populasi penduduk yang mengidentifikasi sebagai orang Madura berada pada kelompok penduduk terbesar keempat di Indonesia. Banyaknya adalah 7.179.356 jiwa (3,03 persen). Seperti etnik/suku lainnya, populasi orang Madura telah jauh meningkat dari waktu ke waktu sejak tempo doeloe. Orang Madura tidak hanya di pulau Madura dan pulau sekitar juga di berbagai wilayah seperti di pulau Jawa. 


Sepuluh Suku dengan Populasi Terbanyak di Indonesia, Minangkabau dan Batak Masuk Daftar. KOMPAS.com. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 mencatat jumlah suku bangsa di Indonesia mencapai 1.300 suku bangsa. Sepuluh suku populasi terbanyak: 1. Suku Jawa populasi 95.217.022 jiwa (40,22 persen jumlah penduduk Indonesia). Dalam data BPS tersebut, Suku Jawa didefinisikan gabungan dari Suku Jawa itu sendiri, lalu Suku Osing, Tengger, Samin, Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, dan suku lain di Pulau Jawa. 2. Suku Sunda mendiami Jawa sisi barat atau Tatar Pasundan saat ini wilayah Jawa Barat dan Banten 36.701.670 jiwa (15,5 persen). 3. Suku Batak tercatat 8.466.969 (3,58 persen) merupakan nama kolektif yang mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara yang dikategorikan sebagai Batak adalah Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak/Dairi, Simalungun, dan Toba. 4. Suku asal Sulawesi 7.634.262 jiwa (3,22 persen) yang dimaksud ini adalah suku di luar Suku Makassar, Bugis, Minahasa, dan Gorontalo. 5. Suku Madura berasal dan mendiami pulau Madura dan sekitarnya, 7.179.356 jiwa (3,03 persen). 6. Suku Betawi berjumlah 6.807.968 jiwa (2,88 persen). 7. Suku Minangkabau berasal dari Provinsi Sumatera Barat 6.462.713 jiwa (2,73 persen). 8. Suku Bugis mencapai 6.359.700 jiwa (2,69 persen). 9. Suku Melayu tersebar di seluruh wilayah Sumatera hingga Kalimantan 5.365.399 jiwa (2,27 persen). 10. Suku asal Sumatera Selatan 5.199.581 jiwa (2,16 persen) (https://regional.kompas.com/). Catatan: agak membingungkan karegori suku 4. Suku asal Sulawesi; 10. Suku asal Sumatera Selatan.

Lantas bagaimana sejarah populasi penduduk Madura dari masa ke masa? Seperti disebut di atas, populasu penduduk Madura adalah penduduk asli di Madura dan pulau-pulau lainnya serta penduduk asal Madura yang telah migrasi ke wilayah lain. Dalam hal ini penting mengumpulkan data statistic penduduk dan hasi pendataan sensus penduduk yang dilakukan sejak era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah populasi penduduk Madura dari masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 22 Desember 2022

Sejarah Madura (52): Rumah Adat Madura dan Warna Tradisi Merah Putih Hitam; Atap Rumah Borobudur dan Bendera Majapahit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Rumah tradisi penduduk kini dikenal rumah adat. Setiap daerah memiliki bentuk dan arsitektur yang dapat dibedakan. Akibat perubahan budaya, arsitektur rumah tradisi yang diwariskan dapat berubah dari masa ke masa. Hal itu juga beralaku di wilayah Madura. Rumah tradisi di Madura adalah bagian dari sejarah bentuk dan arsitektur nusantara. Di dalam relief candi Borobudur ditemukan dua pola bentuk (atap) rumah bentuk segitiga dan bentuk limas (joglo). Sayang warna tradisi tidak tergambarkan di dalam relief candi.


Taneyan Lanjhang, Rumah Adat Masyarakat Madura. KOMPAS.com. Rumah adat di Madura dikenal dengan Taneyan Lanjhang. Taneyan dalam bahasa Indonesia adalah halaman, sedangkan Lanjhang adalah panjang. Jadi Taneyan Lanjhang adalah halaman yang panjang. Taneyan Lanjhang adalah permukiman tradisional masyarakat Madura yang berupa kumpulan rumah dengan ata letak bangunannya yang mengelilingi suatu halaman yang bentuknya memanjang. Rumah pertama inilah yang disebut sebagai rumah induk (roma tongghu), yaitu rumah yang menjadi awal mula suatu keluarga. Dilengkapi dengan langghar atau surau di sebeleh barat, kandheng di sebelah selatan, dan dapur. Rumah induk biasanya ditandai dengan jengger ayam di atapnya. Rumah induk ditempati orang tertua pada keluarga tersebut, di mana disebut kepala somah. Susunan pada rumah di Madura disusun berdasarkan hirarki dalam keluarga. Barat-timur adalah arah yang menunjukkan urutan tua muda. Sistem yang demikian mengakibatkan ikatan kekeluargaan menjadi sangat erat, sedangkan hubungan antar kelompok sangat renggang karena letak permukiman yang menyebar dan terpisah. Bentuk rumah adat di Madura secara umum didasarkan pada bentuk atap yang dipengaruhi oleh arsitektur Jawa. Rumah tipe trompesan atapnya mirip dengan rumah Jawa tipe Srotongan diberi cukit/teritis di kedua sisinya. Rumah tipe bangsal atapnya mirip dengan rumah Jawa tipe joglo yang sisi kiri dan kanannya dipotong dengan puncak dihiasi bentuk seperti kapal atau ular naga. Rumah tipe pegun atapnya mirip dengan bentuk rumah Jawa tipe limasan pacul-gowang. Bangunan Madura merupakan bentuk tertutup yang mempunyai sedikit lubang bukaan pada dinding dan lantai yang ditinggikan dari permukaan tanah
(https://www.kompas.com/) 

Lantas bagaimana sejarah rumah adat di Madura dan warna tradisi merah putih hitam? Seperti disebut di atas, wujud rumah tradisi nusantara tergambar di dalam relief candi dalam dua bentuk pola atap. Namun warna tradisi tidak terinformasikan. Lalu bagaimana sejarah rumah adat di Madura dan warna tradisi merah putih hitam? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (51): Industri Manufaktur di Madura, Introduksi Teknologi Baru; Garam di Sumenep dan Genteng di Karang Penang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Produk barang manufaktur tentu saja sudah banyak dan beragam yang dihasilkan di Madura. Produk apa saja yang bertahan sejak tempo doeloe menjadi menarik untuk diperhatikan karena bagian dari sejarah Madura. Ada dua jenis produk maufaktur yang diduga sudah sejak lama eksis (sejak era Pemerintah Hindia Belanda) di Madura dan masih bertahan pada masa ini yakni garam berbahan air laut dan genteng berbahan tanah liat.   


Gerabah Madura, Karya Budaya yang Sangat Tua dan Dilupakan. Gerabah merupakan warisan budaya sangat tua, luas persebarannya dan mampu bertahan hingga sekarang. Gerabah dari tanah bakar dibuat secara tradisional. Gerabah Madura dibuat oleh pengrajin Madura serta mempunyai fungsi-fungsi umum maupun khusus bagi kehidupan masyarakat Madura. Jenis-jenis gerabah Madura berfungsi sebagai benda pakai, benda hias, barang mainan, bahan bangunan dan bernilai ekonomis, sosial, magis dan lain-lain. Madura kaya akan pembuatan gerabah yakni sejenis tanah liat yang berwarna kuning dengan pasir halus. Tanah liat hitam dapat juga dipergunakan tetapi kualitasnya kurang baik. Semua Kabupaten di Madura bahkan sampai di kepulauan terdapat pengrajin gerabah seperti di Mandala Andulang, Duko Ru baru, Angkatan Kangean, Baragung, Pademawa Barat, Dalpenang Pakaporan, Blega, Konang, Geger dan lain-lain. Diantaranya yang sangat terkenal adalah Karangpenang Sampang dan Andulang Sumenep. Diantara daerah-daerah ini ada semacam perjanjian kerja untuk membuat barang-barang yang sudah ditentukan secara turun temurun atau spesialisasi. Dengan spesialisasi ini persaingan dapat dicegah. Gerabah Madura juga memaki kekhasan lokal yang disebabkan oleh keahlian/ketrampilan pengrajin, tersedianya bahan, teknik pembuatan dan teknik pembakaran (https://www.maduracity.com/2021/).

Lantas bagaimana sejarah industri manufaktur di Madura, introduksi teknologi baru? Seperti disebut di atas, produk garam dan genteng di Madura diduga sidah eksis sejak tempo doeloe yang kini masih bertahan. Selain produk lain ada brand yang cukup dikenal luas yakni garam Sumenep dan genteng Karang Penang. Lalu bagaimana sejarah industri manufaktur di Madura, introduksi teknologi baru? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.