Selasa, 28 Maret 2023

Sejarah Banyumas (8): Tradisi Temurun di Wilayah Banyumas; Adat Istiadat Arsitektur Sastra Musik Tarian Wayang dan Lainnya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Tradisi adalah kebudayaan dalam skala mikro pada wilayah yang terbatas. Sebagaimana bahasa, tradisi juga diturunkan (secara turun temurun). Tradisi yang turun temurun di wilayah eks Residentie Banjoemas yang dapat dibedakan di wilayah budaya Jawa dan di wilayah budaya Sunda. Ini mengindikasikan (ke)budaya(an) Banyumasan bersifat khas. Tradisi khas secara turun temurun.

 

Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah (akarnya percampuran budaya Jawa dan Sunda). Diantara seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas antara lain: Wayang kulit gagrag terdapat dua gagrak (gaya), yakni Gragak Kidul Gunung dan Gragak Lor Gunung. Wayang kulit gragak bernapas kerakyatannya. Begalan, seni tutur tradisional pada upacara pernikahan. Musik tradisi Banyumas memiliki kekhasan dengan musik Jawa lainnya, di antaranya: Calung, alat musik terbuat potongan bambu melintang dan dimainkan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan Jawa, terdiri gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang. Ada juga Gong Sebul karena bunyi dikeluarkan mirip gong tetapi dimainkan cara ditiup terbuat bambu ukuran besar, Aransemen musikal disajikan berupa gending-gending Banyumasan. Kenthongan (tek-tek), alat musik potongan bambu diberi lubang memanjang disisinya dimainkan cara dipukul pakai tongkat kayu. Kenthongan dimainkan dalam kelompok sekitar 20 orang dilengkapi dengan bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Bongkel, peralatan musik tradisi sejenis angklung,terdiri empat bilah berlaras slendro. Tarian khas Banyumasan antara lain: Lengger, tarian dua perempuan di tengah pertunjukkan hadir seorang penari laki-laki, yang diiringi musik calung. Sintren, tarian laki-laki mengenakan baju perempuan, melekat pada kesenian ebeg. Aksimuda, kesenian bernapaskan Islam berupa silat yang digabung dengan tari-tarian; Angguk, dan Aplang. Buncis, paduan musik tarian diiringi angklung. Ebeg, kuda lumping diiringi gamelan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah tradisi turun menurun di wilayah Banyumas? Seperti disebut di atas, budaya atau tradisi turun temurun di wilayah eks Residentie Banyumas berbeda dengan tradisi di wilayah budaya Sunda dan di wilayah budaya Jawa. Tradisi turun termurin antara lain adat istiadat, arsitektur, sastra, musik, tarian, wayang dan lainnya. Lalu bagaimana sejarah tradisi turun menurun di wilayah Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (7): Bahasa di Wilayah Budaya Banyumas; Dialek "Banyumasan" di Batas Budaya Sunda-Jawa di Pantai Selatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Bahasa menunjukkan bangsa, dialek mengindikasikan suku. Seperti halnya bahasa Batak, bahasa Jawa juga memiliki dialek-dialek. Salah satu dialek bahasa Jawa adalah bahasa/dialek Baanyumasan. Dialek Banyumasan ini tersebar luas di eks Residentie Banjoemas antara lain: Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Gumelar, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara, Wonosobo, Sumpiuh, Kebumen dan Gombong. Wilayah bahasa ini berada diantara batas buda Sunda dan Jawa di pantai selatan Jawa.

 

Bahasa Jawa Banyumasan, Basa Panginyongan atau Basa Ngapak adalah satu dialek bahasa (Jawa) dituturkan di wilayah eks-Keresidenan Banyumas (Jawa Tengah) plus di kecamatan Lakbok, kabupaten Ciamis (Jawa Barat). Bahasa ini merupakan bahasa digunakan mayoritas Orang Jawa pada peradaban Jawa lama. Disebutkan sebagai bagian dari bahasa Jawa, bahasa Banyumasan mengalami perkembangan: abad ke 9-13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno; abad ke 13-16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan; abad ke 16-20 berkembang menjadi bahasa/dialek Banyumasan (terpisah jauh dengan dialek wetan dan tengah). Perkembangannya dipengaruhi kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang melahirkan tingkatan bahasa atas status sosial. Namun pengaruh budaya feodal tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan. Masih banyak kosakata bahasa Jawa Kuno di dalam bahasa Banyumasan. Itulah sebabnya berbeda mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar. Sementara itu ada 4 dialek utama bahasa Jawa di bagian barat: Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Dermayonan) dan Banten Utara. Dialek Banyumasan dituturkan, antara lain di Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Gumelar, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara Wonosobo, Sumpiuh, Kebumen dan Gombong. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah bahasa di wilayah budaya Banyumas? Seperti disebut di atas di wilayah eks Residentie Banjoemas terdapat dialek bahasa yang kini dikenal bahasa/dialek Banyumasan. Secara khusus dialek Banyumasan ini berada di batas budaya Sunda dan Jawa di pantai selatan Jawa. Lalu bagaimana sejarah bahasa di wilayah budaya Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 27 Maret 2023

Sejarah Banyumas (6): Harimau Jawa di Wilayah Banyumas Tempo Doeloe; Apakah Ada Sisa Badak di Lereng Gunung Slamet?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Harimau. Dalam hal ini harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Harimau Jawa sudah sejak lama dilaporkan punah. Namun yang menyisakan pertanyaan, seperti halnya di (pulau) Bali, apakah di hutan-hutan Jawa masih ada yang tersisa? Bagaimana dengan harimau di wilayah Banyumas? Apakah pernah eksis dan sejak kapan punah? Yang jelas harimau Indonesia hanya tersisa di pulau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Harimau dalam hal ini harus dibedakan dengan macan (macan tutul, macan hitam atau jaguar).


Warga Windunegara, Banyumas, Digemparkan oleh Kemunculan Macan. Purwokerto. Kampas. 5 Januari 2022. Seekor harimau diduga muncul perkebunan warga di Banyumas. Warga Grumbul Kepetek, desa Windunegara, kecamatan Wangon, kabupaten Banyumas digemparkan diduga macan. Salah seorang warga melihat macan berwarna cokelat kehitaman. ”Kemarin pukul 15.00 saat cari rumput, ada bayangan warnanya cokelat meloncat ke parit. Saya mendekat, lalu bunyi mengaum suara macan,” kata Tawin (41), warga desa. Sosok hewan besar itu ukurannya sebesar kambing. Tawin bersama kedua orangtuanya. ”Suaranya besar sekali, saya sangat ketakutan dan gemetar,” kata Jariyah (64) ibunda Tawin. Lokasi macan sekitar 1 Km dari permukiman, di lereng bukit sengon dan jati, di bawahnya tanaman singkong, kacang tanah, dan burus. Perangkat desa bersama TNI dan Polri mengecek. Sekitar 100 M di atas parit tempat Tawin melihat sosok macan itu, terdapat jejak yang diduga kaki macan diameter sekitar 10 cm. ”Kemarin ada beberapa jejak, sekarang tinggal satu, lainnya sudah tergerus hujan,” tutur Tawin. Sementara itu, Sugeng mengatakan, pada periode 2000-2002, warga di desanya juga pernah melihat sosok macan di kawasan perbukitan. Tahun 2020, ada warga mendengar auman macan dan ditemukan jejak kaki. Pemerhati konservasi Munawar Kholis, mengatakan, harimau Jawa sudah punah, yang tinggal macan tutul, memiliki dua jenis warna, kuning totol hitam dan hitam semua. Diperkirakan yang muncul di Wangon adalah macan tutul (htttp//:kompas.com).

Lantas bagaimana sejarah harimau Jawa di wilayah Banyumas tempo doeloe? Seperti disebut di atas, harimau Jawa dianggap telah punah. Namun tetap saja ada yang masih mempertanyakan apakah masih ada yang tersisa. Bagaimana dengan keberadaan harimau di wilayah Banyumas pada masa lalu. Juga pernah muncul isu apakah ada sisa badak di ketinggian gunung Slamet? Lalu bagaimana sejarah harimau Jawa di wilayah Banyumas tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (5): Gajah di Pulau Jawa di Wilayah Banyumas, Mengapa Punah? Gajah Indonesia Hanya Tersisa di Sumatera


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Gunung Gajah, sebagaimana dalam artikel sebelum ini, tidaj hanya menarik, juga menjadi penting untuk diperhatikan. Mengapa? Banyak nama geografis di pulau Jawa disebut gunung gajah, tetapi semuanya hanya terletak di wilayah Jawa bagian tengah. Lalu apakah di pulau Jawa pada masa lampu terdapat gajah, dan gajah-gajah itu hanya ditemukan di wilayah Jawa bagian tengah? Gajah termasuk hewan purba, yang mana di Indonesia kini hanya tersisa di pulau Sumatra.


Gajah Jawa (Elephas maximus sondaicus) diusulkan Paules Edward Pieris Deraniyagala tahun 1953, berdasarkan ilustrasi ukiran pada monumen Buddha candi Borobudur. Dia mengira gajah Asia (Elephas maximus) memang pernah ada di pulau Jawa tetapi telah punah. Fosil gajah Asia telah ditemukan pada endapan Pleistosen di Jawa. Kapan gajah punah di Jawa tidak terjawab. Kronik Cina mencatat bahwa raja-raja Jawa menunggangi gajah, dan Jawa mengekspor gading ke Cina. Ada kemungkinan bahwa gajah di Jawa pada masa pengaruh Hindu didatangkan dari India. Sebuah tradisi di bagian timur laut Kalimantan menyatakan bahwa gajah Kalimantan yang saat ini hidup di alam liar disana adalah keturunan gajah dari Jawa yang dihadirkan oleh "Raja Jawa" kepada Rajah Baguinda dari Sulu pada akhir abad ke-14. Tradisi lain menyatakan gajah diberikan kepada Sultan Sulu oleh East India Company tahun 1750. Fernando, et al., menemukan bahwa gajah-gajah di Kalimantan terisolasi secara genetik dari populasi gajah Asia lainnya selama 300.000 tahun, menyimpulkan bahwa gajah di Kalimantan adalah asli. Earl of Cranbrook, dkk. menyimpulkan bahwa introduksi baru-baru ini dari Jawa, masuk akal untuk asal usul gajah Borneo. Jika gajah Kalimantan adalah keturunan dari gajah Jawa, apakah gajah Jawa juga secara genetik berbeda dari populasi gajah Asia lainnya. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah gajah di pulau Jawa di wilayah Banyumas, mengapa punah? Seperti disebut di atas keberadaan gajah di pulayu Jawa terus menjadi perhatian dan terus menunggu penyelidikan lebih lanjut. Apakah dalam hal ini populasi gajah pernah eksis di wilayah Banyumas? Yang jelas populasi gajah masa kini di Indonesia hanya tersisa di Sumatera. Lalu bagaimana sejarah gajah di pulau Jawa di wilayah Banyumas, mengapa punah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 26 Maret 2023

Sejarah Banyumas (4): Apakah Pulau Hilang Ada di Wilayah Banyumas? Pulau Besar Nordra Canibaz di Selatan Nusa Kambangan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Secara geomorfologis wilayah pulau Jawa masa ini diduga kuat berbeda pada masa lampau. Pulau Jawa bentuknya lebih ramping tempo doeloe. Juga diduga banyak wujud pulau telah menghilang. ada yang menyatu dengan daratan dan ada pulau yang mengalami abrasi hebat sehingga menghilang. Pertanyaannya: apakah ada pulau yang benar-benar hilang di wilayah Banyumas? Dalam Peta 1750 diidentifikasi pulau Nordra Canibaz tepat berada di selatan pulau Nusa Kambangan.  


Nusakambangan adalah sebuah pulau di Jawa Tengah lebih dikenal tempat terletaknya beberapa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Secara geografis, pulau masuk dalam wilayah administratif kabupaten Cilacap tercatat pulau terluar Indonesia. Dari pelabuhan Wijayapura Cilacap ke pelabuhan Sodong di pulau lima menit. Pulau Nusakambangan sebagai cagar alam. Kayu plahlar (Dipterocarpus litoralis) hanya ditemukan di pulau. Secara tradisional, penerus dinasti Kesultanan Mataram sering melakukan ritual di pulau. Di bagian barat pulau, sebuah gua ada semacam prasasti peninggalan zaman VOC. Di ujung timur, di atas bukit karang, berdiri mercu suar Cimiring dan benteng kecil peninggalan Portugis. Nusakambangan tercatat sebagai pertahanan terakhir dari tumbuhan wijayakusuma yang sejati. Dari sinilah nama pulau ini berasal: Nusakambangan, yang berarti "pulau bunga-bungaan". Di pulau semula ada 9 buah lapas tetapi kini hanya tinggal Lapas Batu (dibangun 1925), Lapas Besi (dibangun 1929), Lapas Kembang Kuning (tahun 1950), dan Lapas Permisan (tertua, dibangun 1908). Lima lainnya Nirbaya, Karang Tengah, Limus Buntu, Karang Anyar, dan Gleger, telah ditutup. Wilayah selatan pulau dengan pantai berkarang berombak besar. Wilayah utara menghadap Cilacap terdapat kampung-kampung nelayan sepanjang hutan bakau, antara lain Laut dan Jojog. Pada masa ini penghuni pulau hanya para narapidana dan pegawai Lapas. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau hilang di wilayah Banyumas, apakah betul ada? Seperti disebut di atas dalam Peta 1750 diidentifikasi pulau besar pulau Nordra Canibaz di tepat berada di selatan pulau Nusa Kambangan. Bagaimana eksistensinya masa kini? Lalu bagaimana sejarah pulau hilang di wilayah Banyumas, apakah betul ada? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (3): Gunung Slamet di Jawa Tengah; Wilayah Banjoemas Diantara Gunung Tegal - Pulau di Pantai Selatan Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Secara geomorfologis, diduga gunung (api) Slamet yang menyebabkan perubahan permukaan tanah di wilayah Banjumas (antara gunung Slamet dan pantai selatan Jawa). Hal itu yang menyebabkan gunung Slamet menjadi penting dalam sejarah wilayah Banyumas. Gunung Slamet, gunung tertinggi kedua di Jawa adalah gunung khas di Jawa. Sebelum dikenal sebagai nama gunung Slamet, nama yang dikenal adalah gunung Tegal.


Gunung Slamet adalah sebuah gunung berapi kerucut tipe A yang berada di Jawa Tengah. Gunung Slamet memiliki ketinggian 3.432 M tertinggi kedua setelah Semeru terletak di antara 5 kabupaten (Banyumas, Purbalingga, Brebes, Tegal dan Pemalang). Gunung Slamet suhu paling dingin di Jawa curah hujan tahunan paling tinggi di Indonesia. Kawah IV masih aktif di kaki gunung terletak kawasan wisata Baturraden 15 km dari Kota Purwokerto. Pemandian air panas Guci berada di sisi utara di kabupaten Tegal. Gunung terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia pada Lempeng Eurasia di selatan Pulau Jawa. Retakan pada lempeng membuka jalur lava ke permukaan. Letusan diketahui sejak abad ke-19. Maret 2014 Gunung Slamet menunjukkan aktifitas dan statusnya menjadi Waspada. Pada bulan Agustus 1838. Junghuhn, Fritze, Holle dan Borst mendaki dari Moga sebelah utara. Dr. Holle menemukan kerangka badak di daerah berpasir di sebelah kawah. Junghuhn mendaki untuk kedua kalinya 19 Juni 1847 dari Priatin sisi timur-utara. J. Noorduyn menyebut nama "Slamet" relatif baru, pinjaman dari bahasa Arab. Ia mengemukakan yang disebut Gunung Agung dalam naskah Sunda petualangan Bujangga Manik adalah gunung Slamet, Gunung Slamet memiliki cerita legenda turun temurun. Nama slamet diambil dari bahasa Jawa yang artinya selamat. Menurut kepercayaan warga sekitar, bila Gunung Slamet sampai meletus besar maka Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah gunung Slamet gunung tinggi di Jawa Tengah? Seperti disebut di atas, gunung Slamet adalah gunung tertinggi kedua di Jawa dan memiliki karakteristik yang khas. Gunung Slamet diduga menjadi factor penting dalam perubahan geomorfologi di wilayah Banyumas, terutama wilayah antara gunung Tegal dan pantai selatan Jawa di pulau Nusa Kambangan. Lalu bagaimana sejarah gunung Slamet gunung tinggi di Jawa Tengah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.