Rabu, 29 Maret 2023

Sejarah Banyumas (10): Awal Pemerintahan Banyumas Era Pemerintah Hindia Belanda; Dinasti Monarki hingga Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Pemerintahan yang ada sekarang di wilayah eks residentie Banyumas, secara modern pada dasarnya baru terbentuk secara legalitas (hukum formal) sejak era Pemerintah Hindia BelandaSragen memiliki). Bagaimana awal terbentuknya, yang jelas pada akhirnya dibentuk pemerintahan setingkat residentie yang dipimpin oleh Residen. Lalu selanjutnya pemerintahan di wilayah Banyumas berkembang dari waktu ke waktu hingga hari ini.


Sejak tanggal 22 Juni 1830, daerah Mancanegara Kulon (Banyumasan) dibawah kontrol Pemerintah Hindia Belanda. Awal koloni Belanda akhir pendudukan Mataram. Selanjutnya, adipati di wilayah Banyumasan dipilih dan diangkat oleh Gubernur Jenderal dari kalangan penduduk pribumi, umumnya putera atau kerabat dekat Adipati terakhir (era Gubernur Jenderal Johannes Graaf van den Bosch 1830-1833). Persiapan pembentukan pemerintahan di wilayah Banyumasan dilakukan oleh Residen Pekalongan. Hallewijn (tiba di wilayah Banyumasan 13 Juni 1830) dengan dibantu antara lain oleh Vitalis sebagai administrator dan Kapiten Tak sebagai komandan pasukan. Cakupan wilayah Banyumasan meliputi Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer, Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adiraja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, Karangpucung, Sidareja, Majenang sampai ke Daiyoe-loehoer (Dayeuhluhur) termasuk juga di dalamnya tanah-tanah Perdikan (daerah Istimewa) seperti Donan dan Kapungloo. Akhirnya diresmikan pendirian Karesidenan Banyumas yang meliputi sebagian besar wilayah mancanegara kulon, selanjutnya tanggal 1 November 1830 de Sturler dilantik sebagai Residen Banyumas pertama. Dalam beslit 18 Desember 1830, karesidenan Banyumas diperluas dengan dimasukkannya Distrik Karangkobar (Banjarnegara, terletak di dekat Dieng), pulau Nusakambangan, Madura (sebelumnya termasuk wilayah Cirebon, sekarang termasuk dalam wilayah Wanareja, Cilacap) dan Karangsari (sebelumnya termasuk wilayah Tegal) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pemerintahan di Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, perkembangan pemerintahan secara formal (legal hukum) di wilayah Banyumas baru dimulai di awal era Pemerintah Hindia Belanda. Era dinasti raja (kerajaan) masa lalu, era re-publik Indonesia masa kini. Lalu bagaimana sejarah pemerintahan di Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (9): Populasi Penduduk Banyumas: Asal Usul Penduduk Asli dan Peradaban di Banyumas dari Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Setiap wilayah memiliki populasi penduduk. Setiap populasi penduduk memiliki asal-usul sendiri. Setiap penduduk asli memiliki perkembangan peradaban sendiri. Namun yang sulit dijawab seberapa tua penduduk asli, bagaimana perkembangan peradabannya dari masa ke masa. Tentu saja ada warga pendatang yang melebur dengan penduduk asli yang kemudian membentuk populasi penduduk baru dengan peradaban yang lebih baru. Demekian selanjutnya hingga kehadiran orang Eropa/Belanda.

 

Jawa Banyumasan (Ngoko: Wong Jawa Banyumasan; Krama: Tiyang Jawi Toyajenean, Indonesia: Orang Jawa Banyumasan) adalah etnis Jawa di Jawa Tengah bagian barat. Sedikit berbeda budaya, bahasa dan karakter dari etnis Jawa umumnya, lebih dikenal dengan sebutan wong ngapak (logatnya yang ngapak). Wilayah yang mengitari gunung Slamet dan sungai Serayu, dipimpin oleh keluarga Wiryodiharjo. Wilayah Banyumasan terdiri dari eks karesidenan Banyumas yang meliputi; Cilacap, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Walaupun terdapat sedikit perbedaan (nuansa) adat-istiadat dan logat bahasa, tetapi secara umum daerah-daerah tersebut dapat dikatakan "sewarna", yaitu sama-sama menggunakan Bahasa Jawa Dialek Banyumasan. Pada awal masa kerajaan Hindu-Buddha, wilayah Banyumasan pengaruh Kerajaan Tarumanagara di barat dan Kerajaan Kalingga di timur dengan Sungai Cipamali sebagai batas alamnya. Singkatnya jelang berakhir kejayaan kerajaan Pajang dan berdirinya Kesultanan Mataram (1587), Adipati Wargo Utomo II menyerahkan kadipaten Wirasaba ke saudara, lalu membentuk kadipaten baru Banyumas menjadi Adipati pertama dengan gelar Adipati Marapat.Setelah pusat kadipaten dipindahkan ke Sudagaran kadipaten-kadipaten di wilayah Banyumasan tunduk pada Mataram.tetapi masih memiliki otonomi dan penduduk Mataram menyebut wilayah Mancanegara Kulon (antara Bagelen (Purworejo) sampai Majenang (Cilacap) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah populasi penduduk Banyumas? Seperti disebut di atas, wilayah Banyumas adalah wilayah peradaban tua. Namun seberapa tua sulit diketahui secara pasti. Yang jelas asal usul penduduk asli Banyumas adalah perkembangan peradaban Banyumas itu sendiri dari masa ke masa. Lalu bagaimana sejarah populasi penduduk Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 28 Maret 2023

Sejarah Banyumas (8): Tradisi Temurun di Wilayah Banyumas; Adat Istiadat Arsitektur Sastra Musik Tarian Wayang dan Lainnya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Tradisi adalah kebudayaan dalam skala mikro pada wilayah yang terbatas. Sebagaimana bahasa, tradisi juga diturunkan (secara turun temurun). Tradisi yang turun temurun di wilayah eks Residentie Banjoemas yang dapat dibedakan di wilayah budaya Jawa dan di wilayah budaya Sunda. Ini mengindikasikan (ke)budaya(an) Banyumasan bersifat khas. Tradisi khas secara turun temurun.

 

Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah (akarnya percampuran budaya Jawa dan Sunda). Diantara seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas antara lain: Wayang kulit gagrag terdapat dua gagrak (gaya), yakni Gragak Kidul Gunung dan Gragak Lor Gunung. Wayang kulit gragak bernapas kerakyatannya. Begalan, seni tutur tradisional pada upacara pernikahan. Musik tradisi Banyumas memiliki kekhasan dengan musik Jawa lainnya, di antaranya: Calung, alat musik terbuat potongan bambu melintang dan dimainkan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan Jawa, terdiri gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang. Ada juga Gong Sebul karena bunyi dikeluarkan mirip gong tetapi dimainkan cara ditiup terbuat bambu ukuran besar, Aransemen musikal disajikan berupa gending-gending Banyumasan. Kenthongan (tek-tek), alat musik potongan bambu diberi lubang memanjang disisinya dimainkan cara dipukul pakai tongkat kayu. Kenthongan dimainkan dalam kelompok sekitar 20 orang dilengkapi dengan bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Bongkel, peralatan musik tradisi sejenis angklung,terdiri empat bilah berlaras slendro. Tarian khas Banyumasan antara lain: Lengger, tarian dua perempuan di tengah pertunjukkan hadir seorang penari laki-laki, yang diiringi musik calung. Sintren, tarian laki-laki mengenakan baju perempuan, melekat pada kesenian ebeg. Aksimuda, kesenian bernapaskan Islam berupa silat yang digabung dengan tari-tarian; Angguk, dan Aplang. Buncis, paduan musik tarian diiringi angklung. Ebeg, kuda lumping diiringi gamelan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah tradisi turun menurun di wilayah Banyumas? Seperti disebut di atas, budaya atau tradisi turun temurun di wilayah eks Residentie Banyumas berbeda dengan tradisi di wilayah budaya Sunda dan di wilayah budaya Jawa. Tradisi turun termurin antara lain adat istiadat, arsitektur, sastra, musik, tarian, wayang dan lainnya. Lalu bagaimana sejarah tradisi turun menurun di wilayah Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (7): Bahasa di Wilayah Budaya Banyumas; Dialek "Banyumasan" di Batas Budaya Sunda-Jawa di Pantai Selatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Bahasa menunjukkan bangsa, dialek mengindikasikan suku. Seperti halnya bahasa Batak, bahasa Jawa juga memiliki dialek-dialek. Salah satu dialek bahasa Jawa adalah bahasa/dialek Baanyumasan. Dialek Banyumasan ini tersebar luas di eks Residentie Banjoemas antara lain: Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Gumelar, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara, Wonosobo, Sumpiuh, Kebumen dan Gombong. Wilayah bahasa ini berada diantara batas buda Sunda dan Jawa di pantai selatan Jawa.

 

Bahasa Jawa Banyumasan, Basa Panginyongan atau Basa Ngapak adalah satu dialek bahasa (Jawa) dituturkan di wilayah eks-Keresidenan Banyumas (Jawa Tengah) plus di kecamatan Lakbok, kabupaten Ciamis (Jawa Barat). Bahasa ini merupakan bahasa digunakan mayoritas Orang Jawa pada peradaban Jawa lama. Disebutkan sebagai bagian dari bahasa Jawa, bahasa Banyumasan mengalami perkembangan: abad ke 9-13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno; abad ke 13-16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan; abad ke 16-20 berkembang menjadi bahasa/dialek Banyumasan (terpisah jauh dengan dialek wetan dan tengah). Perkembangannya dipengaruhi kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang melahirkan tingkatan bahasa atas status sosial. Namun pengaruh budaya feodal tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan. Masih banyak kosakata bahasa Jawa Kuno di dalam bahasa Banyumasan. Itulah sebabnya berbeda mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar. Sementara itu ada 4 dialek utama bahasa Jawa di bagian barat: Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Dermayonan) dan Banten Utara. Dialek Banyumasan dituturkan, antara lain di Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Gumelar, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara Wonosobo, Sumpiuh, Kebumen dan Gombong. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah bahasa di wilayah budaya Banyumas? Seperti disebut di atas di wilayah eks Residentie Banjoemas terdapat dialek bahasa yang kini dikenal bahasa/dialek Banyumasan. Secara khusus dialek Banyumasan ini berada di batas budaya Sunda dan Jawa di pantai selatan Jawa. Lalu bagaimana sejarah bahasa di wilayah budaya Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 27 Maret 2023

Sejarah Banyumas (6): Harimau Jawa di Wilayah Banyumas Tempo Doeloe; Apakah Ada Sisa Badak di Lereng Gunung Slamet?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Harimau. Dalam hal ini harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Harimau Jawa sudah sejak lama dilaporkan punah. Namun yang menyisakan pertanyaan, seperti halnya di (pulau) Bali, apakah di hutan-hutan Jawa masih ada yang tersisa? Bagaimana dengan harimau di wilayah Banyumas? Apakah pernah eksis dan sejak kapan punah? Yang jelas harimau Indonesia hanya tersisa di pulau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Harimau dalam hal ini harus dibedakan dengan macan (macan tutul, macan hitam atau jaguar).


Warga Windunegara, Banyumas, Digemparkan oleh Kemunculan Macan. Purwokerto. Kampas. 5 Januari 2022. Seekor harimau diduga muncul perkebunan warga di Banyumas. Warga Grumbul Kepetek, desa Windunegara, kecamatan Wangon, kabupaten Banyumas digemparkan diduga macan. Salah seorang warga melihat macan berwarna cokelat kehitaman. ”Kemarin pukul 15.00 saat cari rumput, ada bayangan warnanya cokelat meloncat ke parit. Saya mendekat, lalu bunyi mengaum suara macan,” kata Tawin (41), warga desa. Sosok hewan besar itu ukurannya sebesar kambing. Tawin bersama kedua orangtuanya. ”Suaranya besar sekali, saya sangat ketakutan dan gemetar,” kata Jariyah (64) ibunda Tawin. Lokasi macan sekitar 1 Km dari permukiman, di lereng bukit sengon dan jati, di bawahnya tanaman singkong, kacang tanah, dan burus. Perangkat desa bersama TNI dan Polri mengecek. Sekitar 100 M di atas parit tempat Tawin melihat sosok macan itu, terdapat jejak yang diduga kaki macan diameter sekitar 10 cm. ”Kemarin ada beberapa jejak, sekarang tinggal satu, lainnya sudah tergerus hujan,” tutur Tawin. Sementara itu, Sugeng mengatakan, pada periode 2000-2002, warga di desanya juga pernah melihat sosok macan di kawasan perbukitan. Tahun 2020, ada warga mendengar auman macan dan ditemukan jejak kaki. Pemerhati konservasi Munawar Kholis, mengatakan, harimau Jawa sudah punah, yang tinggal macan tutul, memiliki dua jenis warna, kuning totol hitam dan hitam semua. Diperkirakan yang muncul di Wangon adalah macan tutul (htttp//:kompas.com).

Lantas bagaimana sejarah harimau Jawa di wilayah Banyumas tempo doeloe? Seperti disebut di atas, harimau Jawa dianggap telah punah. Namun tetap saja ada yang masih mempertanyakan apakah masih ada yang tersisa. Bagaimana dengan keberadaan harimau di wilayah Banyumas pada masa lalu. Juga pernah muncul isu apakah ada sisa badak di ketinggian gunung Slamet? Lalu bagaimana sejarah harimau Jawa di wilayah Banyumas tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (5): Gajah di Pulau Jawa di Wilayah Banyumas, Mengapa Punah? Gajah Indonesia Hanya Tersisa di Sumatera


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Gunung Gajah, sebagaimana dalam artikel sebelum ini, tidaj hanya menarik, juga menjadi penting untuk diperhatikan. Mengapa? Banyak nama geografis di pulau Jawa disebut gunung gajah, tetapi semuanya hanya terletak di wilayah Jawa bagian tengah. Lalu apakah di pulau Jawa pada masa lampu terdapat gajah, dan gajah-gajah itu hanya ditemukan di wilayah Jawa bagian tengah? Gajah termasuk hewan purba, yang mana di Indonesia kini hanya tersisa di pulau Sumatra.


Gajah Jawa (Elephas maximus sondaicus) diusulkan Paules Edward Pieris Deraniyagala tahun 1953, berdasarkan ilustrasi ukiran pada monumen Buddha candi Borobudur. Dia mengira gajah Asia (Elephas maximus) memang pernah ada di pulau Jawa tetapi telah punah. Fosil gajah Asia telah ditemukan pada endapan Pleistosen di Jawa. Kapan gajah punah di Jawa tidak terjawab. Kronik Cina mencatat bahwa raja-raja Jawa menunggangi gajah, dan Jawa mengekspor gading ke Cina. Ada kemungkinan bahwa gajah di Jawa pada masa pengaruh Hindu didatangkan dari India. Sebuah tradisi di bagian timur laut Kalimantan menyatakan bahwa gajah Kalimantan yang saat ini hidup di alam liar disana adalah keturunan gajah dari Jawa yang dihadirkan oleh "Raja Jawa" kepada Rajah Baguinda dari Sulu pada akhir abad ke-14. Tradisi lain menyatakan gajah diberikan kepada Sultan Sulu oleh East India Company tahun 1750. Fernando, et al., menemukan bahwa gajah-gajah di Kalimantan terisolasi secara genetik dari populasi gajah Asia lainnya selama 300.000 tahun, menyimpulkan bahwa gajah di Kalimantan adalah asli. Earl of Cranbrook, dkk. menyimpulkan bahwa introduksi baru-baru ini dari Jawa, masuk akal untuk asal usul gajah Borneo. Jika gajah Kalimantan adalah keturunan dari gajah Jawa, apakah gajah Jawa juga secara genetik berbeda dari populasi gajah Asia lainnya. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah gajah di pulau Jawa di wilayah Banyumas, mengapa punah? Seperti disebut di atas keberadaan gajah di pulayu Jawa terus menjadi perhatian dan terus menunggu penyelidikan lebih lanjut. Apakah dalam hal ini populasi gajah pernah eksis di wilayah Banyumas? Yang jelas populasi gajah masa kini di Indonesia hanya tersisa di Sumatera. Lalu bagaimana sejarah gajah di pulau Jawa di wilayah Banyumas, mengapa punah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.