Senin, 08 Mei 2023

Sejarah Cirebon (30): Tegal, Tagal Tetangga Cirebon di Pantai Utara Jawa; Gunung Tagal hingga Gunung Ciremai Jauh di Padalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Kota Tegal bermula dari nama Tagal. Gunung tinggi di pedalaman diidentidikasi sebagai gunung Tagal (kini dikenal dengan nama gunung Slamet). Gunung ini dapat dinavigasi dari pantai utara melalui sungai Tagal yang di bagian hilir dapat menggunakan perahu. Berbicara sejarah Tegal tidak terpisahkan dari sejarah di Cirebon sendiri. Penanda navigasi kota pelabuhan Cirebon adalah gunung Ciremai.


Kota Tegal kota di provinsi Jawa Tengah, berbatasan dengan kabupaten Brebes di barat, Laut Jawa di utara, kabupaten Tegal di selatan/timur. Hari jadi Kota Tegal 12 April 1580. Nama Tegal mengacu tegalan, tetegil (ladang), atau nama sebuah desa mulanya bagian kabupaten Pemalang yang setia kepada trah Kerajaan Pajang. Pada masa lalu, Tegal desa kecil terletak di tepi muara Kali Gung, nama Tetegal, bandar hasil bumi, yang perairannya diatur Ki Gede Sebayu di Danawarih. Ki Gede Sebayu menamakan Tegal. Versi lain Tegal berawal dari kedatangan Tome Pires, Portugis ke sebuah pelabuhan tua di muara Kali Gung abad ke-15, menyebut pelabuhan dengan nama Teteguall. Ki Gede Sebayu diangkat menjadi Jurudemung (demang) atau sesepuh oleh Bupati Pemalang. Pengangkatan terjadi 12 April 1580. Pelabuhan sebelah barat kota Tegal, kini bernama Muaratua (Tegalsari), kemudian pindah ke Muara bagian timur atau Muara Bacin. Pada masa Mataram, Tegal bagian dari kekuasaannya dan masa pemerintahan kolonial, oleh pemerintah di Batavia. Pada tahun 1677 Amangkurat II kontrak dengan VOC, daerah Jepara dan Tegal suatu tempat yang tersisa di sepanjang pesisir utara Jawa yang belum dikuasai oleh Pasukan Trunojoyo. Perbatasan wilayah antara kompeni dan Mataram menggunakan patokan sungai Tjilosari (Ci Sanggarung). Berkat jasa VOC terhadap Mataram pada waktu membantu pemberontakan Trunojoyo, maka tahun 1680 VOC mengangkat dirinya sebagai penguasa di pesisir Jawa, termasuk di Tegal membangun benteng. Tahun 1729, Tegal ditetapkan sebagai gewest dipimpin seorang Belanda. Kota Tegal ditetapkan sebagai ibukota gewest Tegal, meliputi Pemalang, Tegal, dan Brebes. diangkat J. Thierens sebagai Residen. Pada tahun 1906, Tegal status gemeente. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Tegal, Tagal tetangga Cirebon di pantai utara Jawa? Seperti disebut di atas kota Tegal bermula sejak awal navigasi pelayaran perdagangan dengan penanda navigasi gunung Tagal. Idem dito dengan Cirebon dengan pananda navigasi gunung Ciremai. Bagaimana dengan populasi penduduk diantara gunung Tagal hingga gunung Ciremai di belakang pantai di padalaman? Lalu bagaimana sejarah Tegal, Tagal tetangga Cirebon di pantai utara Jawa?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (29): Indramayu di Wilayah Cirebon Bermula Kampong Kecil; Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu di Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Indramyu? Nah, itu dia. Seperti sejarah asal-usul kota atau wilayah di berbagai tempat hanya dikisahkan saja. Namanya kisah, entah kapan itu terjadi. Namun sejarah adalah narasi fakta dan data. Dalam hal inilah ada perbedaan antara kisah dengan sejarah. Kisah itu sendiri di berbagai daerah disebut seperti babad, tambo, hikayat dan turi-turian. Satu yang pasti sejatahj Indramayu bermula di daerah aliran sungai Cimanuk.

 

Pendiri Indramayu. Di daerah Bagelen di Banyu Urip tinggallah Tumenggung Bernama Gagak Singalodra, lima orang putra, diantaranya Raden Bagus Arya Wiralodra, putra ketiga berjiwa besar ingin membangun suatu Negara diwariskan kelak. Raden Wiralodra menjalankan tapa brata di perbukitan Melayu di Gunung Sumbing. Setelah tiga tahun, mendapat wangsit “apabila engkau ingin berbahagia serta keturunanmu dikemudian hari, pergilah merantau ke arah matahari terbenam dan carilah lembah Sungai Cimanuk. dan tebanglah hutan belukar secukupnya untuk mendirikan sebuah pendukuhan dan menetaplah di sana. Kelak tempat itu akan subur dan makmur dan akan memerintah di sana”. Raden Arya Wiralodra kembali ke Banyu Urip menyampaikan wangsit kepada Ayahandanya. “ Hai Anakku Wiralodra betapapun berat hati ayah melepaskanmu mencari Sungai Cimanuk, ayah menghargai, berhati-hatilah hidup di rantau orang, bawalah Tinggil untuk menyertai perjalananmu.” Diceritakan bahwa perjalanan Raden Wiralodra dan Ki Tinggil memakan waktu 3 tahun. Ia pun terus berjalan menuju arah matahari tenggelam. Akhirnya suatu senja, sampai di sebuah sungai yang amat besar, betapa sukaria hatinya karena disangka sungai itu adalah Sungai Cimanuk yang sedang dicarinya. Berkata Raden Wiralodra pada Ki Tinggil, “ Rupanya inilah Sungai Cimanuk yang sedang kita cari.”Ki Tinggil menjawab, “Hamba pikir lebih baik ambil istirahat sampai besok pagi.” Pada keesokan paginya ada seorang kakek yang memperhatikan Raden Wiralodra dan Ki Tinggil yang tertidur lelap, kakek itu mendekati lalu berkata, “Hai kisanak, siapakah kalian bedua? Kenapa tidur di situ?” Ki Tinggil dan Raden Wiralodra terkejut melihat kakek yang tiba-tiba ada di hadapannya lalu Raden Wiralodra menjawab, “kek kami tertidur dan perlu kakek ketahui bahwa Saya Raden Wiralodra dan Ki Tinggil. Kami dari Banyu Urip”. Kemudian Raden Wiralodra bertanya sambil menatap wajah kakek tersebut.“kek, apakah ini Sungai Cimanuk yang selama ini saya cari?” (https://indramayukab.go.id/) 

Lantas bagaimana sejarah Indramayu di wilayah Cirebon bermula kampong kecil? Seperti disebut di atas, dalam narasi sejarah haruslah dipisahkan cerita atau kisah di satu sisi dan fakta dan data di sisi lain. Untuk memahami asal usul kota Indramayu yang kemudian menjadi nama wilayah harusnya mempelahari daerah aliran sungai Cimanuk berhulu di pedalaman. Lalu bagaimana sejarah Indramayu di wilayah Cirebon bermula kampong kecil? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 07 Mei 2023

Sejarah Pers di Indonesia (34): Kongres Pemuda dan PPPKI di Batavia; Surat Kabar Bintang Timoer Edisi Semarang - Soerabaja


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Setelah satu decade, nama Indonesia pelan tapi pasti, mulai nama Indonesia diusung oleh berbagai jenis perusahaan Indonesia, organiasi kebangsaan, dan pers pribumi. Akhirnya organisasi pemuda pribumi melahirkan organisasi pemuda pelajar Indonesia (PPPI); demikian juga organisasi senior melahirkan organisasi kebangsaan Indonesia (PPPKI). Tentu saja pers berpartisipasi di dalamnya. Salah satu upaya pers untuk mensukseskan kongres senior (PPPKI) dan kongres junior (PPPI) yang diselenggarakan tahun 1928, surat kabar Bintang Timoer pimpinan Parada Harahap menerbitkan edisi Semarang (untuk Midden Java) dan edisi Soerabaja (untuk Oost Java).

 

Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) adalah organisasi pergerakan kemerdekaan yang pernah ada di Indonesia.[1] PPPKI merupakan organisasi kumpulan dari beberapa organisasi-organisasi seperti Partai Sosialis Indonesia, Budi Utomo, Partai Nasional Indonesia, Paguyuban Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Pemuda Kaum Betawi, dan Kelompok Studi Indonesia. Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) didirikan dalam sebuah rapat di Bandung pada tanggal 17–18 Desember 1927. Latar belakang didirikannya PPPKI adalah karena tokoh-tokoh pergerakan nasional beranggapan bahwa berjuang melalui masing-masing organisasi tidak akan membawa hasil. Soekarno kemudian mempunyai ide untuk menggabungkan organisasi-organisasi tersebut supaya Indonesia dapat mencapai kemerdekaannya. (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah pers, Kongres Pemuda dan Kongres PPPKI di Batavia? Seperti disebut di atas, para jurnalis telah bersatu di Batavia di bawah inisiatif Parada Harahap. Tidak cukup sampai disitu, sebagai jurnalis dan pemimpin surat kabar Bintang Timoer, Parada Harahap mengambil peran penting dalam terselenggaranya Kongres Pemuda dan Kongres PPPKI di Batavia tahun 1928 dengan menerbitkan surat kabar Bintang Timoer edisi Semarang dan edisi Soerabaja. Lalu bagaimana sejarah pers, Kongres Pemuda dan Kongres PPPKI di Batavia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pers di Indonesia (33): Pers dan Orang Indo di Hindia; Orang Belanda Rasis dan Orang Indo Berjuang Bersama Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Sebelum orang pribumi menyadari perlunya persatuan, orang-orang Indo bergerak membentuk organisasi untuk kepentingan yang sama dengan tujuan yang sama diantara orang-orang Indo. Lalu dibentuklah Indischbond (IB) di Batavia pada bulan Oktober 1898. Seorang pensiunan guru yang juga menjadi seorang jurnalis di Padang Dja Endar Moeda pada tahun 1900 menginisiasi persatuan diantara orang-orang pribumi dengan mendirikan organisasi kebangsaan yang diberi nama Medan Perdamaian. Dja Endar Moeda tampaknya Medan Perdamaian memiliki visi dan misi yang sama dengan IB, yang lalu kemudian di bawah inisiatifnya melalui penerbit dan percetakan sendiri menerbitkan surat kabar bulanan berbahasa Melayu yang diberi nama Insulinde tahun 1901. Orang-orang Indo di Bandoeng dan Semarang kemudian mendirikan organisasi Insulinde sebagai pengganti nama Indischbond. Namun pada akhirnya aktivis Insulinde dan aktivis pribumi kemudian membentuk partai yang disebut Indisc Partij atau lebih lengkapnya National Indisch Partij (NIP).


Indische Partij (Partai Hindia) adalah partai politik pertama di Hindia Belanda. Berdiri tanggal 25 Desember 1912 oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara. Partai ini menjadi organisasi orang-orang pribumi dan campuran di Hindia-Belanda. Sebagai seorang Indo, Douwes Dekker merasa terjadinya diskriminasi yang membeda-bedakan status sosial antara Belanda totok (asli), Indo (campuran), dan Bumiputera (pribumi) oleh pemerintah Hindia-Belanda. Kedudukan dan nasib orang Indo tidak jauh berbeda dengan Bumiputera. Indo yang melarat banyak ditemui di Jakarta (Kemayoran), Semarang (Karangbidara), dan Surabaya (Kerambangan). Belanda totok memandang orang Indo lebih rendah dari pada mereka. Pandangan ini pernah diungkapkan dalam buletin "Bond van geneesheeren" (Ikatan para dokter) pada September 1912. Dalam buletin tersebut, para dokter Belanda asli mencela pemerintah yang bermaksud untuk mendirikan Sekolah Dokter kedua (NIAS) di Surabaya yang terbuka untuk segala bangsa. Mereka menganggap kaum Indo yang hina tidak pantas menjadi dokter. Menurut Dekker, jika kaum Indo ingin merubah nasib, maka mereka harus bekerjasama dengan Bumiputera untuk mengadakan perubahan. Hindia bukan hanya diperuntukkan untuk Belanda totok, namun untuk semua orang yang merasa dirinya seorang Hindia. Pandangan ini menjadi dasar dari ideologi nasionalisme yang di usung oleh Indische Partij. (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah pers dan Orang Indo di Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, orang Indo faktanya bukan orang Belanda (totok). Orang Belanda totok cenderung rasis yang mulai memperjuangkan nasib sendiri sebagai orang Hindia dengan perjuangan memisahkan Hindia Belanda dari negara induk Belanda. Orang Indo pada akhirnya berjuang bersama pribumi yang senasib sepenanggungan. Lalu bagaimana sejarah pers dan Orang Indo di Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 06 Mei 2023

Sejarah Cirebon (28): Raden Soedja, Notaris Generasi Pertama; Daftar Tokoh di Cirebon Sunan Gunung Jati dan Tokoh Masih Hidup


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Siapa Raden Soedja? Nyaris tidak terinformasikan. Fakta Raden Soedja adalah salah satu notaris Indonesia generasi pertama. Raden Soedja berasal dari Cirebon. Dalam daftar tokoh asal Cirebon pada masa ini, tidak disebut nama Raden Soedja. Uniknya hanya mendaftar nama-nama generasi di tempo doeloe seperti Sunan Gunun Jati dan Maulana Hasanuddin dan nama-nama yang terkesan masa kini. Ada jarak yang lebar antara generasi baheula dengan generasi zaman Now. Mengapa bisa begitu? Fakta bahwa di daerah lain juga begitu. Apakah ada yang salah?


Aan Rohanah A Abbas Ismeth Abdullah Adib Alfikri Saleh Afiff AS Ismail Ahmad Zaenudin Arief Natadiningrat Ason Sukasa Atet Wiyono Mpok Atiek B Barda Nawawi Arief Irish Bella Sam Budigusdian Pitradjaja Burnama Ali Bustomi Buya Yahya Embie C. Noer Marissa Christina Claudia Santoso Dianda Sabrina Rokhmin Dahuri Datuk Kahfi Dedi Supardi Chitra Dewi Dunidja Daswita Elang Kusnandar Emon Bratadiwidjaja Endang Setyawati Thohari Ahem Erningpradja Eti Herawati Gerrit Faulhaber Gina Fizriya Ali Geno H. Subrata Makhtum Hannan Haryadi Suadi Hasan Alwi Heri Sulistianto Helsi Herlinda Sri Heviyana Charly van Houten Imron Rosyadi Saira Jihan Rico Karindra Kenedy Aboeng Koesman Affandi Kuntara Sri Lintang Madsuni Maqdis Shalim Alfarisi Maruto Nitimihardjo Maulana Hasanuddin Cindy May McGuire Yogie Suardi Memet Mochammad Insyaf Supriadi Moehamad Soeparno Mohamad Kusnaeni Mohammad Ali Mohammad Syahrif Muhammad Abdullah Syukri Djoko Munandar Nana Sudjana Narji Nasrudin Azis Vicky Nitinegoro Arifin C. Noer Toto Nurwanto Pandu Kartawiguna Panembahan Ratu I Pangeran Madrais Pangeran Walangsungsang Sunjaya Purwadi Sastra Wianda Pusponegoro Boy Syahril Qamar N Qomar RD Manggala Ratu Raja Arimbi Nurtina C Reza N Riantiarno AM Saefuddin Said Aqil Siroj AA Saputra Satori SA Gantina Herrie Setyawan RM Sewaka S Baharsjah ST Burhanuddin Kaboel Suadi Peggy Melati Sukma Sunan Gunung Jati Thomas Suratno Alam Surawidjaja Catherine Surya Bambang Suryo Aji Ricky Karanda Suwardi Ahmad Syaikhu Abdullah Syathori Tadjus Sobirin Tarmin Hariadi Tasiya Soemadi Taufik Hidayat Tjun Tjun Tina Toon Toto Sudarto Bachtiar Agus Triyono Umi Dachlan Vicky Kalea Wahyu Tjiptaningsih Djair Warni Kardaya Warnika Wastum Nani Widjaja Candra Wijaya Rendra Wijaya Yanuar Prihatin Yoe Sin Gie Yogie S Memet Yogie S. Memed Yudha Khan Dewi Yull HF Zaini M (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Raden Soedja, notaris generasi pertama? Seperti disebut di atas Raden Soedja adalah notaris Indonesia generasi pertama di era Pemerintah Hindia Belanda. Namanya kurang terinformasikan. Tidak hanya Raden Soedja, tetapi banyak lagi. Yang ada dalam daftar yokoh asal Cirebon hanya yang berasal dari era Sunan Gunung Jati hingga era masa kini termasuk yang masih hidup. Mengapa nama-nama yang begitu banyak terlupakan dan terabaikan? Lalu bagaimana sejarah Raden Soedja, notaris generasi pertama? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (27): Raden Djaenal Asikin Widjaja Koesoema dan Nama Rumah Sakit Cirebon; Asikin Jadi Marga Baru Cirebon?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Nama Asikin dari masa ke masa ditemukan di Cirebon. Nama ini sebenarnya nama biasa saja tetapi lambat laun menjadi nama yang luar biasa. Banyak yang menggunakan nama Asikin (seakan menjadi marga). Itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah siapa Dr Asikin? Lantas yang menjadi pertanyaan, biasanya yang ditabalkan menjadi nama rumah sakit adalah dokter terkenal. Memang sih tidak seharunya, yang jelas nama rumah sakit pusat di (kota) Cirebon disebut RSU Sunan Gunung Jati. Ini terkesan seakan kurang dipahami siapa Sunan Gunung Jati dan terkesan pengabaian terhadap nama-nam dokter penting asal Cirebon.


Prof. Dr. Raden Djenal Asikin Widjaja Koesoema alias R.D. Asikin Wijayakusumah atau dibaca Jenal Asikin Wijaya Kusumah (lahir di Manonjaya, Tasikmalaya 07 Juni 1891 meninggal tahun 1963) adalah salah satu Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Ia juga dikenal sebagai dokter sekaligus guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Asikin lulus dari STOVIA pada tahun 1914 dan meraih gelar kedokteran di Universitas Amsterdam pada tahun 1925. Dia terlibat dengan beberapa laboratorium kedokteran di Eropa sebelum kembali ke Indonesia. Ia menulis tentang berbagai metode analisa sampel darah dan kegunaannya dalam hasil diagnosa. Asikin menjadi asisten pengajar di Batavia Medical School dan wakil kepala divisi penyakit dalam di rumah sakit yang bersebelahan dengan sekolah tersebut (sekarang adalah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Ia ditetapkan sebagai profesor di FKUI pada 1950. (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Dr Raden Djaenal Asikin Widjaja Koesoema dan nama rumah sakit Cirebon? Seperti disebut di atas, nama rumah sakit umum di (kota) Cirebon disebut Sunan Gunung Jati. Diantara dokter-dokter tempo doeloe ada nama Dr RD Asikin WK. Nama Asikin banyak digunakan, apakah telah menjadi marga baru di Cirebon? Lantas bagaimana sejarah Dr Raden Djaenal Asikin Widjaja Koesoema dan nama rumah sakit Cirebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.