Nama uang Indonesia yang sekarang disebut rupiah, asal usulnya tidak diketahui secara pasti. Sebab nama satuan uang yang disebut rupiah sudah ada sejak dahoeloe kala. Lantas kapan satuan uang rupiah dikenal?
Buku De Stuers, 1839 |
Nama mata uang rupiah paling tidak sudah dilaporkan pada
tahun 1839 dalam suatu buku kisah karamnya kapal Luitenan Kolonel De Stuers
yang disalin oleh PP Roorda van Eysinga yang dicetak Broese & Co di Breda
tahun 1839. Dalam kisah itu, setelah kapal mereka karam, ketika ingin menumpang
sampan orang lain, mereka urunan uang dengan jumlah nilai yang berbeda-beda
dalam satuan rupiah. Kisah ini mengindikasikan bahwa penggunaan uang dengan
satuan rupiah sudah menyebar di Hindia Belanda.
Penyebutan nama uang dengan satuan rupiah juga ditemukan dalam buku Handleiding
tot de Kennis der Maleische Taal karya JJ De Hollander, 1856; majalah Tijdschrift
van het Bataviaasch Genootschap (1858); buku bacaan berjudul Dari Hal Djinis-djinis
Elmoe Kepandajan Orang-Airopa (1866).
Buku LK Harmsen, 1875 |
LK Harmsen adalah guru berlisensi Eropa tetapi sangat menguasai bahasa
Melayu/ LK Harmsen dipekerjakan dan diangkat pemerintah Hindia Belanda sebagai
guru. LK Harmsen selama periode 1879-1883 adalah Direktur sekolah guru
(kweekschool) di Padang Sidempoean. LK Harmsen adalah direktur pertama
Kweekschool Padang Sidempoean yang dibuka pada tahun 1879. LK Harmsen kemudian
digantikan oleh salah satu guru di sekolah tersebut bernama Charles Adrian van
Ophuijsen (anak seorang mantan controleur di Afdeeling Natal, 1856-1957). Charles
Adrian van Ophuijsen menjadi guru di Kweekschool Padang Sidempoean selama
delapan tahun (lima tahun terakhir sebagai direktur). Charles Adrian van
Ophuijsen tidak hanya bisa berbahasa Melayu tetapi juga berbahasa Batak. Charles
Adrian van Ophuijsen adalah penyusun tatabahasa dan ejaan Melayu yang kelak
dikenal sebagai guru besar bahasa Melayu di Universiteit Leiden yang terkenal
dengan ejaan van Ophuijsen (sebelum ejaan Soewandi).
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar