Sejarah sering dilupakan dan bahkan terabaikan. Dokumen sejarah yang menjadi dasar penulisan sejarah kurang dipedulikan. Akibatnya, selama ini jika kita membaca sejarah suatu kota, terkesan compang-camping. Tidak hanya itu, data dan informasi yang menyertai deskripsi sejarah tersebut tidak lengkap, kurang akurat dan konsistensinya lemah. Hal-hal yang kelihatan remeh temeh ini, sesungguhnya telah menyebabkan gambaran sejarah kita kosong tentang konten yang sebenarnya. Apakah ini yang menjadi factor pemicu mengapa sejarah kurang diminati terutama oleh generasi muda?
Indonesia doeloe, 1617 (peta Portugis) |
Digitalisasi
Dokumen Sejarah
Digitalisasi
dokumen sejarah sangat penting. Tidak hanya sekadar orang dewasa ingin
mendekatkan diri kepada generasi milenial, melainkan lebih pada misi mempersiapkan
apa yang diperlukan oleh generasi milineal nanti. Hal yang penting dari itu,
setiap orang bisa mengakses siapapun dia dan dimanapun berada agar penulisan
sejarah mendekati kebenaran. Inilah pentingnya digitalisasi dokumen sejarah.
Tentu saja digitalisasi dokumen sejarah
akan mempercepat proses penulisan sejarah dengan memanfaatkan perkembangan
teknologi informasi. Dokumen sejarah Kota Bogor bahkan tidak kurang dari 3000
dokumen dalam bentuk naskah, lukisan/foto dan peta sejak lama tersimpan dan
siap digitalisasi. Digitalisasi dokumen sejarah tidak hanya penting tetapi juga
dengan sendirinya memperkaya kota.
Indonesia era digital, 2017 (googlrmap) |
Pemerintah Kota Bogor telah memulainya.
Ini harus diapresiasi. Kita selama ini sangat tergantung kepada ahli sejarah
yang dari mereka hanya segelintir yang punya kesempatan ke perpustakaan dan
ruang naskah kuno di Leiden. Namun adakalanya, diantara mereka ahli sejarah ada
yang ‘sedikit nakal’: di satu sisi menggelembungkan sesuatu yang kecil dan di
sisi lain juga mengerdilkan sesuatu yang besar. Ini ironis.
Selama ini kita hanya sangat tergantung dari analisis yang telah dilakukan
oleh seorang mantan Residen J. Daes yang diterbitkan Albrecht tahun 1902 dengan
judul Geschiedenis van Buitenzorg (437 halaman, I-XIX dan lampiran..
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar