*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini
Universitas Airlangga adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ketiga. PTN yang pertama didirikan oleh Pemerintah RI adalah Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta yang diresmikan pada tanggal 18 Desember 1949 dan Universitas Indonesia di Djakarta pada tanggal 2 Februari 1950. Peresmian Universitas Airlangga sendiri dilakukan di Soerabaja oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1954 tepat pada Hari Pahlawan (lihat De nieuwsgier, 12-11-1954).
Universitas Airlangga adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ketiga. PTN yang pertama didirikan oleh Pemerintah RI adalah Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta yang diresmikan pada tanggal 18 Desember 1949 dan Universitas Indonesia di Djakarta pada tanggal 2 Februari 1950. Peresmian Universitas Airlangga sendiri dilakukan di Soerabaja oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1954 tepat pada Hari Pahlawan (lihat De nieuwsgier, 12-11-1954).
De nieuwsgier, 24-12-1954 |
Lantas
bagaimana proses pembentukan universitas di Soerabaja berlangsung dan mengapa
namanya disebut Airlangga? Pertanyaan ini tentu bukan hal yang esensial, tetapi
hal itu menjadi penting karena selama ini tidak pernah diceritakan. Untuk itu,
artikel ini mendeskripsikan bagaimana Universitas Airlangga terbentuk.
Universitas di Sumatra dan Lahirnya Universitas Airlangga
di Soerabaja
Setelah terbentuknya universitas di Djawa
yakni Universitas Gadjah Mada (yang dibentuk oleh RI) dan terbentuknya Universitas
Indonesia (fusi dari Balai Perguruan Tinggi RI dan Universiteit van Indonesie),
muncul gagasan untuk membentuk universitas di Sumatra (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 28-03-1953). Disebutkan pembentukan universitas di Sumatra sehubungan
dengan akan didirikannya fakultas ekonomi di Palembang. Universitas di Sumatra
ini direspon dengan baik dengan menggabungkan fakultas ekonomi di Palembang,
fakultas hukum di Padang dan fakultas kedokteran di Medan.
Di Padang didirikan sekolah tinggi hukum, perguruan
tinggi pertama di Sumatra. (Het nieuwsblad voor Sumatra, 22-08-1951).
Disebutkan dalam pembukaannya dihadiri oleh Prof. Mr. Hazairin Harahap, Ph.D.
Pendiri sekolah hukum ini adalah Mr. Egon Hakim Nasution, sarjana hukum alumni
Universiteit Leiden, anak wali kota Padang, Dr. Abdoel Hakim. Di Medan telah dibentuk
Jajasan Universitas Sumatra Utara (Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-06-1952). Jajasan ini adalah badan
penyelenggara Universitas Sumatra Utara yang memulai aktivitasnya dengan
mendirikan fakultas kedokteran di Medan. Presiden Jajasan adalah Abdoel Hakim
Harahap (gubernur Sumatra Utara). Di Palembang akan dibuka fakultas ekonomi (Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-11-1952).
Disebutkan Presiden Soekarno telah memberikan bantuan sebesar Rp 100.000 untuk
fakultas ekonomi tersebut. Untuk mempercepat proses pendirian fakultas ini
delegasi telah dikirim ke Kementerian Pendidikan (De nieuwsgier, 29-08-1953). Upaya
pembukaan universitas di Sumatra ini masih terus bergulir hingga saat peresmian
fakultas ekonomi di Palembang (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 03-11-1953). Dalam acara peresmian fakultas ekonomi
ini disebutkan yang mengelola adalah Jajasan Perguruan Tinggi Sjakhyakirti. Dalam
peresmian ini juga turut hadir Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Mr
Hadi dan Prof. Dr. Soepomo, Presiden Universitas Indonesia.
Sementara itu, Universitas Indonesia dan
Universitas Gadjah Mada terus melakukan konsolidasi internal. Dalam hal ini
Universitas Indonesia memiliki fakultas di berbagai tempat: di Djakarta,
Bandoeng, Bogor, Soerabaja dan Makassar dan Universitas Gadjah Mada selain di
Djogjakarta juga membuka cabang di Soerabaja dan Semarang.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah di
Universitas Indonesia adalah selain memperkuat fakultas ekonomi yang baru
dibuka di Djakarta juga mengaktifkan kembali fakultas ekonomi di Makassar (karena sebelumnya sempat tidak
aktif karena para dosen dan guru besar pulang/kembali ke Belanda). Juga pemerintah
melakukan upaya di Soerabaja dengan mengangkat Dr. JP Paris untuk merumuskan
fakultas kedokteran di Soerabaja sebagai
bagian dari Universitas Indonesia (De nieuwsgier, 20-02-1953).
Namun dalam perjalanannya Menteri Pendidikan yang
baru, Mohamad Jamin memformulasikan sendiri universitas Sumatra (De nieuwsgier,
19-05-1954). Disebutkan bahwa Menteri Pendidikan Mohamad Jamin mengumumkan akan
melakukan reorganisasi universitas di Indonesia. Menteri Pendidikan menyebutkan
rencananya sekarang adalah untuk memperluas jumlah universitas negeri menjadi
lima buah. Pertama, Universitas Indonesia akan diubah namanya menjadi
Universitas Poernawarman. Universitas Indonesia hanya akan memiliki fakultas di
Djakarta, Bogor dan Bandoeng. Kedua, pemerintah akan membangun Universitas
Adityawarman di Sumatra. Ketiga, tetap mempertahankan Universitas Gadjah Mada
di Djogjakarta. Keempat, Universitas Airlangga akan didirikan di Soerabaja yang
merupakan gabungan dari cabang Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia.
Untuk universitas kelima disebutkan Universitas Hasanoeddin di Sulawesi yang
berlokasi di Makassar.
Lalu kemudian dilakukan penjajakan bahwa menurut Sekjen Kementerian
Pendidikan universitas Sumatra ini akan meliputi fakultas pertanian yang akan
dibangun di Paijakoemboeh dan fakultas pedagogik yang akan dibangun di
Batoesangkar di Midden Sumatra akan dikembangkan dengan fakultas yang ada di
Medan (Nord Sumatra) dan Palembang (Zuid Sumatra) (Algemeen Indisch dagblad: de
Preangerbode, 18-06-1954). Ide ini telah sedikit bergeser dari tiga kota
(Palembang, Padang dan Medan) menjadi
empat kota yakni Medan dan Palembang plus Paijakoemboeh dan Batoesangkar)
dengan melupakan Padang. Tampaknya ide awal (yang telah direspon tiga belah
pihak) seakan masuk angin apakah Noord Sumatra dan Zuid Sumatra kemudian
berpikiran lain atau apakah Noord Sumatra dan Zuid Sumatra memang sengaja diabaikan?.
Sementara reorganisasi pendidikan tinggi di
Kementerian Pendidikan tetap berlangsung, juga terjadi pergantian pimpinan di
Universitas Indonesia. Jabatan Presiden Universitas Indonesia yang telah lama lowong
diangkat Bahder Djohan sebagai Presiden Universitas Indonesia. Presiden
Universitas Indonesia yang baru Prof. Bahder Djohan dilantik oleh Presiden
Soekarno pada tanggal 27 Desember 1954 (Het nieuwsblad voor Sumatra,
28-12-1954). Dalam pelantikan Universitas Indonesia bersamaan dengan pelantikan
Presiden Universitas Airlangga Prof. G. Pringgodigdo.
Pengangkatan Bahder Djohan sebagai Presiden Universitas
Indonesia tampak di luar dugaan. Presiden Universitas Airlangga sendiri yang
baru diangkat Prof. G. Pringgodigdo sudah lama menjabat sebagai guru besar tetap
di Universitas Gadjah Mada. Namun Bahder Djohan baru diangkat sebagai guru
besar luar biasa di fakultas kedokteran Universitas Indonesia bulan Desember
1953. Bukankah di Universitas Indonesia yang memiliki fakultas di Djakarta,
Bandoeng dan Bogor terdapat cukup banyak profesor Indonesia yang kapabel?
Penunjukan Dr. Bahder Djohan dari luar lingkungan kampus menjadi Presiden Universitas
Indonesia terkesan lebih bersifat politis daripada akademik. Dr. Bahder Djohan
terkesan merupakan skenario Menteri Pendidikan Mohanmad Jamin dan Wakil
Presiden Mohamad Hatta (yang pro kerjasama dengan asing). Ini terlihat saat
Prof. Mr. Soepomo, Ph.D sudah tidak menjabat sebagai presiden (sekitar April
1954) dengan pengangkatan presiden universitas yang baru (November 1954) cukup
lama dikosongkan alias digantung. Dengan kata lain hampir delapan bulan
Universitas Indonesia tidak memiliki presiden. Apakah harus cukup waktu bagi
Dr. Bahder Djohan untuk memahami konstelasi di dalam internal Universitas
Indonesia lalu baru kemudian ditunjuk sebagai presiden universitas?. Tampaknya
cukup lama Universitas Indonesia dikorbankan untuk mendapatkan presiden
universitas yang baru.
Setelah Universitas Airlangga terbentuk, nasib
pembentukan universitas di Sumatra
semakin tidak jelas. Yang jelas dalam pembentukan universitas di Sumatra
tidak lagi menyertakan Medan dan Palembang, tetapi hanya membentuk universitas
Sumatra di Midden Sumatra saja yang hanya terdiri dari fakultas pertanian di
Paijakoemboeh dan fakultas pedagogik di Batoesangkar dengan membentuk baru fakultas
kedokteran di Bukittingi plus fakultas hukum yang sudah ada di Padang. Nama
universitas di Midden Sumatra tetap menggunakan nama Adityawarman. Paling tidak
hal ini terindikasi dari pernyataan Presiden Universitas Indonesia, Bahder
Djohan (Het nieuwsblad voor Sumatra, 05-10-1955). Disebutkan oleh Bahder Djohan
bahwa pembentukan universitas Adityawarman di Midden Sumatra dan Hassanoeddin
di Sulawesi hampir selesai.
Penyegeraan pembentukan universitas di Sulawesi karena
pemerintah pusat (dalam hal ini kementerian pendidikan) terus mendapat tekanan
dari Makassar. Pada saat situasi tidak kondusif di Sulawesi, para dosen dan
guru besar Fakultas Ekonomi, Universiteit van Indonesia kembali ke Belanda. Akibatnya,
pada tahun akademik 1950/1951 tidak mungkin lagi bisa dilakukan. Saat inilah
dibentuk Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia di Djakarta. Ketika menyadari
Fakultas Ekonomi di Makassar ditutup (seiring dengan pembukaan Fakultas Ekonomi
di Djakarta) terjadi gelombang protes di Makassar. Tekanan inilah yang kemudian
menjadi gagasan munculnya pembentukan universitas di Makassar.
Pembentukan universitas di Soerabaja pada
dasarnya sangat tiba-tiba dan sangat tergesa-gesa. Gagasannya baru muncul kepermukaan ketika Menteri
Pendidikan Mohamad Jamin mengumumkan akan melakukan
reorganisasi pendidikan tinggi (lihat kembali De
nieuwsgier, 19-05-1954)..Padahal kebutuhan pembentukan universitas di
Sumatra dan di Sulawesi sejatinya lebih mendesak direalisasikan. Hal ini karena
fakultas kedokteran dan institut kedokteran gigi di Soerabaja yang menjadi
bagian dari Universitas Indonesia berjalan normal. Fakultas teknik di Bandoeng
dan Fakultas Pertanian di Bogor yang juga menjadi bagian dari Universitas
Indonesia juga berjalan normal. Dalam lingkup Indonesia, Perguruan Tinggi
Negeri di seluruh Jawa sudah merata. Sementara keinginan berbagai pihak agar perguruan
tinggi negeri di luar Jawa segera dapat terealisasikan.
Preangerbode, 29-10-1954 |
Ketergesa-gesaan penetapan dan peresmian
Universitas Airlangga ini pada tanggal 10 November 1954 telah menimbulkan
masalah. Beberapa hari setelah peresmian Universitas Airlangga, ternyata Prof.
Mr. AG Pringgodigdo masih diklaim Universitas Gadjah Mada sebagai dekan
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Algemeen Indisch dagblad : de
Preangerbode, 15-11-1954). Juga disebutkan, perkuliahan di Fakultas Hukum,
Universitas Airlangga diumumnkan oleh AG Pringgodigdo harus dihentikan
sementara karena masih mengurus pengalihan Fakultas Hukum, Universitas Gadjah
Mada di Soerabaja ke Universitas Airlangga. Tidak hanya itu, AG Pringgodigdo
juga harus mengurus pengalihan perguruan tinggi (hoogeschool) di Malang.
Dalam hal ini, Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta
meradang. Prof. Mr. AG Pringgodigdo selaku dekan Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada tidak hanya ‘dibajak’ tetapi
kampus Universitas Gadjah Mada di Soerabaja juga ‘diserobot’. Boleh jadi kasus
‘pembajakan’ dan ‘penyerobotan’ ini menjadi sebab mengapa mahasiswa Universitas
Sumatra Utara menyindir Presiden Soekarno dan Menteri Pendidikan Mohamad Jamin
ketika datang untuk membuka Kongres Bahasa Indonesi di Medan dengan spanduk
‘Akuilah Universitet Sumatra Utara’. Sebagaimana diketahui Universitas Sumatra
Utara yang berada di bawah Jajasan Universitas Sumatra Utara secara resmi
beberapa tahun sebelumnya diumumkan di bawah akte notaris. Artinya semua
fakultas di bawah Universitas Sumatra Utara bersifat legal dan hanya cukup
membalikkan tangan jika statusnya diubah menjadi universitas negeri dan tidak
akan membawa konsekuensi kepada pihak lain.
Pembentukan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia di
Soerabaja Menjadi Cikal Bakal Universitas Airlangga
Di satu pihak Dr. JP Paris pada dasarnya
ditugaskan untuk memperkuat fakultas kedokteran di Soerabaja sebagai
bagian/cabang dari Universitas Indonesia, tetapi di pihak lain justru muncul
gagasan pembentukan universitas di Soerabaja. Gagasan pembentukan universitas
di Soerabaja datang dari Kementerian Pendidikan dengan alasan untuk melakukan
reorganisasi pendidikan tinggi di Indonesia. Proses reorganisasi pendidikan
tinggi dalam prakteknya terkesan dilakukan tergesa-gesa. Salah satu wujud
reorganisasi pendidikan tinggi yang tergesa-gesa tersebut adalah dalam pembentukan
universitas di Soerabaja yang diberi nama Universitas Airlangga. Didirikannya
Universitas Airlangga yang diresmikan pada tanggal 10 November 1954 ternyata masih
menyisakan persoalan yang kemudian menimbulkan konsekuensi kepada pihak lain
(terutama Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta).
Dalam pembentukan universitas di Soerabaja, Universitas
Airlangga sempat terganggu di Universitas Gadjah Mada di Djogjakarta. Pihak
pimpinan Universitas Gadjah Mada tidak terlalu memusingkan dipisahkannnya
Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada di Soerabaja menjadi bagian dari
Universitas Airlangga, tetapi menjadi masalah ketika dosen dan guru besarnya
juga dialihkan ke Universitas Airlangga. Universitas Gadjah Mada tampak
meradang. Menurut pihak Universitas Gadjah Mada pengangkatan mereka (dosen dan
guru besar) berdasarkan surat keputusan pengangkatan di Universitas Gadjah
Mada.
Universitas Airlangga pada intinya adalah
pemisahan fakultas kedokteran dan institut kedokteran gigi di Soerabaja dari
Universitas Indonesia dengan membentuk Universitas Airlangga. Dalam proses
pembentukan Universitas Airlangga ini, selain fakultas kedokteran, institut
kedokteran gigi sebelumnya telah ditingkatkan statusnya menjadi fakultas. Untuk
memenuhi persyaratan minimum Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada di
Soerabaja harus diakusisi, demikian juga perguruan tinggi (hoogeschool) paedagogische
yang ada di Malang. Satu lagi fakultas yang ditambahkan dalam pembentukan
Universitas Airlangga ini adalah dengan membentuk baru fakultas ekonomi (lihat Algemeen
Indisch dagblad: de Preangerbode, 20-09-1954). Fakultas ekonomi di Universitas
Airlangga penyelenggaraannya dimulai dari tahun akademik yang pertama
(1954/1955). Sementara empat fakultas yang lainnya telah menyelenggarakan
perkuliahan sejak tahun-tahun sebelum pembentukan Universitas Airlangga. Secara
defacto, fakultas tertua di Universitas Airlangga adalah fakultas kedokteran.
Pada tahun 1946 Belanda membentuk universitas darurat
(Nood Universiteit) di Djakarta/Batavia. Lalu pada tahun 1947 Nood Universiteit
diubah namanya menjadi Universiteit van Indonesia. Fakultas Kedokteran yang
akan dibentuk di Soerabaja akan menjadi bagian daru Universiteit van Indonesia
(Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 13-12-1947).
Hal yang sama juga dilakukan dengan membentuk fakultas ekonomi di Makassar. Sementara
itu, di beberapa fakultas yang berada di Universiteit van Indonesia
diselenggarakan kursus singkat untuk memenuhi kebutuhan segera, seperti
pendidikan guru SMA di Bandoeng dan Makassar serta pendidikan kedokteran gigi
di Soerabaja. Pada tahun 1948 institut kedokteran gigi, Tandheelkundig
Instituut van de Universiteit ven Indonesië te Soerabaja telah meluluskan enam
dokter gigi (Nieuwe courant, 03-06-1948). Fakultas Kedokteran dan Institut
Kedokteran Gigi di Soerabaja diselenggarakan di beberapa gedung yang merupakan eks gedung Nedederlandsche
Indie Artsen School (NIAS) Soerabaja. NIAS sendiri dimulai sejak tahun 1913.
Salah satu alumni NIAS adalah Dr. Achmad Nawir tahun 1939. Achmad Nawir adalah
juga pemain sepak bola terkenal di Soerabaja dari klub HBS yang menjadi kapten
tim Indonesia ke Piala Dunia di Prancis tahun 1938. Achmad Nawir berasal dari
Tapanoeli.
Pada tahun 1950 Universitas Indonesia
didirikan. Universitas Indonesia dapat dikatakan sebagai peralihan dari
Universiteit van Indonesia sejak diberlakukan pengakuan kedaulatan Indonesia
oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949. Fakultas Kedokteran dan Institut
Kedokteran Gigi di Soerabaja termasuk yang diadopsi sebagai bagian dari
pendirian Universitas Indonesia. Saat peralihan ini, dosen dan guru besar
(profesor) Belanda banyak yang pulang/kembali ke Belanda. Prof. Mohamad Sjaaf terhitung
4 April menggantikan dekan fakultas kedokteran di Soerabaja Prof. Dr. GM Streef
(lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 04-04-1950). Disebutkan Mohamad Sjaaf
diangkat menjadi profesor di fakultas sejak 1 April 1950. Fakultan kedokteran sendiri
dibuka pada 8 September 1948 di Soerabaja, Untuk memenuhi kebutuhan dosen dan
guru besar pemerintah Indonesia (Menteri Pendidikan) mengangkat sejumlah dosen
dan guru besar yang memiliki keahlian khusus. Salah satu guru besar yang
diangkat adalah Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D (De vrije pers: ochtendbulletin,
06-04-1951). Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D saat itu adalah dokter di klinik Dokter Praktik di Soerabaja
diangkat sebagai guru besar di Departemen Bedah, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia di Soerabaja. Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D, berasal dari
Tapanuli meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran di Universiteit
Amsterdam pada tahun 1930. Dengan kebijakan Indonesiasisi fakultas kedokteran
di Soerabaja dimungkinkan mahasiswa yang dulu kuliah di Solo dan Klaten
melanjutkan. Dalam hal ini juga dimungkinkan mahasiswa yang kuliah di fakultas
kedoktern di Djakarta pindah ke Soerabaja dan demikian sebaliknya.
Hingga tahun 1931 jumlah orang Indonesia yang meraih
gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran (semuanya di universitas-universitas
di negeri Belanda) baru sebanyak orang dan hanya satu orang perempuan, yakni: (1)
Sarwono (1919); (2) Sardjito (1923); (3) Mohamad Sjaaf (1923); (4) JA Latumeten
(1924); (4) R. Soesilo (1925); (5) HJD Apituley (1925); (6) Achmad Mochtar (1927); (7) AB Andu (1928);
(8) T Mansoer (1928); (9) RM Saleh
Mangoendihardjo (1928); (10) MH Soeleiman (1929); (11) M. Antariksa (1930); (12)
Sjoeib Proehoeman (1930); (13) Aminoedin Pohan (1931); (14) Seno
Sastroamidjojo (1930); (15) Ida
Loemongga Nasution (1931). Catatan: Jumlah terbanyak berasal dari (pulau)
Djawa, yang kedua dari Residentie Tapanoeli. Cetak tebal adalah doktor-doktor
asal Afdeeling (kabupaten) Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli. Dr.
Sardjito, Ph.D kini adalah Presiden Universitas Gadjah Mada dan Dr. Mohamad
Sjaaf, Ph.D adalah dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia di
Soerabaja.
Pada saat Indonesiasi fakultas kedokteran di
Soerabaja (1950) perkuliahan yang ada adalah mahasiswa tahun pertama (register
1949/1950) dan mahasiswa tahun kedua (register 1948/1949). Sementara jumlah
mahasiswa register pada saat pembukaan pada tahun akademik 1948/1949 sebanyak
70 mahasiswa, sedangkan pada tahun akademik 1949/1950 sebanyak 182 mahasiswa. Pada
tahun akademik 1950/1951 yang akan dimulai tanggal 23 Agustus 1950 jumlah
mahasiswa telah jauh meningkat (De vrije pers: ochtendbulletin, 05-08-1950).
Disebutlan jumlah mahasiswa tahun pertama sebanyak 90 mahasiswa, tahun kedua
sebanyak 129 mahasiswa; dan tahun ketiga sebanyak 51 mahasiswa (bandingkan
dengan jumlah mereka ini pada tahun awal 1948/1949 sebanyak 70 mahasiswa).
Sementara terjadi proses Indonesiasi terhadap fakultas
kedokteran di Soerabaja, juga terjadi pembentukan fakultas hukum di Soerabaja (Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-10-1950).
Disebutkan fakultas hukum swasta di Soerabaja yang diinisiasi oleh wali kota akan
dibuka pada 1 November 1950. Dalam hal ini disebutkan bahwa dekan fakultas
kedokteran Soerabaja, Prof. Mohamad Sjaaf telah berjanji untuk menyedikan
sebagian dari bangunan fakultas kedokteran di Karangmendjangan untuk fakultas
hukum sambil menunggu akuisisi rumah Gondowardojo atau di tempat Prinses
Marijke.Club. Seperti yang telah direncanakan, setelah persiapan selama satu
bulan (antara panitia yang bekerjasama dengan dewan guru, dosen dan
administrator dari Fakultas Kedokteran) kemudian dilakukan peresmian (pagi ini)
tanggal 4 November 1950 fakultas hukum di Soerabaja (lihat Nieuwe courant, 04-11-1950).
Acara peresmian ini dilakukan di auditorium Fakultas Kedokteran yang dihadiri
berbagai pihak. Dengan demikian di Soerabaja sudah terdapat tiga pendidikan
tinggi yakni kedokteran, kedokteran gigi dan hukum (Nieuwe courant, 18-11-1950).
Peresmian Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia di Soerbaja diresmikan oleh Menteri Pendidikan Bahder Djohan (De
vrije pers: ochtendbulletin, 03-03-1951). Dalam peresmian ini juga turut hadir
Presiden Universitas Indonesia, Dr. Kusumadi. Kampus fakultas Kedokteran berlokasi di
Karangmendjangan.
Peresmian terbilang telat karena mahasiswa sudah ada yang
tahun ketiga. Sebagaimana diketahui fakultas kedokteran di Soerabaja sendiri
didirikan pada tanggal 8 Desember 1947 (memulai persiapan) dan dibuka secara
resmi pada tanggal 8 September 1948 (memulai perkuliahan). Peralihan
Universiteit van Indonesie dari pihak Belanda ke pihak Indonesia (sesuai hasil
perjanjian KMB) dilakukan pada tanggal 2 Februari 1950 dengan nama Universitet
Indonesia (Universitas Indonesia) yang mana termasuk di dalamnya fakultas
kedokteran di Soerabaja. Dekan fakultas kedokteran di Soerabaja Prof. Streef
(Belanda) menyerahkan kepemiimpinan kepada dekan baru Prof. Mohamad Sjaaf
(Indonesia) pada tanggal 4 April 1950.
Sementara Fakultas Kedokteran yang memasuki perkuliahan
tahun ketiga, Institut Kedokteran Gigi Soerabaja yang didirikan pada bulan
Januri 1948 (yang berada di bawah pengawasan Fakultas Kedokteran) sudah
berhasil meluluskan dokter gigi (De vrije pers: ochtendbulletin, 04-09-1951).
Disebutkan lulusan dokter gigi pertama adalah nona Liem Siok Wan. Sedangkan
yang lulus ujian tingkat satu (eerste theoretisch tandheelkundig examen)
terdapat sembilan mahasiswa dan gagal satu mahasiswa; yang lulus ujian tingkat
dua (iweède theoretische tandheelkundig examen) juga sebanyak sembilan
mahasiswa dan gagal dua mahasiswa.
Pada dies natalis yang keempat Fakultas
Kedokteran di Soerabaja dilaporkan bahwa jumlah mahasiswa sebanyak 623
mahasiswa yang mana tahun ini diterima sebanyak 348 mahasiswa yang terdiri dari
183 Indonesia, 163 Tionghoa dan dua mahasiswa Belanda (De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-01-1952). Disebutkan juga jumlah
mahasiswa di institut kedokteran gigi (yang diawasi oleh Fakultas Kedokteran)
terdaftar sebanyak 167 mahasiswa (yang mana diantaranya yang diterima tahun ini
sebanyak 79 mahasiswa). Direktur Institut Kedokteran Gigi di Soerabaja adalah Prof.
dr BJ van Eyk (De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 21-01-1952).
Dalam perkembangannya Fakultas Hukum di Soerabaja yang
didirikan tahun 1950 oleh Jajasan Perguruan Tinggi Soerabaja kemudian
ditransfer ke Universitas Gadjah Mada (De vrije pers : ochtendbulletin, 19-07-1952).
Disebutkan upacara pengalihan fakultas hukum tersebut ke Fakultas Hukum, Sosial
dan Politik, Universitas Gadjah Mada dilakukan di Simpang Societeit. Dalam
upacara pengalihan ini turut hadir Menteri Pendidikan, Bahder Djohan, Presiden
Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Sardjito, Ph.D dan dekan Fakultas Hukum,
Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada Prof. Drs. Mr. Notonegoro, dekan
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia di Soerabaja Prof. Dr. Mohamad
Sjaaf, Ph.D serta Ketua Dewan Kurator Universitas Indonesia Mr. Soewandi dan
Ketua Jajasan Perguruan Tinggi Soerabaja Mr. Sjarif Hidayat serta Prof. AG Pringgodigdo.
Juga hadir Gubernur Oost Java dan Wali Kota Soerabaja dan dari Djogjakarta Paku
Alam. Dalam acara pengalihan ini acara dibuka oleh Prof. Sardjito kemudian
disusul oleh Mr. Sjarif Hidayat. Lalu kemudian pidato singkat Menteri
Pendidikan yang diikuti penyerahan kepada Paku Alama. Selanjutnya Paku Alam
menyerahkan kepada Prof. Sardjito selaku Presiden Universitas Gadjah Mada dan
terakhir diserahkan kepada Prof. Notonegoro. Di dalam upacara penyerahan ini
juga terungkap jumlah mahasiswa sebanyak 1.900 mahasiswa. Dalam kesempatan ini
juga berbicara Prof. Notonegoro (dekan Djogjakarta) dan Prof. AG Pringgodigdo
(dekan Soerabaja?). Juga dalam kesempatan ini ketua dewan kota (gemeenteraad)
Soerabaja, Soeprapto berbicara yang pada pokoknya mengatakan setelah fakultas
kedokteran dan fakultas hukum, akan direncanakan pendirian fakultas ekonomi.
Fakultas Hukum di Soerabaja menjadi cabang Fakultas
Hukum, Sosial dam Politik, Universitas Gadjah Mada di Soerabaja. Hal yang mirip
dengan Fakultas Kedokteran di Soerabaja sebagai cabang dari dari Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia di Soerabaja.
Jumlah mahasiswa di fakultas kedokteran di
Soearbaja pada tahun-tahun selanjutnya semakin bertambah lagi. Pada tahun 1953
sesuai laporan Presiden Universitas Indonesia pada Dies Natalis Universitas
Indonesia 1953 tercatat jumlah mahasiswa di Fakultas Kedokteran di Soerabaja sebanyak
874 mahasiswa dan di Fakultas Kedokteran Gigi di Soerabaja sebanyak 224
mahasiswa.
Pendidikan kedokteran di Soerabaja pada
dasarnya bukanlah hal baru. Jauh sebelum pembentukan fakultas kedokteran di
Soerabaja yang menjadi bagian dari Universiteit van Indonesie, di Soerabaja
sudah pernah eksis sekolah kedokteran umum Nederlandsche Indische Artsen School
(NIAS) dan sekolah kedokteran gigi School Tot Opleiding van Indische Tandartsen
(STOVIT), Sekolah kedokteran umum NIAS didirikan pada tahun 1913 dan sekolah
kedokteran gigi STOVIT didirikan tahun 1928. Oleh karena terjadi pendudukan
Jepang pada tahun 1942, dua lembaga pendidikan kedokteran di Soerabaja ini
ditutup.
Pada tahun 1946 di Djakarta/Batavia dibentuk universitas
darurat (Nood Universiteit). Pembentukan Nood Universiteir ini tidak terkait
dengan keberadaan Universiteit van Nederlandsche Indische yang sempat eksis
hingga tahun 1942. Seperti dikatakan oleh Presiden Nood Universiteit pada tahun
1945, pembentukan universitas darurat ini bukan kelanjutan Universiteit van Nederlandsche
Indische tetapi merupakan satu upaya untuk mengisi kekosongan pendidikan tinggi
di Djakarta/Batavia. Dengan semakin kondusifnya di Djakarta/Batavia, Bandoeng
dan Soerabaja Nood Universiteit dimantapkan dengan mengubah namanya menjadi
Universiteit van Indonesie pada tahun 1947. Fakultas-fakultas Univesiteit van
Indonesie selain yang berada di Djakarta/Batavia (Kedokteran, Hukum, Sastra dan
Pertanian) juga akan dibentuk fakultas-fakultas di Bandoeng (Teknik dan MIPA)
dan Soerabaja (Kedokteran) serta di Makassar (Ekonomi). Pada tahun 1948
fakultas pertanian di Djakarta/Batavia dipindahkan ke Bogor/Buitenzorg. Pada
fase inilah fakultas kedokteran umum dan institut kedokteran gigi di Soerabaja
dibentuk yang kemudan menjadi cikal bakal Universitas Airlangga.
Nederlandsche Indische Artsen School (NIAS)
didirikan di Soerabaja pada dasarnya berbeda dengan sekolah kedokteran STOVIA
di Batavia. Sekolah kedokteran STOVIA selama ini dikhususkan untuk orang-orang
pribumi sejak masa lampau. STOVIA sendiri merupakan peningkatan sekolah
kedokteran Docter Djawa School pada tahun 1902. Sedangkan cikal bakal Docter
Djawa School bermula dari pembentukan sekolah kedokteran di Weltevreden pada
tahun 1851. Sedangkan NIAS pada awalnya didirikan sebagai sekolah kedokteran untuk
semua golongan (Eropa/Belanda, pribumi dan Timur Asing/Tionghoa) tetapi
kemudian hanya untuk mahasiswa pribumi.
Prof. Mohamad Sjaaf, Ph.D |
*Dikompilasi oleh Akhir
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber ang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar