*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Palembang dalam blog ini Klik Disini
Era VOC/Belanda berakhir, era Pemerintahan Hindia Belanda dimulai. Pembentukan Pemerintahan Hindia Belanda di Palembang dimulai pada tahun 1805. Ini sehubungan dengan penempatan T Haarvlegter sebagai Residen di Palembang pada tahun 1805. Pada tahun 1809 pemerintahan di Palembang diperkuat dengan mengangkat J Groenhoff van Woortman sebagai Residen, sementara T Haarvlegter sebagai Tweede Resident yang merangkap sebagai Boekhouder (lihat Almanak 1810).
Era VOC/Belanda berakhir, era Pemerintahan Hindia Belanda dimulai. Pembentukan Pemerintahan Hindia Belanda di Palembang dimulai pada tahun 1805. Ini sehubungan dengan penempatan T Haarvlegter sebagai Residen di Palembang pada tahun 1805. Pada tahun 1809 pemerintahan di Palembang diperkuat dengan mengangkat J Groenhoff van Woortman sebagai Residen, sementara T Haarvlegter sebagai Tweede Resident yang merangkap sebagai Boekhouder (lihat Almanak 1810).
Kota Palembang 1877 |
Namun tidak lama
kemudian pengalihan kekuasaan terjadi dari Belanda ke pihak Inggris (Luit. Gen.
Raffles) tahun 1811. Di Palembang, pada tanggal 17 Mei 1812 dibuat butir-butir
persetujuan (articles of agreement) yang dilakukan oleh Colonel RR Gillespie dan Sultan (Palembang).
Juga pada tanggal 17 Mei tersebut
dibuat undang-undang (acte) yang dilakukan oleh Sultan terhadap penggabungan eilanden
Banka en
Billilon ke dalam Palembang.
Pada masa transisi ini
ketika Colonel RR Gillespie tiba di
Palembang menemukan kejadian yang harus dilaporkannnya kepada Leuitenant
Generaal Raffles. Laporan ini dimuat surat kabar Java government gazette,
13-06-1812.
Inti dari laporan tersebut adalah Pengeran
Ratoe, putra tertua Sultan telah melakukan pembunuhan terhadap Residen. Sultan
tak kuasa untuk menghalangi terjadinya kerjadian tersebut.
Lalu pada tanggal 29
Juni 1813 dibuat kontrak sementara antara Mayor W Robinson dan Residen Banka en
Palembang dengan Sultan Palembang. Setelah ada penambahan artikel, pada tanggal
18 Juli 1813 dibuat perjanjian damai, persahabatan dan hubungan komersial yang
dilakukan oleh Mayor W Robinson dengan Sultan Palembang. Pada bulan Maret
hingga Mei 1814 pemerintah Inggris datang ke Palembang dan Banka. Kedatangan
ini dalam pengenalan pemerintahan yang baru dibentuk.
Almanak 1815 |
Namun tidak lama
kemudian, pada tahun 1816 kekuasaan Inggris dikembalikan kepada Pemerintah
Hindia Belanda. Sehubungan dengan itu personalia Inggris di Palembang en Banca
disusutkan menjadi hanya terdiri dari empat orang: Residen tetap dijabat oleh
Court dan dibantu oleh Fort Adjutan Lieutenant Swanston plus dua Assisten
Surgeon Mr. Wolley di Banca dan Mr. Samson di Palembang (lihat Almanak 1816). Berdasarkan
berita yang dikirim dari Batavia pada bulan Februari, pengakuisisan kembali oleh
Belanda ini, disebutkan tidak hanya pulau Jawa, juga Palembang, Macassar,
Bandjermasing dan pulau Banca yang terkenal dengan timahnya ('s Gravenhaagsche
courant, 04-07-1817).
Meski telah terjadi peralihan
kekuasaan antara Inggris dan Belanda, tetapi secara de facto hanya terjadi di Jawa. Di Sumatra kekuasaan Inggris di Bengkoelen masih ada dan masih
memiliki pengaruh yang kuat di wilayah-wilayah lain seperti Sumatra’s Westkust
dan Tapanoeli.
Sehubungan dengan
peralihan kekuasaan tersebut, Pemerintah Hindia Belanda di Batavia mulai
melakukan correspondentie ke Palembang yang dilakukan oleh Commissaris voor
Palembang en Banka, HW
Muntingbe dan Captain F Salmond
pada tahun 1818. Namun kehadiran Belanda mengalami resistensi dan terjadi
perlawanan. Penduduk memaksa Commisaris, Mr. Muntinghe untuk menarik diri dari Palembang
(lihat Opregte Haarlemsche Courant, 14-12-1819). Perlawanan penduduk Palembang
menjadi perang terbuka dengan Belanda. Ekspedisi berangkat dari Batavia pada
bulan Agustus 1919 yang dipimpin oleh Wolterbeek untuk melumpuhkan Sultan Machmud Badrudin (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 06-01-1820). Pasukan
Belanda dipimpin oleh Kolonel Bisschoff (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 04-04-1820).
Penaklukan Palembang tidak mudah. Pada bulan April kembali dikirim ekspedisi ke
Palembang untuk menundukkan Sultan (Groninger courant, 18-08-1820).
Kraton. Masjid, Loge dan Kamp Cina, 1821 |
Pemerintah Hindia
Belanda baru berhasil memulihkan situasi tahun 1821. Deskripsi perang ini dapat
dibaca secara lengkap pada Opregte
Haarlemsche Courant, 10-11-1821. Pasukan baru kembali ke Batavia tanggal 27
Juli (Middelburgsche courant, 17-11-1821). Selain Maj. Gen. De Kock dan
Wolterbeek, pahlawan Belanda dalam Perang Palembang ini adalah komisaris
Palembang dan Banka JI van Sevenhoven. Komisaris JI van Sevenhoven berakhir
tugasnya di Palembang pada bulan Oktober tahun 1823 setelah sebelumnya
melakukan perjanjian dengan Sultan dan Soesoehoenan (lihat 's Gravenhaagsche courant,
21-06-1824). Pemerintah telah menunjuk (calon)Residen Palembang.
Komisaris biasanya adalah wakil dari
pemerintah pusat yang memimpin ekspedisi dan sekaligus menyiapkan pembentukan
pemerintahan di wilayah baru. Sementara Residentie Palembang en Banka telah
dipisahkan menjadi dua Residentie. Setelah dilakukan traktat London 1824 (tukar
guling antara Bengkulu, Inggris dengan Malaka, Belanda baru mulai efektif
berjalan. Sejauh ini tiga residentie yang sudah terbentuk adalah Palembang,
Banka dan Sumatra’s Westkust.
Pemerintahan mulai
dibentuk pada tahun 1825 berdasarkan Beslit No.32 tanggal 16 Agustus 1825. Sebagai Residentie pertama di Palembang dijabat oleh
JC Reynar yang mana sebagai Rijksbestierder adalah Pangeran Krama Djaja. JC
Reynar dibantu oleh dua asisten residen, seorang sekretaris, seorang kommisie
pertama yang merangkap boekhouder, seorang kommisie, seorang pejabat pelabuhan,
seorang pakhuismeester, dan dua orang pejabat yang diperbantukan kepada JC
Reynar (lihat Almanak 1827). Sementara di Residentie Banka belum ada Residen
tetapi sudah ditempatkan seorang sekretaris. Disamping pejabat-pejabat tersebut
juga ditambahkan pegawai negeri sipil di Palembang Bezel MD dan di Banka CL
Meinden.
JI van Sevenhoven kemudian
dipindahkan ke Djocjocarta sebagai Residen (lihat Almanak 1827).
Pemindahan JI van Sevenhoven ke
Djocjocarta untuk mengantikan posisi HG Nahujs. Hal ini sehubungan dengan
semakin meningkatnya esklasi politik di Djocjocarta yang mana Luitenant Colonel
HG Nahuijs difungsikan sebagai bagian dari tim negosiasi dalam Perang Jawa
(yang berkobar sejak 1825).
Dalam menata pusat
pemerintahan (hoofdplaats) Pemerintah Hindia Belanda mengikuti situasi dan
kondisi yang ada. Kantor Residen seperti ditempat lain akan menjadi pusat kota baru.
Dalam penataan kota, Pemerintah Hindia Belanda memisahkan area orang
Eropa.Belanda dengan area penduduk pribumi dan area orang-orang Tionghoa dan
golongan komunitas lainnya.
Struktur pemerintah kemudian
berubah. Pemimpin lokal dalam struktur pemerintahan baru tidak disertakan lagi.
Tidak diketahui sejak kapan Pangeran Krama Djaja tidak dilibatkan. Sebaliknya pada
saat Residen Palembang dijabat JW Boers pemimpin komunitas Arab dan komunitas
Tionghoa disertakan. Kepala (hoofd) Arab dijabat oleh Pangeran Sjarif Ali bin
Aboe Bakar bin Saleh, sedangkan Kapitein Cina adalah Tjoa Killing (lihat
Almanak 1836). Jumlah orang Eropa/Belanda sebanyak 12 orang di Palembang dan di
Banca sebanyak 20 orang; di Bengkoelen sebanyak 51 orang.
Sejak era VOC/Belanda 1780 pos
perdagangan Belanda teridentifikasi di sisi selatan sungai Musi sementara
kraton di sisi utara sungai. Dalam perkembangannya area orang Tionghoa berada
di sebelah barat area Eropa.Belanda ke arah hulu sungai. Area orang Belanda
cenderung memilih lokasi di sisi jalan keluar (escape area) atau di arah hilir
sungai. Penempatan area orang Eropa/Belanda di Palembang mirip dengan yang
terjadi dengan di Semarang.
Kota Palembang mulai
tumbuh dan berkembang seiring dengan semakin membaiknya keamanan di Palembang
dan sekitar (Pelembang Benelanden). Namun Palembang belum sepenuhnya aman,
Perlawanan penduduk yang dipimpin pemimpin lokal di hulu sungai Moesi
(Palembang Bovenlanden) Radja Tiang Alam menjadi batu sandungan bagi otoritas
Belanda di Palembang. Hulu sungai Moesi adalah sumber ekonomi terpenting yang
mengalir ke pusat perdagangan di Palembang.
Leydse courant, 02-07-1856 |
Pada saat perlawanan
Radja Tiang Alam ini, Pemerintah Hindia Belanda mulai membentuk wilayah di luar
kota Palembang. Pada tahun1852 Residentie Palembang dibagi ke dalam empat
afdeeling. Afdeeling pertama terdiri dari (a) Kota Pelembang; (b) Hiran en
Banjoeasing, (c) Komering Ilir. (d) Ogan Ilir, (e) Moesi Ilir, (f) Lematang
Ilir; Afdeeling kedua (Afdeeling Tebing Tinggi) terdiri dari Tebing Tinggi,
Ampat Lawang. Lematang Oeloe, Moesi Oeloe dan Kikim ditambah dua landschap
Redjang dan Pasoemah; Afdeeling ketiga (Afdeeling Ogan Oeloe, Koemering Oeloe
en Enim) terdiri dari Ogan Oeloe, Komering Oeloe dan Enim ditambah tiga landschap
Semendo, Kisam dan Makakan; Afdeeling keempat adalah wilayah aliran sungai
Rawas.
Algemeen Handelsblad, 17-03-1853 |
Sebelumnya, Sultan Palembang Machmoed Badaroedin dilaporkan telah meninggal di Ternate (lihat Algemeen Handelsblad, 17-03-1853). Disebutkan Sultan Palembang dalam usian tinggi 89 tahun meninggal pada tanggal 26 November (1852) di Ternate dan dikuburkan di hari esoknya.
Setelah diasingkannya Radja
Tiang Alam, situasi dan kondisi keamanan di Residentie Palembang mulai dapat
dipulihkan. Pertumbuhan dan perkembangan kota Palembang mulai kondusif. Pemerintah
kemudian memperluas pemerintahan dengan memasukkan wilayah baru yang meliputi
wilayah Kerajaan Djambi yang berkedudukan di pelabuhan Moeara Kompeh (pada
tahun 1858 telah dilakukan kontrak).
Pada tahun 1867
Residentie Palembang terdiri dari lima afdeeling. Jumlah penduduk pribumi pada
tahun 1867 adalah sebanyak 530.107 jiwa
(sudah termasuk 111.000 di Pasemah dan Djambi. Residen Palembang yang diangkat
pada tahun 1867 adalah JAW van Ophuijsen. Jumlah orang Eropa/Belanda sendiri
sebanyak 153 orang (Tionghoa 3.090 orang dan Arab 1.911orang).
Orang-orang Eropa/Belanda biasanya berdiam di ibukota-ibukota. Ibukota Residentie di Palembang tempat dimana berkedudukan Residen. Dua asisten residen berkedudukan di Tebing Tinggi (Afdeeling Tebing Tinggi) dan Lahat (Afdeeling Lematang Oeloe en Ilir). Controelur berkedudukan di Moeara Bliti; Talang Padang; Kapahiang; Moeara Doea; Batoe Radja; Moera Enim; Moeara Roepit; Sekajoe; Tandjong Radja; Kartamoelia; Sirapoeloe Padang; dan Pangkalan Balei. Controleur adalah kepala pemerintahan sipil terendah. Di wilayah Djambi belum terdapat pemerintah sipil, masih semi militer yang dipimpin oleh seorang Kapiten dan di Moera Kompeh seorang Luitenant.
Residentie Palembang pada
tahun 1870 afdeeling baru yang meliputi wilayah Djambi telah dipisahkan tetapi
di Residentie Palembang juga terjadi pemekaran sehingga keseluruhan menjadi sembilan
afdeeling: (1) Hoofdplaats Pelembang; (2) Tebing Tinggi; (3) Lematang Oeloe; (4)
Komerng Oeloe; (5) Rawas; (6) Moesi Ilir; (7) Ogan Ilir en Blidah; (8) Komering
Ilir; (9) Haran en Banjoeasin. Tiga afdeeling dibagi ke dalam beberapa
onderfadeeling. Afdeeling Tebing Tinggi sendiri terdiri dari empat
onderfadeeling: Moesi Oeloe; Kikim; Ampat Lawang; dan Redjang en Lebong. Pada
tahun 1870 secara keseluruhan di Residentie Palembang terdapat sebanyak 181
orang Eropa; China 2.413 orang; Arab 1.882 orang; penduduk pribumi 451.539
orang. Pada tahun 1870 residen masih dijabat oleh JAW van Ophuijsen.
Situasi pada tahun 1870 ini sudah
jauh berubah jika dibandingkan situasi pada dua dasawarsa sebelumnya pada tahun
1847. Jumlah orang Eropa/Belanda di Palembang tahun 1847 sebanyak 24 orang
(bandingkan dengan tahun 1836 baru sebanyak 12 orang). Yang menjabat sebagai
residen pada tahun 1847 adalah AHW Baron de Kock. Pada pemerintahan ini kembali
Pangeran Krama Djaja disertakan lagi. Selain pemimpin Arab dan Cina ditambah
beberapa pemimpin lokal (pangeran dan demang) sebagai Kepala polisi, Asistendan
Penghoeloe.
Pada tahun 1863 jumlah orang
Eropa/Belanda di Palembang telah meningkat lagi menjadi 53 orang. Pada saat ini
Residen dijabat oleh PL van Bloemen Waanders. Para pemimpin lokal ditambah
seperti fungsi djaksa. Demikian juga pemimpin Arab ditambah menjadi dua dan
pemimpin Cina menjadi tiga orang dengan kepala sebagai Kapitein.
Berdasarkan Peta 1877
posisi Kantor Residen berada di dekat Kraton. Tidak diketahui secara jelas
sejak kapan tempat Pemerintahan Hindia Belanda di Palembang dipindahkan dari
sisi selatan sungai (benteng) ke sisi utara sungai dekat kraton. Diduga itu
dimulai setelah 1821 (setelah Sultan Palembang ditangkap dan diasingkan ke
Ternate). Berakhir sudah perlawanan pahlawan Palembang dan berakhir pula kesultanan
Palembang. Kraton kemudian dilengkapi dengan tembok benteng dan bastion. Selain,
kraton dan kantor Residen, bangunan besar lainnya di sekitar adalah pasar, masjid
dan gereja Eropa. Tempat tiinggal pangeran berada di sisi timur pasar. Kantor
Residen ini kini menjadi lokasi Monumen Ampera dan pasar pada masa kini lebih
dikenal sebagai Pasar 16 Ilir dan masjid sebagai Masjid Agung.
Kota Palembang (Peta 1877) |
Sejak hadirnya
Pemerintahan Hindia Belanda, pertumbuhan dan perkembangan Kota Palembang
berlangsung bersamaan dengan perkembangan (perubahan) yang terjadi di wilayah
di sekitar. Kota Palembang sebagai pusat perdagangan utama sangat tergantung
dengan keberadaan wilayah-wilayah sekitar yang dihubungkan oleh sungai (Moesi,
Ogan dan Kemering). Wilayah-wilayah sekitar menjadi sumber arus komoditi dan
Kota Palembang juga menjadi pusat distribusi barang-baranng industri yang
didatangkan dari tempat lain. Dalam perdagangan ini peran orang Tionghoa dan
Arab sangat menonjol. Mereka ini juga termasuk pemilik kapal-kapal dagang.
Urbanisasi di Kota Palembang menjadi
faktor penting Kota Palembang tumbuh dan berkembang. Pemukiman penduduk semakin
bertambah dari waktu ke waktu. Apakah karena orang-orang Tionghoa dan
orang-orang Arab yang terus bertambah. Mereka memilih bermukim di dekat kota.
Sementara orang-orang pribumi yang bermigrasi dari berbagai tempat di
wilayah-wilayah hulu sungai memilih bermukim di penggir kota membentuk
perkampungan-perkampungan yang baru. Sedangkan orang-orang Eropa berada di
tengah kota dekat dengan benteng yang berdampingan dengan tempat tinggal para
pengeran dan para kerabat kesultanan. Orang-orang Tionghoa sejak era
VOC/Belanda berada di sisi (seberang) selatan sungai, sedangkan orang-orang
Arab lebih memilih bertempat tinggal dengan lingkungan tempat tinggal
kesultanan (di seputar masjid).
Peta 1908 |
Peta 1917 |
Pemerintah (residen) pada tahun 1895 mulai membuat rencana tata kota, yakni perencanaan tata kota dengan meningkatkan mutu jalan dan jembatan di sekitar area rumah Residen dan pasar (lihat Peta 1895). Namun demikian hingga tahun 1908 tidak banyak yang berubah dalam hal tata kota. Hanya terlihat pelabuhan telah dipindahkan ke arah hilir (lihat Peta 1917). Pada tahun 1925 pemerintah kembali menata kota yakni menata area di sekitar pelabuhan yang baru (lihat Peta 1925).
Rencana tata kota di area Eropa, pribumi dan Arab (1895) |
Rencana tata kota di area pelbuhan dan kampong pribumi (1925) |
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar