*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini
Pertumbuhan dan perkembangan surat kabar tempo dulu merupakan gambaran pertumbuhan dan perkembangan kota-kota di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Sebelum muncul surat kabar di Djokdjakarta (baca: Yogyakarta), surat kabar sudah berkembang di Batavia, Soerabaja, Semarang dan Padang. Di kota-kota tersebut surat kabar yang muncul pertama kali adalah surat kabar berbahasa Belanda. Demikian juga halnya di Djokdjakarta. Surat kabar pertama di Djokdjakarta adalah surat kabar berbahasa Belanda yang diberi nama Mataram, terbit perdana tanggal 15 Januari 1877.
Pertumbuhan dan perkembangan surat kabar tempo dulu merupakan gambaran pertumbuhan dan perkembangan kota-kota di Hindia Belanda (baca: Indonesia). Sebelum muncul surat kabar di Djokdjakarta (baca: Yogyakarta), surat kabar sudah berkembang di Batavia, Soerabaja, Semarang dan Padang. Di kota-kota tersebut surat kabar yang muncul pertama kali adalah surat kabar berbahasa Belanda. Demikian juga halnya di Djokdjakarta. Surat kabar pertama di Djokdjakarta adalah surat kabar berbahasa Belanda yang diberi nama Mataram, terbit perdana tanggal 15 Januari 1877.
Java-bode, 27-03-1879 |
Lantas bagaimana
perkembangan surat kabar selanjutnya di Jogjakarta? Setelah surat kabar
berbahasa Belanda (Mataram), menyusul kemudian surat kabar berbahasa Jawa dan
surat kabar berbahasa Melayu. Namun surat kabar berbahasa Jawa dan surat kabar
berbahasa Melayu tidak mudah untuk bertahan. Hanya surat kabar berbahasa
Belanda, Mataram yang mampu eksis untuk waktu yang lama. Baru setelah era
kemerdekaan Indonesia muncul surat kabar berbahasa Melayu yang tangguh yaitu
Kedaoelatan Rakjat yang terbit perdana 27 September 1945. Surat kabar ini mampu
eksis hingga ini hari.
Surat kabar Mataram, 1877
Kabar berita akan
terbitnya surat kabar di Djokdjakarta sudah diketahui umum ketika surat kabar
Mataram akan terbit pada tangga 16 Januari 1877 sebagaimana diberitakan surat
kabar di Semarang (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 08-01-1877). Surat kabar berbahasa Belanda, Mataram
benar-benar terbit sesuai yang dijanjikan tepat pada tanggal 15 Januari 1877
(lihat Bataviaasch handelsblad, 20-01-1877).
Disebutkan dalam editorial surat
kabar (blad) Mataram surat kabar yang baru terbit akan mengunjungi pelanggan
dua kali dalam sepekan. Surat kabar ini di bawah pimpinan editor Mr. W Halkena.
Penerbitan ini dilakukan sehubungan bahwa akhir-akhir ini semakin meningkatnya
jumlah orang-orang Eropa/Belanda di wilayah pedalaman di Vorstenlanden (baca:
Soeracarta dan Jogjacarta). Editor menyebutkan bahwa surat kabar ingin membuka semua
kolom tanpa perbedaan apa pun untuk membahas semua hal kepentingan umum dan semua yang
promosinya bermanfaat, perlu dan perlu. Surat kabar akan menahan diri untuk
tidak membahas hal-hal yang bersifat pribadi. Surat kabar lebih ditujukan untuk
membuat publik dan secara umum untuk mendukung semua pihak berwenang dan seluruh
warga dimana pun mereka bisa, mungkin atau harus, sama seperti mereka akan
mengungkapkan pendapat mereka tanpa disembunyikan.
Surat kabar pertama di Djokdjakarta
telah terbit dan era baru di wilayah Mataram dimulai, suatu era dimana Djokdjakarta
dan wilayah sekitar mendapat porsi pemberitaan yang cukup, yang selama ini
hanya berita kecil pada surat kabar yang terbit di Semarang, Soerabaja dan
Batavia. Surat kabar Mataram akan mendampingi pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi, sosial dan budaya di seputar Mataram khususnya di kota Djokdjakarta.
Wilayan Mataram di eranya adalah
wilayah maju tempo doeloe, tetapi kota Djokdjakarta adalah sebuah kota kecil di
era modern, suatu kota yang masih bayi tetapi dengan pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat. Era perang telah lama berlalu (1825-1830), perkembangan
moda transportasi khususnya kereta api telah membuka isolasi kota Djokdjakarta.
Para pejabat pemerintrah semakin banyak yang ditempatkan di Djokdjakarta, demikian
juga para investor dan para pelancong terus berdatangan. Ini bermula ketika
tahun 1865 tempat penginapan pertama dibuka di Djokdjakarta yang disebut
Logement Malioboro. Lalu kemudian menyusul dibuka logement.hotel Mataram pada
tahun 1869. Pada tahun-tahun 1870an akses kereta api dioperasikan jalur
Semarang ke Djokdjakarta via Soeracarta. Ekonomi wilayah Mataram yang berpusat
di Djokdjakarta semakin berkembang. Itulah sebab mengapa muncul surat kabar di Djokdjakarta,
suatu era baru dalam dunia jurnalistik dan era baru Djokdjakarta untuk
mempromosikan wilayah Mataram ke dunia luar, khususnya di Semarang, Soerabaja
dan Batavia, serta negeri Belanda. .
Bersamaan dengan
terbitnya surat kabar berbahasa Belanda, Mataram di Djokdjakarta, surat kabar
berbahasa Melayu terbit di Padang yang diberi nama Bentara Melajoe dengan
editor Arnold Snackey (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 26-01-1877). Surat kabar berbahasa Melayu di Padang akan
mendampingi surat kabar berbahasa Belanda Sumatra courant yang terbit pada
tahun 1859. Oplah surat kabar ini masih terbatas di pantai barat Sumatra
termasuk Tapanoeli.
Sumatra-courant: nieuws-
en advertentieblad, 26-12-1862: ‘Empat tahun lalu oleh asisten residen Godon
sekembalinya ke Belanda, salah satu dari Sumatra, seorang pemuda Mandailing,
Tapanoeli, Soetan Iskander, juga dibawa. Hal ini di Belanda dilatih pendidikan
guru dan baru saja kembali sebagai orang bijak dan beradab di kampong
halamannya. Guru sekolah, sebuah bukti baru dari pengembangan orang pribumi bahkan
dari daerah paling beradab. Iskander sekarang berdiri sebagai kepala sekolah di
Mandailing dan dewan akan berada disana
agar mampu, sebab pendidikan di atas cara dimaksud yang tentunya adalah
mengharapkan hasil yang terbaik’.
Soetan Iskander dengan nama lain Willem Iskander adalah pribumi pertama studi ke Belanda, berangkat tahun 1857 dan selesai studi tahun 1861. Pada tahun 1862 Willem Iskander membuka sekolah guru (kweekschool) di Tanobato, Afdeeling Mandailing en Ankola. Sekolah guru ini menjadi sekolah guru yang ketiga di Hindia Belanda. Sekolah guru pertama didirikan tahun 1851 di Soeracarta dan yang kedua di Fort de Kock tahun 1856. Sekolah guru Tanobato asuhan Willem Iskander berbeda dengan dua sekolah guru sebelumnya. Sekolah guru Tanobato juga mengajarkan ilmu fisika dan matematika. Bahasa pengantar juga unik, menggunakan tiga bahasa: Belanda, Melayu dan Batak. Willem Iskander, dalam kekerabatan (stambuk) adalah kakek buyut Prof. Andi Hakim Nasution, rektor IPB 1978-1987.
Setelah dua tahun
terbitnya surat kabar Mataram di Djokdjakarta, Mr. H Buning, penerbit surat
kabar berbahasa Belanda diberitakan kembali menerbitkan surat kabar baru, bukan
berbahasa Melayu tetapi surat kabar berbahasa Jawa (lihat Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-03-1879).
Pada bulan Mei 1879 sekolah guru
(kweekschool) dibuka di Padang Sidempoean. Sekolah guru ini menggantikan
sekolah guru Tanobato. Seperti sekolah guru di Tanobato, sekolah guru di Padang
Sidempoean juga menggunakan tiga bahasa pengantar: Belanda, Melayu dan Batak.
Salah satu guru terkenal di Kweekschool Padang Sidempoean adalah Charles Adrian
van Ophuijsen.
Surat kabar Darmowarsito boleh jadi
merupakan surat kabar berbahasa Jawa yang pertama. Di kota-kota lain, sejauh
yang dapat ditelusuri semuanya surat kabar berbahasa Melayu atau campuran
dengan bahasa Belanda dan Tionghoa. Surat kabar berbahasa Melayu pertama terbit
tahun 1856 di Surabaya yakni Soerat Kabar Bahasa Melaijoe yang diterbitkan oleh
E. Fuhri & Co. Lalu pada tahun 1858 di Batavia terbit Soerat Chabar Batawie
yang diterbitkan oleh Lange en Co. Surat kabar ketiga berbahasa Melayu terbit
tahun 1860 di Batavia bernama Selompret Malajoe (lihat Java bode, 28-12-1859), Sejak
itu surat kabar berbahasa Melayu terus bertambah dan berkembang.
Surat kabar berbahasa
Jawa Darmowarsito di Djokdjakarta tidak berumur panjang. Surat kabar De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-06-1880 memberitakan
bahwa surat kabar (mingguan) Darmowarsito dihentikan. Tidak diketahui sabab
musabab mengapa dihentikan, padahal baru berumur satu tahun. Besar dugaan bahwa
pemberhentian surat kabar Darmowarsito kurang mendapat dukungan finansial dari
iklan.
Surat kabar berbahasa Melayu sedikit
lebih lama bertahan. Hanya saja, surat kabar berbahasa Melayu seperti di
Batavia, Soerabaja, Semarang dan Padang segera muncul penggantinya. Pada
tahun-tahun terakhir ini bahkan di Batavia terdapat lima buah surat kabar
berbahasa Melayu, yakni Bintang Barat, Betawi, Pembrita Betawi, Hindia Olanda
dan Chabar Barang Dagang.
Setelah sekian lama,
baru muncul kembali surat kabar berbahasa Jawa yang diberi nama Retno Doemilah.
Kali ini tidak di Djokdjakarta, tetapi di Soerakarta. Surat kabar ini segera
akan terbit (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 11-05-1895).
Disebutkan surat kabar ini menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Melayu di bawah
editor Mr TH Winter, seorang ahli bahasa dan jurnalistik. Di Soerakarta sendiri
disebutkan sudah memiliki dua buah surat kabar pribumi, Bromartani dan Djawa Koedo.
Namun tidak disebutkan apakah menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Melayu.
Pada tahun 1895 di kota Padang kembali
terbit surat kabar berbahasa Melayu yang diberi nama Pertja Barat yang
diterbitkan oleh Paul Buiner & Co. Pada tahun 1897 surat kabar Pertja Barat
diketahui editornya bernama Dja Endar Moeda (lihat Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 04-12-1897). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah
seorang pensiunan guru yang setelah pulang dari Mekkah hijrah ke Padang dan
membuka sekolah swasta pada tahun 1895, Dja Endar Moeda adalah alumni sekolah
guru (kweekschool) Padang Sidempoean tahun 1884. Sejauh yang dapat ditelusuri,
Dja Endar Moeda adalah orang pribumi pertama yang menjadi editor surat kabar.
Dalam perkembangannya,
surat kabar Retno Doemilah diketahui terbit di Djocjakarta (lihat De
Preanger-bode, 12-08-1898). Besar dugaan bahwa surat kabar Retno Doemilah telah
pindah dari Soerakarta ke Djocjakarta. Ini berarti kota Djocjakarta kembali
memiliki surat kabar berbahasa Jawa setelah sejak diberhentikannya surat kabar Darmowarsito
tahun 1880. Surat kabar berbahasa Jawa juga dikombinasikan dengan bahasa
Melayu. Hal ini boleh jadi pengaruh bahasa Melayu di Djocjakarta semakin kuat.
Pengaruh bahasa Melayu di Djocjakarta
semakin kuat sehubungan dengan semakin banyaknya orang-orang Tionghoa dan
orang-orang Arab dari pantai utara Jawa khususnya dari Semarang memasuki
wilayah Vorstenlanden untuk berdagang, lebih-lebih setelah dioperasikannya
kereta api awal tahun 1870an. Sementara itu, orang-orang Eropa/Belanda juga
mengadopsi bahasa Melayu sebagai bahasa kedua. .
Pada tahun 1900
diberitakan bahwa surat kabar dwibahasa Jawa Melayu, Retno Doemilah akan
beralih kepemilikan ke Firma Buning (lihat De locomotief: Samarangsch handels-
en advertentie-blad, 14-12-1900). Disebutkan yang akan menjadi editor yang akan
dimulai tanggal 1 Januari 1901 adalah dokter Djawa, [Wahidin] Soediro Hoesodo. Sebagaimana
diketahui seperti disebut di atas Firma Buning dimiliki oleh H Buning yang
menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda, Mataran yang juga pada waktu
sebelumnya juga menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa, Darmowarsito.
Langkah yang dilakukan oleh Dr. Wahidin
Soediro Hoesodo dalam hal ini telah mengikuti langkah yang dilakukan oleh Dja
Endar Moeda empat tahun sebelumnya di Padang. Pada tahun 1900, Dja Endar Moeda
diketahui telah mengakuisisi surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat beserta
percetakannya. Ibarat poepatah first in first out, Dja Endar Moeda adalah
editor pribumi pertama dan Dja Endar Moeda juga menjadi pemilik surat kabar dan
pemilik percetakan dari kalangan pribumi. Dja Endar Moeda tidak hanya memiliki
surat kabar Pertja Barat tetapi juga telah mendirikan dua surat kabar baru
berbahasa Melayu yaitu Tapian Na Oelie (harian) dan Insulinde (bulanan) (lihat De
locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 02-05-1901).
Pada tahun 1902 di Medan
muncul surat kabar berbahasa Melayu yang diberi nama Pertja Timor. Surat kabar
ini diterbitkan oleh percetakan yang menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda,
Sumatra post. Yang menjadi editor surat kabar Pertja Timor di Medan ini adalah
Hasan Nasution gelar Mangaradja Salamboewe. Ini berarti bertambah lagi editor
surat kabar yang berasal dari kalangan pribumi. Mangaradja Salamboewe adalah
alumni Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1892 (adik kelas Dja Endar Moeda).
Pada tahun 1903 di Batavia
diberitakan surat kabar berbahasa Melayu, Pewarta Betawi mengangkat seorang
pribumi menjadi editor. Surat kabar Pewarta Betawi telah beralih milik kepada
WJ Wijbram (mantan editor Sumatra post). Editor pribumi yang diangkat tersebut
adalah Tirto Adhi Soerjo. Jumlah editor pribumi bertambah satu lagi.
Boedi Oetomo
Tunggu deskripsi
lengkapnya
Kedaulatan Rakjat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar