Sabtu, 20 April 2019

Sejarah Kota Padang (58): Perguruan Tinggi Islam Pertama di Indonesia Didirikan di Kota Padang, 1940; Dimulai 15 Mahasiswa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini  

Sekolah Tinggi Islam (STI) pertama di Indonesia bukan di Batavia, juga tidak di Jogjakarta, tetapi di Padang. Sekolah Tinggi Islam (Islamietische Hooge School) di Padang didirikan tahun 1940. Anggapan selama ini Sekolah Tinggi Islam (STI) yang didirikan di Djakarta tahun 1945 merupakan yang pertama di Indonesia jelas keliru.

De Sumatra post, 13-12-1940
STI di Djakarta didirikan tahun 1945, tetapi kemudian dipindahkan ke Jogjakarta lalu berkembang menjadi Universitas Islam Indonesia. Perpindahan ini dilakukan sehubungan dengan pemindahan ibukota RI dari Djakarta ke Jojkakarta. Universitas Islam Indonesia (UII) di Jogjakarta sendiri dibentuk tahun 1947. UII tidak hanya fakultas agama Islam juga memiliki fakultas lain seperti fakultas ilmu sosial dan fakultas ekonomi. Fakultas Ilmu Agama Islam di UII ini kemudian dipisahkan dan dibentuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) menjadi cikal bakal dibentuknya Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Pada masa ini IAIN dikembangkan kembali menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).

Lantas bagaimana asal-usul pembentukan Sekolah Tinggi Islam di Padang? Pertanyaan ini tentu masih menarik. Pertanyaan ini akan dikaitkan dengan keberadaan sekolah menengah Islam di era kolonial Belanda dan perkembangan perguruan tinggi Islam sesudahnya. Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Perguruan Tinggi Islam (Islamietische Hooge School) di Padang, 1940

Gagasan pembentukan Perguruan Tinggi Islam (Islamietische Hooge School) sudah muncul pada sebuah konferensi (kongres) tahun 1940 di Jogjakarta (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 11-05-1938). Perguruan tinggi yang akan dididirikan di Solo menampung para lulusan AMS. Disebutkan seorang terkemuka di Solo telah menjanjikan sumbangan setidaknya NLG 10.000 untuk perguruan tinggi yang akan didirikan di Solo. Gagasan ini mengemuka kembali pada tahun 1940 ketika diadakan pertemuan publik di Solo (lihat Algemeen Handelsblad, 11-03-1940). Disebutkan dalam pertemuan publik partai Islam ini, Dr. Satiman menyatakan bahwa menurut anggota Volksraad Wiwoho, pemerintah bersedia berkontribusi pada biaya pembelian gedung. Sunan bersedia menyediakan salah satu gedung pemerintah sambil menunggu tersedianya bangunan yang pasti. Dimana perguruan tinggi ini didirikan belum bisa diputuskan apakah di Solo atau Salatiga. Juga disebutkan pemerintah siap untuk mendatangkan profesor yang dikaitkan dengan perguruan tinggi yang ada Batavia. Dr. Poerbatjaraka dikatakan telah setuju untuk menyerahkan perpustakaan pribadinya ke perguruan tinggi baru.

Di Hindia Belanda (baca: Indonesia) perguruan tinggi (Hoogeschool) baru terdapat di beberapa kota seperti di Batavia (Recht Hoogeschool, Geneeskundige Hoogeschhool), di Bandoeng (Technische Hoogeschool) dan di Buitenzorg (Nederlandsch Indie Veeartsen School).

Namun gagasan tetaplah gagasan. Keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Islam (Pesantrèn Loehoer) di Solo tidak pernah terwujud. Sebaliknya di Padang Persatoean Goeroe-Goeroe Agama Islam, setelah berhasil mendirikan sekolah menengah Islam (Islamietische Middlebare Scholen) kembali berinisiatif untuk mendirikan perguruan tinggi Islam ((Islamietische Hooge School). Inisiatif ini segera terlaksana (lihat De Sumatra post, 13-12-1940). Inisiatif ini didasarkan fakta bahwa Hindia Belanda (baca: Indonesia) memiliki populasi Islam sebanyak 50 juta jiwa dan bagi siswa yang ingin melanjutkan studi Islam harus ke luar negeri. Disebutkan pada tahun pertama ini jumlah mahasiswa terdaftar sebanyak 15 orang.

Komite terdiri dari Roesad Datoek Perpatih Baringek (sekretaris Minangkabauraad), Abdoel Moeloek (kepala sekolah HIS), Mahmoed Joenoes (mantan Normaal Islam School), Aboe Bakaar Djaar (advocaat), Sjech Ibrahim Moesa (guru agama), Mochtar Jahja (mantan direktur Islamic College) dan Husein Jahja (direktur Normaal Islam School). Komite ini diketuai oleh Abdoel Madjid Sidi Soetan. Untuk staf dosen antara lain Mahmoed Joenoes, Sjech Ibrahim Moesa, Salih Djafaar dan SM Latief.

Apa yang menyebabkan rencana pendirian perguruan tinggi Islam di Solo tidak terwujud tidak diketahui secara jelas. Apa yang menyebabkan inisiatif pendirian perguruan tinggi Islam di Padang segera terwujud? Boleh jadi inisiatif di Padang muncul karena melihat rencana di Solo tidak jalan. Inisiatif di Padang ini boleh jadi karena sudah ada sekolah-sekolah Islam di  West Sumatra seperti Normaal Islam School (sekolah guru agama Islam); Islamic College dan sebagainya. Namun tidak itu saja. Sekolah-sekolah agama di Sumatra, khususnya di West Sumatra diketahui sudah sejak lama terhubung dengan alumni-alumni Al-Azhar di Cairo, Mesir.

Bataviaasch nieuwsblad, 21-12-1925
Abdul Azis Nasution gelar Soetan Kenaikan mendirikan sekolah pertanian swasta di Loeboeksikaping, Pasaman. Sekolah pertanian ini kurikulumnya mengintegrasikan pendidikan pertanian, pendidikan agama dan praktek dengan sistem asrama. Orang Belanda menyebutnya sebagai Mohammedaansch Lyceum. Guru-guru pertanian direkrut dari Sekolah Pertanian Bogor sedangkan guru-guru agama dari  Universitas Al Azhar di Kairo (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-12-1925). Disebutkan jumlah keseluruhan siswa ada sebanyak 55 siswa, yang berasal dari Bengkulu, Palembang, Aceh, Lampoengsche serta dari afdeeling-afdeeling Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Weskust) dan Pantai Timur Sumatra (Sumatra’s Ooskut). Disebutkan kurikulum tidak berbeda dengan kurukulum Normaalschool. Beberapa pelajaran seperti botani, zoologi, fisika, geografi, aritmatika, bahasa Melayu, sejarah umum Hindia, geometri dan menggambar, diluar kimia, pengetahuan tentang penyakit tanaman, pengetahuan tentang penyakit peternakan dan ternak, geologi, ekonomi, survei, pertolongan kesehatan, pertanian teoritis dan praktis, dengan budidaya tertentu seperti kopi, karet, kelapa, kakao, padi, kentang,  vanili, jagong, dll. Untuk kelas pertama diajarkan bahasa Arab dan sebagai dasar untuk pengetahuan Islam. Dalam pendidikan agama kelas dua pendidikan agama sudah advance. Juga kurikulum mencakup bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Catatan: Abdul Azis Nasution gelar Soetan Kenaikan adalah alumni Lanbouw Middlebare School di Buitenzorg tahun 1914. Pernah menjadi kepala sekolah pertanian, setelah pensiun mendirikan sekolah pertanian Mohammedaansch Lyceum di Lubuk Sikaping, Pasaman.

Universitas Islam Indonesia di Jogjakarta, 1948

Pada saat pendudukan Jepang tidak terdeteksi adanya perguruan tinggi Islam. Boleh jadi Perguruan Tinggi Islam di Padang telah ditutup. Demikian juga pasca proklamsi Kemerdekaan Indonesia tidak terdeteksi perguruan tinggi Islam. Baru pada tahun 1948 diberitakan bahwa Universitas Islam Indonesia telah dibuka (lihat De Heerenveensche koerier: onafhankelijk dagblad voor Midden-Zuid-Oost-Friesland en Noord-Overijssel, 19-05-1948). Disebutkan bahwa hari Senin sore (17 Mei 1948) Universitas Islam Indonesia secara resmi dibuka di Djokjakarta (pembukaan versi website UII sendiri tanggal 5 Juni 1948).

Disebutkan lebih lanjut menurut Farid Ma’roef, ketua universitas UII adalah kelanjutan dari bekas Perguruan Tinggi Islam (Islamitische hoogeschool) di Batavia yang didirikan oleh beberapa pemimpin Islam, termasuk Mohamad Hatta. Saat ini UII hanya empat fakultas, yaitu teologi (agama), hukum, ekonomi dan pedagogi dengan 170 mahsiswa dan 30 orang dosen yang dipimpin oleh H Abdoelkahar Muzakkir.

Berita ini mengindikasikan bahwa sebelum dibentuk universitas Islam di Jogjakarta sudah berdiri perguruan tinggi Islam di Djakarta. Sebagaimana diketahui selain pemerintah RI juga para pemimpin Islam di Djakarta turut pindah ke Jogjakarta sehubungan dengan tidak kondusifnya Djakarta sebagai ibukota RI. Ini terjadi pada awal tahun 1946. Di Djakarta pasukan militer Belanda/NICA semakin menguat dan perlawanan tentara rakyat semakin gencar.

Sementara itu dengan dipindahkannya ibukota RI ke Jogjakarta, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia menginstruksikan pembentukan sebuah universitas di Jogjakarta. Universitas yang dibentuk baru ini disebut   Universitas Gadjah Mada dan diresmikan pada tanggal 3 Maret 1946. Beberapa waktu kemudian dari partai Islam menyusul melakukan pembentukan universitas Islam yang disebut Universitas Islam Indonesia sebagaimana disebut di atas yang dibuka pada bulan Mei 1948.

Dalam perkembangannya Universitas Islam Indonesia di Jogjakarta melakukan merger dengan Perguruan Tinggi Islam Indonesia di Solo pada bulan Maret 1951 (lihat De nieuwsgier, 06-03-1951). Disebut bahwa kemarin (Senin 5 Mei) di Solo dilakukan merger secara resmi yang dihadiri Menteri Pendidikan Bahder Djohan, Menteri Agama Wahid Hasjim dan Menteri Kehakiman Wongsonegoro. Juga disebutkan pada waktu yang sama fakultas hukum dibuka.

Pada tahun 1951 baru ada dua universitas negeri yakni Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta dan Universitas Indonesia di Djakarta. Universitas Indonesia memiliki sejumlah fakultas yang berada di berbagai kota, selain di Djakarta juga terdapat di Bandoeng, Bogor, Soerabaja dan Makassar. Universitas Gadjah Mada juga memiliki cabang fakultas hukum di Soerabaja. Sedangkan Universitas Islam Indonesia baru memiliki cabang di Solo.

Demikianlah sejarah awal perguruan tinggi Islam di Indonesia dan sejarah awal Universitas Islam Indonesia. Wassalam


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar