*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini
Sekolah Tinggi Islam (STI) pertama di Indonesia bukan di Batavia, juga tidak di Jogjakarta, tetapi di Padang. Sekolah Tinggi Islam (Islamietische Hooge School) di Padang didirikan tahun 1940. Anggapan selama ini Sekolah Tinggi Islam (STI) yang didirikan di Djakarta tahun 1945 merupakan yang pertama di Indonesia jelas keliru.
Sekolah Tinggi Islam (STI) pertama di Indonesia bukan di Batavia, juga tidak di Jogjakarta, tetapi di Padang. Sekolah Tinggi Islam (Islamietische Hooge School) di Padang didirikan tahun 1940. Anggapan selama ini Sekolah Tinggi Islam (STI) yang didirikan di Djakarta tahun 1945 merupakan yang pertama di Indonesia jelas keliru.
De Sumatra post, 13-12-1940 |
Lantas bagaimana
asal-usul pembentukan Sekolah Tinggi Islam di Padang? Pertanyaan ini tentu
masih menarik. Pertanyaan ini akan dikaitkan dengan keberadaan sekolah menengah
Islam di era kolonial Belanda dan perkembangan perguruan tinggi Islam
sesudahnya. Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Perguruan Tinggi Islam (Islamietische Hooge School) di
Padang, 1940
Gagasan
pembentukan Perguruan Tinggi Islam (Islamietische Hooge School) sudah muncul pada
sebuah konferensi (kongres) tahun 1940 di Jogjakarta (Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 11-05-1938). Perguruan tinggi yang akan dididirikan di
Solo menampung para lulusan AMS. Disebutkan seorang terkemuka di Solo telah
menjanjikan sumbangan setidaknya NLG 10.000 untuk perguruan tinggi yang akan
didirikan di Solo. Gagasan ini mengemuka kembali pada tahun 1940 ketika
diadakan pertemuan publik di Solo (lihat Algemeen Handelsblad, 11-03-1940). Disebutkan
dalam pertemuan publik partai Islam ini, Dr. Satiman menyatakan bahwa menurut
anggota Volksraad Wiwoho, pemerintah bersedia berkontribusi pada biaya
pembelian gedung. Sunan bersedia menyediakan salah satu gedung pemerintah
sambil menunggu tersedianya bangunan yang pasti. Dimana perguruan tinggi ini didirikan
belum bisa diputuskan apakah di Solo atau Salatiga. Juga disebutkan pemerintah
siap untuk mendatangkan profesor yang dikaitkan dengan perguruan tinggi yang
ada Batavia. Dr. Poerbatjaraka dikatakan telah setuju untuk menyerahkan
perpustakaan pribadinya ke perguruan tinggi baru.
Di Hindia Belanda (baca:
Indonesia) perguruan tinggi (Hoogeschool) baru terdapat di beberapa kota
seperti di Batavia (Recht Hoogeschool, Geneeskundige Hoogeschhool), di Bandoeng (Technische Hoogeschool) dan di
Buitenzorg (Nederlandsch Indie Veeartsen School).
Namun
gagasan tetaplah gagasan. Keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Islam (Pesantrèn
Loehoer) di Solo tidak pernah terwujud. Sebaliknya di Padang Persatoean Goeroe-Goeroe
Agama Islam, setelah berhasil mendirikan sekolah menengah Islam (Islamietische
Middlebare Scholen) kembali berinisiatif untuk mendirikan perguruan tinggi
Islam ((Islamietische Hooge School). Inisiatif ini segera terlaksana (lihat De
Sumatra post, 13-12-1940). Inisiatif ini didasarkan fakta bahwa Hindia Belanda
(baca: Indonesia) memiliki populasi Islam sebanyak 50 juta jiwa dan bagi siswa
yang ingin melanjutkan studi Islam harus ke luar negeri. Disebutkan pada tahun
pertama ini jumlah mahasiswa terdaftar sebanyak 15 orang.
Komite terdiri dari Roesad Datoek
Perpatih Baringek (sekretaris Minangkabauraad), Abdoel Moeloek (kepala sekolah
HIS), Mahmoed Joenoes (mantan Normaal Islam School), Aboe Bakaar Djaar
(advocaat), Sjech Ibrahim Moesa (guru agama), Mochtar Jahja (mantan direktur
Islamic College) dan Husein Jahja (direktur Normaal Islam School). Komite ini
diketuai oleh Abdoel Madjid Sidi Soetan. Untuk staf dosen antara lain Mahmoed
Joenoes, Sjech Ibrahim Moesa, Salih Djafaar dan SM Latief.
Apa yang
menyebabkan rencana pendirian perguruan tinggi Islam di Solo tidak terwujud
tidak diketahui secara jelas. Apa yang menyebabkan inisiatif pendirian
perguruan tinggi Islam di Padang segera terwujud? Boleh jadi inisiatif di
Padang muncul karena melihat rencana di Solo tidak jalan. Inisiatif di Padang
ini boleh jadi karena sudah ada sekolah-sekolah Islam di West Sumatra seperti Normaal Islam School (sekolah
guru agama Islam); Islamic College dan sebagainya. Namun tidak itu saja. Sekolah-sekolah
agama di Sumatra, khususnya di West Sumatra diketahui sudah sejak lama
terhubung dengan alumni-alumni Al-Azhar di Cairo, Mesir.
Bataviaasch nieuwsblad, 21-12-1925 |
Universitas Islam Indonesia di Jogjakarta, 1948
Pada saat
pendudukan Jepang tidak terdeteksi adanya perguruan tinggi Islam. Boleh jadi
Perguruan Tinggi Islam di Padang telah ditutup. Demikian juga pasca proklamsi
Kemerdekaan Indonesia tidak terdeteksi perguruan tinggi Islam. Baru pada tahun
1948 diberitakan bahwa Universitas Islam Indonesia telah dibuka (lihat De
Heerenveensche koerier: onafhankelijk dagblad voor Midden-Zuid-Oost-Friesland en
Noord-Overijssel, 19-05-1948). Disebutkan bahwa hari Senin sore (17 Mei 1948)
Universitas Islam Indonesia secara resmi dibuka di Djokjakarta (pembukaan versi
website UII sendiri tanggal 5 Juni 1948).
Disebutkan lebih lanjut menurut Farid Ma’roef, ketua universitas UII
adalah kelanjutan dari bekas Perguruan Tinggi Islam (Islamitische hoogeschool)
di Batavia yang didirikan oleh beberapa pemimpin Islam, termasuk Mohamad Hatta.
Saat ini UII hanya empat fakultas, yaitu teologi (agama), hukum, ekonomi dan
pedagogi dengan 170 mahsiswa dan 30 orang dosen yang dipimpin oleh H
Abdoelkahar Muzakkir.
Berita ini mengindikasikan bahwa sebelum dibentuk
universitas Islam di Jogjakarta sudah berdiri perguruan tinggi Islam di
Djakarta. Sebagaimana diketahui selain pemerintah RI juga para pemimpin Islam
di Djakarta turut pindah ke Jogjakarta sehubungan dengan tidak kondusifnya
Djakarta sebagai ibukota RI. Ini terjadi pada awal tahun 1946. Di Djakarta
pasukan militer Belanda/NICA semakin menguat dan perlawanan tentara rakyat
semakin gencar.
Sementara itu dengan dipindahkannya ibukota RI ke Jogjakarta, Pemerintah
melalui Menteri Pendidikan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia
menginstruksikan pembentukan sebuah universitas di Jogjakarta. Universitas yang
dibentuk baru ini disebut Universitas Gadjah Mada dan diresmikan pada
tanggal 3 Maret 1946. Beberapa waktu kemudian dari partai Islam menyusul
melakukan pembentukan universitas Islam yang disebut Universitas Islam Indonesia
sebagaimana disebut di atas yang dibuka pada bulan Mei 1948.
Dalam perkembangannya Universitas Islam Indonesia di
Jogjakarta melakukan merger dengan Perguruan Tinggi Islam Indonesia di Solo
pada bulan Maret 1951 (lihat De nieuwsgier, 06-03-1951). Disebut bahwa kemarin
(Senin 5 Mei) di Solo dilakukan merger secara resmi yang dihadiri Menteri
Pendidikan Bahder Djohan, Menteri Agama Wahid Hasjim dan Menteri Kehakiman
Wongsonegoro. Juga disebutkan pada waktu yang sama fakultas hukum dibuka.
Pada tahun 1951 baru ada dua universitas negeri yakni Universitas Gadjah
Mada di Jogjakarta dan Universitas Indonesia di Djakarta. Universitas Indonesia
memiliki sejumlah fakultas yang berada di berbagai kota, selain di Djakarta
juga terdapat di Bandoeng, Bogor, Soerabaja dan Makassar. Universitas Gadjah
Mada juga memiliki cabang fakultas hukum di Soerabaja. Sedangkan Universitas
Islam Indonesia baru memiliki cabang di Solo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar