Rabu, 24 April 2019

Sejarah Menjadi Indonesia (22): Sejarah BRI Sebenarnya? Sieburgh, Wirja Atmadja dan Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada masa ini selalu dihubungkan dengan nama sebuah bank perkreditan di Purwokerto yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895. Dalam website BRI disebutkan di Purwokerto oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja didirikan De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. Apa, iya? Tanggal pendirian ini kini dikenal sebagai hari kelahiran BRI. Bagaimana bisa?  

Volksbank di Bengkulu, 1920
Bank BRI pada masa ini adalah bank pemerintah, bank yang sangat besar. Dua bank lagi yang menjadi milik pemerintah adalah Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Indonesia (BI). Dua bank ini juga dicatat dengan sejarah yang penting. Namun bagaimana sejarah awal tiga bank ini dicatat tidak persis apa yang ditulis sekarang dengan fakta yang sebenarnya di masa lampau. Tiga sejarah bank ini telah ‘masuk angin’.  

Lantas bagaimana sejarah awal BRI? Itu satu hal. Hal yang ingin kita periksa lebih dahulu adalah sejarah awal pendirian Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank yang kemudian dikembangkan dan namanya menjadi Poerwokertosche Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank. Pendirian bank tabungan dan perkreditan ini juga adalanya dikaitkan dengan usal usul koperasi di Indonesia. Untuk melihat itu kembali mari kita telusuri berita-berita dan artikel terkait pada surat kabar yang terbit di seputar tahun 1895 dan tahun-tahun sesudahnya hingga tahun 1946.

E. Sieburgh dan Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank

Bank Spaarbank voor Inlanders (bank tabungan untuk penduduk pribumi) telah beberapa tahun didirikan di Modjowarno, Modjokerto dan baru-baru ini menyajikan laporan keuangannya (lihat  De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 25-06-1895). Disebutkan dalam lima tahun terakhir menunjukkan kinerja yang baik, investasi telah meningkat menjadi f27.626 tahun 1894 jika dibandingkan dengan tahun 1893 sebesar f23.649. Jumlah kredit yang disalurkan juga menjadi meningkat dan tingkat pengembalian yang sangat baik dalam empat tahun terakhir.

Juga disebutkan bahwa dewan bank tabungan untuk pribumi itu saat ini terdiri dari direktur R. Kruyt dan komisaris LA Arends (Asisten Residen di Djombang), Kromodjo Adinegoro (Bupati Modjokerto en Djombang) dan GA Steendam (Controleur di Djombang). Dalam berita ini juga disebutkan, sebuah bank tabungan untuk penduduk pribumi telah didirikan di Kendalpajak yang mana sebagai direktur adalah J. Kreemer. Karena itu sekarang lebih mudah bagi para penabung di Malang untuk menginvestasikan dana mereka di bank tabungan di Kendalpajak.

Selain bank tabungan tersebut di atas yang kelahirannya kami sambut dengan gembira, sebagian sebagai efek samping dari upaya kami, bank tabungan untuk penduduk pribumi juga telah didirikan di Menado sesuai dengan bank tabungan Modjowarnosche. Tampaknya bagi kami bahwa penciptaan bank tabungan lokal akan mempromosikan tabungan di kalangan penduduk pribumi.

Spaarbank voor Inlanders didirikan tahun 1888 di Modjowarno, Afdeeling Djombang Residentie Soerabaja oleh guru misionaris A. Kruijt (lihat Soerabaijasch handelsblad, 06-12-1897). Juga disebutkan lembaga serupa ini yang tertua didirikan di Semarang pada tahun 1853. Setelah itu didirikan Batavia tahun 1857, di Soerabaja tahun 1859, pada tahun 1875 di Makassar dan tahun 1879 di Padang.

Pada akhir tahun 1895 di Poerwokerto telah terkumpul dana sebanyak f8.000 yang kemudian dibentuk bank tabungan untuk pribumi (Spaar- en Hulpbank) yang digagas oleh Asisten Residen E. Sieburgh (lihat Algemeen Handelsblad, 03-05-1896). Disebutkan dasar pembentukan bank ini karena banyak pemimpin pribumi mengalami kesulitan dalam masalah uang. Selama bertahun-tahun mereka melayani tanpa upah ... secara bertahap jatuh ke tangan riba..integritas mereka mengalami kerusakan hebat.

Algemeen Handelsblad, 03-05-1896
Disebutkan Asisten Residen E. Sieburgh mengambil langkah-langkah untuk mengatasi situasi.. Untuk tujuan ini, upaya yang harus dilakukan pertama-tama adalah untuk menebus utang para pemimpin yang disebutkan di atas dari tangan rentenir.. Untuk mencapai tujuan ini, E. Sieburgh berhasil mengumpulkan dana sebesar f8.000, yang dikelola di bawah pengawasannya oleh komite yang dipercaya dari pemimpin pribumi. Fakta bahwa dengan tindakan itu kini banyak pejabat lokal dibebaskan dari beban utag yang telah membuatnya tertekan selama bertahun-tahun. Bank yang dikelola oleh dewan direktur sepenuhnya pribumi dengan tiga komisaris Eropa yang dengan demikian akan memberikan kontribusi yang kuat untuk meningkatkan tingkat kinerja pejabat pribumi. Kami sangat berharap contoh yang diberikan di Poerwokerto dapat ditiru.

Bank tabungan di Poerwokerto bukanlah yang pertama. Bank sejenis sudah lama ada di Mojokerto. Saat pendirian bank tabungan untuk pribumi ini di Poerwokerto juga sudah terlebih dulu ada di Malang dan Manado. Keberadaan bank di berbagai tempat itu sudah diberitakan di surat kabar. Asisten Residen E. Sieburgh dalam hal ini melihat persoalan riba di wilayahnya yang hanya dimungkinkan mengatasinya dengan membentuk bank untuk pribumi dengan bunga yang lebih rendah. E. Sieburgh tampaknya berhasil. Nama lembaga keuangan dengan nama yang sama Hulp-en Spaarbank sudah lama beroperasi di Apeldoom, Belanda. Bank bantuan dan tabungan di Apeldoom ini diduga menjadi rujukan bank di Poerwokerto karena namanya persis sama.

Tilburgsche courant, 26-07-1914
Eugenius Sieburgh menjabat sebagai Asisten Residen Poerwokerto di Resindentie Banjoemas pada tahun 1892 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie. 25-06-1892). Disebutkan E. Sieburg adalah pejabat non-job (ambtenaar op non-activiteit) yang sebelumnya adalah Asisten Residen di Koetoardjo, Residentie Begelen. Pada tahun 1893 sebagai Asisten Residen Poerwokerto mendapat kenaikan tractement f50 sehingga besarnya menjadi f700 per bulan (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-07-1893). E. Sieburgh cukup dekat dengan penduduk. Paling tidak ini tergambar setiap hari raya Idulfitri selalu datang ke rumah Bupati (Raden Mas Toemenggoeng Tjokrokoesoemo) dan memberikan pidato sambutan perayaan (lihat antara lain De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 01-04-1895). Selama jabatannya E. Sieburgh pernah cuti selama tujuh hari ke Tegal di Residentie Tegal (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-06-1895). Setelah dua tahun di Poerwokerto, masa jabatan E. Sieburgh akan berakhir pada bulan Februari 1896 (Bataviaasch nieuwsblad, 03-12-1895). E. Sieburgh akan mengajukan cuti dua tahun ke Eropa (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 06-12-1895). E. Siburgh adalah orang baik dan jujur. E. Sieburgh paling tidak hingga bulan April masih di Poerwokerto. Ini terlihat dari sebuah iklan yang dipasangnya agar semua pihak yang mengklaim diharapkan untuk mengirim faktur sebelum tanggal 1 Mei (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 07-04-1896). E. Sieburgh tampaknya ingin memastikan berangkat dari Poerwokerto secara baik dan jujur tanpa meninggalkan utang apapun yang menyulitkan pihak lain.

Pada tahun 1897 Hulp-en Spaarbank di Poerwokerto dikembangkan menjadi bank bantuan tabungan dan kredit pertanian Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank, Namun bank ini tidak lagi hanya untuk penduduk pribumi tetapi juga orang Eropa. Pada tanggal 11 Agustus 1897 di Buitenzorg stuta bank disetujui (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1897). Pengembangan bank ini dilakukan oleh Asisten Residen Poerwokerto Wolff van Westerrode.

Asisten Residen WPD de Wolff van Westerrode adalah pengganti E. Sieburgh.  WPD de Wolff van Westerrode diangkat menjadi Asisten Residen di Poerwokerto (lihat Algemeen Handelsblad, 30-04-1896). Disebutkan jabatan van Westerrode sebelumnya adalah sekretaris Residentie Pekalongan.

Dengan keluarnya statuta bank di Poerwokerto ini kebaradaannya mulai banyak diberitakan dan mendapat ulasan di surat kabar. Pembentukan bank ini dihubungkan dengan pendiri E. Sieburgh. Untuk meluruskan pemberitaan yang sedikit simpang siur, Asisten Residen van Westerrode perlu menjelaskan yang dimuat pada surat pembaca Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-08-1897. Wolff van Westerrode mengakui pernghargaan bukan ditujukan kepada dirinya tetapi kepada E. Sieburgh.

Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 23-08-1897
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-08-1897: ‘Poerwokerto, 20 Agustus 1897. Kepada editor. Editor yang terhormat! Setelah membaca edisi surat kabar Anda pada tanggal 18  tentang pendirian ‘Poewokertosche Hulp-, Spaar- en Landbouweredietbank’, saya menganggap tugas saya untuk memberi tahu Anda bahwa pujian bukan karena saya, tetapi pendahulu saya, E. Sieburgh, yang mendirikan Hulp-en Spaarbank di sini, khususnya untuk penduduk asli. Lembaga ini, yang sampai sekarang hanya bekerja sebagai bank pembantu untuk pegawai negeri sipil pribumi telah ditata ulang oleh pemerintah saat ini dan telah dibentuk untuk mendorong penghematan sumber daya keuangan untuk menyediakan kredit pertanian murah yang diakui sebagai badan hukum dengan nama baru tersebut di atas. Demikian penjelasan ini untuk diketahui. Terima kasih atas minat Anda semua yang terhormat. Tertanda. De Wolff van Westerrode, Asisten Residen’.

Bank Poerwokerto ini berjalan dengan baik. Pemimpin bank ini sendiri adalah WPD De Woiff Van Westerrode sebagai Presiden Dewan Bank. Pada tahun 1899 diberitakan laporan tahun 1898 sebagai laporan kedua bank (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-07-1899).

De locomotief, 26-07-1899
Pada tahun 1900 kembali diumumkan ke publik laporan tahun ketiga (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad,27-08-1900). Disebutkan kredit pertanian untuk penduduk pribumi benar-benar menarik semua orang saat ini dan kami senang untuk mencatat bahwa Poerwokertosehe Bank telah menunjukkan kinierja yang baik seperti pada tahun pelaporan sebelumnya.

Dalam perkembangannya sehubungan dengan dinamika yang terjadi bahwa salah satu aturan dari bank ini adalah bahwa penduduk pribumi tidak boleh mengalihkan hak penggunaannya kepada bukan penduduk pribumi (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 01-09-1900). Bank Poerwokerto terus menjadi pembicaraan, Nama E. Sieburgh yang kini sudah berdomisili di Den Haag terus mendapat pujian.

Soerabaijasch handelsblad, 18-10-1900: ‘Pendiri  pendahulu, E. Sieburgh, Hulp en Spaarbank untuk penduduk lokal. Lembaga yang selama ini hanya berfungsi sebagai bank pelengkap bagi pegawai negeri sipil pedalaman telah diorganisasikan oleh pemerintahan untuk mendorong tabungan untuk penyediaan kredit pertanian murah, dan sekarang diakui sebagai badan hukum dengan nama baru yang disebutkan di atas. Dari sini tampaknya bukan Wolft tetapi E. Sieburgh adalah pendiri bank itu di Poerwokerto, kini Wolff memperluas fondasinya dan selanjutnya membawanya ke kemakmuran besar, E. Sieburgh adalah pendiri. Jika pemerintah ingin mempromosikan pendirian bank-bank semacam itu di Hindia dan bahkan ingin melihat sebagian uang dari bank tabungan pos yang digunakan untuk itu, saya pikir wajar saja jika namanya E. Sieburgh dipuji, karena ia akan selalu tetap menjadi pendiri bank pertama bantuan dan tabungan, yang belakangan, semua akan memiliki keberanian untuk mempromosikan kesejahteraan penduduk pribumi di wilayah Hindia’.

Dengan semakin meningkatnya kinerja bank ini, beberapa aturan yang selama ini telah diperbaiki (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 28-02-1901). Bank Poerwokerto ini secara tak langsung telah menjadi model pengembangan keuangan bagi pribumi di Hindia. Namun sejauh mana bank Poerwokerto ini ditiru dan dipraktekkan di tempat lain sulit menemukan informasinya. Bagaimana asal-usul pembentukan bank di Poerwokerto ini atas inisiatif E. Sieburgh diuraikan oleh Dr. Groneman yang kini berdomisili di Jogjakarta. Dr. Groneman pernah tinggal bertugas di Poerwokerto semasa Asisten Residen E. Sieburg. Dari uraian yang ditulis Dr. Groneman yang dimuat pada Soerabaijasch handelsblad, 16-04-1901 terkesan Dr. Groneman sangat paham betul.

Dr. I. Groneman menyebutkan bahwa Hulp-en Spaarbank murni inisiatif E. Sieburgh. Seperti disebutkan, Dr. Groneman mampu memperlihatkan salinan surat akte pendirian bank yang digagas oleh E. Sieburgh....Lebih lanjut disebutkannya bahwa bank di Poerwokerto itu ditandatangani pada hari Senin tanggal 16 Desember 1895 dibawah seorang notaris bertindak untuk Eugenius Sieburgh dan para saksi. Ada empat orang yang dinyatakan di dalam akte pendirian yakni Raden Wirja Atmadja, patih dari kabupaten Poerwokerto, Raden Atma Sapradja, subkolega dari Afdeeling Poerwokerto, Raden Atma Soebrata, Wedana distrik Poerwokerto dan raden Djaja Soemitra, asisten kelas satu dari sub-distrik Karang Kerairi, Distrik dan Afdeeling Poerwokerto, yang semuanya tinggal di Afdeeling Poerwokerto, telah membentuk sebuah badan hukum yang disebut Poerwokertosche Hulp en Spaarbank pada tanggal yang dinyatakan dan telah dibentuk yang mana sebagai direktur badan itu, yang pertama disebut sebagai Presiden, yang kedua disebut sebagai Sekretaris-Bendahara, yang ketiga dan keempat disebut sebagai Komisaris. Tujuan badan itu tidak untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tetapi untuk dapat memberikan bantuan kepada siapa saja yang berada dalam keadaan malu untuk sementara waktu dan untuk mencegah agar tidak jatuh ke tangan para rentenir yang mengenakan suku bunga berlebihan...Jogjakarta, 19 Februari. 1901. Dr. I. Groneman’.

Dari penjelasan Dr. I. Groneman ini jelas bahwa pendirian bank di Poerwokerto digagas oleh E. Sieburgh. Dalam hal ini E. Sieburgh mempelopori pendirian bank oleh pribumi untuk pribumi (Dari Sieburgh, Oleh Pribumi, Untuk Pribumi). Untuk merealisasikan gagasannya, E. Sieburgh mengandalkan empat bawahannya yang dapat dipercaya baik untuk penggalangan dana, penyaluran kredit dan pengumpulan cicilan para nasabah yakni Raden Wirja Atmadja dan tiga koleganya. E. Sieburgh mengharapkan agar pengurus bank tersebut berperilaku seperti dirinya untuk tujuan menyelamatkan para pegawainya dan penduduk yang membutuhkan agar tidak terjerat oleh para rentenir.

Dr. I. Groneman adalah dokter yang sudah cukup lama bergaul dengan pribumi. Dr. I. Groneman memiliki sifat yang sama dengan E. Sieburgh, cukup simpati dengan kesulitan penduduk dan ingin memandirikannya dan bahkan berani pasang badan untuk melindungi. Groneman kali pertama menjadi dolter pemerintah di Preanger. Lalu kemudian Gronaman ditempatkan di Poerwokerto. Setelah mengundrukan diri sebagai dokter pemerintah menetap di Jogjakarta. Dr. I. Groneman yang memiliki hobbi melukis diketahui menjadi dokter pribadi Soeltan Jogjakarta. Seperti dikatakan Dr. I. Groneman penduduk terjerat utang tidak hanya oleh orang Tionghoa dan Arab juga orang-orang Belanda. Dr. I. Groneman dan E. Sieburgh adalah segelintir orang Belanda yang memiliki hati nurani (humanis). Juga seperti dikatakan Groneman bahwa E. Sieburgh pantas menerima pujian. Groneman juga mengapresiasi Asiste Residen De Wolff ban Westerrode yang tetap meneruskan gagasan E. Sieburgh.

Lalu bagaimana dengan Wirja Atmadja dan tiga koleganya? Juga harus diberi pujian karena telah segenap hati telah turut aktif untuk menyelamatkan para teman-temannya dan penduduk terbebas dari para rentenir. Untuk di kalangan orang pribumi jika hanya menyebut satu, Wirja Atmadja dapat dikatakan sebagai Bapak Kredit Pertanian sebagaimana dialamatkan kepadanya tidak lama setelah kabar meninggalnya Wirja Atrmadja pada bulan Meret 1909 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-03-1909).

Setelah pensiun cuti ke Belanda, E. Sieburgh tidak pernah kembali ke Hindia. Eugenius Sieburgh lahir di Semarang tahun 1837. Menikah dengan Jacoba Carolina Rosemeier di Soerabaja pada tanggal 17 September 1864. Mereka memiliki dua anak: Charlotte Eugenia Sieburgh lahir di Cheribon, 1871 dan Jacqueline Victorine Sieburgh lahir di Cheribon tahun 1873 (meninggal 1874). Di Den Haag, Belanda, E. Siburgh mengisi waktunya berpartisipasi dalam beberapa komite seperti komite bantuan makanan untuk sekolah miski, komite pengembangan kebun binatang. Eugenius Sieburgh meninggal dalam usia tinggi 77 tahun di Den Haag tahun 1914 (lihat Tilburgsche courant, 26-07-1914).

WPD de Wolff van Westerrode: Poerwokertosche Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank

Sebagai bank kredit pertanian, Poerwokertosche Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank di Poerwokerto statutanya telah diperbarui berdasarkan Ordonatie No. 66 tanggal 21 Januari 1901 (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indië voor 1901). Bank kredit pertanian ala Westerrode ini berbeda dengan bank bantuan dan tabungan ala Sieburgh. Bank kredit pertanian ala Westerrode pada dasarnya telah mengakuisisi bank bantuan dan tabungan ala Sieburgh dengan investasi dari dana-dana pemerintah seperti dana pensiun. Oleh karena bentuk bank perkreditan ala Westerrode ini memenuhi syarat maka disetujui pemerintah pusat di Buitenzorg sebagai badan hukum.

De Wolff van Westerrode memiliki cara memahami yang berbeda. E. Sieburgh hanya berdasarkan pemahaman umum untuk membentuk bank yang cukup dengan akta notaris. Sedangkan De Wolff van Westerrode telah mengkaji secara serius dalam pembentukan bank kredit pertanian tersebut. Pada saat cuti ke Eropa Westerrode telah melakukan kajian dengan berdiskusi dengan ekonom Mr. A. W. Slotenmaker saat mengikuti kongres pertanian di Belanda. Mr. A. W. Slotenmaker menjelaskan keutamaan koperasi khususnya bank kredit pertanian yang diciptakan oleh Raiffeisen. Risalah dari diskusi itu kemudian diperkayanya dari studi literatur di perpustakaan universitas di Belanda tersebut telah ditulis Westerrode yang kemudian dimuat di jurnal Tijdschrift voor Nijverheid en Landbouw in Nederlandsch-Indië 1898 (volume 56) dengan judul Een Credietinstelling voor Inlanders (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 05-02-1898). Disebutkan ketika Westerrode diangkat sebaga Asisten Residen di Poerwokerto dia menemukan E Sieburgh telah membentuk bank bantuan dan tabungan untuk penduduk pribumi. Ibarat pepatah ‘pucuk dicinta ulam pun tiba’ Westerrode kemudian mereorganisasi bank ala Sieburugh tersebut menjadi bank kredit pertanian yang lalu kemudian diajukan dan disetujui oleh pemerintah.

Poerwokertosche Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank di Poewokerto telah dikembangkan oleh De Wolff van Westerrode menjadi perhatian umum di seluruh Hindia. PJF van  Heutsz (Asisten Residen)  atas perintah dari Pemerintah pada bulan November 1900 untuk memulai kajian yang serius. Hasil kajian tersebut laporannya telah dibukukan dengan judul Inlandsch Landbouw-Crediet op Java 1900-1901 diterbitkan di Batavia oleh HM van Dorp & Co pada tahun 1901. Buku ini menjadi rujukan umum bagi pemimpin daerah (Residen dan Asisten Residen) di seluruh Hindia.

WPD de Wolff van Westerrode
Willem Pilgrom Dirk de Wolff van Westerrode lahir di Koudum, Friesland tanggal 13 Juli 1857. Pada tahun 1878 Wolff van Westerrode memulai karir di Hindia. Pernah menjadi sekretaris Residentie Probolingo. Sepulang dari cuti di Eropa, Wolff van Westerrode, pada tahun 1892 diangkat sebagai sekretaris Residentie Pekalongan. Pada tahun 1896 diangkat menjadi Asisten Residen Poerwokerto.

Setelah kajian tersebut Wolff van Westerrode ditugaskan pemerintah untuk mendirikan sejumlah bank serupa di Jawa tahun 1902 di Soekaboemi, Tjandjoer, Bandoeng dan Tjimahi. Hasil pekerjaan Wolff van Westerrode membuat laporan lengkap yang kemudian diserahkan kepada pemerintah 1903. Sejak 1 Januari 1904 Wolff van Westerrode sebagai Inspektur Kepala sementara layanan pegadaian, Diantara tugas-tugasanya juga bertanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan kepadanya di bidang kredit pertanian (lihat Algemeen Handelsblad, 06-01-1904). Jumlah bank kredit yang berada di bawah pengawasan Wolff van Westerrode terus meningkat hingga tahun 1903 dan jumlahnya telah mencapai 15 tempat dan 17 tempat tahun 1904 di Jawa dan Madoera. Pelaporannnya sudah memasuki tahun kedua.

Algemeen Handelsblad, 17-05-1904: ‘Penyelidikan telah lama dilakukan di bawah pengawasan chief engineer WPD Wolff van Westerrode mengenai pendirian bank kredit pertanian di Hindiai, khususnya di Jawa. Meskipun penyelidikan ini belum berakhir, sudah menjadi jelas bahwa di sebagian besar, jika tidak semua, wilayah-wilayah pertanian pribumi ada kebutuhan besar untuk kredit yang baik dan murah, yang akan mencegah banyak orang seperti yang saat ini terjadi terlalu sering menjadi mangsa para rentenir. Juga telah ditunjukkan bahwa modal swasta belum tersedia yang memenuhi kebutuhan ini dengan cara yang memuaskan. Oleh karena itu harus pemerintah yang akan menyediakan modal yang sangat dibutuhkan untuk bank kredit koperasi yang beroperasi atas dasar koperasi. Untuk saat ini, oleh karena itu, pemerintah Hindia telah mempertimbangkan memenuhi kebutuhan yang sangat besar untuk kredit pertanian dapat dipenuhi oleh dana yang diinvestasikan di bank tabungan dan pos di bawah kondisi yang ketat untuk menggunakan tujuan itu. Dari Den Haag sudah ada penilaian bahwa proposal dapat diterima dan sepenuhnya menyetujuinya, sehingga implementasinya dapat segera dipenuhi’

Dengan dedikasi tinggi Wolff van Westerrode melaksanakan tugasnya meski kondisi kesehatannya tidak baik. Wolff van Westerrode kemudian meminta cuti sakit, tetapi tidak lama kemudian Wolff van Westerrode pada usia 47 dikabarkan meninggal dunia di Weltevreden pada hari Sabtu tanggal 24 Desember 1904. Berita meninggalnmya sang tokoh bank kredit pertanian itu diketahui dari berita dukacita yang dimuat pada berbagai surat kabar  tanggal 27-12-1904.

Bataviaasch nieuwsblad, 27-12-1904
De Wolff van Westerrode menikah dengan Thérèse Adolphine Henriëtte du Perron di Tjilatjap pada 19 Maret 1882. De Wolff van Westerrode memiliki dua anak satu laki-laki dan satu perempuan. Anak yang laki-laki adalah Samuel Arnold Reinier de Wolff van Westerrode, Nama anak perempuan adalah MH de Wolff van Westerrode. Willem Pilgrom Dirk de De Wolff van Westerrode memiliki nama yang sama dengan kakeknya. Ayahnya adalah Dr. Reinier Christoffel Willem de Wolff dari Westerrode, seorang dokter di Koudum. Bataviaasch nieuwsblad, 27-12-1904

Volksbank di Sumatra dan Bataksche Bank di Pematang Siantar

Setelah meninggalnya De Wolff van Westerrode, jabatan Inspektur diangkat adalah H Carpentier Alting (lihat Soerabaijasch handelsblad, 21-10-1905). Disebutkan pada tahun anggaran (APBN) 1906 yang dialokasikan seluruhnya sebesar f474.200 yang mana bagian terbesar untuk (modal) bank sebesar f170.000, diikuti lumbung sebesar f149.260, bank ternak sebesar f97,200, Untuk manajemn pusat dialokasikan sebesar f27.240.

Banyaknya bank kredit yang diharapkan beroperasi pada tahun 1906 di 27 lokasi. Jumlah ini telah meningkat dari tahun 1904. Ke-27 lokasi itu adalah sebagai berikut: Banjoewangi, Probolinggo, Djombang, Blitar, Toeloeng Agoeng, Trenggalek, Temanggoeng, Madioen, Banjoemas, Bandjarnegara, Pocrwokerto, Poerbolinggo, Karanganjar, Garut, Tasikmalaja, Soemedang, Bandoeug, Tjiandjoer, Soekaboeuii, Koedoes, Batang, P'ekalongan, Tueban, Magelang, Keboemen, Lamongan dan Poerworedjo.  

Pada tahun anggaran (APBN) pemerintah tetap memperhatikan kredit pertanian (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 02-11-1906). Disebutkan jumlah bank kredit telah meningkatkan pada tahun 1907. Bank yang dimaksud dalam hal ini di Hindia disebut lebih tepat sebagai bank pinjaman petani (sistem menurut Eaiffeisen).

Pada  tahun 1907 ini secara keseluruhan ada sebanyak 37 bank kredit yang mana 10 buah telah beroperasi sebelum tahun 1906. Dalam anggaran tahun 1907 ini juga ingin membantu nelayan pribumi. Untuk tujuan ini ada sembilan daerah di pantai utara Jawa dan juga di Madura dam sepuluh bank budidaya ikan akan didirikan dengan tujuan memberikan krediet untuk bidang perikanan.

Sementara di Sumatra konsep kredit pertanian (De Wolff van Westerrode) yang sudah establish di Jawa tidak secara otomatis dapat diterapkan. Lembaga keuangan yang diintroduksi di Sumatra adalah Volksbank (semacam koperasi). Sudah dimulai di Djambi, Lampong dan Atjeh. Djambische Volksbank didirikan di Djtmbi pada tahun 1909 telah menerima uang muka untuk menambah modal operasinya sebsar f55.000, subsidi bulanan f300 dan jumlah yang sama untuk mengendalikan biaya pemasangan (lihat De Sumatra post, 29-05-1911).

Untuk kalangan Tionghoa sudah tentu memiliki pola yang berbeda. Tidak relevan menerapkan bank kredit pertanian maupun Voklsvank seperti di Sumatra. Intoduksi lembaga keuangan untuk kalangan Tionghoa awalnya muncul dari investor dari luar (Tingkok). Ini sehubungan dengan pembukaan perdagangan antara Tiongkok dan Jawa. Introduksi pertama lembaga keuangan Tionghoa mulai dilakukan di Batavia oleh investor dari Tiongkok (lihat  De Sumatra post, 02-08-1912).  

Di Sumatra Barat hal lembaga keuangan ini juga memiliki ciri sendiri. Oleh karena lembaga yang telah hidup di masyarakat yang bersifat (kelompok) komunal maka pola yang diterapkan adalah dengan membangunan konsep bank nagari. Beberapa bank nagari dapat digabungkan untuk membentuk bank nagari yang lebih besar (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 17-02-1914).

Dalam perkembangannya di Palembang muncul Volksbank (Algemeen Handelsblad, 24-01-1919). Disebutkan pemerintah menjamin pembayaran di Volksbank di Palembang,

Di Tapanoeli lembaga keuangan tidak memiliki pola yang spesifik. Untuk kebutuhan dana yang terbatas hanya mengandalkan keluarga atau hubungan kekerabatan. Namun untuk kebutuhan dana yang besar langsung ke bank-bank yang didirikan oleh swasta atau oleh pemerintah. Bank orang Tapanoeli justru muncul di Sumatra Timur, suatu bank yang didirikan untuk mengatasi sulitnya akses para pengusaha pribumi le Bank Java (Eropa/Belanda) dan Bank Kesawan (Tionghoa)

De Telegraaf, 28-12-1920
Dalam situasi tersebut orang-orang pribumi berinisiatif mendirikan bank sendiri. Di kalangan orang Erropa/Belanda dilayani oleh Bank Java, Escompto Bank dan lainnya, Untuk kalangan Tionghoa di Medan sudah didirikan Bank Kesawann. Tidak adanya bank bagi pribumi memunculkan gagasan pendirian bank di Pematang Siantara pada tahun 1920, Bank tersebut didirikan oleh sejumlah tokoh asal Padang Sidempoean yang merantau ke Pematang Siantara. Bank yang didirikan itu diberinama Bataksche Bank. Bank swasta pribumi profesioal pertama ini cukup lama eksis hingga berakhirnya era kolonial Belanda.

Salah satu cabang Bataksche Bank di Sumatra Timuur
Para pendiri bank ini adalah Dr. Alimoesa Harahap, Dr. Muhamad Hamzah Harahap, Soetan Pane Paroehoem dan Soetan Hasoendoetan (lihat De Telegraaf, 28-12-1920). Untuk menjaga  kesinambungan bank swasra pribumi ini Hasan Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem berinisiatif untuk mengikuti kursus dan ujian notaris di Batavia. Soetan Pane Paroehoem lulus ujian notaris kelas satu pada tahun 1927 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 22-08-1927). Soetan Pane Paroehoem adalah notaris pertama pribumi di Sumatra/

Dalam perkembangannya Volksbank baru muncul pada tahun 1925 di Sibolga. Pendirian bank rakyat ini dihubungkan dengan perkembangan perkebunan di Tapanoeli (lihat De Sumatra post, 17-07-1925). Perkebunan-perkebunan karet sangat berkembang di sepanjang jalan poros Sibolga-Padang Sidempoean terutama di wilayah Batangtoroe.

Volksbank di Jawa

Konsep bank ala De Wolff van Westerrode Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank telah berkembang secara masif di Jawa. Konsep ini dikembangkan oleh van Westerrode di Jawa mengikuti model (keperasi) Raiffeisen di Jerman yang disarankan oleh seorang ekonom Belanda Mr. A. W. Slotenmaker. Konsep yang didukung habis pemerintah ini cukup berhasil.

Namun konsep ini menjadi tidak sesuai (tidak relevan) di Sumatra karena adanya perbedaan karakteristik di Jawa dan di Sumatra. Sementara di Sumatra antar wilayah juga memiliki karakteristik yang berbeda.

Pemerintah memodifikasi model bank ala De Wolff van Westerrode untuk diterapkan di Sumatra. Model ini disebut Volksbank (masih merujuk pada prinsip koperasi). Volksbank diintroduksi pertama di Sumatra di Djambi, kemudian di Bengkoelen, Lampoeng, Atjeh dan Palembang. Volksbank juga kemudian diintroduksi di Tapanoeli. Konsep Volksbank yang dijamin pemerintah ini mencakup seluruh populasi dengan bunga rendah. Seiring dengan perkembangan Volksbank ini di Sumatra Barat sebelumnya sudah mulai tumbuh konsep bank komunal yang dikenal sebagai Bank Nagari.

Konsep bank di Hindia yang telah berkembang sejak lama adalah modek bank umum yang sudah eksis di Eropa. Bank umum yang cukup berhasil di Hindia adalah Bank Java. Bank ini dikelola murni oleh swasta. Dalam perkembangannya untuk melayani perusahaan-perusahaan pemerintah, Pemerintah mendirikan bank pemerintah (semacam BUMN) yakni Escompto Bank.

Konsep model bank umum ini kemudian muncul di kalangan orang-orang Tionghoa. Bank umum orang Tionghoa di Medan adalah Kesawan Bank (masih eksis hingga sekarang). Lalu dalam perkembangannya model bank umum ini didirikan oleh pribumi diantara kalangan perantau-perantau asal Tapanoeli dari Padang Sidempoean.

Selain konsep bank ala De Wolff van Westerrode berkembang, di Jawa juga terutama di kota-kota besar berkembang bank yang dikelola oleh swasta pribumi. Salah satu contohnya adalah di Bandoeng. Namun perhatian pemerintah hanya tertuju pada upaya menjaga kesinambungan konsep model konsep bank ala De Wolff van Westerrode.

Sehubungan dengan perkembangan Volksbank di Sumatra, konsep model bank ala De Wolff van Westerrode di Jawa sebagian besar telah ditingkatkan dengan nama baru sebagai Afdeeling Bank. Pada tahun 1914 Afdeeling Bank sudah terdapat di sejumlah kota-kota utama di Jawa (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-11-1914). Sementara di Sumatra terdapat di beberapa tempat seperti di Telok Betong (Lampoengsche Bank); di Palembang (Palembangsche Volksbank) dan di Bengkoeloe (Volksbank Bengkoelen) serta Volksbank di Djambi. Dalam barisan ini termasuk Volksbank Minangkabau di Sumatra Barat.

Djambische Volksbank, 1920
Afdeeling Bank itu antara lain adalah sebagai berikut: Batangsche Afdeelingbank di Batang (Residentie Pekalongan); Pandeglangsche Afdeelingbank di Pandeglang (Residentie Bantam); Japarasche Afdeelingbank di Japara; Bodjonegorosche Afdeelingbank di Bodjonegoro; Bangilsche Afdeelingbank di Bangil; Bangkalansche Afdeelingbank di Bangkalan; Madjalengkasche Afdeelingbank di Madjalengka. Selain itu yang setara dengan wilayah afdeeling juga disebut namanya sebagai Regenschappenbank seperti di Karanganjar dan Keboemen.

Bank-bank yang dikelola (dibimbing) oleh pemerintah tersebut baik yang di Jawa dan Sumatra seakan menggambarkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) pada masa ini. Penanggjawab bank pemerintah ini di daerah adalah Residen (setara gubernur pada masa ini).

Meski Afdeeling Bank dan Volksbank dimaksudkan dari pemerintah oleh rakyat untuk rakyat (kecil), mamun dalam prakteknya bank-bank rakyat tersebut belum terbebas dari persoalan. Kenyataan bahwa bank-bank rakyat ini yang awalnya dana diinjeksi oleh pemerintah tetapi dana yang dikelola justru lebih banyak dari pihak ketiga (para deposan) yang menympan dananya di bank rakyat (lihat De Preanger-bode, 13-07-1915). Kontribusi tabungan rakyat sangat minim jika dibandingkan dana deposan dari pihak ketiga (selain dana pemerintah dan rakyat). Akibatnya sistem keuangan setempat dikhawatirkan dapat kolaps jiga dalam situasi krisis para deposan ini menarik dananya. Persoalan keseimbangan pendanaan ini di bank rakyat masalah yanh harus diatasi misalnya dengan memicu masyarkat untuk menabung. Oleh karenanya bank rakyat (Afdeeling bank dan Volksbank) penyaluran kredit adalah satu hal, sementara penggalangan tabungan masyarakat adalah hal lain lagi. Fungsi Inspektur Pengawasan Kredit Rakyat (yang dulu pertama dijabat oleh De Wolff van Westerrode dan kini masih tetap dijabat oleh Alting) masih harus bekerja keras. Persoalan bank rakyat di Sumatra lebih pada persoalan pengadaan pegawai dan biaya-biaya operasional yang tinggi karena luasnya wilayah pemasaran.

Bank rakyat tidak hanya di Hindia tetapi juga di Belanda. Salah satu bank rakyat terkenal di Belanda adalah De Amsterdamsche Volksbank, NV De Centrale Volksbank berada di 'sGravenhage. Penggunaan nama Volksbank mulai muncul di Jawa di Madoera (Volksbank Madoera). Nama Pemalangsche Volksbank muncul tahun 1919 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-03-1919).

Nama Volksbank selama ini umum di Sumatra. Nama Batangsche Afdeelingbank kini telah berubah nama menjadi Batangsche Volksbank (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-06-1920). Satu bank rakyat muncul di (pulau) Bali yakni Balische Volksbank di Singaradja (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-07-1920). Bank rakyat muncul di Medan yakni Medansche Volksbank (lihat De Preanger-bode, 20-01-1923).

Bank Swasta Nasional

Bank swasta nasional pribumi paling tidak sudah eksis sejak 1920 di Pematang Siantar yaitu Bataksche Bank. Volksbank (juga Afdeelingbank) yang digagas oleg De Wolff van Wesrerrode di Poerwokerto tahun 1897 pada prinsipnya adalah bank pemerintah yang terdapat di berbagai Afdeeling atau Residentie. Bataksche Bank dapat dikatakan sebagai bank swasta pribumi pertama. Pada tahun 1929 muncul bank swasta yang diberi nama Bank Nasional Indonesia (lihat De Sumatra post, 08-05-1929).

De Sumatra post, 08-05-1929
Nama Indonesia untuk nama sebuah bank besar dugaan adalah bank swasta pribumi. Pendirian bank ini disetujui pemerintah di Buitenzorg pada tanggal 8 Mei 1929 dengan nama NV Bank Nasional Indonesia. Administratur Bank Nasional Indonesia diketahui bernama Soendjoto (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 18-05-1929).

NV Bank Nasional Indonesia didirikan di Soerabaja. Terdapat 27 orang pendiri (lihat De Sumatra post, 24-06-1929). Dantaranya terdapat terkenal yakni Dr. Soetomo, seorang dokter di Soerabaja dan Raden Ngabei Soebroto, anggota dewan kota (Gementeraad) Soerabaja, Nama Soendjoto juga termasuk sebagi pendiri, seorang arsitek yang tinggal di Soerabaja. Selain itu juga terdapat nama Johau Frits Tuwanakotta, Hadji Zakaria dan Hadji Iljas. Pengurus bank ini terdiri dari direktur )Hario Soejono), wakil direktur dan beberapa orang sebagao komisaris termasuk Dr/ Soetomo. Dari nama-nama pendiri bank ini didirikan sehubungan dengan didirikannya PPPKI di Batavia pada tahun 1927. Boleh jadi bank ini adalah organ dari PPPKI.

Pada tahun 1927 Parada Harahap, sekretaris Sumatranen Bond dan pemilik surat kabar Bintang Timoer di Batavia menggagas pendirian persatuan untuk semua organisasi kebangsaan yang diberinama Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia, diangkat PPPKI. Hasil keputusan dalam rapat yang diadakan pada bulan September 1927 di rumah Prof. Husein Djajadiningrat ditunjuk MH Thamrin sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris. Menjelang kongres PPPKI pada bulan September 1928 ditunjuk Dr. Soetomo sebagai ketua panitia Hasil kongres PPPKI tersebut estafet (satu tahunan) ketua PPPKI terpilih adalah Dr. Soetomo. Sebelum kongres PPPKI tahun 1929 di Solo Bank Nasional Indonesia sudah didirikan. Oleh karena itu pendirian Bank Nasional Indonesia terkait dengan keberadaan PPPKI.

NV Bank Nasional Indonesia bertujuan untuk meminjamkan uang dan untuk memberikan kredit. Untuk menyimpan uang atau surat berharga berupa giro atau deposito atau sebaliknya, untuk menyediakan modal kerja bagi perusahaan pertanian, industri atau perdagangan, untuk membeli dan menjual. real estat, mengelola real estat, uang atau dana lain, dan melakukan hal-hal perbankan seperti yang paling luas dapat dianggap milik bisnis perbankan. NV memiliki modal awal sebesar f500.000 yang dibagi ke dalam tiga jenis saham (seri A, B dan C) terdistribusi diantara 27 pendiri. Dua pemilik saham terbesar adalah Soejono dan Dr. Soetmo masing-masing f25.000 dan f23.000.

Bataksche Bank yang didirikan di Pematang Siantar pada tahun tahun pendiriannya tahun 1920 memiliki modal awal sebesar f100.000 yang dibagi ke dalam saham enam orang. Pada tahun 1929 Bataksche Bank sudah berkembang dengan beberapa cabang di kota lain. NV Bank Nasional Indonesia pada pendiriannya tahun 1929 memiliki modal awal sebesar f500.000 yang terbagi ke dalam saham 27 orang pendiri.

Jumlah bank swasta nasional dari waktu ke waktu semakin bertambah. Sebelum berakhirnya kolonial Belanda muncul nama beberapa bank nasional antara lain Bank Moeslimin Indonesia (lihat De Sumatra post, 14-06-1941) dan Bank Dgang dan Tani Indonesia (lihat De Indische courant, 25-08-1941). Boleh jadi dua bank nasional ini yang terakhir didirikan selama era kolonial Belanda.

Bank Rakyat Indonesia di Jogjakarta

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 banyak hal yang terjadi. Ketika pemerintah Republik Indonesia masih melakukan konsolidasi dari tangan pemerintahan militer (pendudukan (Jepang) sudah mulai terasa ada ancaman dari pihak sekutu/Ingrris dan NICA/Belanda. Pada situasi itu, di bidang perbankan pemerintah pada bulan November 1945 membentuk Poesat Bank Indonesia (PBI) sebagai bank sentral. Namun pada awal tahun 1946 pemerintahan RI dipindahkan dari Djakarta ke Jogjakarta. Salah satu langkah yang dilakukan adalah melakukan rekonstruksi Volksbank (bank rakyat) di era kolonial Belanda yang pada era penduduk Jepang disebut Syomin Ginko pada bulan Februari 1946 berganti nama menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Het nieuws : algemeen dagblad, 10-04-1946: ‘Dilaporkan beberapa waktu lalu, Bank Rakjat Indonesia (Volksbank Indonesia) dibuka. Saat ini memiliki tidak kurang dari 70 agen di Jawa dan Madoera dan mendukung Republik dalam perjuangan, konstruksi (pembangunan) dan ekonomi’. [Sementara itu] ‘bank-bank besar Belanda di Batavia dibuka kembali pada 14 Maret’.

Untuk sementara BRI ini yang manangani permasalahan moneter di Jawa dan Mandoera. Di sisi lain juga mulai beroperasi kembali bank Belanda di Batavia. Terputusnya hubungan antar Jawa dengan pulau-pulau lain terutama Sumatra masalah moneter menjadi lebih rumit. Meski demikian, pemerintah juga berupaya untuk mendirikan satu bank lagi yakni Bank Negara yang juga akan berfungs sebagai bank sentral. Sementara RUU perbankan lagi diproses, pemerintah telah membuat utang sebesar 1 Juta rupiah yang mana sebanyak 200 Juta rupiah dialokasikan untuk modal Bank Negara.

Algemeen Handelsblad, 31-05-1946
Algemeen Handelsblad, 31-05-1946: ‘Majalah Republik ‘Rajat’ menyebutkan Poesat Bank Indonesia yang didirikan pada bulan November [1945], sementara RUU bank negara akan segera diajukan sebagai rujukan. PBI menangani masalah dengan pinjaman dua kali 500 juta rupiah. Bagian pertama yang mana 100 juta dari 500 juta digunakan untuk menutupi defisit anggaran, 200 juta sebagai modal untuk Bank Negara [Indonesia] yang akan didirikan dan 200 juta untuk pekerjaan umum. Sedangkan bagian kedua akan ditempatkan di Sumatra’.

Bank Negara ini kemudian disebut Bank Negara Indonesia (BNI). Salah satu langkah yang dilakukan segera oleh BNI adalah penentuan kurs (valuta) dengan mata uang asing (lihat Nieuwe courant, 02-12-1946). Disebutkan nilai tukar sebagai berikut: Engelsche pond 7 republ. guldens; Australische pond 6 republ. guldens; Straits dollar 0.80 republ. guldens; Indische rupee 0.50 republ. guldens; Amerikaansche dollar 1.50 republ. guldens. Juga disebutkan bahwa bursa efek Indonesia akan segera dibuka di Djokjakarta. Uang Republik sendiri belum ada. Penerbitan Uang Republik baru akan dilakukan (lihat Algemeen Indisch dagblad, 04-02-1947).

Sementara BNI terus melakukan konsolidasi dan menyusun kebijakan umum di bidang moneter, BRI sudah menunjukkan kinerja yang baik. Pemerintah meminta perusahaan-perusahaan negara untuk membuka rekening di daerah dimana terdapat BRI. Pembukaan rekening terutama untuk penyetoran pendapatan perusahaan.

Het nieuws : algemeen dagblad,, 25-02-1947: ‘Menurut laporan resmi oleh komisi kredit Indonesia, lebih dari 16 juta rupiah dipinjamkan kepada pemerintah dan perusahaan swasta di Jawa hingga akhir Januari tahun ini, dalam bentuk pinjaman yang diberikan oleh berbagai lembaga perbankan Indonesia. Jumlah terbesar diberikan oleh BRI (Volksbank) sebesar 9,9 Juta rupiah yang mana sebesar 8 Juta rupiah diberikan kepada lima perusahaan yang digerakkan oleh negara (BUMN) dan sisanya untuk tiga perusahaan swasta.  Sementara Bank Negara Indonesia (BNI) meminjamkan sebesar 4 juta rupiah kepada tujuh perusahaan negara’.

Sehubungan dengan diterbitkannya Oeang Republik Indonesia (ORI), Bank Rakjat Indonesia (Volksbank) telah menawarkan kepada penduduk baik di wilayah Republik maupun di wilayah pendudukan Belanda untuk menukarkan uangnya dengan ORI. Langkah ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan beredarnya uang palsu (lihat Algemeen Indisch dagblad, 18-06-1947). Dalam berbagai surat kabar Belanda Bank Rakjat Indonesia masih ditulis sebagai Volksbank [Indonesia]. Dalam hubungan ini pemerintah [di Jogjakarta] telah mengangkat Dr. Halim sebagai komisaris pemerintah republik di Batavia yang bertugas untuk memantau dan meningkatkan nilai tukar uang republik.

Mengenai penerbitan ORI di Sumatra (dicetak di Pematang Siantar), Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa pemerintah terpaksa menunggu karena kesulitan transportasi dan untuk meningkatkan disana, bagaimanapun, pemerintah Republik telah memasukkan ke dalam hukum di Sumatra untuk menerbitkan uang sendiri yang disebut ORIPS (Oeang Republik Indonesia Propinsi Sumatra). Metode pembayaran ini akan segera ditarik jika ORI asli telah ditransfer dari Jawa (lihat Algemeen Indisch dagblad, 18-06-1947). Sehubungan dengan perihal perbankan di Indonesia Dr. Soemitro [Djojohadikoesomo] telah menerbitkan buku berjudul Soal Bank di Indonesia yang dapat dibeli di toko-toko buku seperti Toko Buku Pustaka Rakjat di Batavia (Nieuwe courant, 13-12-1947).

Bank Rakyat Indonesia di Djakarta

Pada era perang kemerdekaan Bank Rakjat Indonesia dibentuk yakni dengan mengoperasikan paling tidak 70 cabang yang berada di wilayah Republik. Cabang-cabang ini merupakan Volksbank (atau Volkscrediet Bank) pada era kolonial Belanda yang ditransformasi menjadi Syomin Ginko pada era pendudukan (militer) Jepamg. Kantor pusat Volksbank (atau Volkscrediet Bank) di era kolonial Belanda disebut Algemeene Volkscrediet Bank (AVB).

Perselisihan RI dan NICA/Belanda akhirnya dibawa ke perundingan di Den Haag yang disebut Konferensi Meja Bundar (KMB). Salah satu keputusan konferensi itu adalah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dengan membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang akan dimulai pada tanggal 27 Desember 1949.

Pada awal pengakuan Belanda terhadap kedaulatan Indonesia (baca: RIS) banyak hal yang harus dikonsolidasikan, salah satunya adalah bidang perbankan. Pemerintah RIS dengan Perdana Menteri Mohamad Hatta dengan kabinetnya mulai bekerja. Sehubungan dengan keberadaan Bank Rakjat Indonesia (BRI) selama perang di Jogjakarta, Pemerintah RIS di Djakarta membentuk Bank Rakjat Republiek Indonesia Serikat atau disingkat BARRIS (lihat Nieuwe courant, 31-01-1950). Bank BARRIS ini disebut mengacu kepada Algemeene Volkscrediet Bank (AVB) yang sudah eksis di era kolonoal Belanda. Bank BARRIS ini mulai beroperasi pada tanggal 21 Januari 1950 (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 01-02-1950).

Disebutkan dalam pengumumannya, Bank BARRIS memberi kemungkinan kepada mereka jang pernah bekerdja pada bank-bank rakjat (volkscredietwezen) baik pegawai, pimpinan maupun pegawai lain-lainnja untuk dipekerdjakan pada bank BARRIS di seluruh Indonesia. Jang bersangkutan dan djuga para non-coöperator diminta selekas mungkin mengajukan lamaran (dengan surat atau datang sendiri) dengan Kantor Besar Bank Rakjat Indonesia Serikat di Djalan Rijswijk No. 8 Djakarta atau tjabang-tjabangnja. Tertanda. Direksi Bank Rakjat Indonesia Serikat.

Sementara itu di pihak Republik Indonesia di Jogjakarta Bank Rakjat Indonesia (BRI) tetap eksis (bank yang telah dibentuk pada tahun 1946). BRI membuka cabang baru di Poerwokerto pada tanggal 1 Februari dan akan membuka cabang di Probolinggo dan Tjilatjap.

De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-02-1950: ‘BRI dibuka. Bank Rakjat Indonesia secara resmi dibuka di Poerwokerto pada 1 Februari dibawah kepemimpinan Tjiptoadinegoro. Juga di Poerbolinggo dan Tjilatjap, BRI akan dibuka dalam waktu dekat ini’. Tiga cabang BRI ini berada di wilayah Republik Indonesia. Sebagaimana diketahui RIS adalah gabungan Republik Indonesia dan negara-negara federal (negara boneka bentukan Belanda).

Setelah pembukaan Bank BARRIs muncul pertemuan yang diadakan di Soerabaja yang dihadiri oleh perwakilan staf Volkscrediet Bank di Jawa Timur dan Madoera. Hasil pertemuan memutuskan sebuah resolusi yang mensyaratkan agar kepemimpinan Volkscrediet Bank  (Bank BARRIS) ditetapkan berada dibawah manajemen Bank Rakjat Indonesia. di Djokjakarta. Disebutkan resolusi akan diberitahukan kepada Menteri Kesejahteraan.(lihat De vrije pers : ochtendbulletin, 01-02-1950).

Akhirnya diketahui dari pemberitaan Algemene Volkscredletbank akan dimasukkan ke dalam manajemen Bank Rakjat Indonesia (RI) mulai tanggal 1 April 1950. Keputusan diumumkan hari ini. Presiden Bank Rakjat Indonesia (RI), Mr. M. Harso Adi juga menjadi Presiden Algemene Volkscredletbank (lihat Nieuwe courant, 30-03-1950).

Setelah RIS dibubarkan pada bulan Agustus 1950 dan kembali ke negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) nama bank BARRIS atau Algemene Volkscredletbank menjadi lebur sepenuhnya menjadi bank BRI (Bank Rakjat Indonesia) sesuai dengan nama yang digunakan ketika pemerintahan Republik Indonesia berada di Jogjakarta. Nama Bank Rakjat Indonesia (BRI) tetap eksis dan tidak pernah berubah lagi hingga ini hari.

Dalam hubungan sejarah Bank BRI, dapat dihubungkan dengan sejarah pembentukan Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Indonesia (BI). Khusus untuk Bank BNI pembentukannya baru dimulai pada tahun 1946 (sesuai rencana pemerintah RI di Jogjakarta). Tepatnya Bank BNI didirikan sejak tanggal 5 Juli 1946. Sedangkan BI merupakan kelanjutan bank Javasche Bank (Java Bank). Bank Java sendiri didirikan pada tahun 1928. Namun tahun kelahiran BI disebutkan pada tanggal 1 Juli 1953 (setelah akuisisi Bank Java dan ditransfomasi menjadi Bank Indonesia. Lantas mengapa Bank Indonesia tidak mengacu pendiriannya pada tahun 1928? Itu satu hal, hal lain adalah tentang tahun pendirian Bank BRI.

Dengan demikian kita kembali ke pertanyaan awal tentang sejarah BRI yang sebenarnya. Kapan lahirnya BRI dan siapa pendirinya. Setelah menelusuri semua dokumen dan data sejarah yang dideskripsikan di atas, kita akan dengan mudah menentukan sejak kapan BRI lahir dan siapa pendirinya. Dengan asumsi bahwa bank BRI yang sekarang adalah bank BARRIS, maka bank BRI adalah kelanjutan dari bank Algemeene Volkscrediet Bank (AVB) di era kolonial Belanda. Dari bank AVB ini ditarik garis lurus ke masa lampau maka nama De Wolff van Westerrode akan menjadi tokoh tak terpisahkan dari kelahiran Bank BRI.

De Wolff van Westerrode dapat dikatakan sebagai pendiri Algemeene Volkscrediet Bank (AVB). Bank AVB dalam hal ini jelas bukan Poerwokertosche Hulp-,Spaar-en Landbouwcrediet- Bank yang dibentuk van Westerrode sendiri. Dan juga bukan oleh E. Sieburgh dengan inisiatifnya membentuk Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank. Tentu saja bukan dengan nama yang sering dikaitkan pendiri Bank BRI Raden Bei Aria Wirjaatmadja (baca: Wirja Atmadja).

De Wolff van Westerrode adalah orang yang secara sadar mempelajari dan mempraktekkan bank kredit pertanian yang juga disebut bank untuk pribumi (bank rakyat alias Volksbank). Kebetulan introduksi bank ala van Westerrode tepat berada di Poerwokerto. Model bank ala van Westerrode inilah kemudian yang diadopsi Pemerintah Hindia Belanda dengan melakukan percobaan di berbagai tempat di Jawa yang kemudian menjadi pemicu pembentukan bank kredit untuk penduduk pribumi secara nasional. Sejumlah bank percobaan di Jawa dan Madoera termasuk yang di Poerwokerto semakin diperkuat pemerintah yang kemudian menjadi cabang bank pemerintah yang mana di Jawa dan Madoera disebut Afdeelingbank dan di Sumatra disebut Volksbank. Manajemen Afdeelingbank dan Volksbank berada di dalam satu pengawasan di pusat yang disebut Algemeene Volkscrediet Bank (AVB).

Oleh karena Bank BRI merupakan gabungan Bank BRI dan Bank BARRIS (Algemeene Volkscrediet Bank), maka Bank BRI tidak otomatis dihubungkan dengan Poerwokertosche Hulp-Spaar-en Landbouwcrediet- Bank (De Wolff van Westerrode) apalagi Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank (E. Sieburgh dan Wirja Atmadja). Jika Bank Indonesia mengacu pada pembentukan Bank Indonesia tahun 1953, maka dasar yang digunakan Bank BRI yang mengacu pada tahun 1893 jelas bertentangan dengan cara berpikir Bank Indonesia. Jika mengacu pada pendirian Bank Indonesia, yang paling masuk akan tahun kelahiran Bank BRI adalah pada tahun 1946 saat pendirian Bank BRI atau pada tahun 1950 pada saat pendirian Bank BARRIS. Dengan demikian penentuan sejarah berdirinya Bank BRI tidak dengan caranya sendiri apalagi dengan fakta sejarah yang tidak berdasar. Bank Indonesia sendiri dalam hal ini tidak mengacu pada pendirian Bank Java pada tahun 1928. Lantas mengapa Banl BRI harus merujuk pada nama Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank dan nama Wirja Atmadja? Disinilah duduk permasalahan tahun kelahiran Bank BRI.  

Demikianlah sejarah Bank Rakyat Indonesia sebenarnya. Demikianlah cara menulis sejarah Indonesia berdasarkan fakta sejarah.


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar