*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini
Bandit atau garong adalah satu hal, Djago atau Djawara adalah hal lain. Di dalam kelompok bandit atau garong juga muncul djago atau djawara dan sebvaliknya seorang djago atau djawara dapat berperilaku bandit atau garong. Sejarah bandit di era kolonial Belanda sudah ditulis, tetapi sejarah djago atau djawara tampaknya belum disentuh. Padahal aktivitas bandit atau garong sejaman dengan keberadaan djago atau djawara. Boleh jadi para penulis terdahulu tidak melakukan pemisahan.
Bandit atau garong adalah satu hal, Djago atau Djawara adalah hal lain. Di dalam kelompok bandit atau garong juga muncul djago atau djawara dan sebvaliknya seorang djago atau djawara dapat berperilaku bandit atau garong. Sejarah bandit di era kolonial Belanda sudah ditulis, tetapi sejarah djago atau djawara tampaknya belum disentuh. Padahal aktivitas bandit atau garong sejaman dengan keberadaan djago atau djawara. Boleh jadi para penulis terdahulu tidak melakukan pemisahan.
Bataviaasch nieuwsblad, 28-08-1929 |
Pada era kolonial Belanda, setiap tempat memiliki
terminologi yang berbeda-beda untuk menunjukkan satu hal. Selain tjenteng di
Batavia, juga disebut djago di Bekasi, djoeara atau djawara di Banten dan
preman di Deli. Di Sumatra, terminologi djoeara merujuk pada hulubalang mandiri.
Penggunaan terminologi tjenteng lebih luas, tidak hanya di Batavia tetapi juga
di Deli. Berbeda dengan djago atau djawara, terminologi tjenteng
mengindikasikan suatu profesi apakah sebagai penjaga (gudang atau plantation) atau
pengawal pribadi (bodyguard). Namun adakalanya djago atau djawara juga disebut
tjenteng. Dalam perkembangan lebih lanjut terminologi tjenteng terdegradasi dan
terminologi preman mengalami promosi. Sementara itu teminologi djago menghilang
dan digantikan dengan djawara. Untuk terminologi bandit atau garong, juga
muncul sebutan lain yakni rampok dan bangsat.
Lantas bagaimana kisah para djago atau djagoan di Bekasi? Lalu mengapa
istilah djogo atau djagoan di Bekasi bergeser menjadi djawara? Satu kisah pilu
seorang djagoan Bekasi diberitakan tahun 1929. Sang djagoan tewas oleh seorang
pemuda belia yang masih berumur 16 tahun. Apakah terminologi djago atau djagoan
bergeser menjadi djawara karena seiring dengan semakin populernya nama ayam
jago sebagai merek jamu? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Djago Bekasi
Berita sedih di suatu hari di Bekasi, seorang
djago tewas di tangan seorang pemuda belia yang masih berumur 16 tahun (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 28-08-1929). Disebutkan di sebuah pasar di Bekasi,
seorang Djago terkenal di Bekasi dan sekitarnya, bernama Bandjir, ditikam oleh
seorang bocah lelaki berusia sekitar enam belas tahun. Penduduk merasa lega
dengan ini. Para pengikut Bandjir kemudian mencoba untuk membalas dendam pada
saudara lelaki bocah itu.
Namun untuk
menghindari munculnya korban jiwa lebih banyak lagi, mahkamah (Landraad van
Meester Cornelis) menggelar sidang terhadap Serah, sang bocah yang
dipersepsikan sebagai pembunuh djagoan. Serah mengakui di pengadilan bahwa tanpa
sengaja mendorong Bandjir dan karena itu membuat Bandjir sangat marah sehingga Banjir
melemparkan Serah ke tanah. Itulah awal perkara. Pengadilan mahkamah lalu menjatuhkan
hukuman penjara dua tahun kepada Serah dipotong masa tahanan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar