*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini
Selama ini hanya dikenal dua Douwes Dekker yakni Eduard Douwes Dekker yang pernah di Natal, Lebak dan Ambon dengan bukunya yang terkenal Max Havelaar; dan Ernest Douwes Dekker yang di Bandoeng yang dikenal sebagai Setia Buddhi Tiga Seangkai. Akan tetapi, kenyataannya juga terdapat Douwes Dekker di Bekasi: Camille Hugo Douwes Dekker.
Selama ini hanya dikenal dua Douwes Dekker yakni Eduard Douwes Dekker yang pernah di Natal, Lebak dan Ambon dengan bukunya yang terkenal Max Havelaar; dan Ernest Douwes Dekker yang di Bandoeng yang dikenal sebagai Setia Buddhi Tiga Seangkai. Akan tetapi, kenyataannya juga terdapat Douwes Dekker di Bekasi: Camille Hugo Douwes Dekker.
Camille Hugo Douwes Dekker |
Camille Hugo Douwes Dekker di Bekasi 1913 berbeda pendangan dengan
atasanya Asisten Residen. Camille Hugo Douwes Dekker, Controleur Bekasi cukup
akomodir terhadap perkembangan Sarikat Islam di Bekasi. Lalu pers Belanda
menghubungkan Camille Hugo Douwes Dekker dengan Controleur di Natal Eduard
Douwes Dekker alias Multatuli. Tidak salah memang, Eduard Douwes Dekker adalah
kakek buyut Camille Hugo Douwes Dekker. Lantas bagaimana kisah Camille Hugo
Douwes Dekker di Bekasi? Itu yang belum ditulis. Untuk itu mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Nama Jalan Douwes Dekker di Lemah Abang, Cikarang, Bekasi
Semua orang tahu Douwes Dekker. Akan tetapi tidak
semua orang tahu nama Douwes Dekker ditabalkan sebagai nama jalan. Di era
kolonial Belanda tidak pernah ada nama jalan Douwes Dekker, tetapi di Medan dan
di Bandoeng terdapat nama jalan Max Havelaar. Pada era pangakuan kedaulan
Indonesia oleh Belanda (1950) nama jalan Max Havelaar digeser namanya menjadi
Jalan Multatuli. Pada masa ini nama Jalan Multatuli juga ditemukan di Jambi dan
Rangkasbitung.
Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi |
Di Bekasi pada masa ini ada nama jalan disebut
Jalan Douwes Dekker. Bagaimana hubungan penamaan nama jalan di Bekasi dengan
Bekasi sendiri sulit diketahui. Apakah penamaan jalan di Bekasi ini dihubungkan
dengan Eduard Douwes Dekker alias Multatuli atau Ernest Douwes Dekker alias
Setia Buddhi Tiga Serangkai? Juga sulit diketahui. Lantas apakah penabalan
jalan di Bekasi ini dihubungkan dengan seorang Controleur di Bekasi tempo
doeloe yang bernama Camille Hugo Douwes Dekker? Itu yang mau kita tunggu
jawabannya dari pembaca.
Camille
Hugo Douwes Dekker sebelum menjadi Controleur di Bekasi bertugas di Kepandjen, Pasoeroean
sebagai Controleur (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 09-09-1909).
Pada tahun 1910 Camille Hugo Douwes Dekker dipindahkan ke Bekasi. Pada awal
tahun 1912 Camille Hugo Douwes Dekker diberikan cuti dua tahun ke Eropa (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 26-01-1912). Lalu berangkat pada
bulan April (lihat De Preanger-bode, 12-04-1912). Sepulang dari Eropa akan ditempatkan
di Pekalongan (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1914).
Asisten Residen Mr. De Quant mengakhiri tugasnya
sebagai Asisten Residen Meester Cornelis. Untuk memangku jabatan yang
ditinggalkan Quant digantikan oleh S Cohen Fzn, controelur di Buitenzorg (lihat
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-02-1912). Wilayah ini tidak
asing bagi Cohen karena sebelumnya pernah menjadi Controleur di Meester
Cornelis dan Bekasi. Selama persiapan Camille Hugo Douwes Dekker mengakhiri
tugasnya di Afdeeling Bekasi sebagai Controleur yaang akan berangkat ke Eropa
pada awal bulan April 1912 terjadi silang pendapat dengan S Cohen. Silang
pendapat ini karena sikap yang kasar Cohen terhadap Camille Hugo Douwes Dekker.
Camille
Hugo Douwes Dekker yang tidak selaras dengan S Cohen, sebelumnya juga pendahulu
Douwes Dekker yakni Mr. Scholten, juga tidak selaras dengan Mr. Cohen dan
mengambil cuti ke luar negeri. S Cohen tidak hanya masalah bagi bawahannya,
tetapi Cohen juga telah membuat masalah dengan penduduk (pribumi). Ada
perbedaan yang jauh antara S Cohen dengan Douwes Dekker.
Belum lama S Cohen menjabat sebagai Asisten Residen,
penduduk diperintahkan untuk datang memperbaiki jalan dengan alat-alat. Namun
penduduk yang datang tidak semua membawa alat-alat. Lalu Mr Cohen menghukum 12
penduduk karena tidak membawa alat-alat seperti patjol, dll. Mr Cohen yakin
bahwa bahwa dengan hukuman ini akan memiliki efek jera dan bahwa tidak akan
terjadi gangguan, bahwa hubungan yang tegang antara tuan tanah dan penduduk adalah
konsekuensi dari pengaruh Sarekat Islam.
Penduduk
ini kemudian pergi dari Meester Cornelis ke Bekassi untuk berbicara dengan Controleur
Camille Hugo Douwes Dekker. Sesampai di Bekasi, penduduk tidak menemukan Camille
Hugo Douwes Dekker di rumah karena telah pergi ke Meester. Penduduk kemudian
beralih ke Wedana, yang sangat misterius dan tampaknya lebih di bawah Asisten Residen
Cohen daripada di bawah kendali Camille Hugo Douwes Dekker.
Perseteruan Camille Hugo Douwes Dekker dengan S
Cohen di satu pihak dan kedekatan penduduk Bekasi dengan Camille Hugo Douwes
Dekker mulai diutak utik pers dengan membanding-bandingkan dengan kasus tahun
1843 antara Controleur di Natal Edward
Douwes Dekker yang humanis dengan Gubernur Sumatra’s Westkust AV Michiels yang
keras. Perbandingan ini dibuat, boleh jadi, kebetulan Camille Hugo Douwes
Dekker memiliki garis kekerabatan dengan Edward Douwes Dekker.
Pada
tahun 1842 Edward Douwes Dekker, seorang pegawai negeri yang masih baru di
Padang ditunjuk Gubernur Michiels untuk menjadi Controleur di Natal, Afdeeling
Mandailing en Angkola (Residentie Tapanoeli). Namun apa yang didengarnya dari
penduduk bagaimana Asisten Residen Mandailing en Angkola memerintah dalam
menjalankan program koffiestelsel. Program ini dimulai seiring dengan
dimulainya pemerintah Hindia Belanda di Afdeeling Mandailing en Angkola pada
tahun 1840. Banyak penduduk yang menolak, dan banyak pula yang dihukum dengan
menggunakan tangan militer. Akibatnya, banyak penduduk yang eksodus menuju
berbagai tempat termasuk menyeberang ke Semenanjung Malaka dan ke Afdeeling
Natal (tetangga Afdeeling Mandailing en Angkola). Penduduk yang eksodus banyak yang
mengeluh kepada Controleur Edward Douwes Dekker. Sebaliknya Edward Douwes Dekker
merespon keluhan penduduk yang mengeluh tersebut.
Sementara
Gubernur Sumatra’s Westkust AV Michiels memerintahkan kepada Controleur Edward
Douwes Dekker untuk menerapkan program koffiestelsel di Natal, justru
sebaliknya Edward Douwes Dekker mengadvokasi penduduk Mandailing en Ankola yang
berada di wilayahnya. Lalu perbuatan ini diketahui kolega-koleganya. Tindakan
yang menyimpang yang dilakukan Edward Douwes Dekker sebagai pejabat pemerintah akhirnya Edward
Douwes Dekker dipecat sebagai Controleur. Edward Douwes Dekker dilakukan
tahanan kota di Padang dan hampir setahun tidak bertemu istrinya di Batavia.
Surat-surat istrinya ditahan dan tidak pernah diteruskan kepada Edward Douwes Dekker.
Peristiwa inilah kelak yang menjadi awal mula mengapa Edward Douwes Dekker
menyebut dirinya sebagai Multatuli (aku yang selalu menderita) yang menjadi
pemicu penulisan romannya berjudul Max Havelaar.
Lalu apa yang memicu perseteruan S Cohen dengan Camille
Hugo Douwes Dekker? S Cohen sangat dekat para pemilik tanah-tanah partikelir
(landheer) dan sangat adaptif terhadap kemauan para landheer yang kebetulam
pemilik land di Afdeeling Bekasi hampir semuanya adalah orang Tiomghoa. Camille
Hugo Douwes Dekker sangat dekat dengan penduduk dan welkom terhadap perkembangan
Sarikat Islam di Afdeeling Bekasi. S Cohen benci Sarikat Islam dan besar dugaan
S Cohen mengetahui Camille Hugo Douwes Dekker memberi ruang kepada Sarikat
Islam. Kebetulan saat itu kasus Ernest Douwes Dekker yang sudah sejak lama
ingin memisahkan dari Belanda dan membentuk negara sendiri dengan Indisch
Partij. Memperhatikan relasi-relasi ini sudah barang tentu hubungan antara S
Cohen dengan Camille Hugo Douwes Dekker bagaikan Micky-Mouse.
Belum
lama di Afdeeling Bekasi muncul gesekan antara Sarikat Islam dengan Khong Dji
Hin. Sarikat Islam telah memberi pengaruh yang kuat dan luas di Afdeeling
Bekasi. Keberadaan Khong Dji Hin menunjukkan anti Islam. Ketika seorang anggota
Khong Dji Hin mengadakan pesta di satu land di Telok Poetjoeng di sebelahnya
tinggal seorang anggota Sarikat Islam. Para tetangga ini bersumpah dan menyebut
mereka kongbabi. Atas perselisihan ini, pesan dikirim melalui telepon dari Bekassi
kepada Mr. Cohen di Meester Cornelis. Lalu Mr. Cohen segera tiba di Telok Poetjoen
dengan 6 hingga 8 mobil pada malam hari yang membawa 40 tentara. Psywar ini
kemudian membuat segalanya menjadi sunyi kembali, ketika para tentara itu
dipulangkan lagi. Semuanya tenang sekarang.
Di lain
pihak, sebelumnya Sarikat Islam telah memicu perjuangan ekonomi antara pemilik land
dan penduduk. Controleur Douwes Dekker yang menurut pers seorang yang tampaknya
merupakan kepribadian yang lemah (lembut) yang tidak pada tempatnya di Bekassi (yang
keras). Sementara Wedana Bekassi menurtu pers tampak sepenuhnya barada di bawah
kendali Mr. Cohen yang tidak kondusif untuk jalannya urusan yang baik di tempat
itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar