*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini
Nama Babelan di Bekasi bukanlah nama baru, tetapi nama yang sudah tua di Bekasi. Ketika masih muda di masa lampau, wilayah Babelan adalah pintu gerbang menuju kota Bekasi. Namun pada masa ini, Babelan kerap dipersepsikan sebagai wilayah bagian belakang (kabupaten) Bekasi. Tapi, jangan lupa, Babelan adalah kampung halaman KH Noer Alie, Pahlawan Nasional dari Bekasi.
Nama Babelan di Bekasi bukanlah nama baru, tetapi nama yang sudah tua di Bekasi. Ketika masih muda di masa lampau, wilayah Babelan adalah pintu gerbang menuju kota Bekasi. Namun pada masa ini, Babelan kerap dipersepsikan sebagai wilayah bagian belakang (kabupaten) Bekasi. Tapi, jangan lupa, Babelan adalah kampung halaman KH Noer Alie, Pahlawan Nasional dari Bekasi.
Kecamatan Babelan (Now). Kampong Babelan (1903) |
Lantas seperti apa sejarah Babelan? Pertanyaan
ini mungkin terkesan sepele dan tidak penting, Akan tetapi jika mengikuti
perjalanan sejarah (kota) Bekasi, Babelan harus ditempatkan di bagian depan. Sebab
tempo doeloe Babelan adalah pintu gerbang menuju kota Bekasi. Disinilah
keutamaan Babelan yang kini menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Bekasi.
Untuk itu, untuk melengkapi sejarah Bekasi mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.
Kota Bekasi dan Kecamatan Babelan |
Nama Bebelan di Hilir Kali Bekasi
Nama Babelan di daerah aliran sungai Bekasi
paling tidak sudah diberitakan pada surat kabar tahun 1824 (lihat Bataviasche
courant, 01-05-1824). Disebutkan dijual lahan di Moeara Bacassie atau Pondok
Doea, lahan di Sambilangan, lahan di Tandjoeng, lahan di Soengie Boeaja, lahan di
Poeloe Mamandang, di Bogol atau Bogor, di Rawa Bogor, di Babelan, di Bandongan
dan lahan di kampong Toeri Ilir. Yang menjual lahan-lahan tersebut adalah
keluarga Riemsdijk,
Dalam
perkembangannya diketahui urutan nama-nama tempat utama dari pantai melalui
sungai ke kota Bekasi adalah sebagai berikut: Moeara Bekasi, Soengai Boeaja,
Tandjoeng, Moeara, Babakan, Babelan, Pangkalan, Gaboes, Karang Tjongok, Telok
Poetjoeng dan Bekasi. Lahan Moeara Bacassie atau Pondok Doea, lahan Soengai
Boeaja dan lahan Tandjoeng adalah tanah berawa. Pada masa ini Telok Pucung dan
Bekasi termasuk wilayah Kota Bekasi. Sedangkan yang lainnya masuk wilayah
Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.
Nama
Babelan tidak hanya terdapat di daerah aliran sungai Bekasi (Residentie
Batavia), tetapi juga ditemukan di Residentie Semarang dan Residentie Soerabaja.
Besar dugaan bahwa nama Babelan muncul sebagai pemukiman orang yang berasal
dari Jawa.
Semua lahan-lahan (yang kini menjadi kecamatan
Babelan) telah dimiliki oleh Lim Khe Seeng dan Lim Khe Ip, Ini sehubungan dua
orang Tionghoa yang disebut akan menjual lahan-lahan tersebut (lihat Javasche courant, 06-07-1833).
Disebutkan di dalam lahan-lahan ini terdapat dua buah pabrik gula, Siapa yang
membeli lahan-lahan tersebut tidak diketahui secara jelas. Land Babelan
kemudian diketahui telah disewa oleh seorang Tionghoa (lihat Java-bode :
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-11-1857).
Penyewa itu diduga bernama Jap Soen.
Samarangsch
advertentie-blad, 05-02-1858: ‘Pada tanggal 25 ini, seorang Tionghoa Jap Soen dari
land Babelan, pergi ke pasar Tjilintjing, pergi untuk menjual beras. Karena ia
harus berlayar melalui sungai di sepanjang hutan dan tahu ada banyak babi liar
di dalamnya, ia membawa senapan dan menepi dan berburu di dekat kampung
Sembilangan. Tiba-tiba ia mendengar bahwa ada binatang di atasnya. Soen kaget dan
ingin meraih senjatanya. Naas, saat ia menariknya ke arahnya, tiba-tiba
meledak, peluru menembus tangan kanannya dan menembus di sisi dada kiri, dimana
itu tetap bertahan hingga Jap-Soen segera dibawa ke rumah sakit kota di
Batavia.
Jap Soen tampaknya telah digantikan oleh Tjoe
Tjian sebagai penyewa (atau pemilik). Pada tahun 1862 harus meninggalkan land
Babelan dan menjual semua propertinya (lihat Bataviaasch handelsblad, 05-07-1862).
Properti tersebut disebutkan adalah 50 tjaing padi (kualitas satu), 50 ekor
kerbau, beberapa pedati dan kereta, kuda, alat-alat kerja, sejumlah perlengkapan
rumah tangga terbuat dari kaca dan berbagai perabotan rumah. Dalam
perkembangannya perkebunan di Babelan telah beralih dari Tjoe Piang kepada Tjoe
Hok Ie (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-11-1868).
Pada
bulan April 1869 terjadi kerusuhan di Telok Poetjoeng dan Tamboen. Dalam
kerusuhan ini Asisten Residen Meester Cornelis terbunuh. Schout Bekasi juga
terbunuh. Beberapa orang Tionghoa terbunuh dan sejumlah properti orang Tionghoa
juga dibakar massa. Setelah proses
penyidikan dan penyelidikan yang dimulai tanggal 22 November, jaksa dari
Justitie Raad (Kejangsaan Agoeng) Batavia dikirim ke Bekasi pada bulan Januari
1870 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 06-01-1870). Terhadap perusuh hukuman terbesat dijatuhkan
pada tangga 24 Agustus 1870 dengan mengeksekusi mati sebanyak tujuh orang..
Kerusuhan ini diduga telah membuat trauma para
pemilik maupun penyewa land. Tidak lama setelah kejadian ini muncul di surat
kabar berbagai iklan penjualan lahan dan properti di district Bekasi. Ini dapat
dilihat sebuah iklan yang dipasang oleh notaris HJ Hartebeld yang mana rumah
Schout Bekasi dijual dan juga sebanyak 44 buah sawah dijual yang berlokasi di
land Telok Poetjoeng dan land Babelan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-06-1869).
De locomotief, 17-02-1875 |
Pada tahun 1875 pemerintah mulai menerapkan
pemerintahan pribumi di district Bekasi dengan mengangkat sejumlah orang untuk
menduduki posisi yang dibentuk baru. Dalam struktur pemerintahan di atas masih
dipimpin oleh seorang Schout yang berasal dari orang Eropa/Belanda. Schout
dalam hal ini akan dibantu oleh seorang demang (pejabat pribumi yang diangkat
oleh pemerintah). Jabatan untuk pribumi ini (Inlnadsch Bestuur) diumumkan pada
bulan Februari 1875 (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,
17-02-1875).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar