*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Di Kota Tangerang, salah satu situs tua yang penting adalah bendungan Tangerang di sungai Tjisadane. Tentu saja jangan dilupakan situs kono di Kota Tangerang yakni kanal Mookervaart. Dua situs ini saling terhubung bagaikan bapak-anak: kanal Moekervaart adalah ayah dan bendungan Tangerang adalah anak. Oleh karenanya membicarakan yang satu, juga harus membicarakan yang satunya lagi. Itulah dua situs tua di Tangerang yang masih eksis hingga ini hari.
Di Kota Tangerang, salah satu situs tua yang penting adalah bendungan Tangerang di sungai Tjisadane. Tentu saja jangan dilupakan situs kono di Kota Tangerang yakni kanal Mookervaart. Dua situs ini saling terhubung bagaikan bapak-anak: kanal Moekervaart adalah ayah dan bendungan Tangerang adalah anak. Oleh karenanya membicarakan yang satu, juga harus membicarakan yang satunya lagi. Itulah dua situs tua di Tangerang yang masih eksis hingga ini hari.
Kanal dan dam di sungai Tjisadane, Tangerang (Foto udara 1940) |
Lantas seperti apa kisah situs tua ‘bapak-anak’ ini di Tangerang? Tentu
saja sejauh ini belum pernah ada yang menulis hubungan kedua situs legendaris
ini. Dalam hubungan inilah mengapa sejarah bendungan Pasar Baroe dan kanal
Mookervaart disatukan dalam satu artikel. Kanal Mookervaart sendiri selesai
dibangun tahun 1687 dan bendungan Pasar Baroe mulai digagas pada tahun 1925. Usia
mereka berjarak sekitar dua setengah abad. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Bendungan Pasar Baroe, Batoe Tjeper dan Tjengkareng di Tangerang
Sluis (pintu air), suatu pintu untuk mengatur
aliran air di sungai atau bendungan. Sluis terkenal di dekat benteng Noordwijk
(kini area Juanda sekarang). Di atas sluis ini terdapat jalan/jembatan yang
kemudian disebut Sluisbrug (jembatan pintu air). Sluis lainnya ditemukan di
banyak tempat. Salah satu sluis terkenal adalah Sluis Tangerang. Sluis ini
adalah pintu air kanal Mookervaart di sungai Tjisadane.
Bataviasche courant, 21-12-1816 |
Setelah hampir satu abad, kanal Mookervaart
terindikasi sudah terlalu dangkal karena endapan lumpur. Akibat pendangkalan
kanal Mookervaart jika terjadi luapan sungai Tjisadane, area di dua sisi kanal
Mookervaart terjadi banjir. Atas dasar penyelidikan ini kanal Mookervaart
termasuk salah satu kanal yang akan dinormalisasi (lihat Het rapport van den
heer Stieltjes, over verbeterde vervoermiddelen op Java, 1864).
Sejak normalisasi dan revitalisasi kanal
Mookervaart ini tidak pernah terjadi sesuatu yang khusus. Sementara jalan yang
berada di sisi kanal Mookervaart dari waktu ke waktu terus ditingkatkan
kualitasnya. Lalu lintas transportasi air di kanal oleh perahu-perahu bersaing
dengan lalu lintas transportasi darat oleh gerobak dan pedati. Fungsi kanal
Mookervaart sebagai lalu lintas air (jalan tol) lambat laun semakin berkurang
seiring dengan intensitas lalu lintas jalan darat. Meski demikian, kanal
Miookervaart masih vital, karena masih menjadi tulang punggung untuk menjaga
ketinggian air di kanal-kanal di seputar Batavia untuk lalu lintas transportasi
air (terutama di musim kemarau). Peta
1899
Peta distribusi lahan di district Tangerang, yang sebelumnya didominasi oleh orang Eropa/Belanda telah bergeser kepemilikannya dan umumnya jatuh ke tangan orang-orang Tionghoa. Land Tangerang en Grendeng dan land Karawatji serta land Tjikoja masih dimiliki oleh orang Eropa/Belanda. Sedangkan land-land lainnya umumnya telah dimiliki oleh orang Tionghoa. Land Kampong Malajoe en Dadap dimiliki oleh Luitenant der Chinezen Khouw Oen Djoe (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 02-04-1890). Land Tjihoenie dimiliki oleh Tan Keng Hong (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-07-1890). Land Batoe Tjeper oleh Khouw Jau Hoen (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-10-1890). Land Balaradja oleh Khouw Oen Djoe (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-11-1890). Sejumlah lahan dimiliki oleh Ong Hok Tiang dan janda Kipitein Oeij Tjong Piauw yang meliputi land-land di Poris, Tiga Raksa, Panoenggangan, Gondrong, Pondok Kosambi, Pakoelonan dan Babakan Noord (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-02-1893). Land Selapadjang Oost oleh Han Hoaij Djin (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-07-1894). Land Radjek oleh Lie Chian Siou (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-02-1895). Demikian seterusnya.
Pada tahun 1925 muncul suatu memorandum
(pemerintah) yang menyoal tentang ekonomi di barat Batavia (lihat Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-05-1925). Dalam memorandum ini terdapat
catatan mengenai permasalahan yang dihadapi di wilayah Tangerang dimana
terdapat land-land yang secara perlahan-lahan menghadapi situasi dan kondisi
ekonomi yang dilematis dan telah menurun ke tingkat terendah. Jalan yang buruk
telah meningkatkan ongkos angkut dan produktivitas pertanian yang tidak menentu
karena kerap terjadi banjir. Lalu lintas perdagangan melalui kanal maupun laut
yang semakin tidak memadai menambah persoalan. Sementara lahan-lahan di
Tangerang masih banyak yang dimiliki oleh para tuan tanah (landheer) dimana
pemerintah tidak memiliki hak intervensi.
Satu
solusi untuk pembangunan ekonomi di barat Batavia dalam mmorandum ini adalah
meingkatkan nilai dari setiap bidang lahan melalui intervensi pemerintah dengan
membangunan kanal-kanal baru untuk fungsi drainase dan irigasi yang
terintegrasi antara sungai Tjisadane dan kanal Mookervaart. Ini juga akan
membantu mengakhiri dampak banjir di sepanjang hilir Sungai Angké dekat Pesing
di perbatasan barat ibu kota Batavia. Untuk merealisasikannya, pemerintah perlu
membeli land-land yang dimiliki swasta. Namun itu tidak mudah dan akan
memerlukan negosisiasi yang lama. Untuk tetap mencapau tujuan tersebut
pemebelian land dapat diprioritaskan untuk land-land yang kemungkinan terkena
program, yakni land-land yang akan dilewati oleh kanal-kanal baru.
Singkatnya, memorandum 1925 ini telah
menginisiasi tentang perlunya pembangunan bendungan di sungai Tjisadane dan
sungai Tjidoerian. Pembelian sejumlah land dan pembangunan bendungan dan
kanal-kanal ditaksir akan menelan f1 Juta dan diharapkan pada tahun keempat
nilai ekonomi yang diperoleh mencapai f2.75 Juta. Bendungan Tjisadane akan
mampu mengairi persawahan seluas 57 ribu bau dan bendungan Tjidoerian seluas 17
ribu bau.
Disebutkan
dalam memorandum bahwa bedungan Tjisadané harus dilakukan tepat di bawah mulut
Mookervaart, dan sehubungan dengan itu harus ditutup dengan sluis. Untuk leperluan
irigasi dan perahu, sluis juga harus dibangun di kanal Mookervaart di dekat
Batoetjeper dan Tjengkareng, sementara di samping itu kanal harus diperlebar
dan diperdalam. Sehubungan dengan drainase dan area yang akan diairi diperlukan
standarisasi dan pelebaran bagian hilir sungai Tjisadané, Tjimantjeri dan
Tjidoerian sementara bendungan juga perlu diperbaiki. Oleh karena land sudah
dibeli di bagian barat Tangerang pelaksanaan irigasi dan drainase di sisi itu dapat
segera dimulai. Secara keseluruhan program multi year ini nantinya akan
membutuhkan biaya total f10 Juta yang akan dialokasikan dalam 10 tahun. Pada
tahun 1926 akan dialokasikan sebesar f500 ribu dan pada tahun 1927 sebesar f750
ribu dan pada tahun-tahun berikutnya sebesar f 1 Juta atau lebih per tahun.
Pembangunan mega proyek irigasi Tangerang menurut
memorandum tahun 1925 belum sepenuhnya menyelesaikan masalah jika hanya melihat
di hilir. Satu persoalan yang diperhitungkan di masa depan adalah soal kelangsungan
debit air sungai Tjisadane. Dalam hal ini, keberhasilan irigasi dataran rendah Tangerang
dapat terancam oleh meningkatnya sodetan-sodetan sungai Tjisadane di wilayah
hulu. Sejauh ini, sebagian besar daerah tangkapan air di wilayah hulu ditempati
oleh land-land partikelir di wilayah Tjiampea yang terletak di sebelah barat
Buitenzorg dengan hamparan 50.000 bau termasuk 17.000 bau sawah dengan konstruksi
irigasi. Untuk dapat mengantisipasi risiko di masa depan, sejumlah areal hutan
hidrologi di land-land di Tjiampea perlu dibeli. Selain itu, bagaimanapun, dari
sudut pandang tata kelola juga sangat penting bahwa land-land tersebut di hulu
sungai Tjisadane segera berada di bawah pengaruh langsung administrasi
pemerintah.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Yth admin.
BalasHapusTerkait memorandum 1925, bolehkah saya mendapatkannya? atau dimana saya harus dapatkan?
Terima kasih.
Sudah dikirim ke email. Semoga berguna
Hapus