*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Tempo doeloe di Pasar Baroe, Batavia-Centrum terdapat salah satu toko
terkenal yang bernama Toko Populair. Pemilik toko ini adalah seorang Tionghoa
Yo Kim Tjan. Toko Populair terdiri dari beberapa outlet seperti alat musik,
elektronik yang dalam perkembangannya juga meliputi produk kosmetik dan optik.
Toko Populair dalam kenyataannya juga melakukan kegiatan perekaman lagu-lagu
yang dimainkan oleh orchest (band) sendiri: Populair Orchest. Toko Populair saat
itu dalam bahasa masa kini dapat dikatakan sebagai hypermarket.
|
Toko Populair, 1938 (insert Yo Kim Tjan, 1934) |
Perusahaan rekaman Yo Kim Tjan diberi nama sesuai namanya Electric
Recording Yokimtjan. Satu yang penting dari perusahaan rekaman ini adalah
merekam lagu ciptaan WR Soepratman dalam bentuk piringan hitam. Lagu ini
dimainkan oleh Populair Orchest yang dipimpin oleh Achmat Bandoeng. Pada kant-A
(side-A) lagu Indonesia Raja karya WR Soepratman sementara pada kant-B (side-B)
lagu berjudul Serenade Populair yang diciptakan oleh Achmat juga dimainkan oleh
Populair Orchest. Album piringan hitam dua lagu ini diproduksi dan dipasarkan
pada tahun 1927. Dua lagu ini terdengar genre kroncong. Lagu Indonesia Raja
karya WR Soepratman ini mirip dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang
sekarang. Namun lagu Indonesia Raja versi WR Soepratman (yang asli) lirik lagunya
bernada lembut dan masih diterima oleh orang Belanda (lihat Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 18-08-1950). Disebutkan lagu
dan lirik Indonesia Raja versi asli ini pernah dimuat pada harian Sin Po edisi 10
November 1928 (setelah Kongres Pemuda). WR Soepratman meninggal di Soerabaja
pada tanggal 17 Agustus 1938. Namun tentu saja sejak pengakuan kedaulatan
Indonesia oleh Belanda pada tahun 1950 lirik lagu mengalami perubahan (penyesuaian).
Dengan kata lain lagu Indonesia Raja versi asli pada Kongres Pemuda 1928 tidak
segarang lirik lagu yang sekarang. Rekaman lahu Indonesia Raya asli ini
tersimpan di perpustakaan Leiden.
Lantas apakah Toko Populer yang ditemukan pada masa ini di Pasar Baru
adalah kelanjutan Toko Populair yang sudah eksis sejak lampau? Entahlah. Namun yang
jelas Yo Kim Tjan, sang pemilik Toko Populair terkait dengan WR Supratman,
pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dalam hal ini Toko Populair dan Yo Kim
Tjan adalah bagian tidak terpisahkan dari sejarah pusat perbelanjaan di
Indonesia. Siapa sesungguhnya Yo Kim Tjan kurang terinformasikan. Oleh karena
Toko Populair dan nama Yo Kim Tjan terkait dengan lagu kebangsaan Indonesia
Raya, memaksa kita untuk menelusuri sumber-sumber tempo doeloe. Laten we kijken! Let's check it out!
|
Bataviaasch nieuwsblad, 03-05-1924 |
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*. Foto 1934
Pasar Baroe dan Toko Populair
Tempo doeloe, diantara toko-toko yang ada di
Pasar Baroe, nama Toko Populair sangat dikenal dan terkenal. Toko ini dimiliki
oleh Yo Kim Tjan. Berbeda dengan toko-toko Tionghoa lainnya dan toko-toko India,
Toko Populair awalnya mengandalkan barang dagangan berupa keperluan individu
dan rumah tangga, tetapi Yo Kim Tjan, sang pemilik toko termasuk pemilik toko
yang adopter dan rensponsif untuk pengadaan produk-produk yang sama sekali baru
(yang terkait perkembangan teknologi). Oleh karena ini Toko Populair seperti
kita lihat nanti memiliki sejumlah outlet yang menawarkan produk yang berbeda-berbeda
seperti alat musik, elektronik (radio), kosmetik dan optik.
|
Het nieuws van den dag voor
N-Indie, 28-01-1920 |
Jauh
sebelum orang-orang Tionghoa memiliki toko-toko modern, orang-orang
Eropa/Belanda adalah jagonya. Di Medan ada Hattenbach (milik seorang/keluarga
Jerman). Salah satu yang terkenal di Batavia adalah grup Maison di Pasar Baroe
dan Pasar Senen. Grup ini diduga bermula dari dua nama di Pasar Baroe yang mana
seorang Prancis Mr, Dubray pemilik
pabrik piano di tempat tersebut, sementara Maison Schmith adalah tempat les
musik piano (lihat Bataviaasch handelsblad, 26-09-1863). Pada tahun 1867 nama
gabungan Maison Dubray sudah diiklankan sebagai merek toko gitar dan piano (lihat
Bataviaasch handelsblad, 16-12-1867). Diduga toko inilah yang kemudian menjadi
toko Eropa terkenal di Weltevreden (Pasar Senen dan Pasar Baroe). Entah ada
kaitan atau tidak dengan Toko Maison tempo doeloe, terdapat iklan sebuah
maison, Maison HW van der VEEN yang menawarkan berbagai produk seperti topi, kebutuhan
toilet, rok. blus, jas hujan dan aksesoris rambut (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 28-01-1920). Disebutkan alamat maison ini di Gang Pasar
Baroe 62.
|
Bataviaasch nieuwsblad, 05-04-1924 |
Toko
ini masih mengiklankan hingga pada tahun 1923 (lihat Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 17-01-1923). Beberapa hari sebelumnya terdapat iklan
yang menyewakan suatu bangunan tepat berada di lokasi toko tersebut Gang Pasar
Baroe 62 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-01-1923).
Disebutkan sewa per bulan sebesar f200 dan jika ingin membeli perabotan yang
ada didalamnya sebesar f3.000. Apakah toko maison ini akan tutup? Sejak itu
tidak terdengar lagi nama Maison HW van der VEEN. Pada bulan April 1924 di
alamat Pasar Baroe No 62 terbaca di surat kabar sebuah nama toko baru, yakni
Toko Populair (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-04-1924). Inilah awal Toko
Populair, milik Yo Kim Tjan.
Toko Populair menempati lokasi di jalan utama
Pasar Baroe nomor 62. Jauh sebelum berkembang bisnis Yo Kim Tjan, Toko Populair
sudah memiliki studio rekaman dan grup orchest (band) sendiri. Bataviaasch nieuwsblad, 05-04-1924
|
Toko runtuh
di Pasar Baroe (Het nieuws voor NI, 02-11-1918) |
Pasar Baroe adalah pasar yang dibangun baru
sebagai komplemen pasar yang sudah ada Pasar Senen. Pasar Baroe dirintis sejak awal
tahun 1820an. Pada awal mula Pasar Baroe ini berada dekat Krokotweg (jalan
Samanhudi yang sekarang). Oleh karena itu akses menuju pasar ini adalah dari
jalan Krokot dan jalan Pasar Baroe (kini jalan Pintu Air). Sementara antara
kanal dengan pasar adalah gudang-gudang komoditi (beras dan hasil bumi untuk
ekspor). Pada sisi kanal (jembatan Pasar Baru yang sekarang) adalah pelabuhan
perahu-perahu yang datang dari berbagai tempat seperti Krawang dan Bekasi (via
kanal Goenoeng Sahari). Dalam perkembangannya seiring dengan meningkatnya
fungsi jalan darat, jalan melalui air (laut, sungai dan kanal) meredup, akibatnya pelabuhan Pasar Baroe
mulai dialihfungsikan dengan membangun jembatan penghubung antara jalan pos
(jalan Pos/jalan Sutomo yang sekarang) dengan gudang-gudang komodisi dan Pasar
Baroe. Dengan adanya jembatan yang semakin ramai menuju Pasar Baroe, lambat
laun toko-toko yang ada di Pasar Baroe meluas ke area gudang-gudang komoditi.
Lalu gudang-gudang komoditi secara berangsur-angsur berganti menjadi toko-toko.
Namun bangunan-bangunan tua yang dimodifikasi menjadi toko-toko tersebut banyak
yang runtuh karena gempa besar pada tahun 1915 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 24-04-1915).
Perbaikan belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Pada tahun 1918 terdapat
bangunan toko yang runtuh karena kerusakan struktur bangunan yang sudah menua
(lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-11-1918).
Koridor baru inilah yang
kemudian disebut jalan Pasar Baroe yang baru untuk menggantikan jalan Pasar
Baroe yang lama yang berubah nama menjadi Sluisbrug (kini jalan Pintu Air).
Jalan Pasar Baroe ini cepat berkembang dengan kehadiran toko-toko Eropa yang
kemudian digantikan oleh toko-toko India dan Tionghoa. Toko-toko Tionghoa sejak
baheula (sejak era VOC) terpusat di Pasar Senen. Migrasi toko-toko Tionghoa
dari Pasar Senen ke Pasar Baroe menjadi jalan terbuka bagi keluarga Yo Kim Tjan
untuk membangun bisnis yang lebih maju.
Pada tahun 1927 Toko Populair di Pasar Baroe tidak
hanya menjual gramplate (piringan hitam) yang terkait dengan musik barat dan lainnya,
tetapi juga telah menjual gramplate hasil produksi sendiri yang merekam
komposisi karya pribumi seperti lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh WR
Supratman. Karya-karya itu dimainkan oleh Populair Orchest milik Toko Populair
yang mana sebagai pemimpin orkesnya adalah Achmat Bandoeng. Divisi Toko Populair
yang melakukan perekaman ini adalah Electric Recording Yo Kim Tjan (mengadopsi nama
pemilik Toko Populair).
|
De Maasbode, 20-04-1928 |
Pada
awal tahun 1928 Yo Kim Tjan diketahui berangkat ke Eropa (lihat De Indische
courant, 27-03-1928). Di dalam manifest kapal ss Sibajak yang akan berangkat
dari Tandjoeng Priok tanggal 28 Maret 1928 menuju Rotterdam semuanya orang
Eropa kecuali Yo Kim Tjan dan Dr. Tang Eng Jong dengan istri. Besar duagaan Yo
Kim Tjan dan Tjan Eng Jong berangkat bersama-sama. Hal ini karena tiga Tionghoa
ini sama-sama turun Marseille, Prancis (lihat De Maasbode, 20-04-1928). Dr. Tjan
Eng Jong lulus dari sekolah kedokteran NIAS di Soerabaja pada tahun 1925 (lihat
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-09-1925). Dr. Tjan Eng Jong
diangkat sebagai dokter pemerintah di Basoeki dan pada bulan Mei 1926 Dr. Tjan
Eng Jong dipindahkan ke Lasem (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-05-1926).
Sebagai dokter pemerintah, besar dugaan Dr. Tjan Eng Jong melanjutkan studi ke
Belanda dan (dan bulan madu ke Prancis?) sementara Yo Kim Tjan bermaksud untuk
memantau produk kecantikan dan perihal barang-barang teknologi di Prancis dan
Belanda. Yo Kim Tjan sendiri cukup lama di Eropa dan baru pulang pada tanggal 3
Juli dengan menumpang kapal ss Prinses Juliana dari Amsterdam menuju Batavia
(lihat Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 03-07-1928). Kapal
akan tiba di Tandjoeng Priok, Batavia pada tanggal 1 Agustus (lihat De Sumatra
post, 30-07-1928). Semua yang turun di Tandjoeng Priok adalah orang Eropa
kecuali Yo Kim Tjan dan seorang Tionghoa lainnya yakni seorang pemuda Tjio
Thiam Tjwan. Pemuda ini diketahui baru lulus sekolah menengah HBS jurusan
perdagangan di Belanda (lihat Algemeen
Handelsblad, 28-06-1928). Tidak ada keterangan bagaimana hubungan Yo Kim Tjan dan Tjio Tjiam Tjwan.
Perubahan Iklim Usaha:
Apakah Yo Kim Tjan Anti Belanda?
Pengusaha-pengusaha Tionghoa mulai mengembangkan
bisnis dengan memanfaatkan kredit bank. Namun banyak pengusaha Tionghoa yang
tidak terlalu paham seluk beluk perbankan. Pada tahun 1931 muncul gagasan untuk
membentuk satu biro dari pengusaha-pengusaha Tionghoa untuk dapat memberi
arahan kepada pengusaha-pengusaha Tionghoa. Dalam satu pertemuan pengusaha
Tionghoa di Batavia, Yo Kim Tjan meminta Mr. Phoa Liong Gie untuk mewakili
kepentingan pengusaha-pengusaha Tionghoa (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 24-08-1931).
Pada
tahun 1927 pengusaha-pengusaha pribumi telah membentuk perhimpunan di Batavia,
Perhimpunan ini diketuai oleh Parada Harahap, pengusaha media dan percetakan.
Para anggota perhimpunan banyak yang berbisnis di Pasar Senen.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar